Anda di halaman 1dari 127

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. COC (Continuity of Care)

Continuity of Care merupakan program peningkatan pemberian

pelayanan kebidanan secara kontinyu yang dilaksanakan oleh Bidan dan

sebagai tugas akhir mahasiswa kebidanan dengan mengedepankan asuhan

kebidanan secara holistik dan terpadu. Kelahiran dan kehamilan merupakan

suatu hal yang fisiologis, namun jika tidak dikelola dengan baik akan menjadi

patologis (Miratu, dkk, 2015).

Continuity of Care dalam kebidanan merupakan serangkaian kegiatan

pelayanan berkesinambungan mulai dari kehamilan, persalinan, nifas, bayi

baru lahir serta pelayanan keuarga berencana (Homer et all, 2014 dalam

Ningsih, 2017).

Definisi Continuity of Care (COC) adalah asuhan kebidanan

berkelanjutan yang merupakan dasar untuk model pelayanan kebidanan.

Continuity of Care ini adalah proses yang memungkinkan mahasiswa untuk

memberikan perawatan holistik dan membangun kemitraan yang

berkelanjutan dengan klien dalam rangka memberikan pemahaman, dukungan

dan kepercayaan. Asuhan berkesinambungan diaplikasikan dengan satu

mahasiswa untuk satu klien, dari kontak awal pada awal kehamilan,

persalinan, kelahiran dan periode pascanatal.


Penerapan Model COC pada Mahasiswa Kebidanan Secara garis besar

Program Pendidikan bidan dibeberapa negara diterapkan dalam 2 model

asuhan kebidanan Continuity of Care (COC) yaitu dengan Follow Through

Experience (FTE) dan COC dengan model beban kasus (caseloading) pada

mahasiswa.

Manfaat Penerapan COC dalam pembelajaran kebidanan COC sangat

berarti dalam Pendidikan kebidanan yang dilakukan oleh mahasiswa yang

merupakan sebuah contoh praktik terbaik dan sebuah model untuk pelayanan

maternitas yang akan datang yang harus terus dikembangkan.

Asuhan Kebidanan dengan Penerapan Prinsip Continuity of Care

Personalized care atau individualized care Personalized care adalah berfokus

pada kebutuhan, harapan, dan keinginan wanita, mengakui hak perempuan dan

menghargai keputusan wanita untuk menetukan asuhan kebidanan yang akan

diperolehnya. Sedangkan dasar yang harus diperhatikan oleh bidan dalam

memberikan asuhan kebidanan adalah kebutuhan klien, untuk

mengidentiflkasi kekhususan kebutuhan masing-masing klien perlu diketahui

apa saja kebutuhan yang di inginkan oleh klien. Kebutuhan dasar manusia

yang dalam hal ini adalah wanita, tersusun dalam 3 bentuk hirarki atau

berjenjang.

Setiap jenjang kebutuhan akan terpenuhi jika jenjang sebelumnya telah

telatif terpuaskan. Urutan jenjang kebutuhan manusia menurut Maslow adalah

sebagai berikut, kebutuhan dasar (fisiologis), kebutuhan akan rasa aman,

kebutuhan dimiliki dan cinta, kebutuhan dihargai dan kebutuhan aktualisasi

diri, bidan dituntut untuk memenuhi kebutuhan yang paling dasar terlebih
dahulu, kemudian memenuhi kebutuhan pada jenjang berikutnya. Teori

Maslow ini sudah mencakup semua dimensi yang ada pada wanita, yaitu

dimensi fisik, fsikologis, social, spiritual, kultural.

Model COC saat ini banyak diterapkan dalam dunia pendidikan

kebidanan khususnya dalam kegiatan praktik kebidanan bagi mahasiswa

kebidanan. Beberapa hal terkait penerapan COC memiliki prinsip yang harus

dijunjung tinggi sebagai upaya meningkatkan kualitas layanan kebidanan.

https://doi.org/10.1016/j.midw.

B. Teori Holistic Care

Holistic memiliki arti ’menyeluruh’ yang terdiri dari kata holy and

healthy. Pandangan holistik bermakna membangun manusia yang utuh dan

sehat, dan seimbang terkait dengan seluruh aspek dalam pembelajaran; seperti

spiritual, moral, imajinasi, intelektual, budaya, estetika, emosi, dan fisik.

Pengobatan Holistic adalah, Pengobatan dengan menggunakan konsep

menyeluruh, yaitu keterpaduan antara jiwa dan raga, dengan method alamiah

yang ilmiah, serta ilahia yang mana tubuh manusia merupakan keterpaduan

sistem yang sangat kompleks, dan saling berinteraksi satu sama lainnya

dengan sangat kompak dan otomatis terganggunya satu fungsi/elemen/unsure

tubuh manusia dapat mempengaruhi fungsi yang lainnya.

Pendekatan holistik merupakan pendekatan yang paling komprehensif

dalam pelayanan kesehatan, termasuk kebidanan. Dalam pendekatan ini,

seorang individu merupakan sebuah kesatuan yang terdiri dari dimensi fisik,

mental, emosional, sosio kultural dan spiritual, dan setiap bagiannya memiliki

hubungan dan ketergantungan satu sama lain.


Asuhan kebidanan yang dilakukan secara holistik pada masa kehamilan

berdampak positif pada hasil persalinan. Pengabaian terhadap aspek spiritual

dapat menyebabkan klien akan mengalami tekanan secara spiritual. Dalam

melakukan asuhan kebidanan yang holistik, pemenuhan kebutuhan spiritual

klien dilakukan dengan pemberian spiritual care. Aspek penghormatan,

menghargai martabat dan memberikan asuhan dengan penuh kasih sayang

merupakan bagian dari asuhan ini.

Donia Baldacchino (2015) dalam publikasinya yang berjudul Spiritual

Care Education of Health Care Professionals menyebutkan bahwa dalam

memberikan spiritual care, tenaga kesehatan (bidan) berperan dalam upaya

mengenali dan memenuhi kebutuhan spiritual klien dengan memperhatikan

aspek penghormatan pada klien.

Bidan juga berperan memfasilitasi klien dalam melakukan kegiatan

ritual keagamaan. Selain itu, membangun komunikasi, memberikan perhatian,

dukungan, menunjukkan empati, serta membantu klien untuk menemukan

makna dan tujuan dari hidup, termasuk berkaitan dengan kondisi yang sedang

mereka hadapi.

Spiritual care dapat membantu klien untuk dapat bersyukur dalam

kehidupan mereka, mendapatkan ketenangan dalam diri, dan menemukan

strategi dalam menghadapi rasa sakit maupun ketidaknyamanan yang dialami,

baik dalam masa kehamilan, maupun persalinan. Selain itu, hal ini juga akan

membantu klien dalam memperbaiki konsep diri bahwa kondisi sakit ataupun
tidak nyaman yang dialami juga bentuk lain dari cinta yang diberikan oleh

Tuhan.

Kehamilan dan persalinan merupakan peristiwa transformatif dalam

kehidupan seorang wanita. Pemberian asuhan kebidanan dengan tidak

mengabaikan aspek spiritual merupakan hal yang sangat penting dalam

menunjang kebutuhan klien. Ibu dan bayi yang sehat, fase tumbuh kembang

anak yang sehat, serta menjadi manusia yang berhasil dan berkontribusi positif

bagi masyarakat merupakan harapan bersama.

Bidan sebagai tenaga kesehatan yang berperan dalam kesehatan ibu dan

anak diharapkan agar dapat memberikan asuhan dengan pemahaman holistik

terhadap wanita. Mengutip dari Fatma Sylvana Dewi Harahap (2018)

"merekonstruksi bangunan keseimbangan kesehatan dengan sinergitas fisik,

psikis, dan spiritualitas perlu dilakukan melalui pendidikan dan pelayanan

kebidanan".

C. Kehamilan

1. Konsep Dasar Kehamilan

a. Pengertian Kehamilan

Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari

spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan

normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan lunar

atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi dalam

3 trimester, dimana trimester kesatu berlangsung dalam 12 minggu,

trimester kedua 15 minggu (minggu ke- 13 hingga ke-27), dan


trimester ketiga 13 minggu (minggu ke-28 hingga ke-40)

(Prawirohardjo, 2018).

Selama kehamilan terjadi adaptasi anatomis, fisiologis dan

biokimiawi yang mencolok. Banyak perubahan ini dimulai segera

setelah pembuahan dan berlanjut selama kehamilan dan sebagian besar

terjadi respons terhadap rangsangan fisiologis yang ditimbulkan oleh

janin dan plasenta. Yang juga mencolok adalah bahwa wanita hamil

akan kembali, hampir secara sempurna, keadaan prahamil setelah

melahirkan dan menyusui (Cunningham, 2013).

b. Perubahan Fisiologi Dalam Kehamilan

1. Uterus

Rahim atau uterus yang semula besarnya sejempol dan

beratnya 30 gr akan mengalami hipertropi dan hyperplasia,

sehingga menjadi seberat 1000 gr saat akhir kehamilan. Otot rahim

mengalami hyperplasia dan hipertropimenjadi lebih besar, lunak,

dan dapat mengikuti pembesaran rahim karena pertumbuhan janin

(Manuaba, 2014).

Uterus akan membesar pada bulan-bulan pertama di bawah

pengaruh estrogen dan progesteron yang kadarnya meningkat. Pada

kehamilan 8 minggu uterus membesar, sebesar telur bebek. Pada

kehamilan 2 minggu sebesar telur angsa. Pada 16 minggu sebesar

kepala bayi/ tinju orang dewasa, dan semakin membesar sesuai

dengan usia kehamilan dan ketika usia kehamilan sudah aterm dan
pertumbuhan janin normal, pada kehamilan 28 minggu TFU

(Tinggi Fundus Uteri) 25 cm, pada 32 minggu 27 cm, pada 36

minggu 30 cm pada kehamilan 40 minggu TFU (Tinggi Fundus

Uteri) turun kembali dan terletak 3 jari dibawah PX (prosesus

xifoideus). Sebagai gambaran dapat dikemukakan sebagai berikut

(Manuaba,2014):

Pada usia kehamilan 16 minggu, kavum uteri seluruhnya diisi

oleh amnion, dimana desidua kapsularis dan desidua parientalis

telah menjadi satu. Tinggi rahim adalah setengah jari jarak simfisis

dan pusat. Plasenta telah terbentuk seluruhnya (Manuaba,2014).

Pada usia kehamilan 20 minggu, fundus rahim terletak 2 jari di

bawah pusat, sedangkan pada usia 24 minggu tepat di tepi atas

pusat. Pada usia kehamilan 28 minggu, tinggi fundus uteri sekitar 3

jari diatas pusat atau spertiga jarak antara puat dan prosesus

xifoideus. Pada usia kehamilan 32 minggu, tinggi fundus uteri

adalah setengah jarak prosesus xifoideus adalah setengah jarak

prosesus xifoideus dan pusat. Pada usia kehamilan 36 minggu

tinggi fundus uteri sekitar satu jari di bawah prosesus xifoideus,

dan kepala bayi belum masuk pintu atas panggul. Pada usia

kehamilan 40 minggu fundus uteri turun setinggi tiga jari di bawah

prosesus xifoideus, karena kepala janin telah masuk ke pintu atas

panggul (Manuaba,2014).

Tinggi fundus uteri, dengan dibandingkan terhadap berbagai

titik patokan, diukur pada setiap kali kunjungn. Pertumbuhan uterus


akan terus terjadi dan dapat diperkirakan sehingga tinggi fundus

uteri merupkan pedoman yang baik untuk menentukan usia

kehamilan (Prawirohardjo,2014).

Mengukur tinggi fundus juga dapat dilakukan dengan metode

lain yaitu (Prawirohardjo,2014):

1) Menurut Spiegelberg: Dengan jalan mengukur tinggi fundus

uteri dari simfisis

2) Menurut Mc Donald: Adalah modifikasi dari Spiegelberg, yaitu

jarak fundus dalam cm dibagi 3,5 merupakan tuanya kehamilan

dalam bulan.

3) Menurut Ahfeld: Ukuran kepala-bokong= 0,5 panjang

sebenarnya bila diukur jarak kepala –bokong adalah 20 cm,

maka tua kehamilan adalah bulan.

4) Rumus Johnson –Tausak: Menentukan tafsiran berat janin

adalah: BB (Berat Badan) = (Mac Donald-12) x 155.

5) Menentukan umur kehamilan dilihat dari tinggi fundus uteri

(TFU) menurut Spiegelberg:

Tabel 2.1
Menentukan usia Kehamilan Menurut Spiegelberg

Usia Kehamilan Tinggi Fundus Uteri (cm)

22-28 Minggu 24-25 cm diatas simfisis

28 Minggu 26,7 cm diatas simfisis

30 Minggu 29,5-30 cm diatas simfisis

32 Minggu 29,5-30 cm diatas simfisis


34 Minggu 31 cm diatas simfisis

36 Minggu 32 cm diatas simfisis

38 Minggu 33 cm diatas simfisis

40 Minggu 37,7 cm diatas simfisis


Sumber: (Prawirohardjo, 2014)

Tabel 2.2
TFU menurut penambahan per Tiga Jari

Usia Kehamilan Tinggi Fundus Uteri (cm)

12 3 jari diatas simfisis

16 Pertengahan pusat simfisis

20 3 jari di bawah simfisis

24 Setinggi pusat

28 3 jari diatas pusat

32 Pertengahan pusat prosesus xiphoideus

36 3 jari di bawah prosesus xiphoideus

40 Pertengahan pusat prosesus xiphoideus


Sumber: (Susilawati, 2012)

2. Serviks

Satu bulan setelah konsepsi serviks akan menjadi lebih lunak

dan kebiruan. Perubahan ini terjadi akibat penambahan

vaskularisasi dan terjadinya edema pada seluruh serviks,


bersamaan dengan terjadinya hipertrofi dan hiperplasia pada

kelenjar-kelenjar serviks. Berbeda kontras dengan korpus, serviks

hanya memiliki 10 – 15 % otot polos. Jaringan ikat ekstraseluler

serviks terutama kolagen tipe 1 dan 3 dan sedikit tipe 4 pada

membrana basalis. Di antara molekul-molekul kolagen itu,

berkatalasi glikosaminoglikan dan proteoglikan, terutama

dermatan sulfat, asam hialuronat dan heparin sulfat. Juga

ditemukan fibroneklin dan elastin di antara serabut kolagen. Rasio

tertinggi elastin terhadap kolagen terdapat di ostium interna. Baik

elastin maupun otot polos semakin menurun jumlahnya mulai dari

ostium interna ke ostium eksterna.

Pada akhir trimester pertama kehamilan, berkas kolagen

menjadi kurang kuat terbungkus. Hal ini terjadi akibat penurunan

konsentrasi kolagen secara keseluruhan. Dengan sel-sel otot polos

dan jaringan elastis, serabut kolagen bersatu dengan arah paralel

terhadap sesamanya sehingga serviks menjadi lunak dibanding

kondisi tidak hamil tetapi mampu mempertahankan kehamilan

(Prawirohardjo, 2018).

3. Ovarium

Proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan

pematangan felikokel baru juga ditunda. Hanya satu korpus luteum

yang dapat ditemukan di ovarium. Folikel ini akan berfungsi

maksimal selama 6-7 minggu awal kehamilan dan setelah itu akan

berperan sebagai penghasil progesteron dalam jumlah yang relatif


minimal.

Relaksin, suatu hormon protein yang mempunyai struktur

mirip dengan insulin dan insulin like growth factor I & II,

disekresikan oleh korpus luteum, desidua, plasenta, dan hati. Aksi

biologi utamanya adalam dalam proses remodelling jaringan ikat

pada saluran reproduksi, yang kemudian akan mengakomodasi

kehamilan dan kebersihan proses persalinan. Perannya belum

diketahui secara menyeluruh, tetapi diketahui mempunyai efek

pada perubahan struktur biokimia serviks dan kontaksi

miometrium yang akan berimplikasi pada kehamilan preterm

(Prawirohardjo, 2018).

4. Vagina

Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi dan hiperemia terlihat

jelas pada kulit dan otot-otot di perineum dan vulva, sehingga

vagina akan terlihat berwarna keunguan yang dikenal dengan tanda

Chadwick. Perubahan ini meliputi penipisan mukosa dan hilangnya

sejumlah jaringan ikat dan hipertrofi dari sel-sel otot polos

(Prawirohardjo, 2018).

5. Kulit

Pada kulit dinding perut akan terjadi perubahan warna menjadi

kemerahan, kusam dan kadang-kadang juga akan mengenai daerah

payudara dan paha. Perubahan ini dikenal dengan nama striae

gravidarum. Pada multipara selain striae kemerahan itu seringkali

ditemukan garis berwarna perak berkilau yang merupakan sikatrik


dari striae sebelumnya (Prawirohardjo, 2018).

6. Payudara

Pada awal kehamilan perempuan akan merasakan payudaranya

menjadi lebih lunak. Setelah bulan kedua payudara akan bertambah

ukurannya dan vena-vena di bawah kulit akan lebih terlihat. Puting

payudara akan lebih besar, kehitaman dan tegak. Setelah bulan

pertama suatu cairan berwarna kekuningan yang disebut kolustrum

dapat keluar. Kolustrum ini berasal dari kelenjar- kelenjar asinus

yang mulai bersekresi. Meskipun dapat dikeluarkan, air susu belum

dapat diproduksi kerena hormon prolaktin ditekan oleh prolactin

inhibiting hormone. Setelah persalinan kadar progesteron dan

estrogen akan menurun sehingga pengaruh inhibisi progesteron

terhadap ά-laktalbulmin akan hilang. Peningkatan prolaktin akan

merangsang sintetis laktose dan pada akhirnya akan meningkatkan

produksi air susu. Pada bulan yang sama aerola akan lebih besar

dan kehitaman (Prawirohardjo, 2018).

c. Perubahan Dan Adaptasi Psikologis Selama Masa Kehamilan

1. Trimester III

a) Rasa tidak nyaman timbul kembali, merasa dirinya jelek, aneh

dan tidak menarik.

b) Merasa tidak menyenangkan ketika bayi tidak lahir tepat waktu.

c) Takut akan rasa sakit dan bahaya fisik yang timbul pada saat

melahirkan, khawatir akan keselamatannya.

d) Khawatir bayi akan dilahirkan dalam keadaan tidak normal,


bermimpi yang mencerminkan perhatian dan kekhawatirannya.

e) Merasa sedih karena akan terpisah dari bayinya.

f) Merasa kehilangan perhatian.

g) Perasaan mudah terluka (sensitif).

h) Libido menurun (Sulistyawati, 2015).

2. Kebutuhan Nutrisi

Secara berkala, Food and Nutrition Board dari Intitute of Medicine

(2008) menerbitkan asupan gizi yang dianjurkan (Recommended

Daily Allowance), termasuk bagi wanita hamil atau menyusui.

Suplemen vitamin-mineral pranatal tertentudapat menelebi asupan

gizi yang dianjurkan. selain itu, pemakaian suplemen secara

berlebihan, yang sering dibeli sendiri oleh pasien, menimbulkan

kekhawatiran akan toksisitas nutrien selama kehamilan. Nutrien

yang berpotensi memiliki efek toksik adalah besi, seng, selenium

dan vitamin A, B6, C dan D. Secara khusus, kelebihan vitamin A-

lebih dari 10.000 IU per hari-dapat bersifat teratogenik. Asupan

vitamin dan mineral lebih dari dua kali daripada asupan harian

yang dianjurkan (Cunningham, 2013).

a) Kalori

Kehamilan memerlukan tambahan 80.000 kkal-sebagian besar

terakumulasi dalam 20 minggu terakhir. Untuk memenuhi

kebutuhan ini, selama kehamilan dianjurkan peningkatan kalori

100 sampai 300 kkal per hari (American Academy of Pediatrics

dan American College of Obstetricians and Gynecologists,


2007). Kalori yang dibutuhkan untuk energi dan jika asupan

kalori kurang memadai maka protein akan dimetabolisasi dan

bukan disisakan untuk peran vital dalam pertumbuhan dan

perkembangan janin. Kebutuhan fisiologis total selama

kehamilan tidak harus merupakan jumlah kebutuhan tak hamil

biasa plus kebutuhan spesifik kehamilan (Cunningham, 2013).

b) Protein

Kedalam kebutuhan protein wanita hamil ditambahkan

kebutuhan untuk pertumbuhan dan remodeling janin, plasenta,

uterus dan payudara serta peningkatan volume darah ibu.

Selama paruh kedua kehamilan, sekitar 1000 g protein

diendapkan setara dengan 5 sampai 6 g/hari. Konsentrasi

sebagian besar asam amino dalam plasma ibu turun mencolok,

termasuk ornitin, glisin, taurin dan prolin. Pengecualian selama

kehamilan adalah asam glutamat dan alanin yang knsentrasinya

meningkat.

Sebagian besar protein disarankan berasal dari sumber hewani,

misalnya daging, susu, telur, keju, produk ayam, dan ikan

karena protein hewani ini mengandung asam-asam amino

dalam kombinasi optimal. Susu dan prosuk susu yang telah

lama dianggap sebagai sumber ideal nutrien, khususnya protein

dan kalsium (Cunningham, 2013).

c) Mineral

1) Besi
Dari 300 mg besi banyak besi yang dipindahkan kejanin dan

plasenta dan 500 mg yang dimasukkan ke dalam massa

hemogloblin ibu yang bertambah, hampir semua digunakan

setelah pertengahan kehamilan. Selama waktu itu,

kebutuhan besi yang ditimbulkan oleh kehamilan dan

ekskresi ibu total mencapai sekitar 7 mg per hari. Hanya

sedikit wanita memiliki simpanan besi atau asupan besi

dalam makanan yang memadai untuk memenuhi jumlah ini.

Karena itu American Academy of Pediatrics dan American

Collage of Obstetricians and Gynecologists (2007)

menguatkan bahwa wanita wanita hamil mendapatkan paling

sedikit suplemen besi fero sebanyak 27 mg per hari. Jumlah

ini terkandung dalam sebagian besar vitamin pranatal

(Cunningham, 2013).

2) Kalsium

Wanita hamil menahan sekitar 30 g kalsium, yang sebagian

besar disalurkan ke janin pada kehamilan tahap lanjut.

Jumlah kalsium ini mencerminkan banyak sekitar 2,5 % dari

kalsium ibu total, yang kebanyakan ada ditulang dan yang

mudah dimobilisasi untuk pertumbuhan janin. Selain itu,

Heaney dan Skillman (1971) memperlihatkan adanya

peningkatan penyerapan kalsium di usus dan retensi progresif

sepanjang kehamilan (Cunningham, 2013).

3) Seng
Defisiensi seng berat dapat menyebabkan penurunan nafsu

makan, pertumbuhan suboptimal dan gangguan

penyembuhan luka. Defisiensi seng berat dapat menyebabkan

dwarfism (tubuh cebol) dan hipogonadisme. Hal ini juga

dapat menyebabkan penyakit kulit spesifik, akrodermatitis

enteropatika, akibat defisiensi seng kongenital berat yang

jarang dijumpai. Meskipun kadar suplementasi seng yang

aman bagi wanita hamil belum dipastikan, asupan harian

yang dianjurkan selama kehamilan adalah sekitar 12 mg

(Cunningham, 2013).

4) Yodium

Pemakaian garam dan produk roti beryodium dianjurkan

selama kehamilan untuk mengimbangi peningkatan

kebutuhan oleh adanya janin dan hilangnya yodium ibu

melalui ginjal. Meskipun demikian asupan yodium telah

menurun secara substansial dalam 15 tahun terakhir dan

disebagian daerah, asupan ini kurang memadai. Defisiensi

yodium berat pada ibu mempengaruhi bayi mengalami

kretinisme epidemik yang ditandai oleh defek neurologis

berat multipel (Cunningham, 2013).

5) Magnesium

Defisiensi magnesium akibat kehamilan belum pernah

dijumpai. Selama sakit jangka panjang tanpa asupan

magnesium, kadar plasma dapat sedemikian rendah, seperti


yang terjadi jika tidak terdapat kehamilan (Cunningham,

2103).

6) Trace Mineral

Tembaga, selenium, kromium, dan mangan memiliki peran

penting dalam fungsi enzim tertentu. Secara umum, sebagian

besar tersedia dalam diet sehari-hari. Defisiensi selenium

geokimiawi berat pernah ditemukan di suatu daerah luas di

Cina. Defisiensi bermanifestasi sebagai kardiomiopati yang

sering memastikan pada anak dan wanita usia subur

(Cunningham, 2013).

7) Kalium

Konsentrasi kalium dalam plasma ibu menurun sekitar 0,5

mEq/L pada pertengahan kehamilan. Defisiensi kalium

terjadi pada keadaan- keadaan yang sama dengan ketika

wanita tidak hamil (Cunningham, 2013).

d) Vitamin

Meningkatnya kebutuhan akan sebagian besar vitamin selama

kehamilan yan biasanya dipenuhi oleh semua makanan umum

yang memberi kalori dan protein dalam jumlah adekuat.

Pengecualiannya adalah asam folat pada masa- masa kebutuhan

yang tak-lazim, misalnya dengan kehamilan penyulit muntah

berkepanjangan, anemia hemalotik, suplemtasi multivitamin

rutin mengurangi insiden berat lahir rendah dan hambatan

pertumbuhan janin, tetapi tidak mengubah angka persalinan


kurang bulan atau kematian perinatal (Cunningham, 2013).

Tabel 2.2
Asupan Gizi Harian Anjuran Untuk Wanita Remaja
dan Dewasa Yang Hamil dan Menyusui

Hamil Menyusui
Usia (tahun) 14 – 18 19 – 50 14 – 18 19 – 50
Vitamin larut-lemak
Vitamin A 750 μg 770 μg 1200 μg 1300 μg
Vitamin Dª 5 μg 5 μg 5 μg 5 μg

Vitamin E 15 mg 15 mg 15 mg 19 mg
Vitamin Kª 75 μg 75 μg 90 μg 90 μg
Vitamin larut-air
Vitamin C 80 mg 85 mg 115 mg 120 mg
Tiamin 1,4 mg 1,4 mg 1,4 mg 1,4 mg
Riboflavin 1,4 mg 1,4 mg 1,6 mg 1,6 mg
Niasin 18 mg 18 mg 17 mg 17 mg
Vitamin B6 1,9 mg 1,9 mg 2 mg 2 mg
Folat 600 μg 600 μg 500 μg 500 μg
Vitamin B12 2,6 μg 2,6 μg 2,8 μg 2,8 μg
Mineral
kalsiumª 1300 mg 1000 mg 1300 mg 1000 mg
natriumª 1,5 g 1,5 g 1,5 g 1,5 g
kaliumª 4,7 g 4,7 g 5,1 g 5,1 g
Besi 27 mg 27 mg 10 mg 9 mg
Seng 12 mg 11 mg 13 mg 12 mg
Yodium 220 μg 220 μg 290 μg 290 μg
Selenium 60 μg 60 μg 70 μg 70 μg
Lain-lain
Protein 71 g 71 g 71 g 71 g
Karbohidrat 175 g 175 g 210 g 210 g
seratª 28 g 28 g 29 g 29 g
Sumber: Cunningham, 2013

d. Tanda Bahaya Dalam Kehamilan

Kehamilan merupakan hal yang fisiologis. Namun kehamilan

yang normal dapat berubah menjadi patologi. Salah satu asuhan yang

dilakukan oleh seorang bidan untuk menapis adanya risiko ini yaitu

melakukan pendeteksian dini adanya komplikasi/ penyakit yang

mungkin terjadi selama hamil.


Adapun komplikasi ibu dan janin yang mungkin terjadi pada

masa kehamilan menurut Walyani (2015), yaitu:

1) Perdarahan Pervaginam

Perdarahan pervaginam pada hamil muda dapat disebabkan oleh

abortus, kehamilan ektopik terganggu dan molahidatidosa. Pada

kehamilan lanjut, perdarahan yang tidak normal adalah merah,

banyak / sedikit, nyeri (berarti plasenta previa dan solusio

plasenta).

2) Penglihatan Kabur

Penglihatan kabur yaitu masalah visual yang mengindikasikan

keadaan yang mengancam jiwa, adanya perubahan visual

(penglihatan) yang mendadak, misalnya pandangan kabur atau

adanya bayangan. Perubahan visual ini mungkin disertai sakit

kepala yang hebat dan mungkin menandakan preeklamsia.

3) Bengkak pada Wajah dan Jari-Jari Tangan

Bengkak biasanya menunjukkan adanya masalah serius jika

muncul pada muka dan wajah. Hal ini dapat disebabkan adanya

pertanda anemia, gagal jantung, dan preeklamsia.

4) Gerakan Janin Tidak Terasa

Ibu hamil mulai dapat merasakan gerakan bayinya pada usia

kehamilan 16-18 minggu (multigravida) dan 18-20 minggu

(primigravida). Jika bayi tidur, gerakannya akan melemah. Bayi

harus bergerak paling sedikit 3 kali dalam periode 3 jam (10

gerakan dalam 12 jam). Gerakan bayi akan lebih mudah terasa jika
ibu berbaring/ beristirahat dan jika makan dan minum dengan baik.

5) Sakit Kepala yang Hebat

Sakit kepala yang menunjukkan suatu masalah adalah sakit kepala

yang hebat, menetap dan tidak hilang dengan beristirahat.

Terkadang sakit kepala yang hebat tersebut disertai dengan

pengliahatan yang kabur atau terbayang. Hal tersebut adalah gejala

dari preeklampsia.

6) Nyeri Perut yang Hebat

Nyeri abdomen yang mengindikasikan mengancam jiwa adalah

yang hebat, menetap dan tidak hilang setelah beristirahat, kadang-

kadang dapat disertai dengan perdarahan lewat jalan lahir. Nyeri

abdomen juga bisa berarti appendicitis, kehamilan ektopik, aborsi,

penyakit radang panggul, persalinan preterm, gastritis, penyakit

kantong empedu, solusio plasenta, penyakit menular seksual,

infeksi saluran kemih, atau infeksi lainnya.

2. Konsep Asuhan Kehamilan

Asuhan antenatal care adalah suatu program yang terencana berupa

observasi, edukasi, dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk

memperoleh suatu proses kehamilan dan persiapan persalinan yang aman

dan memuaskan. Pelayanan ANC minimal 5T, meningkat menjadi 7T, dan

sekarang menjadi 12T, sedangkan untuk daerah gondok dan endemik

malaria menjadi 14, yakni: (Pantikawati dkk, 2014)

a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

Perubahan Metabolik sebagian besar penambahan berat badan


selama kehamilan berasal dari uterus dan isinya. Kemudian

payudara, volume darah dan cairan ekstraselular. Diperkirakan

selama kehamilan berat badan akan bertambah 12,5 kg.

Tabel 2.3
Rekomendasi Penambahan Berat Badan Selama Kehamilan
Berdasarkan Indeks Massa Tubuh

Kategori IMT Rekome


ndasi
(kg)
Rendah < 19,8 12,5 – 18
Normal 19,8 – 26 11,5 – 16
Tinggi 26 – 29 7 – 11,5
Obesitas ˂ 29 ≥7
Gameli 16 – 20,5
Sumber: Prawirohardjo, 2018

Pada trimester ke-2 dan ke-3 pada perempuan dengan gizi baik

dianjurkan menambah berat badan per minggu sebesar 0,4 kg,

sementara pada perempaun dengan gizi kurang atau berlebih

dianjurkan menambah berat badan per minggu masing-masing

sebesar 0,5 kg dan 0,3 kg (Prawirohardjo, 2018).

LILA adalah lingkar lengan bagian atas pada bagian trisep.

LILA digunakan untuk mendapatkan perkiraan tebal lemak bawah

kulit sehingga dapat memperkirakan berat badan seseorang.

Pengukuran LILA sangat penting untuk menentukan apakah ibu

hamil mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK), LILA kurang

dari 23,5 cm menandakan KEK, sedangkan LILA 23,5 cm atau lebih

menandakan bukan KEK (Prawirohardjo, 2014).

Selain ibu hamil, pengukuran LILA juga dapat dilakukan pada

anak balita dan wanita usia subur (WUS). Melakukan pengukuran


LILA sangat mudah, cepat dan sama sekali tidak menimbulkan rasa

sakit. Caranya adalah, lengan diistirahatkan dengan telapak tangan

menghadap ke paha (sikap tegap). Untuk mencari pertengahan

lengan atas, posisikan siku sehingga membentuk sudut 90°

(Prawirohardjo, 2014).

Kemudian, ujung skala caliper (pita ukuran) yang bertuliskan

angka 0 diletakkan ditulang yang menonjol. Pertengahan lengan

kemudian diberi tanda dengan sepidol, lengan kemudian diluruskan

dengan posisi telapak tangan menghadap ke paha. Caliper

dilingkarkan (tidak terlalu erat dan tidak terlalu longgar) pada bagian

tengah dan bagian trisep lengan dengan cara memasukan ujung pita

kedalam ujung yang lain; angka yang tertera pada caliper (beberapa

pita ukur bertanda panah) menunjukan ukuran lingkaran lengan atas

(LILA). Pita untuk mengukur LILA memiliki kapasitas 33 cm

dengan ketelitian 0,1 cm. Pembacaan LILA harus dilakukan pada

skala yang diarahkan ke luar lengan dan sejajar dengan mata

pembaca skala (Prawirohardjo, 2014).

b. Tekanan darah

Diukur setiap kali ibu dating untuk berkunjung. Deteksi tekanan darah

yang cenderung naik diwaspadai adanya gejala hipertensi dan

preeklamsia. Apabila turun dibawah normal kita pikirkan kearah

anemia. Tekanan darah normal berkisar systole/diastole: 110/80-

120/80 mmHg.

c. Pengukuran Tinggi fundus uteri


Menggunakan pita sentimeter, letakkan titik nol pada tepi atas

sympisis dan rentangkan sampai fundus uteri (fundus tidak boleh

ditekan).

Tabel 2.4
Umur Kehamilan Berdasarkan TFU

Usia Kehamilan Tinggi Fundus Uteri 12 minggu 1-2 jari


diatas simfisis
16 minggu Pertengahan simfisis – pusat 20 minggu 3
jari dibawah pusat
24 minggu Setinggi pusat
28 minggu 3 jari diatas pusat

32 minggu Pertengahan antara pusat – prosesus


xypoideus 36 minggu 1 jari di bawah prosesus xypoideus
40 minggu Pertengahan pusat dengan prosesus
xipoideus

Sumber: Sofian, A, 2013. Sinopsis Obstetri. Jakarta.

d. Pemberian tablet tambah darah (Tablet Fe)

Untuk memenuhi kebutuhan volume darah pada ibu hamil dan

nifas, karena masa kehamilan kebutuhan meningkat seiring dengan

pertumbuhan janin.

e. Pemberian imunisasi TT

Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan

anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh

membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Vaksin

adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti

yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikkan. Imunisasi

merupakan suatu pemindahan atau transfer antibody secara pasif,

sedangkan vaksinasi adalah pemberian vaksin (antigen) yang dapat


merangsang pembentukan imunitas (antibody) dari system imun

dalam tubuh (Rukiyah, 2014).

Pemberian I : Segera setelah kehamilan terdeteksi.

Pemberian II : Minimal sebulan setelah pemberian imunisasi

pertama dan paling lambat dua minggu sebelum

waktu kelahiran.

Pemberian III : Minimal 6 bulan setelah pemberian imunisasi

kedua atau selama masa kehamilan berikutnya.

Pemberian IV : Minimal 1 tahun setelah pemberian imunisasi

ketiga atau selama masa kehamilan berikutnya.

Pemberian V : Minimal 1 tahun setelah pemberian imunisasi

keempat atau selama masa kehamilan

berikutnya.

Total 5 dosis TT yang diterima oleh WUS akan memberi

perlindungan seumur hidup. WUS yang riwayat imunisasinya telah

memperoleh 3 dosis DPT/DT pada waktu bayi cukup diberikan 1 dosis

TT pada saat kehamilan pertama, ini akan memberikan perlindungan

terhadap seluruh bayi yang akan dilahirkan. Dan status T dilengkapi

sampai T5 dengan jarak minimal pemberian imunisasi 1 tahun kemudian

atau pada masa kehamilan berikutnya.

Tabel 2.5
Jadwal Pemberian Imunisasi TT

Antige Interval Lama % Antigen Interval


n (Selang waktu Perlindungan Perlindunga (Selang waktu
minimal) n minimal)

TT1 Pada kunjungan - - TT1 Pada kunjungan


pertama antenatal pertama antenatal

TT2 4 Minggu setelah 3 Tahun 80 TT2 4 Minggu setelah


TT1 TT1

TT3 6 Bulan setelah 5 Tahun 95 TT3 6 Bulan setelah TT2


TT2

TT4 1 Tahun setelah 10 Tahun 99 TT4 1 Tahun setelah TT3


TT3

TT5 1 Tahun setelah 25 99 TT5 1 Tahun setelah TT4


TT4 Tahun/Seumur
hidup

Sumber: Walyani, E. S. 2015. Asuhan Kebinan pada Kehamilan, Yogyakarta

f. Pemeriksaan Hb

Pemeriksaan Hb dilakukan pada kunjungan ibu hamil yang pertama

kali, lalu diperiksa lagi menjelang persalinan. Pemeriksaan Hb adalah

salah satu untuk mendeteksi anemia pada ibu hamil.

g. Pemeriksaan protein urine

Untuk mengetahui adanya protein dalam urine ibu hamil. Protein urine

ini untuk mendeteksi ibu hamil kearah preeklamsi.

h. Pengambilan darah untuk pemeriksaan VDRL

Pemeriksaan Veneral Desease Research Laboratory (VDRL) untuk

mengetahui adanya treponema pallidum/penyakit menular seksual,

antara lain syphilis.

i. Pemeriksaan urine reduksi

Dilakukan pemeriksaan urine reduksi hanya kepada ibu dengan ibu

dengan indikasi penyakit gula/DM atau riwayat penyakit gula pada

keluarga ibu dan suami.


j. Perawatan payudara

Meliputi senam payudara, pijat tekan payudara yang ditunjukkan

kepada ibu hamil.

k. Senam ibu hamil

Bermanfaat membantu ibu dalam persalinan dan mempercepat

pemulihan setelah melahirkan serta mencegah sembelit.

l. Pemberian obat malaria

Pemberian obat malaria diberikan khusu untuk pada ibu hamil

didaerah endemik malaria atau kepada ibu dengan gejala khas malaria

yaitu panas tinggi disertai menggigil.

m. Pemberian kapsul minyak beryodium

Kekurangan yodium dipengaruhi oleh factor-faktor lingkungan dimana

tanah dan air tidak mengandung unsur yodium. Akibat kekurangan

yodium dapat mengakibatkan gondok dan kretin yang ditandai

dengan:

1) Gangguan fungsi mental

2) Gangguan fungsi pendengaran

3) Gangguan pertumbuhan

4) Gangguan kadar hormon yang rendah.

n. Temu wicara

1) Definisi konseling

Adalah suatu bentuk wawancara (tatap muka) untuk menolong

orang lain memperoleh pengertian yang lebih baik mengenai

dirinya dalam usahanya untuk memahami dan mengatasi


permasalahan yang sedang dihadapinya.

2) Prinsip-prinsip konseling

Ada 5 prinsip pendekatan kemanusiaan, yaitu:

a) Keterbukaan

b) Empati

c) Dukungan

d) Sikap dan respon positif

3) Setingkat atau sama derajat.

Tujuan konseling pada antenatalcare:

a) Membantu ibu hamil untuk memahami kehamilannya dan

sebagai upaya preventif terhadap hal-hal yang tidak diinginkan.

b) Membantu ibu hamil untuk menemukan kebutuhan asuhan

kehamilan, penolong persalinan yang bersih dan aman atau

tindakan klinik yang mungkin diperlukan.

Asuhan antenatal adalah upaya preventif program pelayanan

kesehatan obstetri untuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal melalui

serangkaian kegiatan pemantauan rutin selama kehamilan (Prawirohardjo,

2018).

Tujuan utama ANC adalah menurunkan/mencegah kesakitan dan

kematian maternal dan perinatal. Adapun tujuan khususnya adalah:

a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan

tumbuh kembang bayi.

b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan social

ibu dan bayi.


c. Mengenali secara dini adnya ketidak normalan atau komplikasi yang

mungkin terjadi selama hamil.

d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat,

ibu maupun bayi dengan trauma seminimal mungkin.

e. Mempersiapkan agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI

eksklusif.

f. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran

bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal (Walyani, 2015).

Dalam pelayanan Antenatal Care Terdapat 6 standar, seperti berikut:

1) Standar 1 yaitu identifikasi ibu hamil

Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan

masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan motivasi

ibu, suami dan anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk

memeriksakanan kehamilannya sejak dini dan secara teratur (Rukiyah,

2014).

Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan

masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan motivasi

ibu, suami dan anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk

memeriksakanan kehamilannya sejak dini dan secara teratur. Bidan

melakukan Anamnesa umum, seperti:

a) Tentang keluhan-keluhan kehamilannya

b) Tentang haid, kapan terakhir (HPHT). Bila hari pertama haid

terakhir diketahui, maka dapat dijabarkan taksiran tanggal persalinan

memakai rumus Naegle: Hari pertama haid terakhir + 7 - 3 bulan +


1= Tanggal persalinan (untuk bulan baru atau bulan maret keatas)

dan + 7 + 9= Tanggal persalinan (Januari s/d maret) (Rukiyah,

2014).

c) Tentang kehamilan, persalinan, keguguran dan kehamilan

sebelumnya.

2) Standar 2 yaitu pemeriksaan dan pemantauan antenatal

Bidan memberikan sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal.

Pemeriksaan meliputi anamnesa dan pemantauan ibu dan janin dengan

seksama untuk menilai apakah perkembangan berlangsung normal. Bidan

juga harus mengenal kehamilan resti/kelainan, khususnya anemia, kurang

gizi, hipertensi, PMS/infeksi HIV, memberikan pelayanan imunisasi,

nasihat dan penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang

diberikan oleh puskesmas. Mereka harus mampu mengambil tindakan

yang diperlukan dan merujuknya untuk tindakan selanjutnya (Rukiyah,

2014).

3) Standar 3 yaitu palpasi Abdomen

Bidan melakukan pemeriksaan abdominal secara seksama dan

melakukan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan, memeriksa

posisi, bagian terendah janin dan masuknya kepala janin ke dalam rongga

panggul, untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu

(Rukiyah, 2014). Salah satu cara palpasi yaitu menurut Leopold. Tahap

pemeriksaan leopold:

Leopold I

Kedua telapak tangan pada fundus uteri untuk menentukan tinggi fundus
uteri, sehingga perkiraan umur kehamilan dapat disesuaikan dengan

tanggal haid terakhir.

Bagian apa yang terletak di fundus uteri. Pada letak membujur sungsang

kepala bulat keras dan melenting pada goyangan, pada letak kepala akan

teraba bokong pada fundus tidak keras tak melenting dan tidak bulat pada

letak lintang, fundus uteri tidak diisi oleh bagian-bagian janin (Rukiyah,

2014).

Leopold II

Kemudian kedua lengan diturunkan menelusuri tepi uterus untuk

menetapkan bagian apa yang terletak di bagian samping. Pada letak

membujur dapat ditetapkan punggung anak, yang teraba rata dengan

tulang iga seperti papan cuci. Pada letak lintang dapat ditetapkan dimana

kepala janin (Rukiyah, 2014).

Leopold III

Menetapkan bagian apa yang terdapat di atas simpisis pubis. Kepala akan

teraba bulat dan keras sedangkan bokong teraba tidak keras dan tidak

bulat (Rukiyah, 2014).

Leopold IV

Pemeriksaan menghadap kearah kaki ibu Untuk menetapkan bagian

terendah janin yang masuk ke pintu atas panggul. Bila bagian terendah

masuk PAP telah melampaui lingkaran terbesarnya maka tangan yang

melakukan pemeriksaan divergen, sedangkan bila lingkaran terbesarnya

belum masuk PAP maka tangan pemeriksa konvergen. Menilai

penurunan kepala janin dan menentukan tafsiran berat janin. Menilai


penurunan kepala janin dengan hitungan perlimaan bagian kepala janin

yang bisa di palpasi diatas simfisis pubis. (Rukiyah, 2014)

5/5 : Jika seluruh kepala janin masih dapat teraba diatas simfisis

pubis

4/5 : Jika sebagian kepala janin masih berada diatas simfisis pubis.

3/5 : Jika hanya tiga dari lima jari bagian kepala janin teraba diatas

simfisis

2/5 : Jika hanya dua dari lima jari bagian kepala janin teraba diatas

simfisis pubis. Berarti hampir seluruh kepala janin telah

masuk ke dalam panggul

1/5 : Jika hanya sebagian kecil kepala dapat diraba diatas simfisis

0/5 : Jika kepala janin tidak teraba atau seluruhnya sudah melewati

simfisis pubis.

Jika memungkinkan dalam palpasi juga diperkirakan taksiran berat janin.

Pada kehamilan aterm, perkiraan berat janin dapat menggunakan rumus

Mc. Donald yaitu: TFU (cm) – (11&12) x 155 gram. Rumus Johnson-

Tossec yaitu: TFU (cm) – (11,12,13) x 155 gram (Rukiyah, 2014)

4) Standar 4 yaitu pengelolaan anemia pada kehamilan

Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan dan/atau

rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan

yang berlaku. Kadar Hb dalam darah normal wanita hamil berkisar 11 gr

% - 13,2 gr%. (Prawiroharjo, 2014).

Pemberian tablet besi minimal 90 tablet selama kehamilan, pemberian

tablet zat besi pada ibu hamil (Fe) adalah defisiensi zat besi pada ibu
hamil, bukan menaikan kadar haemoglobin. Wanita perlu menyerap zat

besi rata-rata 60 mg/hari. (Yulianti, 2014)

5) Standar 5 yaitu pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan

Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada

kehamilan dan mengenai tanda serta gejala preeklamsi lainnya, serta

mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya. (Rukiyah, 2014)

6) Standar 6 yaitu persiapan persalinan

Bidan memberikan saran yang tepat kepad ibu hamil, suami serta

keluarganya pada trimester ketiga, untuk memastikan bahwa persalinan

yang bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan akan

direncanakan dengan baik, di samping persalinan transportasi dan biaya

untuk merujuk, bila tiba-tiba terjadi kegawat daruratan. Bidan hendaknya

kunjungan rumah untuk hal ini. (Rukiyah, 2014)

Menurut (Wiknjosastro, 2013) Apabila ada masalah maka bidan akan

melakukan rujukan sesuai fasilitas rujukan atau fasilitas yang memilliki

sarana lebih lengkap, diharapkan mampu menyelamatkan jiwa para ibu

dan bayi dalam kandungan. Pada saat ibu melakukan kunjungan

antenatal, jelaskan bahwa penolong akan selalu berupaya dan minta

kerjasama yang baik dari suami atau keluarga ibu untuk mendapatkan

layanan terbaik dan bermanfaat bagi kesehatan ibu dan bayinya,

termasuk kemungkinan perlunya upaya rujukan.

Pada waktu terjadi penyulit, seringkali tidak cukup waktu untuk

membuat rencana rujukan dan ketidaksiapan ini dapat membahayakan

keselamatan jiwa ibu dan bayinya. Anjurkan ibu untuk membahas dan
membuat rencana rujukan bersama suami dan keluarganya

(Wiknjosastro, 2013).

Tawarkan penolong agar mempunyai kesempatan untuk berbicara dengan

suami dan keluarganya untuk menjelaskan tentang rencana rujukan

apabila diperlukan. Masukan persiapan-persiapan dan informasi berikut

kedalam rencana rujukan yaitu sebagai berikut (Wiknjosastro, 2013):

a. Siapa yang akan menemani ibu atau bayi baru lahir.

b. Tempat rujukan yang disukai ibu dan keluarga.

c. Sarana transportasi yang akan digunakan dan siapa yang akan

mengendarainya.

d. Orang yang ditunjuk menjadi donor darah.

e. Uang yang disisikan untuk asuhan medis, transportasi, obat-obatan

dan bahan-bahan.

f. Siapa yang akan tinggal dan menemani anak-anak yang lain pada

saat ibu tidak dirumah.

3. Teori Manajemen dan Pendokumentasian Asuhan Kebidanan pada

Kehamilan

a. Pengertian

Manajemen Asuhan Kebidanan atau yang sering disebut

Manajemen kebidanan adalah suatu metode berfikir dan bertindak

secara sistematis dan logis dalam memberi asuhan kebidanan, agar

menguntungkan kedua belah pihak baik klien maupun pemberi asuhan.

Dokumentasi asuhan kebidanan pada ibu hamil merupakan

bentuk catatan dari hasil asuhan kebidanan yang dilaksanakan pada ibu
hamil, yakni mulai dari trimester I sampai dengan trimester III yang

meliputi: pengkajian, pembuatan diagnose kebidanan,

pengidentifikasian masalah terhadap tindakan segera dan melakukan

kolaborasi dengan dokter atau tenaga kesehatan lain serta menyusun

rencana asuhan kebidanan dengan tepat dan rasional berdasarkan

keputusan yang dibuat pada langkah sebelumnya. Lingkup dari masalah

ini adalah masalah kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya

janin dengan waktu kurang lebih 280 hari (kurang lebih 40 minggu)

atau 9 bulan 7 hari yang terbagi atas tiga trimester, yakni trimester I

(mulai awal kehamilan sampai 14 minggu), trimester II (antara

kehamilan 14 minggu sampai dengan 28 hari) dan trimester III (antara

kehamilan 38 minggu sampai kehamilan 36 minggu atau sesudah 36

minggu)

b. Tujuan

1. Memantau kemajuan kehamilan, untuk memastikan kesehatan ibu

dan tumbuh kembang janin, meningkatkan dan mempertahankan

kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan janin.

2. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang

mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara

umum, kebidanan dan pembedahan.

3. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian

ASI EKSKLUSIF.

4. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran

bayi agar tumbuh kembang secara normal.


c. Langkah-langkah (7 langkah Varney)

Beberapa teknik penulisan dalam dokumentasi asuhan kebidanan pada

ibu hamil (antenatal) antara lain sebagai berikut:

1. Mengumpulkan data

Cara ini dilakukan pertama kali ketika akan memberikan asuhan

kebidanan, yaitu dengan cara melakukan anamnesis pada pasien

tentang identitas pasien, data demografi, riwayat kesehatan termasuk

faktor herediter, riwayat menstruasi, riwayat obstetri dan ginekologi,

riwayat nifas dan laktasi sebelumnya, serta biospiritual dan

pengetahuan pasien. Setelah itu dilakukan pemeriksaan fisik sesuai

dengan kebutuhan serta tanda vital selanjutnya melakukan

pemeriksaan khusus kehamilan, inspeksi, palpasi, auskultasi,

perkusi, serta pemeriksaan penunjang seperti laboratorium,

diagnostic (USG dan lain-lain) bila diperlukan.

2. Melakukan interpretasi data dasar

Setelah data dikumpulkan, teknik yang kedua adalah melakukan

interpretasi terhadap kemungkinan diagnosis dan masalah kebutuhan

pasien hamil. Interpretasi data tersebut sebatas lingkup praktik

kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur atau tata nama

diagnosis kebidanan yang diakui oleh profesi dan berhubungan

langsung dengan praktik kebidanan, serta disukung oleh pengambil

keputusan klinis (clinical judgment) dalam praktik kebidanan yang

dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan.

Contoh:
Ny. Y G1P0A0 hamil 12 minggu, wasir berdarah, dia sedih karena

suami tidak menginginkan kehamilan

Masalah:

a. Wasir berdarah

b. Sedih karena suami tidak menginginkan kehamilannya

3. Melakukan identifikasi diagnosis atau masalah potensial dan

mengantisipasi penanganannya.

Cara ini dilakukan dengan mengidentifikasi masalah dan

diagnosis potensial berdasarkan diagnosis masalah yang sudah

teridentifikasi. Sebagai contoh, siang hari ada seorang wanita datang

ke poli KIA dengan wajah pucat, keringat dingin, tampak kesakitan,

mulas hilang timbul, cukup bulan pemuaian perut sesuai hamil, maka

bidan berpikir: wanita hamil tersebut inpartu, kehamilan cukup bulan

dan adanya anemia.

4. Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera atau masalah

potensial.

Cara ini dilakukan setelah masalah dan diagnosis potensial

diidentifikasi. Penetapan kebutuhan ini dilakukan dengan cara

mengantisipasi dan menentukan kebutuhan ini dilakukan dengan

cara mengantisipasi dan menentukan kebutuhan apa saja yang akan

diberikan pada pasien dengan melakukan konsultasi dan kolaborasi

dengan tenaga kesehatan lainnya. Sebagai contoh, pada pemeriksaan

antenatal ditemukan kadar HB 9,5 gr% hamil 16 minggu, nafsu

makan kurang, adanya flour albus banyak, warna hijau muda, gatal,
dan berbau. Data tersebut dapat menentukan tindakan yang akan

dilakukan seperti berkonsultasi atau berkolaborasi dengan tim

kesehatan lain dan persiapan untuk menentukan tindakan yang tepat.

5. Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh

Cara ini dilakukan dengan menentukan langkah selanjutnya

berdasarkan hasil kajian pada langkah sebelumnya dan apabila

ditemukan ada data yang tidak lengkap maka dapat dilengkapi pada

tahap ini. Pembuatan perencanaan asuhan antenatal memiliki

beberapa tujuan antara lain untuk memantau kemauan kehamilan,

pemantauan terhadap tumbuh kembang janin, mempertahankan

kesehatan fisik, mental, dan social, deteksi dini adanya

ketidaknormalan, mempersiapkan persalinan cukup bulan dan

selamat agar masa nifas normal dan dapat menggunakan ASI

eksklusif sehingga mampu mempersiapkan ibu dan keluarga dengan

kehadiran bayi baru lahir.

6. Melaksanakan perencanaan

Merupakan tahap pelaksanaan dari semua bentuk rencana

tindakan sebelumnya. Tindakan yang dapat dilakukan oleh bidan

berdasarkan standar asuhan kebidanan seperti menimbang berat

badan, mengukur tekanan darah, mengukur tinggi fundus uteri,

imunisasi TT, pemberian tablet zat besi, tes terhadap PMS dan

konseling untuk persiapan rujukan.

Pelaksanaan pemeriksaan antenatal dilakukan selama

kehamilan minimal empat kali kunjungan yakni, satu kali pada


trimester I, satu kali pada trimester II, dua kali pad trimester III.

Kegiatan yang dilakukan pada trimester I antara lain menjalin

hubungan saling percaya, mendeteksi masalah, pencegahan tetanus,

anemia persiapan kelahiran, persiapan menghadapi komplikasi, dan

memotivasi hidup sehat. Pada trimester II kegiatannya hampir sama

sebagaimana trimester I dan perlu mewaspadai dengan adanya

preeclampsia. Sedangkan pada trimester III pelaksanaan kegiatan

seperti palpasi abdomen, deteksi letak janin, dan tanda abnormal.

7. Evaluasi

Tahap evaluasi pada antenatal dapat menggunakan bentuk SOAP,

sebagai berikut:

S : Data subjektif

Berisi data dari pasien melalui anamnesis (wawancara)

yang merupakan ungkapan langsung.

O : Data objektif

Data yang didapat dari hasil observasi melalui

pemeriksaan fisik.

A : Analisa dan Interpretasi

Berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat

kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis

atau masalah potensial, serta perlu tidaknya dilakukan

tindakan segera.

P : Perencanaan
Merupakan rencana tadi tindakan yang akan diberikan

termasuk asuhan mandiri, kolaborasi, tes diagnosis atau

laboratorium, serta konseling untuk tindakan.

D. Persalinan

1. Konsep dasar Persalinan

a. Pengertian Persalinan

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, janin

turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan

ketuban terdorong keluar melalui jalan lahir. Persalinan dan kelahiran

normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan

cukup bulan (37–42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang

kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu

maupun pada janin (Saifuddin, 2014).

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin

dan uri) yang dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir

(Mochtar, 2016).

Bentuk persalinan sesuai dengan pengertian diatas adalah:

1. Persalinan spontan atau partus biasa apabila persalinan dengan

presentasi belakang kepala tanpa memakai alat, tanpa melukai ibu

dan bayi atau seluruhnya atas kekuatan ibu sendiri, biasanya

berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam. (Tando, 2013)

2. Persalinan buatan, bila proses persalinan dengan bantuan tenaga

dari pihak lain dan atau menggunakan peralatan medis. (Tando,

2013)
3. Persalinan anjuran, bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan

ditimbulkan karena rangsangan dari luar. (Tando, 2013)

Macam-macam persalinan menurut umur kehamilan:

1. Partus immaturus, adalah persalinan hasil konsepsi pada umur

kehamilan pada 28-37 minggu, janin dapat hidup tetapi belum

cukup bulan, berat janin antara 1000-2500 gram. (Tando, 2013)

2. Partus maturus atau aterm, adalah persalinan pada kehamilan 37-40

minggu, janin matur, berat badan janin diatas 2500 gram. (Tando,

2013)

3. Partus post maturus, adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau

lebih dari perkiraan waktu, janin disebut post matur. (Tando, 2013)

4. Partus presipitatus, adalah persalinan yang berlangsung sangat

cepat, dimana terjadi kemajuan cepat dari persalinan yang berakhir

kurang dari 3 jam dari kelahiran.

5. Partus percobaan adalah suatu penilaian kemajuan untuk

memperoleh bukti tentang ada atau tidak adanya disproporsi

sefalopelvik. (Tando, 2013)

6. Persalinan (kelahiran) yang tidak dikehendaki atau abortus adalah

pengehentian kehamilan sebelum usia 20 minggu dengan berat

janin di bawah 500 gram dan janin belum viable (Tando, 2013).

b. Fisiologi Persalinan

Fisiolosis persalinan meliputi turunnya kepala, fleksi, putaran paksi

dalam, ekstensi, putaran paksi luar, ekspulsi.

a. Turunnya Kepala
a) Masuknya kepala dalam pintu atas panggul

b) Majunya kepala

Pembagian ini berlaku bagi primigravida:

Primigravida sudah terjadi bulan terakhir dari kehamilan tetapi

pada multipara biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan.

Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul biasanya dengan

sutura sagitalis melintang dan dengan fleksi yang ringan. Jika sutura

sagitalis dalam diameter antero posterior dari pintu atas panggul,

maka masuknya kepala tentu lebih sukar, karena menempati ukuran

yang lebih kecil dari pintu atas panggul. Jika sutura sagitalis terdapat

di tengah-tengah jalan lahir, ialah tempat diantara simpisis dan

proMasuknya kepala ke dalam pintu atas panggul pada montorium,

maka dikatakan kepala di dalam “synclitismus”. (Prawirohardjo,

2014)

Pada synclitismus os pariental depan dan belakang sama

tingginya. Jika sutura sagitalis agak kedepan mendekati simpisis atau

agak ke belakang mendekati promontorium, maka kita hadapi

“Asynclitismus”. Kita mengenal “asynclitismus posterior“ adalah

kalau sutura sagitalis mendekati simpisis dan ospariental belakang

lebih rendah dari ospariental depan dan kita mengenal “

asynclitismus anterior“ adalah kalau sutura sagitalis mendekati

promontorium sehingga ospariental depan lebih rendah dari os

pariental belakang pada pintu atas panggul biasanya kepala dalam

asynclitismus posterior yang ringan. (Prawirohardjo, 2014)


Majunya kepala: Pada primigravida majunya kepala terjadi

setelah kepala masuk kedalam rongga panggul dan biasanya baru

mulai pada kala II. Pada multipara sebaliknya majunya kepala dan

masuknya kepala dalam rongga panggul terjadi bersamaan. Majunya

kepala ini bersamaan dengan gerakan-gerakan yang lain ialah:

Fleksi, putaran paksi dalam, dan ekstensi. (Prawirohardjo, 2014)

b. Fleksi

Dengan majunya kepala biasanya juga fleksi bertambah

sehingga ubun-ubun kecil jelas lebih rendah dari ubun-ubun besar.

Keuntungan dari bertambahnya fleksi ialah bahwa ukuran kepala

yang lebih kecil melalui jalan lahir: diameter suboccipito bregmatica

(9,5 cm) menggantikan diameter suboccipito frontalis (11 cm).

Fleksi ini disebabkan karena anak di dorong maju dan sebaliknya

mendapatkan tahanan dari pinggir pintu atas panggul, serviks,

dinding panggul atau dasar panggul. Akibat dari kekuatan ini ialah

terjadi fleksi karena moment yang menimbulkan fleksi lebih besar

dari moment yang menimbulkan defleksi. (Prawirohardjo, 2014)

c. Putaran Paksi Dalam

Pemutaran dari bagian depan sedemikian rupa sehingga bagian

terendah dari bagian depan memutar kedepan ke bawah simfisis.

Pada presentasi belakang kepala bagian yang terendah ialah daerah

ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang akan memutar ke depan ke

bawah simpisis. Putaran paksi dalam mutlak perlu untuk kelahiran

kepala karena putaran paksi merupakan suatu usaha untuk


menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya

untuk bidang tengah dan pintu bawah panggul. Putaran paksi dalam

tidak terjadi tersendiri, tetapi selalu bersamaan dengan majunya

kepala dan tidak terjadi sebelum kepala sampai hodge III, kadang-

kadang baru setelah kepala sampai dasar panggul. (Prawirohardjo,

2014)

d. Ekstensi

Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai di dasar

panggul, terjadilah ekstensi atau defleksi dari kepala. Hal ini

disebabkan sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah

ke depan dan atas, sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk

melalui. Kalau tidak terjadi ekstensi, kepala akan tertekan pada

perineum dan menembusnya. Pada kepala bekerja 2 kekuatan, yang

satu mendesak ke bawah dan satunya disebabkan tahan dasar

panggul yang menolak ke atas. Resultant adalah kekuatan kearah

depan atas. Setelah suboksiput tertahan pada pinggir bawah simpisis

maka yang dapat maju karena kekuatan tersebut diatas bagian yang

berhadapan dengan suboksiput, maka lahirlah berturut-turut pada

pinggir atas perineum ubun-ubun besar, dahi, hidung, mulut dan

akhirnya dagu dengan gerakan ekstensi. Suboksiput yang menjadi

pusat putaran disebut hypomoghlion (Prawirohardjo, 2014)

e. Putaran Paksi Luar

Setelah kepala lahir, maka kepala anak berputar kembali

kearah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang


terjadi pada putaran paksi dalam. Selanjutnya putaran di lanjutkan

hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber ischiadikum.

Gerakan yang terakhir ini adalah putaran paksi luar yang sebenarnya

dan disebabkan karena ukuran bahu (diameter bisacromial)

menempatkan diri dalam diameter antero posterior dari pintu bawah

panggul. (Prawirohardjo, 2014)

f. Ekspulsi

Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai dibawah simfisis

dan menjadi hipomoghlion untuk kelahiran bahu belakang.

Kemudian bahu depan menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak

lahir searah dengan paksi jalan lahir. (Prawirohardjo, 2014)

2. Konsep Asuhan Persalinan

a. Tanda-tanda Persalinan

Menurut (Manuaba, 2014), dengan penurunan hormon progesteron

menjelang persalinan dapat terjadi kontaksi. Kontraksi otot rahim

menyebabkan:

1) Turunnya kepala, masuk ke PAP (Lightening).

2) Perut lebih melebar karena fundus uteri turun.

3) Munculnya nyeri di daerah pinggang karena kontraksi ringan otot

rahim. Terjadi perlunakan serviks karena terdapat kontraksi otot

rahim.

4) Terjadi pengeluaran lendir.

Tanda dan gejala persalinan

Menurut (Manuaba, 2014) tanda persallinan adalah sebagai berikut:


1) Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak

kontraksi yang semakin pendek.

2) Dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda (pengeluaran lendir,

lendir bercampur darah).

3) Dapat disertai ketuban pecah.

4) Pemeriksaan dalam, dijumpai perubahan serviks (perlunakan,

pendataran, dan pembukaan serviks).

a. Tahapan persalinan

Tahapan persalinan dibagi menjadi 4 kala:

1) Kala I (Pembukaan)

Pada kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan 10 cm,

disebut juga kala pembukaan. Secara klinis partus dimulai bila

timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir yang bersemu

darah. Lendir yang bersemu darah ini berasal dari lendir kanalis

servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Lama kala

I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan multigravida 8

jam (Manuaba, 2014).

Menurut JNPK-KR (2013), kala I persalinan dalam proses

membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase:

a. Fase laten: Berlangsung selama 8 jam sampai pembukaan 3 cm,

his masih lemah dengan frekuensi jarang, pembukaan terjadi

sangat lambat.

b. Fase aktif dibagi menjadi tiga:

1) Fase akselerasi lamanya 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4


cm.

2) Fase dilatasi maxsimal, dalam waktu 2 jam pembukaan

berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.

3) Fase deselerasi, pembukaan menjadi lambat sekali. Dalam

waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi 10 cm. His tiap 3-

4 menit selama 45 detik. Fase-fase tersebut dijumpai pada

primigravida. Pada multigravida pun terjadi demikian, akan

tetapi fase laten, fase aktif, dan fase deselerasi terjadi lebih

pendek. Mekanisme membukanya serviks berbeda antara

primigravida dan multigravida. Pada primigravida ostium

uteri internum akan membuka lebih dahulu, sehingga

serviks akan mendatar dan menipis. Pada multigravida

ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri

internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran

serviks terjadi pada saat yang sama.

Ketuban akan pecah dengan sendiri ketika pembukaan hampir

lengkap atau telah lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkan

ketika pembukaan lengkap atau telah lengkap. Kala I selesai apabila

pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I

berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan multigravida kira-kira 7

jam.

Pemeriksaan Abdomen (JNPK-KR, 2017)

a) Menentukan Tinggi Fundus. Pastikan pengukuran dilakukan

pada saat uterus tidak sedang berkontraksi menggunakan pita


pengukur. Ibu dengan posisi setengah duduk dan tempelkan

ujung pita (posisi melebar) mulai dari tepi atas simpisis pubis,

kemudian rentangkan pita mengikuti aksis/linea mediana

dinding depan abdomen hingga ke puncak fundus. Jarak antara

tepi atas simpisis pubis dan puncak fundus uteri adalah tinggi

fundus.

b) Memantau Kontraksi Uterus. Gunakan jarum detik yang ada

pada jam dinding atau jam tangan untuk memantau kontraksi

uterus. Secara hati-hati, letakkan tangan penolong diatas uterus

dan palpasi jumlah kontraksi yang terjadi dalam kurun waktu 10

menit. Tentukan durasi atau lama setiap kontraksi yang terjadi.

Pada fase aktif, minimal terjadi dua kontraksi dalam 10 menit

dan lama kontraksi adalah 40 detik atau lebih. Di antara dua

kontraksi akan terjadi relaksasi dinding uterus.

c) Memantau Denyut Jantung Janin. Nilai DJJ selama dan segera

setelah kontraksi uterus. Dengarkan DJJ selama minimal 60

detik, dengarkan sampai sedikitnya 30 detik setelah kontraksi

berakhir. Normalnya DJJ yaitu antara 120 sampai 160 kali

permenit.

d) Menentukan Presentasi

Bagian berbentuk bulat, teraba keras, yaitu kepala. Jika bagian

terbawah janin belum masuk ke rongga panggul maka bagian

tersebut masih dapat digerakkan. Jika telah memasuki rongga


panggul maka bagian terbawah janin sulit atau tidak dapat

digerakkan lagi.

e) Menentukan Penurunan Bagian Terbawah Janin

Penurunan bagian terbawah dengan metode lima jari (perlimaan)

adalah:

5/5 jika bagian terbawah janin seluruhnya teraba di atas simpisis

pubis

4/5 jika sebagian (1/5) bagian terbawah janin telah memasuki

pintu atas panggul

3/5 jika sebagian (2/5) bagian terbawah janin telah memasuki

pintu atas panggul

2/5 jika hanya sebagian dari bagian terbawah janin masih berada

di atas simpisis dan (3/5) bagian telah turun melewati bidang

tengah rongga panggul (tidak dapat digerakkan)

1/5 jika hanya 1 dari 5 jari masih dapat meraba bagian terbawah

janin yang berada di atas simpisis dan 4/5 bagian telah masuk ke

dalam rongga panggul

0/5 jika bagian terbawah janin sudah tidak dapat diraba dari

pemeriksaan luar dan seluruh bagian terbawah janin sudah

masuk ke dalam rongga panggul.

Periksa Dalam
Pemeriksaan dalam dapat di nilai dari:

a) Pembukaan serviks : berapa cm atau berapa jari hampir

lengkap atau sudah lengkap.

b) Presentasi dan posisi: bagian terendah dari janin, posisi:

hubungan presentasi bayi dengan kaki ibu, kepala : occiput,

muka : dahi, bokong : sacrum, transverse : bahu/ scapula.

c) Turunnya bagian terbawah menurut bidang hodge.

d) Selaput ketuban sudah pecah atau belum, menonjol atau tidak.

e) Apakah promontorium teraba atau tidak.

f) Linea inominata apakah teraba seluruhnya atau tidak.

g) Sacrum cekung atau bentuk lain.

h) Spina ischiadika menonjol atau tidak.

i) Arkus pubis cukup lebar atau tidak.

j) Serviks : effacement, tipis atau tebal.

k) Apakah pada kepala janin ada kaput atau tidak.

l) Moulage sutura

2) Kala II

Persalinan kala dua dimulai ketika pembukaan serviks sudah

lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua

disebut juga kala pengeluaran bayi. (JNPK-KR, 2013). Kala II pada

primipara berlangsung selama 1 jam dan pada multipara 30 menit.

(Manuaba, 2014)

Menurut JNPK-KR (2013), tanda dan gejala kala dua persalinan

adalah:
a) Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya

kontraksi.

b) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum

dan/atau vaginanya.

c) Perineum menonjol.

d) Vulva vagina dan sfingter ani membuka.

e) Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.

Tanda pasti kala dua ditentukan melalui periksa dalam yang

hasilnya adalah pembukaan serviks telah lengkap atau terlihatnya

bagian kepala bayi melalui introinvus vagina.

3) Kala III

Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya

plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. (Saifuddin,

2014)

Menurut JNPK-KR (2013), tanda– tanda lepasnya plasenta

mencakup beberapa atau semua hal berikut ini: Perubahan bentuk

dan tinggi fundus, tali pusat memanjang, semburan darah mendadak

dan singkat.

Menurut JNPK-KR (2013), Manajemen aktif kala tiga bertujuan

untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga

dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi

kehilangan darah kala tiga persalinan jika dibandingkan dengan

penatalaksaan fisiologis.

Keuntungan manajemen katif kala tiga adalah persalinan kala


tiga lebih singkat, mengurangi jumlah kehilangan darah,

mengurangi kejadian retensio plasenta. Tiga langkah utama dalam

manajemen aktif kala tiga adalah pemberian suntikan oksitosin

dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir, melakukan peregangan

tali pusat terkendali, masase fundus uteri selama 15 detik. (JNPK-

KR, 2013)

4) Kala IV

Menurut Manuaba (2014), Kala IV dimaksudkan untuk melakukan

observasi karena perdarahan post partum paling sering terjadi pada

2 jam pertama. Observasi yang dilakukan yaitu:

a) Kesadaran penderita, mencerminkan kebahagiaan karena

tugasnya untuk melahirkan bayi telah selesai.

b) Pemeriksaan yang dilakukan: tekanan darah, nadi, pernafasan,

dan suhu; kontraksi rahim yang keras; perdarahan yang mungkin

terjadi dari plasenta rest, luka episiotomi, perlukaan pada serviks;

kandung kemih dikosongkan, karena dapat mengganggu kontraksi

rahim.

c) Bayi yang telah dibersihkan diletakan di samping ibunya agar

dapat memulai pemberian ASI.

d) Observasi dilakukan selama 2 jam dengan interval pemeriksaan

setiap 2 jam.

e) Bila keadaan baik, parturien dipindahkan ke ruangan inap

bersama sama dengan bayinya.

Asuhan dan pemantauan pada kala IV yaitu:


a) Lakukan rangsangan taktil (seperti pemijatan) pada uterus, untuk

merangsang uterus berkontraksi.

b) Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara

sirkuler searah jarum jam, masase uterus untuk membuat

kontraksi uterus menjadi baik setiap 15 menit selama 1 jam

pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua kala IV.

c) Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.

d) Periksa perineum dari perdarahan aktif (misalnya apakah ada

laserasi atau episiotomi)

e) Evaluasi kondisi ibu secara umum dan TTV ibu.

Dokumentasi semua asuhan dan temuan selama kala IV persalinan

di halaman belakang partograf segera setelah asuhan diberikan atau

setelah penilaian dilakukan.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan

Faktor–faktor yang mempengaruhi persalinan menurut (Manuaba,

2014) yaitu:

1) Power

His (kontraksi otot rahim): kontraksi otot rahim pada persalinan yang

sudah ada pada bulan terakhir dari kehamilan sebelum persalinan

dimulai kontraksi rahim bersifat berkala, yang harus diketahui

adalah:

a) Lamanya kontraksi 45-75 detik

b) Kekuatan kontraksi dapat menimbulkan naiknya intrauterine

sampai 35 mmHg
c) Interval antara keduanya pada permulaan persalinan akan timbul

1 x 10 menit, kala pengeluran 1x dalam 2 menit.

(1) Tanda his sempurna:

(a) Dominasi di fundus

(b) Kontraksi simetris, makin lama makin kuat makin sering

(c) Relaksasi baik.

(2) Perubahan-perubahan akibat his:

(a) Pada uterus dan serviks: Uterus terasa keras dan padat

karena kontraksi, tekanan hidrostatik air ketuban dan

tekanan intrautein sehingga menyebabkan serviks

menjadi mendatar (effacement) dan terbuka (dilatasi).

(b) Pada ibu terasa nyeri karena ischemia rahim dan kontaksi

rahim, ada kenaikan nadi dan rahim.

(c) Pada janin pembakaran oksigen pada sirkulasi

uteroplasenter kurang, maka timbul hipoksia janin.

(d) Dengan makin tuanya kehamilan, pengeluaran estrogen

dan progesteron makin berkurang, sehingga oksitosin

dapat menimbulkan kontraksi yang lebih sering, sebagai

his palsu.

(3) Sifat his permulaan (palsu):

(a) Rasa nyeri ringan di bagian bawah

(b) Datangnya tidak teratur

(c) Tidak ada perubahan pada serviks/pembawa tanda

(d) Durasinya pendek


(e) Tidak bertambah bila beraktivitas

Tenaga mengejan: tenaga, usaha, daya, kekuatan meneran seorang

ibu pada waktu bersalin, dimana ibu melakukan dorongan/mengejan

dengan tenaga sendiri pada waktu pembukaan sudah lengkap dan

setelah ketuban sudah pecah yang dipicu oleh adanya his.

2) Passanger

a) Janin

Letak janin: Bagaimana letak sumbu janin terhadap sumbu ibu,

bisa letak memanjang (presentasi kepala, presentasi

bokong/sungsang), letak melintang dan letak miring/oblique.

Sikap badan: menunjukkan bagian-bagian janin terhadap

sumbunya, khususnya terhadap tulang punggungnya, yaitu sikap

fleksi dan defleksi.

Presentasi: digunakan untuk menentukan saat periksa dalam

untuk menentukan bagian janin yang berada di bagian bawah

uterus yaitu presentasi kepala bokong, muka dan kaki.

Posisi: untuk menetapkan apakah bagian janin yang berada

dibawah uterus sebelah kiri, kanan, belakang, depan terhadap

sumbu ibu.

Diantara sudut tulang-tulang terdapat ruang yang ditutup dengan

membran disebut fontanella terdapat (fontanella mayor (UUB) &

fontanella minor (UUK). Batas antara 2 tulang: sutura (sutura

sagitalis, sutura koronaria, sutura lamboidea, sutura frontalis).

b) Uri / Plasenta
Bentuk bundar/oval, Diameter:15-20cm, Tebal: 2-3 cm, Berat:

500-600 gram (1/6 x BB janin). Terbentuk sempurna pada

kehamilan 16 minggu dan terletak dalam korpus uteri.

Pembagian plasenta:

(1) Bagian janin: khorion frondosum dan plasenta

(2) Bagian maternal: desidua kompakta yang terbentuk dari

beberapa lobus dan kotiledon (15-20).

(3) Tali pusat: merentang dari pusat janin ke uri bagian

permukaan janin (50-55 cm).

c) Air ketuban

Didalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari

lapisan amnion dan khorion, terdapat liquor amnii (air ketuban).

Volume air ketuban yang cukup bulan 1000-1500 cc, Warna air

ketuban putih agak keruh, mempunyai bau yang khas dan agak

amis. Komposisi air ketuban terdiri dari 99 % air +1 % zat padat

(protein, lemak, karbohidrat, garam mineral, enzim-enzim,

hormon plasenta, urea, asam urat, pigmen empedu vernik kaseosa,

lanugo dan sel-sel fetus yang mengelupas).

3) Passage

a) Jalan lahir lunak (dibentuk oleh otot-otot dan ligamentum)

b) Jalan lahir keras (dibentuk oleh tulang)

Bagian keras dibagi 2 bagian: Pelvis mayor: bagian pelvis diatas

linea terminalis, Pelvis minor: dibatasi oleh PAP (inlet) & PBP

(outlet) berbentuk saluran yang mempunyai sumbu lengkung


kedepan (sumbu carus).

Bidang Hodge

Hodge I : Setinggi pintu atas panggul (PAP) yang dibentuk oleh

promontorium, artikulasio sakroiliaka, sayap sacrum, linea

inominata, ramus superior os pubis, tepi atas simfisis pubis.

Hodge II : Sejajar Hodge I melewati pinggir bawah simfisis.

Hodge III : Setinggi spina ischiadika.

Hodge IV : Telah melewati os coccygeus.

4) Psikologis

Dukungan psikologis dari orang-orang terdekat akan membantu

memperlancar proses persalinan yang sedang berlangsung. Tindakan

mengupayakan rasa nyaman dengan menciptakan suasana yang

nyaman dalam kamar bersalin, memberi sentuhan, memberi

penenangan nyeri non farmakologi, memberi analgesi jika

diperlukan dan ysang paling penting berada disisi pasien adalah

bentuk-bentuk dukungan psikologis. Dengan kondisi psikologis yang

positif proses persalinan akan lebih mudah.

5) Penolong

Tenaga kesehatan yang mempunyai kemampuan untuk menolong

persalinan .

6) Posisi Ibu

Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan.

Posisi tegak memberi sejumlah keuntungan. Mengubah posisi

membuat rasa letih hilang. Posisi tegak meliputi posisi berdiri,


berjalan, duduk, jongkok.

c. Penatalaksanaan dalam proses persalinan (langkah-langkah APN)

1) Mengamati tanda dan gejala persalinan kala II

a) Ibu mempunyai keinginan meneran.

b) Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan

vaginanya.

c) Perineum menonjol.

d) Vulva-vagina dan sfingter anal membuka.

2) Memastikan perlengkapan, bahan, dan obat-obatan esensial siap

digunakan. Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan menempatkan

tabung suntik steril sekali pakai didalam partus set.

3) Mengenakan baju penutup atau celemek plastic yang bersih

4) Melepaskan semua perhiasan yang dipakai dibawah siku, mencuci

kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan

mengeringkan tangan dengan handuk satu kali pakai/pribadi yang

bersih

5) Memakai satu sarung dengan DTT atau steril untuk semua

pemeriksaan dalam

6) Menghisap oksitosin 10 unit kedalam tabung suntik (dengan

memakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi/steril) dan

meletakkan kembali di partus set/wadah desinfeksi tingkat tinggi

(steril tanpa mengkontaminasi tabung suntik).

7) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati

dari depan kebelakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang


sudah dibasahi air desinfeksi tingkat tinggi. Jika mulut vagina,

perineum, atau anus terkontaminasi oleh kotoran ibu, membersihkan

dengan seksama dengan cara menyeka dari depan kebelakang.

Membuang kapas atau kassa terkontaminasi dalam wadah yang

benar. Mengganti sarung tangan jika terkontaminasi (Meletakkan

kedua sarung tangan tersebut dengan benar didalam larutan

dekontaminasi, langkah 9).

8) Dengan menggunakan tekhnik aseptic, melakukan pemeriksaan

dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap.

Bila selaput ketuban belum pecah , sedangkan pembukaan sudah

lengkap, lakukan amniotomi.

9) Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan

yang masih yang masih memakai sarung tangan kotor kedalam

larutan klorin 0.5% dan kemudian melepaskannya dalam keadaan

terbalik serta merendamnya didalam larutan klorin 0.5% selama 10

menit. Mencuci kedua tangan (seperti di atas).

10) Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir

untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal

(120-160x/menit).

a) Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.

b) Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat

mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai

meneran.

11) Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin


bayi. Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai

dengan keinginannya.

a) Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan meneran.

Melanjutkan pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta

janin sesuai dengan pedoman persalinan aktif dan

mendikumentasikan temuan-temuan.

b) Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat

mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat ibu meulai

meneran.

12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk

meneran. (Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk

dan pastikan ia merasa nyaman).

13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang

kuat untuk meneran dengan cara:

a) Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinginan

untuk meneran.

b) Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk

meneran.

c) Membantu ibu untuk mengambil posisi yang nyaman sesuai

dengan keinginannya (tidak meminta ibu berbaring melentang).

d) Menganjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi

e) Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi

semangat pada ibu.

f) Menganjurkan asupan cairan peroral.


g) Menilai DJJ setiap 5 menit.

h) Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum terjadi segera

dalam waktu 120 menit atau 2 jam meneran untuk ibu primipara

atau 60 menit atau 1 jam, untuk ibu multipara, merujuk segera.

Jika ibu tidak mempunyai keinginan meneran.

i) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil

posisi yang nyaman.

j) Jika ibu belum ingin meneran dalam 60 menit, anjurkan ibu

mulai meneran pada puncak kontraksi-kontraksi tersebut dan

beristirahat diantara kontraksi

k) Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi

segera setelah 60 menit meneran, merujuk ibu dengan segera

14) Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6cm

letakkan handuk bersih diatas perut ibu untuk mengeringkan bayi.

15) Meletakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian dibawah bokong

ibu.

16) Membuka partus set.

17) Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.

18) Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm lindungi

perineum dengan 1 tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan tangan

yang lain dikepala bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak

menghambat kepada kepala bayi, membiarkan kepala keluar

berlahan-lahan. Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan-lahan

atau bernafas cepat saat kepala lahir.


19) Dengan lembut menyeka muka, mulut, dan hidung bayi dengan kain

atau kassa yang bersih.

20) Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai

jika hal itu terjadi, dan kemudian meneruskan segera proses

kelahiran bayi.

a) Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar lepaskan lewat

bagian atas kepala bayi.

b) Jika tali pusat melilit bayi dengan erat, mengklemnya didua

tenmpat dan memotongnya.

21) Menunggu hingga kepala bayi melakukan putar paksi luar secara

spontan.

22) Setelah kepala melakukan putar paksi luar tempatkan kedua tangan

dimasing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran

saat ada kontraksinya. Dengan lembut menariknya kearah bawah

dan kearah luar hingga bahu anterior muncul dibawah arcus pubis

dan kemudian dengan lembut menarik kearah atas dan ke arah luar

untuk melahirkan bahu posterior.

23) Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala

bayi yang berada dibagian bawah kearah perineum, membiarkan

bahu dan lengan posterior lahir ketangan tersebut. Mengendalikan

kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati perineum, gunakan

lengan bagian bawah untuk menyangga tubuh bayi saat dilahirkan.

Menggunakan tangan anterior atau bagian atas untuk

mengendalikan siku tangan anterior bayi saat keduanya lahir.


24) Setelah tubuh dari lengan lahir meneruskan tangan yang ada diatas

atau anterior dari punggung ke arah kaki bayi untuk menyangganya

saat punggung kaki lahir. Memegang kedua mata kaki bayi dengan

hati-hati membantu kelahiran kaki.

25) Menilai bayi dengan cepat atau dalam 30 detik kemudian

meletakkan bayi diatas perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit

lebih rendah dari tubuhnya atau bila tali pusat terlalu pendek,

meletakkan bayi ditempat yang memungkinkan. Bila bayi

mengalami asfiksia lakukan resusitasi.

26) Keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh

lainnya (kecuali kedua tangan) tanpa membersihkan verniks. Ganti

handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Pastikan bayi dalam

posisi dan kondisi aman di perut bagian bawah ibu.

27) Periksa kembali uterus untuk memastikan hanya satu bayi yang

lahir (hamil tunggal) dan bukan kehamilan ganda (gemeli).

28) Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus

berkontraksi baik.

29) Dalam 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit

(intramuskuler) di 1/3 distal lateral paha (lakukan aspirasi sebelum

penyuntikan oksitosin).

30) Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat

bayi melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu

dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama atau ke arah

ibu.
31) Pemotongan dan pengikatan tali pusat

a) Memegang tali pusat dengan satu tangan melindungi bayi dari

gunting dan memotong tali pusat diantara klem tersebut.

b) Ikat tali pusat dengan benang DTT / steril pada satu sisi

kemudian lingkarkan lagi benang tersebut dan ikat tali pusat

dengan simpulan kunci pada sisi lainnya.

c) Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah

disediakan.

32) Letakan bayi tengkurap di dada ibu untuk kontak kulit ibu-bayi.

Luruskan bahu bayi sehingga dada bayi menempel di dada ibunya.

Usahakan kepala bayi berada diantara payudara ibu dengan posisi

lebih rendah dari putting susu atau areola mame ibu.

a) Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan

menyelimuti bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan

kering, menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat terbuka.

Jika bayi mengalami kesulitan bernafas, ambil tindakan yang

sesuai.

b) Memberikan bayi kepada ibunya dan anjurkan ibu untuk

memeluk bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu

mengkehendakinya.

33) Memindahkan klem tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.

34) Meletakkan satu tangan diatas kain yang ada diperut ibu, tepat

diatas tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan

kontraksi palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus. Memegang tali


pusat dan klem dengan tangan yang lain.

35) Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan

penegangan kearah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan

tekanan yang berlawanan arah pada bagian bawah uterus kearah

atas dan belakang (dorso kranial) dengan hati-hati untuk membantu

mencegah terjadinya inversion uteri. Jika uterus tidak berkontraksi,

meminta ibu atau seorang anggota keluarga untuk melakukan

rangsangan putting susu.

36) Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil

menarik tali pusat ke arah bawah dan kemudian kearah atas,

mengikuti kurva jalan lahir sambil meneruskan tekanan berlawanan

arah pada uterus.

a) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga

berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva.

b) Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan peregangan tali

pusat selama 15 menit :

c) Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit I.M.

d) Menilai kandung kemih dan dilakukan kateterisasi kandung

kemih dengan menggunkan tekhnik aseptic jika perlu.

e) Meminta keluarga untuk meminta rujukan

f) Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya.

g) Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit

sejak kelahiran bayi.

37) Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran


plasenta dengan menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta

dengan dua tangan dan dengan hati-hati memutar plasenta hingga

selaput ketuban terpilin. dengan lembut perlahan melahirkan selaput

ketuban tersebut.

a) Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan desinfeksi

tingkat tinggi atau steril dan memeriksa vagina dan servik ibu

dengan seksama. Menggunakan jari-jari tangan atau klem atau

forceps desinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk melepaskan

bagian selaput yang tertinggal.

38) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase

uterus, meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase

dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus

berkontraksi atau fundus menjadi keras.

39) Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun

janin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa plasenta dan

selaput ketuban lengkap dan utuh. Meletakkan plasenta didalam

kantung plastik atau tempat khusus.

40) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan

penjahitan bila terjadi laserasi derajat 1 dan 2 yang menimbulkan

perdarahan. Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif,

segera lakukan penjahitan.

41) Menilai ulang uterus dan memastikannnya berkontraksi dengan baik

dan tidak ada perdarahan pervaginam.

42) Pastikan kandung kemih kosong. Jika penuh lakukan kateterisasi.


43) Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan kedalam

larutan klorin 0,5%, membilas kedua tangan yang masih bersarung

tangan tersebut dengan air desinfeksi tingkat tinggi dan

mengeringakannya dengan kain yang bersih dan kering.

44) Mengajarkan pada ibu/keluarga melakukan masase uterus dan

memeriksa kontraksi uterus.

45) Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum ibu baik.

46) Mengevaluasi kehilangan darah.

47) Pantau keadaan bayi dan pastikan bahwa bayi bernafas dengan baik

(40-60 kali/menit).

a) Jika sulit bernapas, merintih atau retraksi, diresusitasi dan

segera merujuk kerumah sakit.

b) Jika bayi napas terlalu cepat atau sesak napas, segera rujuk ke

RS.

c) Jika kaki teraba dingin, pastikan ruangan hangat. Lakukan

kembali kontak kulit ibu-bayi dan hangatkan ibu-bayi dalam

satu selimut.

48) Menempatkan semua peralatan didalam larutan klorin 0,5%, untuk

dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas peralatan setelah

dekontaminasi.

49) Membuang barang-barang yang terkontaminasi kedalam tempat

sampah yang sesuai.

50) Membersihkan ibu dengan menggunakan air desinfeksi tingkat

tinggi. Membersihkan cairan ketuban. Lendir dan darah. Membantu


ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.

51) Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI.

Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan

makanan yang diiinginkan.

52) Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan

dengan larutan klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih.

53) Mencelupkan sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5%,

membalikkan bagian dalam keluar dan merendamnya dalam larutan

klorin 0,5% selama 10 menit.

54) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian

keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan

kering.

55) Pakai sarung tangan bersih / DTT untuk melakukan pemeriksaan

fisik bayi.

56) Lakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir. Pastikan kondisi bayi

baik, pernapasan normal (40-60 kali/menit) dan temperature tubuh

normal (36,5-37,5 0C) setiap 15 menit.

57) Setelah 1 jam pemberian vitamin K1, berikan suntikan Hepatitis B

di paha kanan bawah lateral. Letakan bayi di dalam jangkauan ibu

agar sewaktu-waktu dapat disusukan.

58) Lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam di

dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

59) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir. Kemudian

keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan


kering.

60) Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda

vital dan asuhan kala IV (Buku pelatihan MU, 2020).

d. Pengecekan Plasenta

1) Ketebalan plasenta

Ukuran plasenta selama kehamilan pertumbuhan uterus lebih cepat

dari pada pertumbuhan plasenta, sampai kehamilan 20 minggu

plasenta menempati seperempat luas permukaan miometrium, dan

ketebalannya tidak lebih 2 – 3 cm. Menjelang kehamilan aterm

plasenta menempati sekitar seperdelapan luas permukaan

miometrium, dan ketebalannya dapat mencapai 4 – 5 cm. (JNPK-

KR, 2017)

2) Ukuran tali pusat

Tali pusat bentuknya bergulung dan berada bebas di dalam kantung

amnion, sehingga panjang tali pusat tidak mungkin dapat diukur

melalui pemeriksaan USG. Selama kehamilan tali pusat akan

bertambah panjang, dan mencapai panjang finalnya sekitar 50 – 60

cm. (JNPK-KR, 2017).

e. Partograf

1) Pengertian

Patograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan persalinan

dan informasi untuk membuat keputusan klinik. Patograf juga

sebagai pemberi peringatan pada petugas bahwa suatu persalinan

berlangsung lama, adanya gawat ibu dan janin atau bahkan ibu perlu
dirujuk. ( JNPK – KR, 2017).

Partograf dimulai pada kala satu fase aktif. Halaman depan

partograf menginstuksikan observasi dimulai pada fase aktif

persalinan dan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil-

hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan, yaitu: (JNPK – KR,

2017)

a) Informasi ibu tentang : Nama, umur, gravida, para, abortus,

nomor catatan medic/nomor puskesmas, tanggal dan waktu

mulai dirawatnya (atau juka dirumah, tanggal dan waktu

penolong persalinan mlai merawat ibu.)

b) Kondisi janin, warna dan adanya air ketuban, panyusupan

(molase) kepala.

c) Kemajuan persalinan : Pembukaan serviks, penurunan bagian

terbawah atau presentasi janin, garis waspada dan garis

bertindak.

d) Jam dan waktu : Waktu dimulainya fase aktif persalinan, waktu

actual saat pemeriksaan atau penilaian.

e) Kontrakasi uterus : Frekuensi kontraksi dalam 10 menit, lama

kontraksi (dalam detik)

f) Obatan-obatan dan cairan yang diberikan : Oksitosin, obatan-

obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.

g) Kondisi ibu : Nadi, tekanan darah, dan temperature tubuh, urin

(volume, aseton atau protein).

Mencatat temuan pada partograf


a) DJJ setiap 30 menit atau jika ada indikasi, DJJ Normal 120-160

x/menit.

b) Warna dan adanya air ketuban setiap 4 jam kemudian atau jika

ada indikasi. Menggunakan lambang

U : Selaput ketuban masih utuh

J : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih

M : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur

mekonium

D : Selaput ketuban pecah dan air ketuban bercampur darah

K : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban tidak mengalir

lagi (kering).

c) Penyusupan (molase) tulang kepala janin setiap 4 jam kemudian

atau jika ada indikasi, menggunakan lambang:

0 : Tulang-tulang kepala janin terpisah

1 : Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan

2 : Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi

masih dapat dipisahkan

3 : Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak

dapat dipisahkan.

d) Pembukaan serviks setiap 4 jam kemudian atau jika ada

indikasi. Diberi tanda ‘X’

e) Penurunan bagian terendah janin setiap 4 jam kemudian atau

jika ada indikasi. Dituliskan dengan tanda ‘O’


f) Kontraksi uterus setiap 30 menit dalam 10 menit.

g) Tanda vital: Nadi (setiap 30 menit, tanda ‘●’) tekanan darah

setiap 4 jam tanda ‘↨’ dan suhu tubuh setiap 2 jam dengan tanda

‘●’

2) Tujuan Partograf (JNPK-KR, 2017)

a) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan

menilai pembukaan serviks melalui periksa dalam.

b) Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal.

Dengan demikian juga dapat mendeteksi secara dini

kemungkinan terjadinya partus lama.

c) Data perlengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu,

kondisi bayi, grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan

medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan laboratorium,

membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang

diberikan dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status

atau rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir.

f. Robekan Perineum

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan

tidak jarang juga persalinan berikutnya. Namun hal ini dapat

dihindarkan atau dikurangi dengan jalan menjaga jangan sampai dasar

panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Dan adanya robekan

perineum ini dibagi menjadi 4 tingkat : ( JNPK – KR, 2017).

1) Derajat I: Mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum

2) Derajat II: Mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot


perineum

3) Derajat III: Mukosa vagina, komisura posterior, otot perineum, otot

sfingter ani.

4) Derajat IV: Mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot

perineum, otot spinter ani, dinding rektum.

Heacting (Menjahit Laserasi Perineum)

Tujuan menjahit laserasi atau episiotomy adalah untuk menyatukan

kembali jaringan tubuh (mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah

yang tidak perlu (memastikan hemostasis). Ingat bahwa setiap kali

jarum masuk jaringan tubuh, jaringan akan terluka dan menjadi tempat

yang potensial untuk timbulnya infeksi. Oleh sebab itu pada saat

menjahit laserasi atau episiotomy gunakan benang yang cukup panjang

dan gunakan sedikit mungkin jahitan untuk mencapai tujuan

pendekatan dan hemostasis (Rukiyah, 2014)

Macam-macam heacting (Depkes, 2012) yaitu:

1) Jahitan satu-satu

a) Jahitan simple interrupted (Jahitan satu demi satu)

Merupakan jenis jahitan yang paling dikenal dan paling banyak

digunakan. Jarak antara jahitan sebanyak 5-7 mm dan batas

jahitan dari tepi luka sebaiknya 1-2 mm. Semakin dekat jarak

antara tiap jahitan, semakin baik bekas luka setelah

penyembuhan.

b) Jahitan matras vertical


Jahitan jenis ini digunakan jika tepi luka tidak bisa dicapai hanya

dengan mengunakan jahitan satu demi satu. Misalnya di daerah

yang tipis lemak subkutisnya dan tepi luka cenderung masuk

kedalam.

c) Jahitan matras horizontal

Jahitan ini digunakan untuk menautkan fassia dan aponeurosis.

Jahitan ini tidak boleh digunakan untuk menjahit lemak subkutis

karena membuat kulit diatansa terliat lebih bergelombang.

2) Jahitan continuous

a) Jahitan jelujur

(1) Jahitan jelujur: lebih cepat dibuat, lebih kuat dan pembagian

tekanannya lebih rata bila dibandingkan dengan jahitan

terputus. Kelemahannya jika benang putus / simpul terurai

seluruh tepi luka akan terbuka.

(2) Jahitan interlocking, festoon.

(3) Jahitan kantung tembakau (tabl sac).

b) Jahitan subkutis

(1) Jahitan continous: jahitan terusan subkutikuler atau

intrademal. Digunakan jika ingin dihasilkan hasil yang baik

setelah luka sembuh. Juga untuk menurunkan tangan pada

luka yang lebar sebelum dilakukan penjahitan satu demi satu.

(2) Jahitan interrupted dermal stitch.

c) Jahitan dalam

Pada luka infeksi misalnya insisi abses, dipasang dren.Dren dapat


dibuat dari guntingan sarunga tangan fungsi dren adalah

mengalirkan cairan keluar berupa darah atau serum. ukuran 22

panjang 4 cm. jarum yang lebih panjang atau tabung suntik yang

lebih besar bisa digunkan, tapi jarum harus berukuran 22 atau

lebih kecil tergantung pada tempat yang memerlukan anesthesia.

Obat standar untuk anesthesia lokal adalah 1 % lidokain tanpa

epinefrin (silokain). Jika lidokain 1% tidak tersedia, gunakan

lidokain 2 % yang dilarutkan dengan air steril atau normal salin

dengan perbandingan 1:1.

Memberikan anestesia local

Berikan anesthesia local pada setiap ibu yang memerlukan penjahitan

laserasi atau episiotomy. Penjahitan sangat menyakitkan dan

menggunakan anesthesia local merupakan asuhan sayang ibu. Jika ibu

dilakukan tindakan episiotomy dengan anestesi lokal, lakukan

pengujian pada luka untuk mengetahui bahwa bahan anestesi masih

bekerja.sentuh luka dengan jarum yang tajam. Jika ibu merasa tidak

nyaman, ulangi pemberian anesthesia local, gunakan tabung suntik

steril sekali pakai dengan jarum. (JNPK-KR,2017).

g. Inisiasi Menyusui Dini (IMD)

Untuk mempererat ikatan batin antara ibu dan anak, setelah

dilahirkan sebaiknya bayi langsung di letakkan di dada ibunya sebelum

bayi di bersihkan. Sentuhan kulit dengan kulit mampu menghadirkan

efek psikologis yang dalam di antara ibu dan anak. Penelitian

membuktikan bahwa ASI ekslusif selama 6 bulan memang baik bagi


bayi. Naluri bayi akan membimbingnya saat baru lahir. Percayakah

anda, 1 jam pertama setelah bayi di lahirkan, insting bayi membawanya

untuk mencari puting sang bunda. Perilaku bayi tersebut di kenal

dengan istilah Inisiasi Menyusu Dini (IMD). (Maryunani, 2013)

Pada jam pertama si bayi menemukan payudara ibunya, ini adalah

awal hubungan menyusui yang berkelanjutan dalam kehidupan antara

ibu dan bayi menyusu. Setelah IMD dilanjutkan pemberian ASI ekslusif

selama 6 bulan dan di teruskan hingga 2 tahun. Berdasarkan penelitian,

jika bayi yang baru lahir di pisahkan dari ibunya, maka hormon stress

akan meningkat 50 %. Otomatis, hal ini akan menyebabkan kekebalan

aatau daya tahan tubuh bayi menurun. (Maryunani, 2013)

Jika di lakukan kontak antara kulit ibu dan bayi, maka hormon

stress akan kembali turun sehingga bayi menjadi lebih tenang, tidak

stress, pernafasan dan detak jantungnya stabil. Sentuhan, hisapan dan

jilatan bayi pada putting ibu selama proses IMD akan merangsang

keluarnya oksitosin yang menyebabkan rahim berkontraksi sehingga

membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan pada ibu

(Maryunani, 2013)

3) Teori Manajemen dan Pendokumentasian Pertolongan Asuhan

Persalinan Normal

a. Pengertian

Manajemen kebidanan pada ibu bersalin adalah proses pemecahan

masalah pada masa ibu bersalin yang digunakan sebagai metode untuk

mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah,


penemuan-penemuan, keterampilan dalam rangkaian tahapan logis

untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien.

b. Tujuan

Memberikan asuhan kebidanan yang adekuat, komprehensif dan

terstandar pada ibu intranatal dengan memperhatikan riwayat ibu

selama kehamilan, kebutuhan dan respon ibu, serta mengantisipasi

resiko-resiko yang terjadi selama persalinan.

c. Langkah-langkah (7 langkah Varney)

Terlaksananya asuhan segera/rutin pada saat Ibu bersalin (Kala I

sampai dengan Kala IV).

1) Langkah I: Tahap pengumpulan data

Pada langkah pertama ini dilakukan pengkajian dengan

mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi

keadaan klien secara lengkap.

Data diperoleh melalui:

a) Anamnesa: biodata, data demografi, riwayat kesehatan,

termasuk faktor herediter dan kecelakaan, riwayat menstruasi,

riwayat obstetri dan ginekologi (nifas dan laktasi),

biopsikospiritual dan pengetahuan klien.

b) Pemeriksaan fisik, sesuai kebutuhan dan tanda-tanda vital.

c) Pemeriksaan Khusus: Inspeksi, Palpasi, Auskultasi dan Perkusi.

d) Pemeriksaan Penunjang: Laboratorium dan diagnosa lain: USG,

Radiologi.

e) Catatan terbaru dan sebelumnya.


Data yang terkumpul ini sebagai data dasar untuk interpretasi

kondisi klien untuk menentukan langkah berikutnya.

2) Langkah II: Interpretasi data

Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap masalah atau

diagnosa berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang

telah dikumpulkan.Dirumuskan diagnosa yang spesifik, masalah

psikososial yang sedang dialami oleh wanita tersebut.

Contoh:

Diagnosa G2P1A0, hamil 39 minggu. Inpartu Kala I, fase aktif

a) Masalah: wanita tersebut tidak menginginkan kehamilan ini atau

b) Wanita tersebut takut menghadapi persalinan

Kebutuhan: Konseling atau rujukan konseling

3) Langkah III: Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial

Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosa

potensial berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah

teridentifikasi.Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila mungkin

dilakukan.Pencegahan. Bidan diharapkan waspada dan mencegah

diagnosa atau masalah potensial ini agar tidak terjadi kalau

dimungkinkan, dan bersiap-siap menghadapinya bila diagnosa atau

masalah potensial ini benar-benar terjadi.Langkah ini penting sekali

dalam melakukan asuhan yang aman.

4) Langkah IV: Menetapkan kebutuhan tindakan segera

Baik oleh Bidan maupun Dokter untuk melakukan konsultasi,

kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain Berdasarkan kondisi klien


langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses Manajemen

Kebidanan. Manajemen ini berlaku baik asuhan primer periodik dan

pada antenatal, juga selama wanita tersebut bersama bidan,

misalnya pada masa intra natal. Data baru harus terus menerus

dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data mengindikasikan bidan

harus segera bertindak untuk keselamatan Ibu dan bayi (misalnya

pendarahan antepartum, pendarahan postpartum, distosia bahu atau

pada bayi dengan nilai apgar yang rendah).

5) Langkah V: Menyusun rencana asuhan yang komprehensif

Langkah ini merupakan kelanjutan dari menejemen terhadap

diagnosa atau masalah yang telah teridentifikasi atau diantisipasi.

Pada langkah ini data atau informasi yang kurang lengkap dapat

dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi

yang sudah teridentifikasi atau setiap masalah yang berkaitan, tetapi

juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut

seperti apa yang akan terjadi selanjutnya, apakah ia membutuhkan

penyuluhan, konseling atau rujukan bila ada masalah yang berkaitan

dengan sosio-kultural, ekonomi atau psikologi. Setiap rencana

asuhan harus disetujui oleh kedua belah pihak sehingga yang

diberikan dapat efektif, karena sebagian dari asuhan akan

dilaksanakan oleh pasien.

6) Langkah VI: Pelaksanaan langsung asuhan yang efisien dan

aman

Melaksanakan asuhan menyeluruh yang telah direncanakan.


Pelaksanaan asuhan ini sebagian dilakukan oleh bidan, sebagian

dilakukan oleh klien sendiri atau oleh petugas kesehatan lainnya.

Walau bidan tidak melakukan seluruh asuhan ini sendiri, tetapi ia

tetap memiliki tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya

(misalnya memantau rencananya tetap terlaksana).

Bila perlu berkolaborasi dengan dokter misalnya karena ada

komplikasi. Manajemen yang efisien berhubungan dengan waktu,

biaya serta peningkatan mutu asuhan. Kaji ulang apakah semua

rencana telah terlaksana.

7) Langkah VII : Evaluasi

Pada langkah ini dievaluasi keefektifan asuhan yang diberikan,

apakah telah memenuhi kebutuhan asuhan yang telah teridentifikasi

dalam diagnosa atau masalah. Pelaksanaan asuhan dapat dikatakan

efektif bilamana benar-benar efektif. Ada kemungkinan sebagian

rencana tersebut terlaksana dengan efektif dan mungkin sebagian

belum. Karena proses manajemen asuhan ini merupakan proses

yang berkesinambungan maka perlu evaluasi, kenapa asuhan yang

diberikan belum efektif. Dalam hal ini perlu mengulang kembali

dari awal setiap asuhan yang belum efektif, melalui proses

manajemen, untuk mengidentifikasi mengapa proses tersebut tidak

ekeftif serta melakukan penyesuaian dan modifikasi jika memang

diperlukan.

Pendokumentasian Asuhan Kebidanan dengan SOAP

Metode empat langkah yang dinamakan SOAP (Subjektif, Objektif,


Assessment, Plan) disarikan dari proses pemikiran penatalsanaan

kebidanan, dipakai untuk mendokumentasikan asuhan pasien dalam

rekam medis sebagai catatan kemajuan pasien. Untuk

mendokumentasikan atau pencatatan asuhan dapat diterapkan dalam

bentuk ”SOAP” yaitu:

S : Data ini diperoleh dari anamnesa atau allow anamnese.

O : Hasil pemeriksaan fisik klien serta pemeriksaan diagnostik dan

pendukung lain. Data ini termasuk catatan medik pasien yang

lalu.

A : Berdasarkan data yang terkumpul, dibuat kesimpulan

berdasarkan segala sesuatu yang teridentifikasi:

1) Diagnosa

2) Antisipasi diagnosa atau masalah potensial

3) Perlu tindakan segera oleh bidan/dokter, konsultasi,

kolaborasi dan rujukan (sebagai langkah 2,3,4 dalam

manajemen Varney)

P : Pendokumentasian dari tindakan (implementasi) dan evaluasi

rencana (E) berdasarkan pada langkah 5,6,7 pada manajemen

Varney. Ini termasuk hasil observasi dan evaluasi dari

flowsheet, planning termasuk:

1) Asuhan mandiri oleh bidan.

2) Kolaborasi atau konsultasi dengan dokter nakes lain.

3) Tes diagnostik atau laboratorium.

4) Konseling atau penyuluhan.


5) Follow up

Ini semua termasuk keputusan klinik dalam prosedur tindakan

aktifitas, diet, kebutuhan, hidrasi, pendampingan dan lain-lain.

E. Masa Nifas

1. Konsep Dasar Nifas

a. Pengertian Nifas

Masa nifas (puerperium) adalah suatu periode dalam minggu-

minggu pertama setelah kelahiran. Lamanya periode ini tidak pasti,

sebagian besar mengganggapnya antara 4 sampai 6 minggu. Walaupun

merupakan masa yang relatif tidak kompleks dibandingkan dengan

kehamilan, nifas ditandai dengan oleh banyak perubahan fisiologis.

Beberapa dari perubahan tersebut mungkin hanya sedikit yang

mengganggu ibu baru, walaupun komplikasi serius juga dapat terjadi

(Cunningham, 2013).

Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari

persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-

hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu (Mochtar, 2016).

b. Tahapan Masa Nifas

Tahapan masa nifas dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu:

1) Puerperium dini

Merupakan masa kepulihan, yang dalam hal ini ibu telah

diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam,

dianggap bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.

2) Puerperium intermedial
Merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia, yang

lamanya sekitar 6 – 8 minggu.

3) Remote puerperium

Merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna,

terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai

komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung selama

berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan (Sulistyawati, 2015).

c. Perubahan Fisik, Perubahan Psikis dan Pengeluaran Lochea Pada

Masa Nifas

1) Perubahan fisik masa nifas

a) Rasa kram dan mules di bagian bawah perut akibat penciutan

rahim (involusi).

b) Keluarnya sisa-sisa darah dari vagina (lochea).

c) Kelelahan karena proses melahirkan.

d) Pembentukan ASI sehingga payudara membesar.

e) Kesulitan buang air besar (BAB) dan BAK.

f) Gangguan otot (betis, dada, perut, panggul dan bokong).

g) Perlukan jalan lahir (lecet atau jahitan).

2) Perubahan psikis masa nifas

a) Perasaan ibu berfokus pada dirinya, berlangsung setelah

melahirkan sampai hari ke 2 (fase taking in).

b) Ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan merawat bayi,

muncul perasaan sedih (baby blues) disebut fase taking hold

(hari ke 3-10).
c) Ibu merasa percaya diri untuk merawat diri dan bayinya disebut

fase letting go (hari ke-10 – akhir masa nifas).

3) Pengeluaran lochea terdiri dari:

a) Lochea rubra : lochea ini keluar pada hari pertama sampai hari

ke-4 masa post partum. Cairan yang keluar berwarna merah

karena terisi darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding

rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi) dan mekonium.

b) Lochea sanginolenta : lochea ini berwarna merah kecoklatan dan

berlendir, serta berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post

partum.

c) Lochea serosa : hari ke 7 – 14, berwarna kuning kecoklatan

terdiri dari lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga

terdiri dari leukosit dan robekan atau laserasi plasenta.

d) Lochea alba : hari ke > 14berlangsung 2-6 postpartum selesai

nifas. Mengandung leukosit.

e) Lochea purulent: lochea berbau busuk dan terinfeksi

(Sulistyawati, 2015).

d. Kunjungan Masa Nifas (Siti Saleha, 2012)

1) 6-8 jam setelah persalinan

Tujuan:

a) Mencegah terjadinya perdarahan pada masa nifas.

b) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan dan

memberikan rujukan bila perdarahan berlanjut.

c) Memberikan konseling kepada ibu atau salah satu anggota


keluarga mengenai bagaimana mencegah perdarahan masa nifas

karena atonia uteri.

d) Pemberian ASI pada masa awal menjadi ibu.

e) Mengajarkan ibu untuk mempererat hubungan antara ibu dan

bayi baru lahir.

f) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi.

2) 6 hari setelah persalinan

Tujuan:

a) Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi,

fundus di bawah umbilicus tidak ada perdarahan abnormal, dan

tidak ada bau.

b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau kelainan pasca

melahirkan.

c) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan istirahat.

Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak ada tanda-

tanda penyulit.

d) Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi,

cara merawat tali pusat, dan menjaga bayi agar tetap hangat.

3) 2 minggu setelah persalinan

Tujuan:

a) Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi,

fundus di bawah umbilicus tidak ada perdarahan abnormal, dan

tidak ada bau.

b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau kelainan pasca


melahirkan.

c) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan istirahat.

d) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak ada tanda-

tanda penyulit.

e) Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi,

cara merawat tali pusat, dan menjaga bayi agar tetap hangat.

4) 6 minggu setelah persalinan

Tujuan:

a) Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang dialami

atau bayinya.

b) Memberikan konseling untuk KB secara dini.

e. Perubahan Sistem Reproduksi

1) Uterus

a) Pembuluh darah

Terdapat peningkatan aliran darah uterus masif yang penting

untuk mempertahankan kehamilan, dimungkinkan oleh adanya

hipertrofi dan remodeling signifikan yang terjadi pada semua

pembuluh darah pelvis. Setelah pelahiran diameternya berkurang

kira-kira ke ukuran sebelum kehamilan (Cunningham, 2013).

Segmen serviks dan uterus bagian bawah, selama persalinan,

batas serviks bagian luar yang berhubungan dengan ostrium

externum. Biasanya mengalami laserasi, terutama di lateral.


Pembukaan serviks berkontraksi secara perlahan dan selama

beberapa hari setelah persalinan masih sebesar dua jari. Diakhir

minggu pertama, pembukaan ini meyempit, serviks menebal dan

kanalis endoservikal kembali terbentuk (Cunningham, 2013).

b) Involusi uterus

Segera setelah pengeluaran plasenta, fundus uteri yang

berkontraksi tersebut terletak sedikit dibawah umbilikus. Bagian

tersebut sebagian besar terdiri dari miometrium yang ditutupi oleh

serosa dan dilapisi oleh desidua basalis. Segera setelah

pascapartum, berat uteus menjadi kira-kira 1000 g. Karena

pembuluh darah ditekan oleh miometrium yang berkontraksi,

maka uterus pada bagian tersebut tampak iskemik dibandingkan

dengan uterus hamil yang hiperemis berwarna ungu-kemerahan

(Cunningham, 2013).

Tabel 2.6
Proses involusi Uteri

InvolusiUteri Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus

Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram


Placenta lahir 2 jari bawah pusat 750 gram
7 hari Pertengahan pusat 500 gram
dan simpisis
14 hari (2 minggu) Tidak teraba 350 gram
6 Minggu Normal 60 gram

(Buku Ajar; Yefi Marliandiana dkk,2015)

c) Nyeri setelah melahirkan

Pada primipara, uterus cenderung tetap berkontraksi secara toni


setelah pelahiran. Akan tetapi pada multipara, uterus sering

berkontraksi dengan kuat dengan interval tertentu dan

menimbulkan nyeri setelah melahirkan, yang mirip dengan nyeri

saat persalinan tetapi lebih ringan (Cunningham, 2013).

d) Involusi tempat perlekatan plasenta

Pengeluaran tempat perlekatan plasenta memerlukan waktu

sampai 6 minggu. Jika terjadi gangguan pada proses ini, dapat

terjadi perdarahan puerperal awitan lambat. Segera setelah

pelahiran, tempat perlekatan plasenta kira-kira seukuran telapak

tangan, namun kembali ukurannya mengecil secara cepat

(Cunningham, 2013).

e) Perdarahan pascapartum lanjut

The American Collage of Obstetricians ang Gynecologists (2006)

mendefenisikan perdarahan pascaprtum sekunder sebagai

perdarahan dalam 24 jam sampai 12 minggu setelah pelahiran

(Cunningham, 2013).

2) Lochea

Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea

mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari

dalam uterus. Lochea mempunyai reaksi basa/ alkalis yang dapat

membuat organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi asam

yang ada pada vagina normal. Lochea berbau amis atau anyir dengan

volume yang berbeda-beda pada setiap wanita. Lochea yang berbau

tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lochea mempunyai


perubahan warna dan volume karena adanya proses involusi.

(Nurjanah, 2013):

a) Lochea rubra

Muncul pada hari 1-4 hari masa postpartum dan berwarna merah

tua berisi darah dari robekan/luka pada plasneta dan sisa-sisa

selaput ketuban, sel-sel desisua dan korion, verniks kaseosa,

lanugo, sisa darah dan meconium, selama 3 hari post partum.

b) Lochea sanguinolenta

Muncul pada hari ke 4-7 hari masa postpartum dan berwarna

merah kecoklatan dan berlendir.

c) Lochea serosa

Muncul pada hari ke 7-14 hari masa postpartum dan berwarna

kuning, berisi cairan lebih sedikit darah dan lebih banyak serum,

juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta.

d) Lochea alba

Muncul selama 2-6 minggu masa postpartum dan berwarna putih

berisi leukosit, berisi selaput lendir serviks dan serabut jaringan

yang mati.

e) Lochea purulenta

Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.

f) Lochea stasis

Lochea tidak lancar keluarnya atau tertahan.

3) Vulva dan vagina

Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang


sangat besar selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari

pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap dalam

keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada

keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-

angsur akan muncul kembali, sementara labia menjadi lebih

menonjol.

Pada masa nifas, biasanya terdapat luka-luka jalan lahir. Luka pada

vagina umumnya tidak seberapa luas dan akan sembuh secara

perpriman (sembuh dengan sendirinya), kecuali apabila terdapat

infeksi. Infeksi mungkin menyebabkan sellulitis yang dapat menjalar

sampai terjadi sepsis.

4) Perinium

Segera setelah melahirkan, perinium menjadi kendur karena

sebelumnya teregang aleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada

post natal hari ke-5, perinium sudah mendapatkan kembali sebagian

tonusnya, sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum

hamil.

5) Perubahan Tanda Vital

a) Suhu tubuh

Dalam 1 hari (24 jam) post partum, suhu badan akan naik sedikit

(37,5◦ - 38◦ C) sebagai akibat kerja keras sewaktu melahirkan,

kehilangan cairan, dan kelelahan. Apabila keadaan normal, suhu

badan menjadi biasa. Biasanya, pada hari ke-3 suhu badan naik

lagi karena adanya pembentukan ASI. Payudara menjadi bengkak


dan berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila suhu tidak

turun, kemungkinan adanya infeksi pada endometrium (mastitis,

tractus genetalis, atau sistem lain).

b) Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa adalah 60-80 kali per

menit. Denyut nadi sehabis melahirkan biasanya akan lebih cepat.

Setiap denyut nadi yang melebihi 100 kali per menit adalah

abnormal dan hal ini menunjukkan adanya kemungkinan infeksi.

c) Tekanan darah

Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan tekanan

darah akan lebih rendah setelah ibu melahirkan karena ada

perdarahan. Tekanan darah tinggi pada saat post partum dapat

menandakan terjadinya pre eklampsi post partum.

d) Pernapasan

Keadaan pernapasan selalu berhubungan dengan suhu dan denyut

nadi. Bila suhu dan nadi tidak normal maka pernapasan juga

akan mengikutinya, kecuali bila ada gangguan khusus pada

saluran pencernaan.

6) Kebutuhan dasar ibu pada masa nifas

a) Nutrisi dan cairan

Kebutuhan nutri pada masa menyusui meningkat 25 % yaitu

untuk produksi ASI dan memenuhi kebutuhan cairan yang

meningkat tiga kali dari biasanya. Penambahan kalori pada ibu

menyusui sebanyak 500 kkal tiap hari. Makanan yang dikonsumsi


ibu berguna untuk melakukan aktivitas, metabolisme, cadangan

dalam tubuh, proses produksi ASI serta sebagai ASI itu sendiri

yang akan dikonsumsi bayi untuk pertumbuhan dan

perkembangannya.

b) Ambulasi

Perempuan sebaiknya melakukan ambulasi dini. Yang dimaksud

ambulasi dini adalah beberapa jam setelah melahirkan, segera

bangun dari tempat tidur dan bergerak, agar lebih kuat dan lebih

baik.

c) Eliminasi

Kebanyakan pasien dapat melakukan BAK secara spontan dalam

8 jam setelah melahirkan. Buang air kecil sendiri sebaliknya

dilakukan secepatnya. Dan buang air besar (BAB) biasanya

tertunda selama 2 sampai 3 hari setelah melahirkan.

d) Miksi

Pengeluaran air seni (urin) akan meningkat pada 24-48 jam

pertama sampai sekitar hari ke-5 setelah melahirkan. Ini terjadi

karena volume darah ekstra yang dibutuhkan waktu hamil tidak

diperlukan lagi setelah persalinan.

e) Defekasi

Sulit BAB (konstipasi) dapat terjadi karena kekuatan akan rasa

sakit, takut jahitan terbuka atau karena adanya haemorroid. Buang

air besar harus dilakukan 3-4 hari pasca persalinan.


f) Kebersihan diri

Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan

meningkatkan perasaan nyaman pada ibu.

g) Istirahat.

Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup, istirahat tidur yang di

butuhkan ibu nifas sekitar 8 jam pada malam hari dan 1 jam pada

siang hari.

h) Seksual

Hubungan seksual dapat dilakukan dengan aman ketika luka

episiotomi telah sembuh dan lochea telah berhenti.

i) Latihan/ senam nifas

Senam nifas ialah senam yang bertujuan untuk

mengembalikan otot otot terutama rahim dan perut ke keadaan

semula atau mendekati sebelum hamil.

7) Rencana KB

Pemilihan kontrasepsi harus sudah dipertimbangkan pada masa

nifas. Apabila hendak memakai kontrasepsi yang mengandung

hormon, harus menggunakan obat yang tidak mengganggu produksi

ASI.

8) Perawatan payudara

a) Anjurkan untuk menjaga kebersihan payudara terutama puting

susu

b) Ajarkan teknik-teknik perawatan apabila terjadi gangguan pada

payudara seperti, puting susu lecet dan pembengkakan payudara


c) Menggunakan BH yang menyokong payudara (Anggraini, 2015).

2. Konsep Asuhan Nifas

a. Pengertian Masa Nifas

Masa nifas adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat-alat

reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas

berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Mansyur, 2014)

b. Tujuan Asuhan Nifas

Tujuan perawatan masa nifas adalah untuk menghindarkan/

mendeteksi adanya kemungkinan adanya pendarahan postpartum dan

infeksi. Oleh karena itu, penolong persalinan sebaiknya tetap waspada,

sekurang-kurangnya satu jam postpartum untuk mengatasi

kemungkinan terjadinya komplikasi persalinan. Umumnya wanita

sangat lemah setelah melahirkan, terlebih bila partus berlangsung lama

(Dewi, 2017).

Kebijakan program nasional masa Nifas (Yanti, 2011). Kebijakan

program nasional pada masa nifas, yaitu paling sedikit empat kali

melkaukan kunjungan masa nifas, dengan tujuan untuk:

1) Menilai kondisi ksehatan ibu dan bayi

2) Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan

adanya gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya

3) Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada

masa nifas
4) Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu

kesehatan ibu nifas maupun bayinya.

Tabel 2.6
Jadwal Kunjungan Pada Masa Nifas

Kunjungan Waktu Tujuan

1. Mencegah perdarahan masa nifas


karena atonia uteri
I 6-8 jam 2. Mendeteksi dan merawat penyebab
lain perdarahan, rujuk jika
perdarahan
berlanjutan
1. Memastikan involusi uterus berjalan
normal, uterus berkontraksi, fundus
dibawah umbilicus, tidak ada
6 hari setelah perdarahan abnormal, tidak ada bau
II
persalinan 2. Menilai adanya tanda-tanda
demam, infeksi, perdarahan

2 minggu setelah Sama seperti diatas


III
persalinan (6 hari setelah persalinan)

1. Menanyakan pada ibu tentang


kesulitan- kesulitan yang ia atau bayi
6 minggu setelah alami
IV
persalinan 2. Memberikan konseling untuk KB
secara dini.

Sumber: Nurjanah, 2013

c. Tanda Bahaya pada Masa Nifas

1) Perdarahan pervaginam

Pendarahan pasca persalinan adalah pendarahan pervaginam yang

melebihi 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah

persalinan kala III. Macam-macam penyebab perdarahan yaitu


atonia uteri, robekan jalan lahir, tertinggalnya sisa plasenta, retensio

plasenta, invesio uteri. (Nurjanah, 2013)

2) Infeksi masa nifas

Infeksi kala nifas adalah perdangan pada semua alat genetalia pada

masa nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu

tubuh melebihi 38 ̊ C tanpa menghitung hari pertama dan berturut-

turut selama 2 hari dalam spuluh hari pertama post partum.

(Nurjanah, 2013)

3) Sakit kepala, nyeri epigastric dan pengelihatan kabur

Gejala-gejala ini adalah terjadinya eklamsia postpartum, bila

disertai dengan tekanna darah. (Nurjanah, 2013)

4) Pembengkakang di wajah dan ekstremitas

Ibu nifas yang mengalami bengkak pada ekstremitas perlu dicurigai

adanya varices, tromoflebitis, adanya odem. Gejalanya mengarah

pada kasus preeklamsia. (Nurjanah, 2013)

5) Demam, muntah, rasa sakit saat waktu berkemih

Pada nifas dini sensitifitas kandung kemih terhadap tegangan air

kemih di dalam vesika sering menurun akibat trauma persalinan

serta analgesia epuridal atau spinal.

(Nurjanah, 2013)

6) Pada payudara berubah menjadi merah, panas dan terasa sakit

Disebabkan oleh payudara yang tidak disusukan secara adekuat,

puting susu yang lecet, BH yang terlalu ketat, ibu dengan diet yang

tidak sesuai dengan aturan, kurang istirahat dan ibu yang memiliki
riwayat anemia. (Nurjanah, 2013).

3. Teori Manajemen dan Pendokumentasian Asuhan Kebidanan pada

Masa Nifas

a. Pengertian

Dokumentasi asuhan kebidana pada ibu nifas (postpartum)

merupakan bentuk catatan dari asuhan kebidanan yang diberikan pada

ibu nifas (post partum, yakni segera setelah kelahiran sampai enam

minggu setelah kelahiran yang meliputi pengkajian, pembuatan

diagnosis kebidanan, pengidentifikasian masalah terhadap tindakan

segera dan melakukan kolaborasi dengan dokter atau tenaga kesehatan

lain, serta menyusun asuhan kebidanan dengan tepat dan rasional

berdasarkan keputusan yang dibuat pada langkah sebelumnya.

b. Tujuan

Memberikan asuhan yang adekuat terstandar pada ibu segera

setelah melahirkan dengan memperhatikan riwayat selama kehamilan,

dalam persalinan dan keadaan segera serta merencanakan asuhan.

c. Langkah-langkah (7 langkah Varney)

Beberapa teknik penulisan dalam dokumentasi asuhan kebidanan pada

ibu nifas (postpartum) antara lain sebagai berikut:

1) Mengumpulkan data

Data yang dikumpulkan pada masa postpartum adalah sebagai


berikut: catatan pasien sebelumnya seperti catatan perkembangan

ante dan intranatal, lama postpartum, catatan perkembangan, suhu,

denyut nadi, pernapasan, tekanan darah, pemeriksaan laboratorium

dan laporan pemeriksaan tambahan, catatan obat-obatan, riwayat

kesehatan ibu seperti mobilisasi, buang air kecil, buang aur besar,

nafsu makan, ketidaknyamanan atau rasa sakit, kekhawatiran,

makanan bayi, reaksi bayi, reaksi proses melahirkan dan kelahiran,

kemudian pemeriksaan fisik bayi, tanda vital, kondisi payudara,

putting susu, pemeriksaan abdomen, kandung kemih, uterus, lochea

mulai warna, jumlah dan bau, pemeriksaan perineum, seperti

adanya edema, inflamasi, hematoma, pus, luka bekas episiotomy,

kondisi jahitan, ada tidaknya varises, refleks, dan lain-lain

2) Melakukan interpretasi data dasar

Interpretasi data dasar yang akan dilakukan adalah beberapa data

yang ditemukan pada saat pengkajian postpartum seperti:

Diagnosis: Postpartum hari pertama dengan Perdarahan nifas,

Postsectio sesaria Dan lain-lain.

Masalah: kurang informasi, Tidak pernah ANC Dan lain-lain.

3) Melakukan identifikasi diagnosis atau masalah potensial dan

mengantisipasi penanganannya

Beberapa hasil dari interpretasi data dasar dapat digunakan dalam

identifikasi diagnosis atau masalah potensial kemungkinan sehingga

akan ditemukan beberapa diagnosis atau masalah potensial pada

masa postpartum, serta antisipasi terhadap masalah yang timbul.


4) Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera atau masalah

potensial pada masa postpartum

Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi dan melakukan

konsultasi, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain berdasarkan

kondisi pasien

5) Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh

Rencana asuhan menyeluruh pada masa postpartum yang dapat

dilakukan antara lain sebagai berikut.

a) Manajemen asuhan awal puerperium

(4) Kontak dini sesering mungkin dengan bayi

(5) Mobilisasi di tempat tidur

(6) Diet

(7) Perawatan perineum

(8) Buang air kecil spontan/kateter

(9) Obat penghilang rasa sakit kalau perlu

(10) Obat tidur kalau perlu

(11) Obat pencahar

(12) Dan lain-lain

b) Asuhan lanjutan

(1) Tambahan vitamin atau zat besi jika diperlukan

(2) Perawatan payudara

(3) Rencana KB

(4) Pemeriksaan laboratorium jika diperlukan

(5) Dan lain-lain


6) Melaksanakan perencanaan

Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan rencana asuhan

kebidanan secara menyeluruh yang dibatasi oleh standar asuhan

kebidanan secara menyeluruh yang dibatasi oleh standar asuhan

kebidanan pada masa postpartum.

7) Evaluasi

Evaluasi pada masa postpartum dapat menggunakan bentuk SOAP,

sebagai berikut:

S: Data Subjektif

Berisi tentang data dari pasien melalui anamnesis (wawancara)

yang merupakan ungkapan langsung

O : Data Objektif

Data yang didapatkan dari hasil observasi melalui pemeriksaan

fisik pada postpartum

A : Analisis dan interpretasi

Berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat kesimpulan

meliputi yang akan diberikan termasuk asuhan mandiri, kolaborasi,

tes diagnosis atau laboratorium serta konseling untuk tindak lanjut

P : Pelaksanaan tindakan

adalah membuat rencana asuhan saat ini dan akan datang. Rencana

asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data.

Bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien

seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraan. P dalam

metode SOAP ini juga merupakan gambaran pendokumentasian


implementasian menejemen kebidanan menurut Helen Varney

langkah kelima, keenam dan ketujuh. Dalam planning juga harus

dicantumkan evaluation/evaluasi yaitu tafsiran dari efek tindakan

yang telah diambil untuk menilai efektifitas asuhan. (Muslihatun,

2010)

F. Bayi Baru Lahir

1. Konsep Dasar Bayi Baru Lahir

a. Pengertian Bayi Baru Lahir

Bayi baru lahir adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37-42

minggu dengan berat lahir antara 2500-4000 gram (Sondakh, 2013).

b. Fisiologi Bayi Baru Lahir

1) Berat badan 2500-4000 gram.

2) Panjang badan lahir 48-52 cm.

3) Lingkar dada 30-38 cm.

4) Lingkar kepala 33-35 cm.

5) Bunyi jantung dalam menit-menit pertama kira-kira 180×/menit,

kemudian menurun sampai 120-140×/menit.

6) Pernafasan pada menit-menit pertama kira-kira 80x/menit,

kemudian menurun setelah tenang kira-kira 40×menit.

7) Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan yang

cukup terbentuk dan diliputi vernix caseosa, Kuku panjang .

8) Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah

sempurna.

9) Genitalia: labia mayora sudah menutupi labia minora (pada


perempuan), Testis sudah turun (pada laki-laki).

10) Refleks isap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.

11) Refleksmoro sudah baik: bayi bila dikagetkan akan memperlihatkan

gerakan seperti memeluk.

12) Refleks grasping sudah baik: apabila diletakkan suatu benda diatas

telapak tangan, bayi akan menggengam / adanya gerakan refleks.

13) Refleks rooting/mencari puting susu dengan rangsangan tektil pada

pipi dan daerah mulut Sudah terbentuk dengan baik.

14) Eliminasi baik: urine dan mekonium akan keluar dalam 24 jam

pertama mekonium berwarna hitam kecoklatan.

Tabel 2.7
Nilai APGAR

sumber: (Mochtar, 2016)

2. Konsep Asuhan pada Bayi Baru Lahir

Menurut JNPK-KR, 2017, bayi baru lahir sangat rentan terhadap


infeksi yang disebabkan oleh paparan atau kontaminasi mikroorganisme

selama proses persalinan berlangsung maupun beberapa saat setelah lahir.

Sebelum menangani bayi baru lahir, pastikan penolong persalinan telah

melakukan upaya pencegahan infeksi berikut:

a. Cuci tangan dengan seksama kemudian keringkan, sebelum dan setelah

bersentuhan dengan bayi, serta memakai sarung tangan bersih pada saat

menangani bayi yang belum dimandikan. (JNPK-KR, 2017)

b. Pastikan semua peralatan dan bahan yang digunakan, terutama klem,

gunting, alat-alat resusitasi dan benang tali pusat telah di Desinfeksi

Tingkat Tinggi (DTT) atau sterilisasi. (JNPK-KR, 2017)

c. Gunakan ruangan yang hangat dan terang, siapkan tempat resusitasi yang

datar, rata, cukup keras, bersih, kering dan hangat misalnya meja, dipan

atau lantai beralas tikar. (JNPK-KR, 2017)

d. Pencegahan infeksi pada tali pusat. Upaya ini dilakukan dengan cara

merawat tali pusat yang berarti menjaga agar luka tersebut tetap bersih,

tidak terkena kencing, kotoran bayi atau tanah. Pemakaian popok bayi

diletakkan disebelah bawah tali pusat. Apabila tali pusat kotor, cuci luka

tali pusat dengan air bersih yng mengalir dan sabun, segera dikeringkan

dengan kai kassa kering dan dibungkus dengan kassa tipis yang steril dan

kering. Dilarang membubuhkan atau mengoleskan ramuan, abu dapur

dan sebagainya pada luka tali pusat, sebab akan menyebabkan infeksi dan

tetanus yang yang berakhir dengan kematian neonatal. Tanda-tanda

infeksi tali pusat yang harus diwaspadai, antara lain kulit sekitar tali

pusat bewarna kemerahan, ada pus/nanah dan berbau busuk. Mengawasi


dan segera melaporkan kedokter jika pada tali pusat ditemukan

perdarahan, pembengkakan, keluar cairan, tampak merah, atau berbau

busuk. (Muslihatun, 2010)

e. Menurut teori tali pusat akan normal berwarna putih kebiruan pada hari

pertama, mulai kering dan mengkerut atau mengecil dan akhirnya lepas

setelah 6-10 hari. (Muslihatun, 2010)

f. Pencegahan infeksi pada kulit. Beberapa cara yang diketahui dapat

mencegah terjadi infeksi pada kulit bayi baru lahir atau penyakit infeksi

lain adalah meletakkan bai di dada ibu agar terjadi kontak kulit langsung

ibu dan bayi, sehingga menyebabkan terjadinya kolonisasi

mikroorganisme yang ada di kulit ibu yang cenderung bersifat

nonpatogen, sera adanya zat antibodi bayi yang sudah terbentuk dan

terkandung dalam air susu ibu. (Muslihatun, 2010)

Pada waktu baru lahir, bayi belum mampu mengatur tetap suhu

badannya, dan membutuhkan pengaturan dari luar untuk membuatnya tetap

hangat. Bayi baru lahir harus dibungkus hangat. Suhu tubuh bayi merupakan

tolak ukur kebutuhan akan tempat tidur yang hangat sampai suhu tubuhnya

sudah stabil. Suhu bayi harus dicatat. (Saifuddin, 2014)

a. Mencegah kehilangan panas

1) Keringkan bayi segera setelah bayi lahir untuk mencegah terjadinya

evaporasi dengan menggunakan handuk atau kain (menyeka tubuh

bayi juga termasuk rangsangan taktil untuk membantu memulai

pernapasan).

2) Selimuti tubuh bayi dengan kain bersih dan hangat segera setelah
mengeringkan tubuh bayi dan memotong tali pusat. Sebeumnya ganti

handuk atau kain yang telah digunakan untuk mengeringkan tubuh

bayi. Kain basah di dekat bayi dapat meyerap panas tubuh bayi

melalui radiasi.

3) Selimuti bagian kepala karena kepala merupakan permukaan tubuh

yang relative luas dan bayi akan dengan cepat kehilangan panas jika

tidak ditutupi.

4) Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya. Sebaiknya

pemberian ASI harus dalam waktu 1 jam pertama setelah kelahiran.

5) Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat,yang paling ideal adalah

bersama ibunya agar menjaga kehangatan tubuh bayi, mendorong

ibu agar segera menyusui bayinya, dan mencegah paparan infeksi

pada bayi.

6) Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir.

Sebelum melakukan penimbangan, terlebih dahulu selimuti bayi

dengan kain yang kering dan bersih. Bayi sebaiknya dimandikan 6

jam setelah lahir. Sebelum dimandikan periksa bahwa suhu tubuh

bayi stabil (36,50C – 37,50C) (JNPK-KR, 2017)

b. Pemberiam ASI

1) Inisiasi Menyusui Dini (IMD)

Untuk mempererat ikatan batin antara ibu-anak, setelah dilahirkan

sebaiknya bayi langsung diletakkan di dada ibunya sebelum bayi itu

dibersihkan. Sentuhan kulit dengan kulit mampu menghadirkan efek

psikologis yang dalam diantara ibu dan anak. Penelitian


membuktikan bahwa ASI eksklusif selama 6 bulan memang baik bagi

bayi. Naluri bayi akan membimbingnya saat baru lahir. (Rukiyah,

2014)

Langkah Inisiasi Menyusui Dini (IMD): 1) bayi harus

mendapatkan kontak kulit dengan kulit dengan ibunya seger setelah

lahir selama paling sedikit satu jam; 2) bayi harus dibiarkan untuk

melakukan IMD dan ibu dapat mengenali bahwa bayinya siap untuk

menyusu serta memberi bantuan jika diperlukan; 3) menunda semua

prosedur lainnya yang harus dilakukan kepada bayi baru lahir hingga

inisiasi menyusu selesai dilakukan. (JNPK-KR, 2017)

2) Pencegahan Perdarahan

Semua bayi baru lahir harus diberi vitamin K1 (Phytomenadione)

injeksi 1 mg intramuskuler setelah IMD dan bayi selesai menyusu

untuk mencegah perdarahan bayi baru lahir akibat defisiensi vitamin

K yang dapat dialami oleh sebagian bayi baru lahir. (JNPK-KR,

2017)

3) Pencegahan Infeksi Mata

Salep atau tetes mata untuk pencegahan infeksi mata diberikan

setelah proses IMD selama 1 jam dan bayi selesai menyusu.

Pencegahan infeksi mata tersebut mengandung oxyetrasiklin 1% atau

antibiotika lain. Upaya pencagahan infeksi mata kurang efektif jika

diberikan > 1 jam setelah kelahiran. (JNPK-KR, 2017)

4) Pengkajian fisik bayi baru lahir

Menurut (Rukiyah, 2014) pemeriksaan fisik dilakukan secara


sistematis, mulai dari ujung kepala sampai ke ujung kaki tidak boleh

ada yang terlewatkan, karena jika ada kelainan atau cacat bawaan,

atau ada luka/ lecet akan segera diketemukan sejak awal.

Sebelum pemeriksaan fisik bagian demi bagian sebaiknya

lakukan pemeriksaan antropometri untuk tiap bagian sesuai daerah

yang dilakukan pemeriksaan, untuk mencegah bayi buka tutup

pakaian berkali-kali karena mengakibatkan suhu bayi tidak stabil,

pemeriksaan antara lain:

a) Penimbangan berat badan

Letakkan kain atau kertas pelindung dan atur skala penimbangan

ke titik nol sebelum penimbangan. Hasil timbangan dikurangi

berat alas dan pembungkus bayi, berat badan bayi lahir normal

antara 2500-4000 gram, kemudian ganti pembungkus bayi.

(Rukiyah, 2014)

b) Bagian kepala

Ukur lingkar kepala, dilakukan dari dahi kemudian melingkari

kepala kembali lagi ke dahi. Ukuran circumferensia (keliling):

(1) Circumferensia Fronto occipitalis: ± 34 cm

(2) Circumferensia Mento occipitalis: ± 35 cm

(3) Circumferensia sub occipito bregmatika: ± 32 cm

Setelah dilakukan pengukuran, maka rabalah kepala sepanjang

garis sutura dan fontanel, apakah ukuran dan tampilannya normal.

Sutura yang berjarak lebar mengindikasikan bayi preterm,

moulding yang buruk atau hidrosefalus. (Rukiyah, 2014)


Wajah. Wajah harus tampak simetris, perhatikan kelainan wajah

yang khas seperti sindrom down atau sindrom piere robin,

perhatikan juga kelainan wajah akibat trauma lahir seperti

laserasi, paresi N. facialis. (Rukiyah, 2014)

Mata. Goyangkan kepala bayi secara perlahan-lahan supaya mata

bayi terbuka, lakukan pemeriksaan terhdap : periksa jumlah,

eposisi atau letk mata; eriksa adanya strabismus yaitu koordinasi

mata yang belum sempurna; periksa adanya glaukoma kongenital,

mlanya kan tampak sebagai pembesaran kemudian sebagai

kekeruhan pada kornea. (Rukiyah, 2014)

Hidung Kaji bentuk dan lebr hidung, pada bayi cukup bulan

lebarnya harus lebih dari 2,5 cm; bayi harus bernapas dengan

hidung; periksa adanya secret yang mukopurulen yang terkadang

berddarah; periksa adanya pernapassan cuping hidung.

Mulut Perhatikan mulut bayi, bibr harus berbentuk dan simetris;

periksa adanya bibir sumbing; adanya gigi atau ranula (kista

lunak dari dasar mulut); periksa keutuhan langit-langit, terutama

pada persambungan antara palatum keras dan lunak; perhatikan

bercak putih pada gusi atau palatum yang biasanya terjadi akibat

Epistein’s pearl atau gigi; periksa lidah apakah membesar atau

sering bergerak.

Telinga diperiksa kanan dan kiri; periksa dan pastikan jumlah,

bentuk dan posisinya, betuk dan posisinya; bayi cukup bulan,

tulang rawan sudah matang; daun telinga harus berbentuk


sempurna dengan lengkungan yang jelas dibagian atas; perhatikan

letak daun telinga. (Rukiyah, 2014)

c) Leher dan Dada

Pemeriksaan leher, biasanya leher bayi pendek dan harus

diperiksa kesimetrisannya. Pergerakan harus baik. Jika ada

terdapat keterbatasan pergerakkan kemungkinan ada kelainan

tulang leher; periksa adanya trauma leher yang dapat

menyebabkan kerusakan pada fleksus brakhialis; lakukan

perabaan untuk mengidentifikasi adanya pembengkakan periksa

adanya pembesaran kelenjar thyiroid dan vena jugularis; adanya

lipatan kulit yang berlebihan di bagian belakang leher

menunjukan adanya kemungkinan trisomy 21.

Klavikula Raba seluruh klavikula untuk memastikan keutuhannya

terutma pada bayi yang lahir dengan presentasi bokong atau

distosia bahu. Periksa kemungkinan adanya fraktur.

Tangan Kedua lengan harus sama panjang, periksa dengan cara

meluruskan kedua lengan ke bawah; kedua elngan harus bebas

bergerak; perhatikan adanya polidaktili, atau sidaktili.

Dada. Ukur lingkar dada, ukur lingkar dada dari daerah dada ke

punggung kembali ke dada (pengukuran dilakukan melalui kedua

putting susu), lingkar dada ± 34 cm. pada bayi cukup bulan,

putting susu sudah terbentuk dengan baik dan tanpak simetris;

payudara dapat tampak membesar tetapi ini merupakan keadaan

yang normal. (Rukiyah, 2014)


d) Abdomen

Abdomen harus tampak bulat dan bergerak secara bersamaan

dengan gerakan dada saat bernapas. Kaji adanya pembengkakan;

jika perut cekung kemungkinan terdapat hernia diafragmatika;

abdomen yang membuncit kemungkinan karena hepato-spleno-

megali atau lainnya; jika perut kemungkinan adanya enterokolitis

vesikalis, omfalokel atau ductus omfaloentriskus persisten.

(Rukiyah, 2014)

e) Genitalia

(1) Pada bayi laki-laki panjang penis 1-1,3 cm. periksa posisi

lubang uretra. Preputusium tidak boleh ditarik karena akan

menyebabkan fimosis; periksa adanya hipospadia dan

epispadia; skrotum harus dipalpasi untuk memastikan jumlah

testis ada dua. (Rukiyah, 2014)

(2) Pada bayi perempuan cukup bulan labia mayora menutupi

labia minora; lubang uretra terpisah dengan lubang vagina;

terkadang tampak adanya secret yang berdarah dari vagina,

hal ini disebabkan oleh pengaruh hormone ibu (withdrawl

bledding). (Rukiyah, 2014)

f) Anus, rectum dan punggung

Anus dan rectum; periksa adanya kelainan atresia ani, kaji

posisinya; meconium secara umum keluar pada 24 jam pertama,

jika sampai 48 jam belum keluar kemungkinan adanya meconium

plug syndrome, megakolon atau obstruksi saluran pencernaan.


g) Tungkai

Periksa kesimetrisan tungkai dan kaki. Periksa panjang kedua

kaki dengan meluruskan keduanya dan bandingkan; kedua

tungkaiharus dapat bergerak bebas. Kurangnya gerakan berkaitan

dengan adanya trauma, misalnya fraktur, kerusakan neurolgis;

periksa adanya polidaktili atau sidaktili pada jari kaki. (Rukiyah,

2014)

h) Spinal

Periksa spinal dengan cara menelungkupkan bayi, cari adanya

tanda-tanda abnormalitas seperti spina bifida, pembengkakan,

lesung atau bercak kecil berambut yang dapatmenunjukan adanya

abnormalitas medulla spinalis atau kolumna vertebrata. Setelah

melakukan pemeriksaan punggung, lakukan pengukuran panjang

badan, dengan cara: letakkan bayi di tempat datar, dibawah

cahaya lampu sorot agar bayi tidak kedinginan, ukur panjang

badan dari kepala sampai tumit dengan kaki/ badan bayi

diluruskan. Alat ukur harus terbuat dari bahan yang tidak lentur.

(Rukiyah, 2014)

Kulit: perhatikan kondisi kulit bayi, antara lain: perisa adanya

ruam dan bercak atau tanda lahir; periksa adanya pembengkakan;

perhatikan adanya verniks kaseosa; perhatikan adanya lanugo,

jumlah yang banyak terdapat pada bayi kurang bulan. Terakhir

setelah pemeriksaan selesai. (Rukiyah, 2014)

5) Pemberian Imunisasi
Imunisasi hepatitis B bermanfaat untuk mencegah infeksi

hepatitis B terhadap bayi, terutama jalur penularan ibu-bayi. Hepatitis

B pertama diberikan 1 sampai 2 jam setelah pemberian vitamin K1,

pada saat bayi baru berumur 2 jam. Untuk bayi yang lahir di fasilitas

kesehatan dianjurkan ddiberikan BCG dan OPV pada saat sebelum

bayi pulang dari klinik. Lakukan pencatatan dan anjurkan ibu untuk

kembali untk mendapatkan imunisasi berikutnya sesuai jadwal

pemberian imunisasi. (JNPK-KR, 2017)

Pemberian vaksin hepatitis B bagi bayi menjadi penting

karena penularan yang sering terjadi adalah melalui jalan lahir dari

ibu yang menderita hepatitis B atau disebut dengan penularan

vertical.

6) Pemantauan bayi baru lahir

Tujuan pemantauan bayi baru lahir adalah untuk mengetahui aktivitas

bayi normal atau tidak dan identifikasi masalah kesehatan bayi baru

lahir yang memerlukan perhatian keluarga dan penolong persalinan

serta tindak lanjut petugas kesehatan.

a) Dua jam pertama sesudah lahir

Hal-hal yang dinilai waktu pemantauan bayi pada jam pertama

sesudah lahir meliputi: kemampuan menghisap kuat atau lemah,

bayi tampak aktif atau lunglai, bayi kemerahan atau biru.

b) Sebelum penolong persalinan meninggalkan ibu dan bayinya

Penolong persalinan melakukan pemeriksaan dan penilaian

terhadap ada tidaknya masalah kesehatan yang memerlukan


tindak lanjut, seperti: bayi kecil untuk masa kehamilan atau bayi

kurang bulan, gangguan pernafasan, hipotermia, infeksi, cacat

bawaan dan trauma lahir.

c) Rencana asuhan 2-6 hari

(1) Pemberian Minum

Beriakan ASI sesering mungkin sesuai keinginan bayi atau

sesui kebutuhan bayi setiap 2-3 jam, berikan ASI dari salah

satu payudara sampai payudara benar-benar kosong, setelah

itu kalau masih kurang baru diganti dengan payudara

sebelahnya. Berikan ASI saja sampai bayi berumur 6 bulan.

Selanjutnya pemberiaan ASI diberikan hingga anak berusia 2

tahun, dengan penambahan makanan lunak atau padat yang

disebut MPASI. Banyak sekali keuntungan yang diperoleh

dari ASI. Tidak saja dalam keuntungan pertumbuhan dan

perkembangan bayi, tapi juga hubungan kasih sayang antara

ibu dan bayi memberikan dukungan yang sangat besar

terhadap terjadinya proses pembentukan emosi positif pada

anak, dan berbagai keuntungan bagi. (Rukiyah, 2014)

(2) Menolong Buang Air besar

(3) Menolong Buang Air Kecil

(4) Kebutuhan Istiharat/Tidur

Dalam 2 minggu pertama setelah lahir, bayi normalnya sering

tidur.

(5) Menjaga kebersihan Kulit Bayi


Bayi sebaiknya dimandikan sedikitnya 6 jam setelah lahir.

Sebelum dimandikan periksa bahwa suhu tubuh bayi stabil

(suhu axila antara 36,5oC-37,5oC), jika suhu tubuh bayi

masih dibawah batas normal maka selimuti tubuh bayi

dengan longgar, tutupi bagian kepala, tempatkan bersama

dengan ibunya, tunda memandikan bayinya sampai suhu

tubuhnya stabil dalam waktu 1 jam. (Rukiyah, 2014)

3. Teori Manajemen dan Pendokumentasian pada Bayi Baru Lahir

a. Pengertian

Dokumentasi asuhan bayi baru lahir merupakan bentuk catatan dari

asuhan kebidanan yang dilaksanakan pada bayi baru lahir sampai 24 jam

setelah kelahiran yang meliputi pengkajian, pembuatan diagnosis,

pengidentifikasian masalah terhadap tindakan segera dan kolaborasi

dengan dokter atau tenaga kesehatan lain, serta penyusunan asuhan

kebidanan dengan tepat dan rasional berdasarkan keputusan yang dibuat

pada langkah sebelumnya.

b. Tujuan

Memberikan asuhan yang adekuat dan terstandar pada bayi baru lahir

dengan memperhatikan riwayat bayi selama kehamilan, dalam persalinan

dan keadaan bayi segera setelah melahirkan.

c. Langkah-langkah Varney

Beberapa teknik penulisan dalam dokumentasi asuhan bayi baru lahir

antara lain sebagai berikut:

1) Mengumpulkan data
Data yang dikumpulkan pada pengkajian asuhan bayi baru lahir

adalah sebagai berikut: adaptasi bayi baru lahir melalui penilaian

APGAR score, pengkajian keadaan fisik mulai kepala seperti ubun-

ubun, sutura, moulage, caput succedaneum atau cephal haematoma,

lingkar kepala, pemeriksaan telinga (untuk menentukan hubungan

letak mata dan kepala), tanda infeksi pada mata, hidung dan mulut

seperti pada bibir dan langitan ada tidaknya sumbing, refleks isap,

pembengkakan dan benjolan pada leher, bentuk dada, putting susu,

bunyi napas dan jantung, gerakan bahu, lengan dan tangan, jumlah

jari, refleks moro, bentuk penonjolan sekitar tali pusat, jumlah

pembuluh darah tali pusat, adanya benjolan pada perut, testis (dalam

skrotum), penis, ujung penis, pemeriksaan kaki tunggal dan tungkai

terhadap gerakan normal, ada tidaknya spina bifida, spingter ani,

verniks pada kulit, warna kulit, pembengkakan atau bercak hitam

(tanda lahir), pengkajian faktor genetic, riwayat ibu mulai antenatal,

intranatal sampai postpartum, dan lain-lain.

2) Melakukan interpretasi data dasar

Interpretasi data dasar yang akan dilakukan adalah beberapa data

yang ditemukan pada saat pengkajian bayi baru lahir seperti:

Diagnosis: bayi kurang bulan sesuai dengan masa kehamilan

Masalah: ibu kurang informasi, Ibu tidak pernah ANC

3) Melakukan identifikasi diagnosis atau masalah potensial dan

mengantisipasi penanganannya

Beberapa hasil dari interpretasi data dasar dapat digunakan untuk


mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial kemungkinan

segera akan ditemukan beberapa diagnosis atau masalah potensial

pada bayi baru lahir serta antisipasi terhadap masalah yang timbul.

4) Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera atau masalah

potensial pada bayi baru lahir

Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi dan melakukan

konsultasi dan kolaborasi dengan tim kesehatan lain berdasarkan

kondisi pasien.

5) Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh

Penyusunan rencana asuhan secara menyeluruh pada bayi baru lahir

umumnya adalah sebagai berikut:

a) Rencanakan asuhan untuk mempertahankan suhu tubuh bayi agar

tetap hangat dengan melaksanakan kontak antara kulit ibu dan

bayi, periksa setiap 15 menit telapak kaki dan pastikan dengan

periksa suhu aksila bayi.

b) Rencanakan perawatan mata dengan menggunakan obat mata

eritromisin 0,5 % atau tetrasiklin 1% untuk pencegahan penyakit

menular seksual.

c) Rencanakan untuk memberikan identitas bayi dengan

memberikan gelang yang tertulis nama bayi/ibunya, tanggal lahir,

nomor, jenis kelamin, ruang/unit.

d) Tunjukkan bayi kepada orang tua.

e) Segera kontak dengan ibu kemudian dorong untuk melakukan

melakukan pemberian ASI.


f) Berikan vitamin K1 peroral 1 mg/hari selama tiga hari untuk

mencegah perdarahan pada bayi normal, bagi bayi beresiko tinggi

berikan melalui parenteral dengan dosis 0,5-1 mg intramuscular.

g) Lakukan perawatan tali pusat.

h) Berikan konseling tentang menjaga kehangatan bayi, pemberian

ASI, perawatan tali pusat, dan tanda bahaya umum.

i) Berikan imunisasi seperti BCG, polio, dan hepatitis B.

j) Berikan perawatan rutin dan ajarkan pada ibu.

6) Melaksanakan perencanaan

Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan rencana asuhan kebidanan

yang menyeluruh dan dibatasi oleh standar asuhan kebidanan pada

bayi baru lahir

7) Evaluasi

Evaluasi pada bayi baru lahir dapat menggunakan bentuk SOAP

sebagai berikut:

S: Data Subjektif

Berisi tentang data dari pasien melalui anamnesis (wawancara) yang

merupakan ungkapan langsung seperti menangis atau informasi dari

ibu.

O: Data Objektif

Data yang didapat dari hasil observasi melalui pemeriksaan fisik pada

bayi baru lahir.

A: Analisis dan Interpretasi

Berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat kesimpulan


meliputi diagnosis atau masalah potensial, serta perlu tidaknya

tindakan segera

P: Perencanaan

Merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan termasuk

asuhan mandiri, kolaborasi, tes diagnosis atau laboratorium, serta

konseling untuk tindak lanjut.

G. Komplementer

Komplementer adalah penggunaan terapi tradisional ke dalam

pengobatan modern (Andrews et al., 1999). Terapi komplementer di bagi

menjadi 2 menurut Hitchcock et al., (1999), yaitu:

1) Invasif dan noninvasif. Contoh terapi komplementer invasif adalah

akupuntur dan cupping (bekam basah) yang menggunakan jarum dalam

pengobatannya.

2) Non-invasif seperti terapi energi (reiki, chikung, tai chi, prana, terapi

suara), terapi biologis (herbal, terapi aroma, terapi nutrisi, food combining,

terapi jus, terapi urin, hidroterapi colon dan terapi sentuhan modalitas;

akupresur, pijat bayi, refleksi, reiki, rolfing, dan terapi lainnya.

Pelayanan kebidanan komplementer adalah pilihan untuk mengurangi

intervensi medis baik saat masa kehamilan, persalinan maupun masa nifas.

Terapi Komplementer merupakan metode penyembuhan yang caranya berbeda

dari pengobatan konvensional di dunia kedokteran, yang mengandalkan obat

kimia dan operasi, yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan. Banyak terapi
modalitas yang digunakan pada terapi komplementer mirip dengan tindakan

perawatan seperti teknik sentuhan, masase dan manajemen stress.

Komplementer adalah cabang ilmu yang menerapkan pengobatan non

konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang

berfungsi sebagai terapi suportif untuk mengontrol gejala, meningkatkan

kualitas hidup, dan berkontribusi terhadap penatalaksanaan pasien secara

keseluruhan, diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas,

keamanan dan efektifitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik

tapi belum diterima dalam kedokteran konvensional.

Walaupun di Indonesia belum ada Undang-Undang yang mengatur

secara khusus tentang pelaksanaan pelayanan kebidanan komplementer,

namun penyelenggaraan pengobatan komplementer secara umum telah diatur

dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang

pengobatan komplementer-alternatif. Pelayanan kebidanan komplementer

merupakan bagian dari penerapan pengobatan komplementer dan alternatif

dalam tatanan pelayanan kebidanan.

Sesuai dengan Peraturan Menteri dan alternatif adalah pengobatan non

konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan

kualitas, keamanan dan No.1109/Menkes/Per/IX/2007) Bagi banyak bidan dan

wanita, pelayanan kebidanan komplementer adalah pilihan untuk mengurangi

intervensi medis saat hamil dan melahirkan, dan berdasarkan pengalaman hal

tersebut cukup membantu. Namun, sebagian besar terapi ini tidak dianggap
bermakna dalam pengobatan konvensional. (Ernst&Watson, 2012).

Hal ini disebabkan oleh kelangkaan dalam hal bukti klinis dan informasi

yang diterbitkan sehubungan dengan efektivitas pelayanan kebidanan

komplementer pada kehamilan, persalinan dan nifas. Meskipun demikian,

seperti yang telah disebutkan dalam paragraf pertama bahwa telah terjadi

peningkatan tajam dalam jumlah dan berbagai informasi mengenai terapi

komplementer dalam kebidanan selama satu dekade terakhir. (Ernst&Watson,

2012).

1. Teknik Brith Ball

Birth ball adalah bola terapi fisik yang membantu ibu inpartu kala I ke

posisi yang membantu kemajuan persalinan. Sebuah bola terapi fisik yang

membantu kemajuan persalinan dan dapat digunakan dalam berbagai posisi.

Salah satu gerakannya yaitu dengan duduk di bola dan bergoyang-goyang

membuat rasa nyaman dan membantu kemajuan persalinan dengan

menggunakan gravitasi sambil meningkatkan pelepasan endorfin karena

elastisitas dan lengkungan bola merangsang reseptor di panggul yang

bertanggung jawab untuk mensekresi endorfin (Gau & Tian S-H, 2011).

Meski bola kelahiran sudah banyak digunakan di berbagai pengaturan

kelahiran dan diyakini sederhana, efektif dan metode pendukung untuk

menghilangkan rasa nyeri yang aman bagi wanita yang sedang dalam proses

persalinan. Birth ball bisa mengurangi nyeri persalinan dan tingkat

kecemasan pada ibu bersalin, dan hasil penelitian menunjukan bahwa

banyak ibu bersalin merasa puas dengan penggunaan birth ball. Birth ball

tampak mengurangi rasa nyeri persalinan dan menawarkan kepada ibu


bersalin cara alternatif untuk manajemen rasa sakit selama persalinan (Hau

& Kwan W, 2012). Penggunaan birth ball selama persalinan mencegah ibu

dalam posisi terlentang secara terus-menerus. Salah satu penelitian tentang

birth ball yang dilakukan oleh Kwan et al, yaitu evaluasi penggunaan birth

ball pada intrapartum memberi kontribusi dalam meningkatkan efikasi diri

ibu selama persalinan dan mengurangi rasa sakit. Sebanyak 66%

melaporkan penurunan tingkat nyeri setelah menggunakan birth ball, 8%

melaporkan nyeri yang lebih dari sebelumnya, 26% melaporkan tidak ada

perubahan dalam tingkat nyerinya (Gau & Tian S-H, 2011). Dalam hal

kepuasan pemakaian, 84% menyatakan birth ball dapat meredakan nyeri

kontraksi, 79% dapat meredakan nyeri punggung dan 95% menyatakan

nyaman ketika menggunakan birth ball. Manfaat yang didapatkan dengan

menggunakan birth ball selama persalinan adalah mengurangi rasa nyeri,

dan kecemasan, meminimalkan penggunaan petidin, membantu proses

penurunan kepala, mengurangi durasi persalinan kala I, meningkatkan

kepuasan dan serta kesejahteraan ibu-ibu (Hau & Kwan W, 2012). Latihan

birth ball dapat meningkatkan mobilitas panggul ibu hamil. Latihan ini

dilakukan dalam posisi tegak dan duduk, yang diyakini untuk mendorong

persalinan dan mendukung perineum untuk relaksasi dan meredakan nyeri

persalinan (RW, 2013).

2. Teknik Rebozo

Teknik Rebozo salah satu teknik yang bertujuan melahirkan tanpa jahitam

atau robekan, dan tidak mengejan sama sekali. Rebozo berasal dari bahasa

Spanyol yang berarti shawl atau lebih mudah kita kenal dengan nama
selendang. Bahannya pun bisa bermacam-macam, bisa dari katun, campuran

serat iber sintesis, wool dan lain-lain.

a. Rebozo shifting, pada teknik ini ibu yang sedang dalam fase persalinan

diminta untuk berlutut atau bertopang pada gym ball. Pasangan

melilitkan kain jarik dibagian perut ibu. Ketika ibu mulai merasakan

kontraksi, pendamping persalinan akan menarik kain dan mengoyang-

goyangkan bagian perut ibu secara lembut. Gerakan ini membantu ibu

merasa lebih nyaman. Lilitan yang tepat akan membuat ibu merasa

dipeluk dan memicu keluarnya hormone oksitosin yang bisa membantu

proses persalinan lebih lancar.

b. Teknik kedua dengan cara berlutut dan pendamping persalinan memalut

bagian bokong dengan kain jarik. Ketika kontraksi datang, pendamping

akan menggerak-gerakan kain sehingga bokong bergoyang lembuut ke

kiri dan ke kanan. Selain membuat nyaman ibu, rebozo juga membantu

memberikan ruang pelvis yang lebih luas untuk ibu sehingga bayi lebih

mudah menuruni panggul dan proses persalinan cepat.

c. Meskipun relative aman, tidak semua ibu hamil diperbolehkan

melakukan teknik ini selama persalinan, jangan melakukan teknik ini jika

pada kehamilan mengalami plasenta previa, memiliki riwayat perdarahan

dan kehamilan serta janin sensitive terhadap gerakan. Teknik rebozo ini

dapat dilakukan pada kehamilan di atas 37 minggu (Armiyanti, 2020).

3. Massage Effleurage

a. Pengertian

Massage Effleurage, pijat oksitosin dan senam nifas merupakan


teknik massase yang aman, nyaman, mudah untuk dilakukan, tidak

memerlukan banyak alat, tidak memerlukan biaya, tidak memiliki efek

samping dan dapat dilakukan sendiri (Ekowati, dkk 2011).

Massage Effleurage adalah teknik pijatan yang dilakukan untuk

membantu mempercepat proses pemulihan nyeri dengan menggunakan

sentuhan tangan untuk menimbulkan efek relaksasi. Effleurage

merupakan manipulasi gosokan yang halus dengan tekanan relatif ringan

sampai kuat, gosokan ini mempergunakan seluruh permukaan tangan satu

atau permukaan kedua belah tangan, sentuhan yang sempurna dan arah

gosokan selalu menuju ke jantung atau searah dengan jalannya aliran

pembulu darah balik, maka mempunyai pengaruh terhadap peredaran

darah atau membantu mengalirnya pembulu darah balik kembali ke

jantung karena adanya tekanan dan dorongan gosokan tersebut.

Effleurage adalah suatu pergerakan stroking dalam atau dangkal,

effleurage pada umumnya digunakan untuk membantu pengembalian

kandungan getah bening dan pembuluh darah di dalam ekstremitas

tersebut. Effleurage juga digunakan untuk memeriksa dan mengevaluasi

area nyeri dan ketidakteraturan jaringan lunak atau peregangan kelompok

otot yang spesifik (Alimah, 2012).

b. Efek Massage Effleurage

Menurut Wijanarko dan Riyadi (2010), ada beberapa efek massage yaitu:

1) Efek terhadap peredaran darah dan lymphe

Massage effleurage menimbulkan efek memperlancar peredaran

darah. Manipulasi yang dikerjakan dengan gerakan atau menuju ke


arah jantung, secara mekanis akan membantu mendorong pengaliran

darah dalam pembulu vena menuju ke jantung. Massage juga

membantu pengaliran cairan limphe menjadi lebih cepat, ini berarti

membantu penyerapan sisa-sisa pembakaran yang tidak digunakan

lagi.

2) Efek terhadap otot

Massage effleurage memberikan efek memperlancar proses

penyerapan sisa-sisa pembakaran yang berada di dalam jaringan otot

yang dapat menimbulkan kelelahan. Dengan manipulasi yang

memberikan penekanan kepada jaringan otot maka darah yang ada di

dalam jaringan otot, yang mengandung zat-zat sisa pembakaran yang

tidak diperlukan lagi terlepas keluar dari jaringan otot dan masuk

kedalam pembuluh vena. Kemudian saat penekanan kendor maka

darah yang mengandung bahan bakar baru mengalirkan bahan tersebut

ke jaringan, sehingga kelelahan dapat dikurangi. Selain itu massage

juga memberi efek bagi otot yang mengalami ketegangan atau

pemendekan karena massage pada otot berfungsi mendorong

keluarnya sisa-sasa metabolisme, merangsang saraf secara halus dan

lembut agar mengurangi atau melemahkan rangsang yang berlebihan

pada saraf yang dapat menimbulkan ketegangan.

3) Efek massage terhadap kulit

Massage effleurage memberikan efek melonggarkan perlekatan dan

menghilangkan penebalan-penebalan kecil yang terjadi pada jaringan

di bawah kulit, dengan demikian memperbaiki penyerapan.


4) Efek massage terhadap saraf

Sistem saraf perifer adalah bagian dari sistem saraf yang di dalam

sarafnya terdiri dari sel-sel saraf motorik yang terletak di luar otak dan

susmsum tulang belakang. Sel-sel sistem saraf sensorik mengirimkan

informasi ke sistem saraf pusat dari organorgan internal atau dari

rangsangan eksternal. Sel sistem saraf motorik tersebut membawa

informasi dari sistem saraf pusat (SSP) ke organ, otot, dan kelenjar.

Sistem saraf perifer dibagi menjadi dua cabang yaitu sistem saraf

somatik dan sistem saraf otonom. Sistem saraf somatic terutama

merupakan sistem saraf motorik, yang semua sistem saraf ke otot,

sedangkan sistem saraf otonom adalah sistem saraf yang mewakili

persarafan motorik dari otot polos, otot jantung dan sel-sel kelenjar.

Sistem otonom ini terdiri dari dua komponen fisiologis dan anatomis

yang berbeda, yang saling bertentangan yaitu sistem saraf simpatik

dan parasimpatik, dapat melancarkan sistem saraf dan meningkatkan

kinerja saraf sehingga tubuh dapat lebih baik.

5) Efek massage terhadap respon nyeri

Menurut Alimul (2009), prosedur tindakan massage dengan teknik

effleurage efektif dilakukan 10 menit untuk mengurangi nyeri.

Stimulasi massage effleurage dapat merangsang tubuh melepaskan

senyawa endorphin yang merupakan pereda sakit alami dan

merangsang serat saraf yang menutup gerbang sinap sehingga

transmisi impuls nyeri ke medulla spinalis dan otak di hambat. Selain

itu teori gate control mengatakan bahwa massage effleurage


mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A – beta yang lebih besar

dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut

dan delta A berdiameter kecil (Fatmawati, 2017).

Sejauh ini massage effleurage telah banyak digunakan untuk

mengurangi nyeri persalinan. Massage effleurage dapat mengurangi

nyeri selama 10-15 menit. Massage effleurage membantu ibu merasa

lebih segar, rileks, dan nyaman selama persalinan, lebih bebas dari

rasa sakit, seperti penelitian Fatmawati (2017), dengan judul

efektifitas massage effleurage terhadap pengurangan sensasi rasa nyeri

persalinan pada ibu primipara, dalam penelitian ini di dapatkan hasil

bahwa nyeri persalinan sebelum massage effleurage nyeri sedang

sedangkan setelah massage effleurage menjadi nyeri ringan, hal ini

berarti massage effleurage efektif terhadap pengurangan sensasi rasa

nyeri persalinan kala I pada ibu bersalin primipara.

4. Teknik Pijat Oksitosin

Pijat oksitosin adalah suatu tindakan pemijatan tulang belakang mulai dari

nervus ke 5-6 sampai scapula yang akan mempercepat kerja saraf

parasimpatis untuk menyampaikan perintah ke otak bagian belakang

sehingga oksitosin keluar. Pijat oksitosin ini dilakukan untuk merangsang

refleks oksitosin Atau let down reflex. Selain untuk merangsang let down

reflex manfaat pijat oksitosin adalah memberikan kenyamanan pada ibu,

mengurangi bengkak, mengurangi sumbatan ASI, Merangsang pelepasan

hormone oksitosin, mempertahankan produksi ASI.

Manfaat pijat oksitosin bagi ibu nifas dan ibu menyusui, diantaranya:
1) Mempercepat penyembuhan luka bekas implantasi plasenta.

2) Mencegah terjadinya perdarahan post partum.

3) Dapat mempercepat terjadinya proses involusi uterus.

4) Meningkatkan produksi ASI.

5) Meningkatkan rasa nyaman pada ibu menyusui.

6) Meningkatkan hubungan psikologis antar ibu dan keluarga.

Efek fisiologis dari pijat oksitosin ini adalah merangsang kontraksi otot

polos uterus baik pada proses saat persalinan maupun setelah persalinan.

5. Teknik Brain gym

Brain gym atau senam otak adalah rangkaian gerakan dan sentuhan yang

bisa merangsang otak agar dapat bekerja secara optimal. Aktivitas sederhana

tersebut dapat mengalirkan energy vitalitas ke otak. Dengan demikian saraf

otak akan dapat berkembang lebih pesat sehingga dapat memaksimalkan

potensi penuhnya.

Manfaat brain Gym bagi perkembangan anak:

a. Membuat tubuh lebih bersemangat

b. Merangsang fungsi otak

c. Meningkatkan daya ingat.

Gerakan Brain Gym sesuai usia 0-6 Bulan

a. Sakelar Otak

Gerakan sakelar otak ini bermanfaat untuk mengoptimalkan keterampilan

motorik halus baby. Caranya: gunakan satu tangan untuk memijat

jaringan lunak di bawah tulang selangka di kiri dan kanan tulang dada

selama 20 hingga 30 menit. Tidak hanya itu, gunakan tangan yang satu
lagi untuk memijat bagian sebelah kanan atau kiri pusar.

b. Tombol Bumi

Gerakan ini berfungsi untuk mengaktifkan energy otak tengah sehingga

dapat menyeimbangkan emosi dan mengatifkan kemampuan melihat atas

dan bawah. Gerakannya hanya dengan memijat titik dibawah bibir

dengan satu tangan, sementara tangan lain di tulang kemaulan.

c. Tombol Angkasa

Gerakan ini menstimulus energy ke otak dengan memijat titik di atas

bibir dengan satu tangan, sementara tangan lain memegang tulang ekor.

Tombol angkasa ini juga bagus untuk menyimbangkan kemampuan

melihat jauh dekat serta menyeimbangkan emosi si kecil.

Anda mungkin juga menyukai