Anda di halaman 1dari 4

LEGAL OPINION

ISU Pengambilalihan hak asuh terhadap anak yang ibunya:

1. Tidak bekerja
2. Mempunyai track record menerlantarkan anak

DASAR 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan


HUKUM 2. Komplasi Hukum Islam
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
4. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

ANALISIS 1. Pasal 49 UU 1 1974 menerangkan bahwa pada dasarnya “Salah seorang atau
kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih
untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak
dalam garis lurus keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat
yang berwenang, dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal:
a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya;
b. Ia berkelakuan buruk sekali.

Berdasarkan hal ini salah seorang orang tua atau keduanya dapat dicabut
kekuasaannya terhadap seorang anak untuk waktu yang tertentu atas permintaan
dari:

1. Orang tua lain.


2. Keluarga anak dalam garis lurus keatas.
3. Saudara kandung yang telah dewasa.
4. Pejabat yang berwenang.

Dengan alasan yaitu dapat dibuktikan bahwa ia sangat melalaikan kewajibannya


terhadap anaknya, salah satu kewajiban orang tua terhadap anak diterangkan
dalam Pasal 45 ayat (1) UU 1 1974 “Kedua orang tua wajib memelihara dan
mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.”.

2. Pasal 156 huruf c KHI, menegaskan bahwa apabila pemegang hadanah ternyata
tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya
nafkah dan hadhanah telah dickupi, maka atas permintaan kerabat yang
bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada
kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula, sehingga apabila ditemukan
bahwa pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani
dan rohani anak, maka dapat dimintakan kepada Pengadilan Agama untuk
memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah
pula.

3. Pasal 30 UU 23 2002 dalam hal orang tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26, melalaikan kewajibannya, terhadapnya dapat dilakukan tindakan
pengawasan atau kuasa asuh orang tua dapat dicabut dan dalam pelaksanaan
tindakan pengawasan terhadap orang tua atau pencabutan kuasa asuh, dilakukan
dengan penetapan pengadilan.

4. Lebih lanjut mengenai kewajiban orang tua dijelaskan dalam Pasal 26 UU 35


2014, bahwa orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak;
b. menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan
minatnya;
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan
d. memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti
pada Anak.

Lalu dalam pasal selanjutnya “Dalam hal Orang Tua tidak ada, atau tidak
diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab tidak dapat melaksanakan
kewajiban dan tanggung jawabnya, kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat beralih kepada Keluarga, yang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Sehingga berdasarkan 4 Point diatas jelas dan berdasar bahwa sebenarnya


pengalihan hak asuh kepada orang lain, dapat dilakukan apabila ditemukan bahwa
orang tua lalai dan tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai orang tua, dan
dalam pelaksanaannya peralihan kuasa asuh dilakukan dengan penetapan oleh
pengadilan.

5. YURISPRUDENSI (PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA


PALEMBANG NOMOR 48/Pdt.G/2022/PTA.Plg.
 Dalam pertimbangan hakimnya menerangkan bahwa
Tergugat/Pembanding/Ibu Kandung, dalam perkara A quo ditemukan
fakta bahwa Tergugat/Pembanding dan anaknya ke pulau jawa untuk
bekerja, namun karena harus bekerja, maka tidak mungkin memberi
waktu yang cukup untuk mengasuh anaknya, sehingga harus menitipkan
anaknya kepada ibu Tergugat.

Berdasarkan hal tersebut diatas, diketahui lebih lanjut dalam Putusan Pertamanya
yaitu Putusan Nomor 685/Pdt.G/2022/PA.Lt Ibu, jarang memperhatikan anaknya
karena berdasarkan keterangan saksi, anak terlihat kurus dan lesu. Sehingga ibu
dianggap lalai.

KESIMPULAN Berdasarkan beberapa analisis-analisis diatas ditemukan bahwa pengalihan kuasa


asuh dari Ibu kepada ayah terhadap anak yang belum berusia 12 tahun dapat
dilakukan selama hakim menilai oleh tua lalai dalam melakukan kewajibannya yaitu
seperti:

a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak;


b. menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan
minatnya;
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan
d. memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti
pada Anak.

Hal ini dikuatkan dengan adanya Yurisprudensi (PUTUSAN PENGADILAN


TINGGI AGAMA PALEMBANG NOMOR 48/Pdt.G/2022/PTA.Plg., yang
memberikan pertimbangan bahwa, Ibu yang sering keluar karena kerja, tidak
mungkin memberi waktu kepada anak, dapat dicabut hak Asuhnya
Sehingga berdasarkan Isu yang dipaparkan diatas, bahwa ibu sebagai pengasuh :

1. Tidak bekerja
2. Mempunyai track record menerlantarkan anak

Dapat dicabut hak hadhanah/hak asuhnya, oleh pengadilan negeri, selama dapat
dibuktikan bahwa Ibu tersebut sebagai orang tua telah lalai dalam menjalankan
kewajibannya sebagaimana yang diatur oleh Undang-Undang.

Anda mungkin juga menyukai