PENDAHULUAN
1
Subagyo, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Yogyakarta, Bagian Penerbitan
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 2005), hlm.39.
2
Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999), hlm.
174
3
Leden Marpaung, Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Terhadap Perbankan
(Jakarta, Djambatan, 2005), hlm. 49.
4
Tanggal 20 September dan 1 November 2004 The Pew Internet Pro-ject melakukan
online survey yang diikuti oleh 1.286 ahli. Menurut hasil penelitian tersebut, dalam waktu 10
tahun mendatang Internet akan menjadi demikian pentingnya dalam transaksi perdagangan,
sehingga jaringan elektronik akan menjadi sasaran yang sangat mengundang bagi serangan
kejahatan.
5
Johannes Ibrahim, Kartu Kredit Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, (Bandung,
PT. Refika Aditama, 2004), hlm. 1
6
Ibib, hlm. 1
7
Johannes Ibrahim, Kartu Kredit (Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan), (Bandung,
PT. Refika Aditama, 2004), hlm. 11
8
Ade Ary Sam Indradi, Carding, (Jakarta, Pensil-324, 2006), hlm.4
9
M. Ridwan dan Edi Warman, Azas-azas Kriminologi, (Medan, USU Press, 1994), hlm.45
versi. Kasus yang umum terjadi adalah tindak pidana kartu kredit dengan berbagai
tehnik terbaru, misalnya dengan teknik “Cardholder-Not-Present / CNP (Si
Pemilik Kartu tidak Hadir saat transaksi) yang banyak terjadi di banyak negara
akhir-akhir ini. Dengan semakin banyaknya jasa perbankan dan situs dagang yang
menawarkan kemudahan jasa pembayaran dan finansial secara elektronik seperti
Internet banking, phone banking, dan E-Commerce diiringi dengan penggunaan
kartu kredit sebagai otorisasi transaksi maka para pelaku kejahatan yang mulanya
bertindak secara fisik (begal, perampok, pencopet, dan sebagainya) kini mulai
beralih ke dunia maya dengan harapan memperoleh target sasaran yang lebih
besar, lebih menguntungkan dan resiko yang lebih kecil. Dengan berbagai cara
mereka berusaha untuk mencari celah dan jalan yang bisa mereka susupi untuk
menjalankan aksi-aksi kejahatan mereka.
10
A. M. W. Pranarka, Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila, (Jakarta, Centre for Strategic and
International Studies, 1986), hlm. 317.
11
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat
Hukum Indonesia, (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1999), hlm. 224.
Indonesia sehingga tepat sekali jika Pancasila dijadikan sumber dari segala
sumber hukum. Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 2 Undang-Undang
No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan perundang-
Undangan.
Konsep mengenai keadilan di Indonesia tercermin pada nilai-nilai
yang terdapat pada Pancasila khususnya sila kelima yaitu Keadilan Sosial
Bagi Rakyat Indonesia. Keadilan dalam sila kelima Pancasila ini
mengandung pengertian kesesuaiannya dengan hakikat adil.
Konsekuensinya dalam setiap penyelenggaraan Negara harus senantiasa
berdasarkan pada nilai-nilai keadilan. Ini dapat berari keadilan sosial
merupakan norma pokok yang harus menjadi pedoman setiap
penyelenggaran Negara. Menurut Bur Rasuanto12, norma tersebut
bermakna dua arah. Pertama, ke arah positif yakni kewajiban utama siapa
pun yang memegang kekuasaan Negara untuk mengarahkan kemampuan
dan seluruh langkah kebijakannya untuk mewujudkan keadilan sosial.
Kedua, kearah negatif yakni kewajiban utama siapa pun yang memegang
kekuasaan Negara untuk mencegah tumbuh dan berkembangnya
ketidakadilan.
Realisasinya dalam hidup bersama di dalam masyarakart, bangsa
dan negara terhadap tiga macam hubungan keadilan, yakni pertama,
Negara sebagai pihak yang wajib memenuhi keadilan warga negaranya;
kedua, warga negara sebagai individu sebagai pihak yang wajib memenuhi
keadilan terhadap masyarakat, bangsa dan negara; dan ketiga, yakni
berhubungan dengan keadilan yang terwujud di antara sesame warga
masyarakat, bangsa dan negara, dalam arti terdapat kewajiban timbale
balik untuk saling memenuhi keadilan di antara sesame warga. Konsep
keadilan berdasarkan nilai-nilai pancasila terdapat keseimbangan antara
kepentingan individu, masyarakat, bangsa dan negara.
Hukum Pancasila sebagai hukum positif tumbuh dari dalam
12
Bur Rasuanto, Keadilan Sosial Pandangan Deantologis, Rawis dan Hubermas, Dua
Teori Filsafat Modern, (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm. 200.
13
Penjelasan Umum Undang-Undang No.17 Tahun 2007 Tentang Rencana
Pembangunan Nasional Tahun 2005-2025.
14
Lampiran Undang Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional tahun 2005-2025, Bab IV Arah, Tahapan dan Prioritas Pembangunan Jangka
Panjang 2005-2025, Agenda Mewujudkan Indonesia yang Demokratis Berlandaskan Hukum, hlm.
59-60.
16
lawrence M Friedman, A History of American Law, (New Yorik WW Norton &
Company, 1984), hlm. 5-8
17
Ibid. hlm.5
18
Ibid. hlm.5
c. Budaya Hukum
Budaya hukum melambangkan sikap masyarakat terhadap hukum, yang
menggambarkan bagaimana hubungan hukum dan sistem hukum,
kepercayaan, nilai-nilai, ide-ide, dan ekspektasi mereka atau dapat
dikatakan bahwa legal culture adalah iklim dari pemikiran sosial dan
kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan,
dihindari dan disalahgunakan.19 Budaya hukum ini antara lain
menggambarkan bahwa budaya hukum suatu negara yang berjalan
dengan baik maka sistem hukumnya cenderung baik sedangkan di
negara-negara yang budaya hukumnya buruk maka sistem hukumnya
pun buruk. Budaya hukum ini sangat dipengaruhi oleh sub-sub culture
dari masyarakat yang bersangkutan, diantaranya faktor ekonomi, faktor
agama atau kepercayaan, status atau posisi dan faktor kepentingan.
19
Ibid. hlm.6
20
Lili Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996), hlm.83
mengubah suatu keadaan dan kondisi tertentu ke arah yang dituju sesuai
dengan kemauan masyarakat.21
Konsep hukum sebagai sarana pembangunan menurut Mochtar
Kusumaatmadja mencerminkan bahwa kepastian hukum tidak boleh
dipertentangkan dengan keadilan, dan kedialan tidak boleh hanya
ditetapkan sesuai dengan kehendak pemegang kekuasaan, melainkan
harus sesuai dengan nilai-nilai (baik) yang berkembang dalam
masyarakat. Konsep hukum pembangunan (nasional) menurut Mochtar
Kusumaatmadja tidak meninggalkan sepenuhnya pandangan aliran
analytical jurisprudence, dan mengadopsi sepenuhnya aliran
sociological jurisprudence. Bahkan model hukum pembangunan
mencoba “merangkul” baik aliran-aliran pragmatic legal realism.
Penerapan model hukum pembangunan, dalam praktik, hanya dapat
dilakukan melalui cara pembentukan perundang-undangan atau melalui
keputusan pengadilan atau melalui kedua-duanya.22
Pembangunan hukum diarahkan untuk mendukung terwujudnya
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan; mengatur permasalahan
yang berkaitan dengan ekonomi, terutama dunia usaha dan dunia
industri; serta menciptakan kepastian investasi, terutama penegakan
hukum dan perlindungan hukum.23
Pembangunan menghendaki pembaharuan sikap dari masyarakat
yang sedang membangun itu, dalam pembangunan yang sedang
dilaksanakan. Indonesia dewasa ini jelas dibutuhkan pula perubahan
sikap dari masyarakat bangsa Indonesia sendiri agar pembangunan
dapat teriaksana sebagaimana diharapkan. Mochtar Kusumaatmadja
menilai bahwa demi pembangunan, pembaharuar, sikap, sifat atau nilai-
nilai adalah perlu, persoalannya adalah nilai-nilai manakah dari keadaan
masyarakat yang ada hendak ditinggalkan dan diganti dengan nilai-niali
21
W. Friedman, Legal Theory, (London, Steven & Sons Limited, 1960), hlm. 293-296
22
Romli Atmasasmita, Globalisasi Kesejahteraan Bisnis, (Jakarta, Kencana Prenada
Media Group,2010), hlm. 12.
34
Arah Pembangunan Hukum Tahun 2005-2025.
24
Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan
Hukum Nasional, (Bandung, Binacipta, 1976), hlm.8.
25
Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, (Jakarta, Binacipta, 1988),
hlm. 18.
26
Ibid.
27
Sambutan Menteri Komunikasi dan Informatika, dalam buku “Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”,
Depkominfo, Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika, Cetakan kedua : September 2008, hlm. iv.
28
Johannes Ibrahim, Kartu Kredit, (Dilematis antara Kontrak dan Kejahatan), (Bandung,
PT. Refika Aditama, 2004), hlm.11
29
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informatika Dan
Transaksi Elektronik
30
Andi Hamzah, Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer, (Jakarta, Sinar Grafika, 1990).
hlm. 86
31
Tb. Ronny R. Nitibaskara, Problema Yuridis Cybercrime, Makalah pada Seminar Cyber
law, (Bandung, Cipta Bangsa, 2000), hlm. 2.
32
Tb. Ronny R. Nitibaskara, Op. Cit., 2000, hlm. 4.