Anda di halaman 1dari 25

ANALISA PENGARUH AL-QAWAID AL-USHULIYYAH DAN

FIQHIYYAH TERHADAP PERBEDAAN PENDAPAT DALAM FIQIH


(KASUS HUKUMAN UNTUK TINDAK PIDANA KORUPSI)

Jumal Ahmad
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jl.Kertamukti No.5, Pisangan Barat, Cireundeu, Ciputat Timur, Tangerang Selatan
E-mail: ahmadbinhanbal@gmail.com

A. Pendahuluan

Salah satu fenomena yang sangat memprihatinkan dalam kehidupan


masyarakat dan bangsa Indonesia pada beberapa dekade terakhir ini ialah
maraknya korupsi. Korupsi, telah menempatkan Indonesia pada jajaran negara
terkorup di dunia. Kenyataan ini merupakan suatu ironi, apabila dikaitkan dengan
keberadaan Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.
Bahkan, umat Islam negeri ini dikenal sebagai muslim yang paling bersemangat
dalam melaksanakan upacara ritual keagamaan (ibadah). Masjid dan mushala ada
di mana-mana. Adalah suatu hal yang naif apabila kenyataan ironis di atas
ditimpakan kepada Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas penduduk.

Islam datang untuk membebaskan dan memerangi sistem ketidakadilan


bukan malah untuk melegalisasi praktek-praktek yang melahirkan eksploitasi dan
ketidakadilan. Untuk itu perlu kerja keras untuk memperkenalkan konsep Islam
dalam segala aspek kehidupan termasuk dalam masalah konsep korupsi.

Makalah ini bertujuan menalar lebih jauh tentang aturan normatif korupsi di
Indonesia dalam tinjauan Hukum Pidana Islam dengan melihat sisi dalil Al-Quran,
hadits dan penerapan kaidah ushul dan fiqihnya.
----------------------------------------------------------------------------------------------

B. Pembahasan

1. Pengertian Korupsi

Korupsi berasal dari satu kata dalam bahasa Latin yakni corruptio atau
corruptus yang disalin ke berbagai bahasa. Istilah corruptio diserap dalam bahasa
Inggris menjadi corruption atau corrupt, sedangkan dalam bahasa Belanda
terbentuk kata corruptie (korruptie). Dari istilah bahasa Belanda inilah yang
kemudian dipakai oleh orang Indonesia dalam penyebutan istilah korupsi. Secara
harfiah, korupsi ialah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat
disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang
menghina atau memfitnah.1

Korupsi menurut Henry Campbell Black dalam Black’s Law Dictionary


adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu
keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak lain
secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu
keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain, bersamaan dengan
kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain.2

Dalam pengertian lain disebutkan oleh Vito Tanzi korupsi sebagai


“perilaku tidak mematuhi prinsip, dilakukan oleh perorangan di sektor swasta atau
pejabat publik. Dan keputusan dibuat berdasarkan hubungan pribadi atau keluarga,
menimbulkan konflik kepentingan dan nepotisme”.3 Senada dengan Robert Brooks
yang mendefinisikan korupsi sebagai “dengan sengaja melakukan kesalahan atau
melalaikan tugas yang diketahui sebagai kewajiban, atau tanpa hak menggunakan

1
Drs. Adami Chazawi, SH, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di
Indonesia, Malang: IKAPI Jatim, 2005, Hal.1. Lihat juga Andi Hamzah, Pemberantasan
Korupsi Melalui Pidana Nasional dan Internasional, Ed. 2 (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2006), h. 4-5.
2
Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary, Edisi VI, West Publishing, St.
Paul Mineosta, 1990
3
Vito Tanzi, Corruption, Governmental Activities and Markets, IMF Working
Paper, Agustus 1994

2
----------------------------------------------------------------------------------------------

kekuasaan, dengan tujuan memperoleh keuntungan yang sedikit banyak bersifat


pribadi”.4

Pakar Hukum Pidana, Andi Hamzah menyebutkan bahwa Indonesia adalah


negara pertama di Asia yang memiliki UU Antikorupsi. Tahun 1957, terdapat
Peraturan Penguasa Militer No. PRT/PM/061957 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Tahun 1958, Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat
5
Jenderal Abdul Haris Nasution mengeluarkan peraturan antikorupsi. Dilihat dari
subtansinya, peraturan di atas sudah relatif bersifat progressif dengan
memperlakukan kejahatan korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary
crime) yang harus ditangani secara hukum materil dan formil yang luar biasa juga.
Bahkan lewat peraturan ini, Jaksa Agung pada waktu itu bapak Soeprapto
membawa Menteri Luar Negeri (alm. Roeslan Abdul Gani) ke meja hijau dengan
dugaan korupsi.6

Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-


Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan korupsi adalah usaha memperkaya diri
atau orang lain atau suatu korporasi dengan cara melawan hukum yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.7

Berdasarkan definisi korupsi yang digambarkan oleh hukum yuridis di atas,


maka yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi adalah setiap tindakan yang
bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena

4
Robert C. Brooks, Corruption in American Politics and Life, (New York: Dood,
Mead and Company, 1910)
5
Andi Hamzah, Perbandingan Pemberantasan Korupsi di Berbagai Negara,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hal. 78
6
JM. Muslimin, Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi dalam Lintasan
Sejarah Indonesia, dalam buku “Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi”, (Jakarta:
CSRC UIN Syarif Hidayatullah, 2006), hal. 138-139
7
Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3
----------------------------------------------------------------------------------------------

jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuntungan negara atau


perekonomian negara digolongkan dalam kejahatan tindak pidana korupsi.

2. Korupsi dalam Perspektif Al-Quran dan Hadits

Istilah korupsi bukan berasal dari bahasa Arab yang merupakan bahasa
Al-Quran dan Hadits sebagai sumber utama hukum Islam. Meski demikian, para
ulama menemukan beberapa istilah dalam Al-Quran dan Hadits yang pengertian
dan unsurnya terkandung dalam pengertian korupsi. Istilah tersebut adalah: ghulul
(penggelapan), risywah (suap), ghasab (mengambil secara paksa hak/harta orang
lain), sariqah (pencurian), dan khiyânah (pengkhianatan). Berikut ini dalil Al-Quran
dan Hadits yang menjadi landasan hukumnya.

1. Ghulul (Penggelapan)

Secara etimologis, dalam al-Mu’jam al-Wasit bahwa kata ghulul berasal


dari kata kerja (‫)غلل يغلل‬, yang dapat diartikan dengan berkhianat dalam pembagian
harta rampasan perang atau dalam harta-harta lain.

Definisi ghulul secara terminologis dikemukakan oleh Rawas Qala’arji dan


Hamid Sadiq Qunaibi yang diartikan mengambil sesuatu dan menyembunyikannya
dalam hartanya. Dalam kitab Al-Zawajir dijelaskan bahwa ghulul adalah tindakan
mengkhususkan/memisahkan yang dilakukan oleh seorang tentara, baik ia seorang
pemimpin atau bukan prajurit terhadap harta rampasan perang sebelum dibagi,
tanpa menyerahkannya kepada pemimpin untuk dibagi menjadi lima bagian,
walaupun harta yang digelapkan hanya sedikit.

Ayat Al-Quran yang menyebutkan ghulul adalah Qs. Ali Imran ayat 61.

‫و َوُى ْل َ يَُْلَ ُنو َن‬ ٍ ٍْ َْ ‫ت ِِبَا َغ َّل يَ ْوَم الْ ِقيَ َام ِة ُثَّ َُ َو َّك ى ُك َنل‬
ْ َََْ ‫م َما َك‬
ِ ْ‫وما َكا َن لِنَِِب أَ ْن ي غُ َّل ومن ي ْغلُل يأ‬
َ ْ َ ْ َ َ َ ٍّ ََ
“Dan tidak mungkin seorang Nabi berkhianat (dalam urusan harta perang).
Barangsiapa berkhianat, niscaya pada hari Kiamat dia akan dating membawa apa
yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang
sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak didzalimi”.

4
----------------------------------------------------------------------------------------------

Rasulullah SAW dalam beberapa hadits memperjelas makna ghulul pada


beberapa bentuk:

a. Komisi yaitu tindakan seseorang yang mengambil sesuatu/penghasilan dari


luar gajinya yang telah ditetapkan.

ِ َ َ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َل ق‬


‫ك‬ َ ‫استَ ْع َن ْلنَاهُ َعلَى َع َن ٍل فَ َرَزقْ نَاهُ ِرْزقًا فَ َنا أ‬
َ ‫َخ َذ بَ ْع َد ذَل‬ ْ ‫ال َم ْن‬ ِّ ِ‫َع ْن الن‬
َ ‫َِّب‬
‫ول‬
ٌ ُ‫فَ ُه َو غُل‬
“Siapa saja yang telah aku angkat sebagai pekerja dalam satu jabatan
kemudian aku berikan gaji, maka sesuatu yang diterima di luar gajinya
adalah ghulul (korupsi)”. (HR. Abu Dawud)

b. Hadiah yaitu orang yang mendapatkan hadiah karena jabatan yang melekat
pada dirinya.

َ َ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َل ق‬


‫ال َى َدايَا الْ ُع َّن ِال ُغلُ ْوٌل‬ ِ َّ ‫أ‬
َ ‫َن َر ُس ْو َل اهلل‬

“Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Hadiah yang diterima para


pejabat adalah penggelapan (korupsi)”. (HR. Ahmad)

Nurul Irfan menyebutkan berdasarkan definisi di atas, awalnya ghulul


hanya terbatas pada tindakan pengambilan, penggelapan atau berlaku curang dan
khianat terhadap harta rampasan perang, Akan tetapi, dalam pemikiran berikutnya
berkembang menjadi tindakan curang dan khianat terhadap harta-harta lain, seperti
tindakan penggelapan terhadap harta baitul mal, harta milik bersama kaum muslim,
harta bersama dalam suatu kerja bisnis, harta negara, harta zakat dan lain-lain.8

2. Risywah (Suap)

Risywah berasal dari bahasa Arab (‫ )رشا يزشو‬yaitu upah, hadiah, komisi,
atau suap. Secara terminologi, risywah adalah suatu pemberian yang diberikan
seseorang kepada hakim, petugas atau pejabat tertentu dengan tujuan yang
diinginkan kedua belah pihak, baik pemberi maupun penerima. Risywah melibatkan

8
Muhammad Nurul Irfan, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dalam Perspektif
Fiqik Jinayah, Arsip Disertasi UIN, hal. 84

5
----------------------------------------------------------------------------------------------

tiga unsur utama, yaitu pihak pemberi (al-raashi), pihak penerima (al-murtashi) dan
barang bentuk serta jenis pemberian yang diserahterimakan.

Ayat Al-Quran yang menunjukkan pengertian risywah adalah Qs.


Al-Maidah: 42

ِ ‫لَح‬
‫و‬ ِ َّ ‫ب أ‬ ِ ‫اعو َن لِْل َك ِذ‬
ْ ‫َكالُو َن ل َن‬ ُ َّ‫ََس‬

Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak
memakan yang haram.

Menurut Ibnu Mas'ud dan Ali bin Abi Talib, makna suht adalah suap.

Hadits yang menerangkan pelarangan perbuatan risywah:

ْ ‫الر ِاش َي َوالْ ُن ْرَ ِش َي ِِف‬


‫اْلُ ْك ِل‬ َّ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َل‬ ِ ُ ‫ال لَعن رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ ُ َ َ َ َ َ‫َع ْن أَِِب ُىَريْ َرةَ ق‬
“Bahwa laknat Allah akan ditimpakan kepada orang yang menyuap dan yang
disuap dalam masalah hukum” (HR.Bukhari)

‫ش يَ ْع ِِن الَّ ِذي َيَْ ِشي بَْي نَ ُه َنا‬ ِ َّ ‫الر ِاشي والْنرَ ِشي و‬
َ ‫الرائ‬
ِ
َ َ ْ ُ َ َ َّ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َل‬
ِ ُ ‫ال لَعن رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ ُ َ َ َ َ َ‫َع ْن ثَ ْوبَا َن ق‬
Rasulullah melaknat penyuap dan penerima suap dan yang terlibat di dalamnya.
(HR. Ahmad)
Az-Zahabi dalam Kitab Al-Kabair memasukkan suap dalam dosa besar
yang ke-22.9

3. Ghasab (mengambil secara paksa hak orang lain)

Ghasab berasal dari kata kerja (‫ )غصب يغصب غصبا‬yang berarti mengambil
sesuatu secara paksa dan zalim. Secara istilahi, ghasab dapat diartikan sebagai
upaya untuk menguasai hak orang lain secara permusuhan/terang-terangan.

Menurut Nurul Irfan, ghasab adalah mengambil harta atau menguasai hak
orang lain tanpa izin pemiliknya dengan unsur pemaksaan dan terkadang dengan
kekerasan serta dilakukan dengan cara terang-terangan. Karena ada unsur terang-

9
Az-Zahabi, Kitab Al-Kabair, hal. 112

6
----------------------------------------------------------------------------------------------

terangan, maka ghasab berbeda dengan pencurian dimana salah satu unsurnya
adalah pengambilan barang secara sembunyi-sembunyi.10

Ayat Al-Qur‟an yang melarang perbuatan tersebut ada dalam surat An-
Nisa:29 dan Al-Baqarah: 188

‫اض ِمْن ُك ْل َوَ َ ْقتُلُوا‬ ِ ْْ‫يا أَيَنها الَّ ِذين آمنُوا َ َأْ ُكلُوا أَموالَ ُكل ب ي نَ ُكل بِال‬
ٍ ‫اط ِل إَِّ أَ ْن َ ُكو َن ِِتَ َارةً َع ْن َ َر‬َ ْ َْ ْ َ ْ َ َ َ َ
ِ ِ ِ
ً ‫أَْْ ٍُ ََ ُك ْل إ َّن اللَّوَ َكا َن ب ُك ْل َرح‬
‫ينا‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Qs. An-Nisa’: 29)

ِ ‫اْلُ َّك ِام لِتَأْ ُكلُوا فَ ِري ًقا ِم ْن أ َْم َو ِال الن‬
ِْ ِ‫َّاس ب‬
‫اْ ِْث َوأَْْتُ ْل َ ْعلَ ُنو َن‬ ْ ‫اط ِل َوَُ ْدلُوا ِِبَا إِ ََل‬
ِ ْْ‫وَ َأْ ُكلُوا أَموالَ ُكل ب ي نَ ُكل بِال‬
َ ْ َْ ْ َ ْ َ
“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan
(janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada hakim, dengan maksud agar
kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal
kamu mengetahui”. (Qs. Al-Baqarah: 188)

Kedua ayat ini menegaskan bahwa Allah melarang memakan harta antara
satu orang dengan orang lain secara batil, hal tersebut dapat dikategorikan sebagai
perbuatan ghasab karena di dalamnya terdapat unsur merugikan pihak lain. Maka
para ulama sepakat bahwa ghasab merupakan perbuatan yang terlarang dan
diharamkan.

4. Khiyanat (Pengkhianatan)

Kata khianat berasal dari bahasa Arab ‫(خان – يخاى‬. Asy-Syaukani dalam
kitab Nailul Authar menyebutkan pengertian ‫ (خنئن‬sebagai ‫"من يأخد المنل خفية ويظهر‬

10
Muhammad Nurul Irfan, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dalam Perspektif
Fiqik Jinayah, Arsip Disertasi UIN, hal. 110

7
----------------------------------------------------------------------------------------------

""‫ النصا للمنلا‬artinya orang yang mengambil harta secara sembunyi-sembunyi dan
menampakkan perilaku baiknya terhadap pemilik (harta tersebut)”.

Wahzabh Az-Zuhaili mendefinisikan khianat dengan segala sesuatu


(tindakan/upaya yang bersifat) melanggar janji dan kepercayaan yang telah
dipersyaratkan di dalamnya atau telah berlaku menurut adat kebiasaan seperti
tindakan pembantaian terhadap kaum muslimin atau sikap menampakkan
permusuhan terhadap kaum muslimin.11

Dalil Al-Quran yang menjadi pijakan sanksi pelaku khianat adalah Surat
Al-Anfal ayat 27.

‫ول َوََتُوُْوا أ ََماَْاَِ ُك ْل َوأَْْتُ ْل َ ْعلَ ُنو َن‬ َّ ‫ين َآمنُوا َ ََتُوُْوا اللَّوَ َو‬
َ ‫الر ُس‬ ِ َّ
َ ‫يَاأَيَن َها الذ‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan
Rasul dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan
kepadamu, sedang kamu mengetahui”. (Qs. Al-Anfal: 27)
Ayat ini turun berkenaan Sahabat Nabi bernama Hatib bin Abi Balta‟ah
yang membocorkan rahasia kaum muslimin bersama Rasulullah Saw yang akan
berencana melakukan Fathul Makkah. Sikap dan perbuatan Hatib bin Abi Balta‟ah
dinilai sebagai pengkhianatan terhadap Negara Islam ketika itu.

5. Sariqah

Secara etimologis sariqah berasal dari kata "‫ "سزق – يسزق – سرزاا‬yang berarti
"‫ "أخذ مالــه خفية وجيلة‬mengambil harta milik seseorang secara sembunyi-sembunyi dan
dengan tipu daya. Sedangkan secara terminologis sariqah adalah mengambil barang
atau harta orang lain dengan cara sembunyi-sembunyi dari tempat penyimpanannya
yang biasa digunakan untuk menyimpan barang atau harta kekayaan tersebut.12

11
Wahbah Az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, jilid 8, hal. 5876
12
Muhammad Nurul Irfan, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dalam Perspektif
Fiqik Jinayah, Arsip Disertasi UIN , Hal. 123

8
----------------------------------------------------------------------------------------------

Ayat yang menjadi landasan hukum mencuri adalah Al-Quran Surat


Al-Maidah ayat 38

ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ‫الَا ِر ُق و‬
ٌ ‫الَارقَةُ فَاقْطَ ُعوا أَيْديَ ُه َنا َجَزاءً ِبَا َك َََْا َْ َكاً م َن اللَّو َواللَّوُ َع ِز ٌيز َحك‬
‫يل‬ َ َّ ‫َو‬
“Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai
siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa Maha Bijaksana”.

Ayat ini turun untuk menjelaskan hukuman bagi yang mencuri baik bagi
laki-laki maupun perempuan. turunnya ayat ini terkait dengan kisah seorang
perempuan dari kabilah Makhzumiah yang mencuri pada zaman Rasulullah.
Korban pencurian melaporkan kepada Rasulullah, mereka berkata: “Inilah
perempuan yang telah mencuri harta benda kami, dan keluarganya akan
menebusnya”. Beliau bersabda: “Potonglah tangannya”. Keluarga pelaku
menjelaskan, “Kami berani menebus lima ratus dinar”. Nabi Saw bersabda,
“Potonglah tangannya”. Maka dipotonglah tangan kanan perempuan itu. Lalu
pelaku bertanya, “Apakah tobatku masih diterima ya Rasulullah?” Beliau
menjawab, “Ya engkau hari ini bersih dari dosamu seperti ketika engkau dilahirkan
oleh ibumu”.

6. Hirabah

Hirabah/perampokan adalah tindakan kekerasan yang dilakukan oleh


seseorang atau sekelompok orang kepada pihak lain, baik dilakukan di dalam rumah
maupun di luar rumah, dengan tujuan untuk menguasai atau merampas harta benda
milik orang lain tersebut atau dengan maksud membunuh korban atau sekedar
bertujuan untuk melakukan teror dan menakut-nakuti pihak korban.

Ayat yang menjadi landasn hukum dari Hirabah adalah Al-Quran Surat Al-
Maidah ayat 33.

9
----------------------------------------------------------------------------------------------

‫ض فَ ََ ًاْا أَ ْن يُ َقتَّلُ وا أ َْو يُ َ لَُّْوا أ َْو َُ َقطَّ َأ أَيْ ِدي ِه ْل‬


ِ ‫ين ُنَ ا ِربُو َن اللَّ وَ َوَر ُس ولَوُ َويَ َْ َع ْو َن ِِف ْاي َْر‬ ِ َّ َِّ
َ ‫إَّنَ ا َج َزاءُ ال ذ‬
ِ ِ ِ ِ ِ ‫ف أَو ي ْن ٍَوا ِمن ْايَر‬
ٍ ِ ِ
‫يل‬ ٌ ‫ي ِِف الدَنْْيَا َوََلُ ْل ِِف ْاْلخَرةِ َع َذ‬
ٌ َ‫اب َع‬ ٌ ‫ك ََلُ ْل خ ْز‬
َ ‫ض ذَل‬ ْ َ ْ ُ ْ ‫َوأ َْر ُجلُ ُه ْل م ْن خ ََل‬
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan
Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau
disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik 414) , atau
dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu
penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang
besar”

Dari makna dhahir nas ayat dan hadits di atas bisa dipahami bahwa segala
bentuk korupsi itu hukumnya haram dengan adanya redaksi yang berbentuk
larangan dan acaman yang menunjukkan keharaman. Selanjutnya kita melihat
keharaman korupsi dalam perspektif kaidah fiqih dan ushul fiqih.

3. Korupsi dalam Perspektif Kaidah Fiqih dan Ushul Fiqih

Kaidah fiqih merupakan kaidah-kaidah dasar bersifat global yang dapat


diaplikasikan pada kasus-kasus fiqih lain untuk mengetahui status hukumnya.13
Dalam kajian keislaman kaidah fiqih sangat berguna dan bermanfaat antara lain: 1.
Memelihara dan menghimpun berbagai masalah-masalah fiqih yang sama, juga
sebagai barometer dalam mengindentifikasi berbagai hukum yang masuk dalam
ruang lingkupnya. 2. Membuktikan bahwa hukum yang sama illat-nya meskipun
berbeda-beda merupakan satu jenis illat dan kemaslahatan. 3. Menjadikan seseorang
betul-betul dapat mendalami ilmu fiqih dan mampu menganalisis berbagai masalah
aktual, kemudian dapat menentukan hukum atas masalah tersebut. 4. Membantu
dalam menetapkan hukum atas atas berbagai masalah baru yang berdekatan dengan
mudah dan praktis. Dan 5. Kaidah fiqih membantu dalam menghafal masalah-

13
Dr. Moh. Mufid, Lc., M.H.I., Kaidah Fiqh Ekonomi Syariah, ebookuid, hal. 10

 10 
----------------------------------------------------------------------------------------------

masalah fiqih yang luas secara komprehensif dengan cukup memperhatikan kaidah
dasarnya.14

Kaitannya dengan hukum korupsi, ada beberapa kaidah fiqih yang bisa
digunakan untuk menghukumi korupsi:

Kaidah Pertama

ُ‫َخ ُذهُ َحُرَم إِ ْعطاءُه‬


ْ ‫َما َحُرَم أ‬
“Tiap-tiap sesuatu yang haram diambil maka juga haram diberikan”.

Kaidah ini merupakan implementasi dari Qs. Al-Maidah ayat 2 yang secara
umum menganjurkan saling tolong-menolong dalam kebaikan, dan melarang
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dalam Islam mengambil
sesuatu yang bukan haknya adalah perbuatan yang dilarang. Oleh sebab itu, kaidah
ini memberikan batasan bahwa sesuatu yang secara syariat dilarang untuk
mengambilnya, maka ia juga dilarang memberikan barang tersebut kepada orang
lain.

Kaidah Kedua

ٍ
ُ‫ص ََل ًحا فَ ُه َو َمْن ِه ٌي َعْنو‬
َ ‫ُك َنل َ َ َنرف َجَّر فَ ََ ًاْا أَْو َْفْ ِأ‬

“Setiap pekerjaan yang membawa kerusakan serta menghalangi kemaslahatan


maka hukumnya dilarang”. Kasus korupsi khususnya disebuah negara sangat
merugikan rakyat dan menghambat kemajuan negara tersebut.

Kaidah Ketiga

‫ك َغ ِْيهِ بِ ََل إِ ْذ ٍن‬


ِ ‫ف ِِف م ْل‬ ٍ ِ
ُ ْ َ ‫َ َيُ ْوُز يَ َحد أَ ْن يَتَ َ َّر‬

“Tidak boleh bagi seseorang menggunakan milik orang lain tanpa izin”. Seorang
koruptor sudah pasti menggunakan milik orng lain tanpa seizin yang berhak.

14
Dr. Moh. Mufid, Lc., M.H.I., Kaidah Fiqh Ekonomi Syariah, ebookuid, hal. 13

 11 
----------------------------------------------------------------------------------------------

Kaidah Keempat

ِ‫ال َغ ِيه‬ ٍ ِ ِ
ْ َ ‫اجةُ َ ََ َنق يَ َحد أَ ْن يَأْ ُخ َذ َم‬
َ َ‫اْل‬
ْ

“Sebuah hajat atau keperluan tidak dapat membolehkan seseorang untuk


mengambil harta orang lain”. Meskipun seseorang sangat perlu dengan harta orang
lain tetap saja hukumnya haram mengambilnya tanpa seizin pemiliknya.

Kaidah Kelima

َ ‫َ َيُ ْوُز ِيَ َح ٍد أَ ْن يَأْ ُخ َذ َم‬


ٍ َْ‫ال َغ ِْيهِ بِ ََل َس‬
‫ب َش ْر ِع ٍّي‬

Tidak boleh bagi seseorang mengambil harta orang lain tanpa ada sebab syari’
yang membolehkannya.”

Kaidah Keenam

ِ ْْ‫نال بِال‬
‫اط ِل َحَر ٌام‬ ِ َ‫أَ ْكل ال‬
َ ُ

Mengkonsumsi harta yang berasal dari pendapatan yang dilarang oleh syariat
Islam adalah haram hukumnya.

Membelanjakan harta dari hasil korupsi, kolusi, merampok, menipu, upah perbuatan
zina, keuntungan berdagang barang haram dan lain semisalnya adalah haram untuk
memakannya

Adapun Kaidah Ushul Fiqih dalam menghukumi korupsi dapat dilihat


dalam dua kaidah umum yaitu Aspek Maslahat dan Madharat dan aspek Sadd
Dzari‟ah.

Aspek Maslahat dan Madharat

Tujuan umum syâri‟ dalam pembentukan hukum adalah merealisasikan


kemashlahatan manusia dengan memberikan manfaat kepada mereka dan menolak
kemudharatan (jalbul mashalih wa daf’ul madhaar). Tujuan maslahat tersebut

 12 
----------------------------------------------------------------------------------------------

mencakup enam hal pokok yaitu perlindungan terhadap agama, perlindungan


terhadap jiwa, perlindungan terhadap akal, perlindungan terhadap keturunan,
perlindungan terhadap kehormatan diri dan perlindungan terhadap kekayaan.

Maslahat itu bertingkat-tingkat, yakni dharuriyyat, hajiyyat dan tahsiniyyat.


Sesuatu yang mampu menjamin eksistensi masing-masing dari keenam hal pokok
itu merupakan maslahat pada tingkat dharuriyyat. Sesuatu yang mampu memberi
kemudahan dan dukungan bagi penjaminan eksistensi masing-masing dari keenam
hal pokok itu merupakan maslahat pada tingkat hajiyyat. Sesuatu yang mampu
memberi keindahan, kesempurnaan dan keoptimalan bagi penjaminan eksistensi
masing-masing dari enam hal pokok itu merupakan maslahat pada tingkat
tahsiniyyat. Dari sini dapat dipahami bahwa setiap hukum pasti disyariatkan hanya
untuk kemaslahatan manusia.

Aplikasi maslahat dalam hukum Islam bisa direpresentasikan dengan


penyerapan beberapa legal maxim hukum Islam, yakni ‫( ال ضرزر وال ضرزار‬tidak boleh
mendatangkan bahaya/ kerusakan terhadap diri sendiri dan tidak boleh pula
mendatangkan bahaya/ kerusakan terhadap orang lain), ‫( الضرزر يرلا‬segala bahaya/
kerusakan harus dicegah atau diberantas). Efek korupsi sangat hebat, tindakan
demikian mengakibatkan harta kekayaan Negara hilang dan pelaku korupsi telah
menilap harta Negara yang semula direncanakan untuk pembangunan kesejahteraan
rakyat.15
Aspek Sadd Dzari‟ah
Dalam pandangan Islam, perbuatan korupsi adalah dilarang, karena
bertentangan dengan maqashid syari’ah (tujuan hukum Islam). Keharaman berbuat
korupsi ini dikarenakan korupsi adalah perbuatan curang dan penipuan yang secara
langsung merugikan negara dan masyarakat. Melanggar prinsip perlindungan
terhadap hak milik seseorang. Selain itu, perbuatan korupsi untuk memperkaya diri
dari harta publik adalah perbuatan aniaya karena kekayaan negara berasal dari

15
Asmawi, Relevansi Teori Maslahat dengan UU Pemberantasan Korupsi, Jurnal
Syariah dan Hukum, Vol. 1, Nomor 2, Januari 2010, hal. 96-97

 13 
----------------------------------------------------------------------------------------------

pungutan masyarakat. Maka berdasarkan kaidah Sadd Dzari‟ah, hukuman bagi


koruptor layak dilakukan sebagai bentuk hukuman dan jera bagi pelaku.
Jika terjadi suatu kejadian atau peristiwa yang perlu ditetapkan hukumnya,
tetapi tidak ada nash yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkannya seperti kasus
hukum korupsi ini. Maka untuk menetapkan hukumnya dapat ditempuh dengan cara
Qiyas, yaitu dengan mencari peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya
berdasar nash, serta antara kedua kejadian atau peristiwa itu ada persamaan „illat.

Qs. Ali Imran ayat 61 berbicara tentang ghulul, analogi korupsi dengan
ghulul adalah cukup dekat dengan alasan-alasan: Korupsi adalah penyalahgunaan
harta negara, perusahaan, atau masyarakat. Ghulul juga merupakan penyalahgunaan
harta negara, karena memang pemasukan harta negara pada zaman Nabi SAW
adalah ghonimah. Adapun saat ini permasalahan uang negara berkembang tidak
hanya pada ghonimah, tetapi semua bentuk uang negara. Korupsi dilakukan oleh
pejabat yang terkait, demikian juga ghulul merupakan pengkhianatan jabatan oleh
pejabat yang terkait.16

Dari sisi melibatkan kekuasaan, korupsi sangat dekat dengan risywah.


Setiap hadiah yang diberikan kepada pejabat karena posisinya sebagai seorang
pejabat tidak boleh diterima dan haram hukumnya karena andaikan pejabat tersebut
tidak sedang menjabat dan hanya tinggal di rumahnya niscaya tidak akan ada orang
yang memberinya hadiah. Tentang Risywah, terdapat kisah „Umar bin „Abd al-
„Azīz bahwa suatu ketika dia diberi hadiah oleh seseorang tapi ditolaknya karena
waktu itu dia sedang menjabat sebagai khalifah. Orang yang memberi hadiah
kemudian berkata, “Rasulullah pernah menerima hadiah”. Lalu „Umar menjawab,
“Hal itu bagi Rasulullah merupakan hadiah tapi bagi kita itu adalah risywah
(suap).”17

Dari sisi penggelapan harta publik, korupsi sangat dekat dengan ghulul.
Surat Al-Baqarah ayat 188 secara umum menyebutkan bahwa Allah SWT melarang

16
Fazzan, Korupsi di Indonesia dalam Perspektif Hukum Pidana Islam, Jurnal
Ilmiah Islam Futura, Vol. 14. No. 2, Februari 2015, hal. 155
17
Muhammad Yūsuf al-Qardāwī, al-Halāl wa al-Harām fī al-Islām (Beirut:
al-Maktab al-Islāmī, 1994), 230.

 14 
----------------------------------------------------------------------------------------------

untuk memakan harta orang lain secara batil. Dan hal tersebut dapat dikategorikan
sebagai perbuatan ghasab karena di dalamnya terdapat unsur merugikan pihak lain.
Korupsi adalah salah satu bentuk pengambilan harta orang lain yang bersifat
khusus. Dalil umum di atas adalah cocok untuk memasukkan korupsi sebagai salah
satu bentuk khusus dari pengambilan harta orang lain.

Korupsi juga identik dengan pencurian atau sariqah. Korupsi memberikan


dampak negatif yang sangat besar di masyarakat, korupsi tidak hanya merugikan
satu dua orang akan tetapi korupsi telah menjadi ancaman bagi kestabilan keamanan
dan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat.

Dari segi dampak yang ditimbulkannya, korupsi sangat dekat dengan


Hirabah yaitu perbuatan yang merusak tatanan publik. Hirabah disebut juga oleh
ahli fikih sebagai qath'u at-thariq (menyamun) atau as-sariqah al-kubra (pencurian
besar). Ulama fikih menyebut hirabah sebagai as-sariqah al-kubra, karena hirabah
itu merupakah upaya mendapatkan harta dalam jumlah besar dengan akibat yang
dapat menyebabkan kematian atau kerganggunya keamanan dan ketertiban. Para
ulama memang mempersyaratkan hirabah dengan tindakan-tindakan kekerasan
untuk merampas harta, mengganggu keamanan dan mengancam nyawa manusia
akan tetapi kekerasan dan gangguan keamanan yang dimaksud tidak dijela skan
lebih detail. Korupsi seperti hirabah karena ia dapat merusak seperti hirabah,
mengganggu stabilitas negara dan mengancam hidup orang banyak akibat kekayaan
negara yang digerogotinya.

Korupsi sama dengan qath'u at-thariq dalam hal: Pertama, mengancam


jiwa dan harta orang banyak (publik) karena korupsi dapat menyebabkan kelaparan,
kebodohan, rentan terhadap penyakit yang disebabkan oleh tidak memadainya
pendapatan masyarakat. Kedua, menimbulkan kerusakan di muka bumi karena
korupsi dapat menimbulkan kehancuran dan kerugian sangat dahsyat yang harus
ditanggung masyarakat banyak.

Namun demikian, korupsi sesungguhnya lebih dahsyat daripada hirabah


dalam bentuk qath'u at-thariq karena alasan berikut: 1. Jiwa yang terancam oleh
tindakan korupsi jauh lebih banyak daripada oleh qath'u at-thariq. 2. Harta yang

 15 
----------------------------------------------------------------------------------------------

diambil melalui korupsi jauh lebih banyak daripada melalui qath'u at-thariq. Dan 3,
dampak yang ditimbulkan oleh korupsi jauh lebih massif daripada yang ditimbulkan
oleh qath'u at-thariq.18

Dengan meng-qiyas-kan atau menganalogikan korupsi dengan hirabah


maka hukuman bagi pelaku korupsi dapat pula diklasifikasikan menjadi tiga.

1. Hukuman mati atau tembak mati, apabila korupsi ini dilakukan dalam
jumlah yang besar (as-sariqah al-kubra) yang dapat mengakibatkan
terganggunya stabilitas negara dan citra bangsa serta hilangnya
kesempatan hidup bagi sebagian rakyat, seperti korupsi dana dalam jumlah
puluhan milyar rupiah dan seterusnya.
Hukuman mati yang diberlakukan untuk kasus-kasus tertentu, semisal
korupsi, termasuk kategori hukuman ta`zìr yang disebut dengan „al-qatl al-
siyàsì’, yaitu hukuman mati yang tidak diatur oleh al-Quran dan Sunnah,
tetapi diserahkan kepada penguasa atau negara, baik pelaksanaan ataupun
tatacara eksekusinya.19
Hukuman maksimal (mati) tersebut boleh diberlakukan oleh suatu negara
jika dipandang sebagai upaya efektif menjaga ketertiban dan kemaslahatan
masyarakat.20
2. Hukuman potong tangan dan kaki secara silang, apabila korupsi dilakukan
dalam jumlah sedikit yang hanya mengakibatkan kerugian material
keuangan negara, seperti korupsi dalam jumlah ratusan juta rupiah.
3. Dipenjarakan sampai ia tobat, apabila korupsi dilakukan dalam jumlah yang
sangat sedikit, seperti dalam jumlah jutaan atau puluhan juta. Korupsi untuk
hukuman yang paling ringan ini hanya ditoleransi karena kebutuhan hidup.
Walaupun begitu, hukuman penjaranya bisa saja seumur hidup bila hakim

18
PBNU, NU Melawan Korupsi: Kajian Tafsir dan Fiqih, (Jakarta, Cet I, 2006),
hal. 108-112
19
Hukuman maksimal (mati) tersebut boleh diberlakukan oleh suatu negara jika
dipandang sebagai upaya efektif menjaga ketertiban dan kemaslahatan masyarakat. Khaeron
Sirin, “Eksekusi Mati Trio Bom Bali”, Koran Tempo, 25 Nopember 2008.
20
Khaeron Sirin, “Eksekusi Mati Trio Bom Bali”, Koran Tempo, tanggal 26
Nopember 2008.

 16 
----------------------------------------------------------------------------------------------

melihat bahwa sepantasnya pelaku korupsi dalam jumlah kecil ini diganjar
seperti itu.

Ta‟zir dimaksudkan untuk mendidik, memperbaiki diri orang yang bersalah


dan menghalangi seseorang mengulangi kejahatannya. Di samping itu, ta‟zir adalah
suatu prosedur yang harus dilakukan untuk menenangkan gelora keamarahan
masyarakat dan menenangkan perasaan orang yang teraniaya (korban).21

Jika dilihat pada rumusan pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) undang-undang no.
31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, undang-undang
tentang pemberantasan korupsi di Indonesia sudah sangat berani, khususnya dengan
adanya tuntutan hukuman mati bagi pelaku korupsi yang dilakukan dalam keadaan
tertentu, yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu Negara dalam
keadaan bahaya sesuai undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana
nasional sebagai pengulangan tindak pidana korupsi atau pada waktu Negara dalam
keadaan krisis ekonomi dan moneter.22

Nurul Irfan telah mengidentifikasi beberapa macam hukuman ta‟zir yang


dikemukakan oleh para penulis buku fiqih kontemporer yang antara satu dan
lainnya berbeda dalam pemaparannya. Ada empat penulis buku kontemporer yang
dibandingkan yaitu 1) Abdul Aziz Amir dalam At-Tahdzir fis Syariah al-
Islamiyyah, 2) Abdul Muhsin at-Thariqi dalam Jarimah Risywah fis Syariah al-
Islamiyyah, 3) Wahbah Zuhaili dalam Fiqh al-Islam wa Adillatuhu dan 4) Abdul
Qadir Audah dalam at-Tasyri’ al-jina’I al-Islami Muqaranan bi Qanun al-Wad’i.

Menurut penulis pertama Abdul Aziz Amir, hukuman Ta‟zir ada 11 macam
yaitu: 1). Hukuman mati, 2). Hukuman jilid, 3). Hukuman penahanan, 4). Hukuman
pembuangan, 5). Hukuman ganti rugi, 6). Hukuman publikasi dan pemanggilan
paksa untuk hadir di majelis persidangan, 7). Hukuman berupa nasehat, 8).
Hukuman berupa pencelaan, 9). Hukuman berupa pengucilan, 10). Hukuman
pemecatan dan 11). Hukuman berupa penyiaran.

21
Muhammad Hasbi As-Shidqy, Pidana Mati dalam Syariat Islam, (Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra, 1998), hal. 49-50
22
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, hal. 115

 17 
----------------------------------------------------------------------------------------------

Menurut Abdul Muhsin at-Thariqi hukuman ta‟zir terdiri dari 6 macam,


yaitu: 1). Hukuman mati, 2). Hukuman pembuangan dan pengasingan, 3). Hukuman
pencelaan, 4). Hukuman pengucilan, 5). Hukuman berupa penyiaran dan 6).
Hukuman berupa nasehat. Wahbah Az-Zuhaili menyebutkan 5 macam hukuman
untuk ta‟zir, yaitu: 1). Hukuman pencelaan, 2). Hukuman penahanan, 3). Hukuman
pemukulan, 4). Hukuman ganti rugi materi dan 5). Hukuman mati karena
pertimbangan politik.

Dan Abdul Qadir Audah menyebutkan 15 macam hukuman ta‟zir, yaitua:


1). Hukuman mati, 2). Hukuman jilid, 3). Hukuman penahanan, 4). Hukuman
pengasingan, 5). Hukuman salib, 6). Hukuman berupa nasehat, 7). Hukuman
pengucilan, 8). Hukuman berupa pencelaan, 9). Hukuman berupa ancaman, 10).
Hukuman berupa penyiaran, 11). Hukuman berupa pemecatan, 12). Hukuman
pembatasan hak, 13). Hukuman penyitaan asset kekayaan, 14). Hukuman
perampasan benda-benda tertentu milik pelaku dan 15). Hukuman ganti rugi dan
denda.23

Maka, Dalam hukum Islam, hukuman tindak pidana korupsi bisa dalam
bentuk ta‟zir (hukuman yang dianggap setimpal dan menjerakan menurut ijtihad
hakim) dan bisa dianalogikan dengan tindak pencurian, walaupun tidak sama persis.
Ini karena pencurian adalah pengambilan secara sembunyi-sembunyi terhadap harta
yang disimpan rapi yang bukan di bawah wewenangnya. Berdasarkan hukum Islam,
hukumannya tergantung pada jumlah uang yang dikorup dan akibatnya pada rakyat
secara umum. Jika jumlah yang dikorupsi di bawah nilai 86 gram emas, maka
dihukum ta‟zir, sedangkan jika sebanding dengan nilai itu atau lebih, hukumanya
adalah potong tangan.

Namun, jika korupsi dinilai sebagai pencurian besar (as-sariqah al-kubra),


maka tindak pidana korupsi adalah tindak hirabah atau qath al-thariq
(perampokan). Alasannya karena kerusakan (mafasid) dari korupsi bersifa masif

23
Disertasi UIN, hal. 139

 18 
----------------------------------------------------------------------------------------------

dimana yang diakibatkan korupsi lebih besar daripada kerusakan pencurian biasa
yang bersifat individual.

Para penafsir liberal mungkin tidak setuju dengan hukuman potong tangan
yang literal dan skriptural. Akan tetapi, intinya tindak pidana korupsi harus
dihukum dengan hukuman berat agar jera. Sebagai contoh Umar bin Khatab pernah
menjatuhkan hukuman cambuk sebanyak 100 kali dan penjara satu tahun kepada
Mu‟iz bin Abdullah karena telah melakukan tindak pemalsuan stempel kas negara
(Baitul Mal) kemudian mengambil harta negara tersebut.

Satu hal yang penting bahwa komitmen menerapkan hukum secara


konsisten merupakan prinsip anti korupsi yang ditekankan Islam. Sebagaimana
hadits Nabi, “Seandainya Fatimah putri Muhammad sendiri mencuri, maka Aku
sendiri yang akan memotong tangannya”. Dalam hadits riwayat At-Turmudzi juga
dijelaskan bahwa dilarang menegakkan hukum hanya kepada masyarakat lemah,
sementara elitenya tidak tersentuh hukum, karena perilaku itulah yang membuat
umat terdahulu mengalami kehancuran, sistem hukum menjadi hancur dan
kehidupan menjadi kacau.

Memberantas Korupsi

Setelah mengetahui pemahaman KKN yang amat merusak baik material


maupun spiritual, maka bagaiamana cara untuk memberantasnya?

Kwik Kian Gie salah satu ahli ekonomi ode lama menyebutkan tiga cara
memberantas korupsi yaitu: Pertama Konsep Carrot and Stick. Carrot: Pendapata
neto untuk pegawai negeri baik sipil maupun TNI, Polri yang mencukupi untuk
hidup dengan standar sesuai pendidikan, pengetahuan, kemepimpinan, pangkat dan
martabatnya. Stick adalah bila semua sudah dipenuhi dan masih berani korupsi
hukumannya tidak tanggung-tanggung, karena tidak ada alasan sedikit pun untuk
melakukan korupsi. Kedua Sistem Penggajian. Menurut Kwik Kian Gie, sistem
penggajian harus dibenahi sesuai dengan merit system yakni mereka yang tingkat
pekerjaan serta tanggung jawabnya lebih berat harus berpendapatan neto lebih

 19 
----------------------------------------------------------------------------------------------

besar. dan Ketiga Reformasi Birokrasi. Bila birokrasi disusun sesuai kebutuhan
untuk mencapai tujuan optimal, jumlah pegawai dapat diperkecil, termasuk biaya
listrik, gaji, alat kantor dan lain-lain, dampaknya tersedia sebagian dana untuk
menaikkan pendapatan bersih untuk gaji pokok pegawai.24

Cara Kwik Kian Gie di atas pernah diterapkan Khalifah Umar bin Khattab
ra. pada masa pemerintahannya yang dikenal dengan kebijakan “ta’dibul-
muwazhaf bil muqasamah-fil-amwal”; untuk menanggulangi tindak pidana korupsi,
yaitu: (1) Memberi gaji yang cukup bagi biaya hidup karyawan dan keluarganya;
(2) Dilakukan wajib daftar kekayaan bagi para pegawai. Kekayaan de facto pegawai
disbanding dengan kekayaan de jure pegawai sesuai dengan daftar kekayaan. Selisih
lebih kekayaan itu, yang separohnya disita, dimiliki oleh negara.25

Dalam konteks agama, hendaknya ajaran tentang pengharaman korupsi


menjadi tema dalam berbagai mjlis tabligh. Semangat Islam melawan korupsi mesti
diserukan di berbagai kesempatan seperti pengajian majlis ta‟lim, pengajian di
pesantren, khutbah jumat, istighasah, haul dan tabligh akbar. Lebih-lebih di majlis
kantor pemerintahan, lingkungan BUMN, lingkungan aparatur penegak hukum,
legislatif dan partai politik.

Dalam konteks pendidikan, di antaranya dengan menyisipkan materi atau


mata pelajaran “kurikulum anti korupsi” secara menyeluruh di sekolah-sekolah,
agar kesadaran anti korupsi dapat ditumbuhkan mulai di dunia pendidikan.26

Dalam konteks keluarga, pendidikan anti korupsi bisa diwujudkan melalui


pembiasaan untuk jujur dan terbuka dalam urusan keluarga. Penumbuhan tanggung

24
Kwik Kia Gie, Pikiran yang Terkorupsi, (Kompas, Cet. I, 2006), hal. 32-35
25
26
Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, Fikih Antikouprsi Perspektif Ulama
Muhammadiyah, (Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP), Cet. 1, Jakarta, 2006), hal.
124-125

 20 
----------------------------------------------------------------------------------------------

jawab dalam menjalankan tugas sekolah dan rumah, amanah dalam menjaga
kepercayaan teman dan orang tua perlu dilakukan untuk melawan sifat curang.27

A. Penutup

Hukum Islam disyariatkan Allah SWT untuk kemaslahatan manusia, di


antaranya ialah terpeliharanya harta dari pemindahan hak milik yang tidak menurut
prosedur hukum. Larangan mencuri, merampas, mencopet, dan sebagainya adalah
untuk memelihara keamanan harta dari pemilikan yang tidak sah.Bahwa ulama fikih
telah sepakat mengatakan perbuatan korupsi adalah haram (dilarang) berdasarkan
paparan ayat, hadits dan kaidah fiqih dan fatwa MUI.

Dengan demikian maka jelaslah bahwa, tindak pidana korupsi adalah


perbuatan yang sangat dilarang dalam islam. Karena melihat dari sisi negatifnya
akan sangat merugikan negara dan banyak menyengsarakan rakyat.

27
PBNU, NU Melawan Korupsi: Kajian Tafsir dan Fiqih, (Tim Kerja Gerakan
Nasional Antikorupsi PBNU, Jakarta, Cet I, 2006), hal. 147

 21 
----------------------------------------------------------------------------------------------

Lampiran:

Fatwa MUI tentang Suap (Risywah), Korupsi (Ghulul) dan Hadiah kepada
Pejabat

Musyawarah Nasional VI MUI yang berlangsung pada tanggal 23-27


Rabiul Akhir 1421 H/25-29 Juli 2000 M dan membahas tentang suap (risywah),
korupsi (ghulul) dan hadiah kepada pejabat, setelah:

Menimbang:

1. bahwa pengertian risywah dan status hukumnya, hukum korupsi, dan


pemberian hadiah kepada pejabat atau pejabat menerima hadiah dari
masyarakat, kini banyak dipertanyakan kembali oleh masyarakat;
2. bahwa oleh karena itu, MUI dipandang perlu untuk menetapkan fatwa
tentang hukum masalah dimaksud

Memperhatikan:

1. Pertanyaan-pertanyaan dari masayarakat tentang masalah pengertian


risywah dan status hukumnya, hukum korupsi, dan pemberian hadiah
kepada pejabat atau pejabat menerima hadiah dari masayarakat yang
dikaitkan dengan penegakan pemerintahan/manajemen yang bersih dan
sehat
2. Pendapat dan saran-saran peserta sidang/Munas

Mengingat:

Firman Allah Swt, hadis Rasulullah Saw. dan kaidah fiqhiyah (sesuatu yang haram
mengambilnya, haram pula memberikannya)

 22 
----------------------------------------------------------------------------------------------

MEMUTUSKAN

Menetapkan:

Pertama: Pengertian

Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:

1. Risywah adalah pemberian seseorang kepada orang lain (pejabat) dengan


maksud meluluskan suatu perbuatan yang batil (tidak benar menurut
syariat) atau membatalkan perbuatan yang hak. Pemberi disebut rasyi;
penerima disebut murtasyi; dan penghubung antara rasyi dan murtasyi
disebut ra'isy (Ibn Al-Atsir, An-Nihayah fi Gharib al-Hadits wa al-Atsar, II,
h. 226).
2. Suap, uang pelicin, money politic dan lain sebagainya dapat dikategorikan
sebagai risywah apabila tujuannya untuk meluluskan sesuatu yang batil atau
membatilkan perbuatan yang hak.
3. Hadiah kepada pejabat adalah suatu pemberian dari seseorang dan atau
masyarakat yang diberikan kepada pejabat, karena kedudukannya, baik
pejabat di lingkungan pemerintahan maupun lainnya.
4. Korupsi adalah tindakan pengambilan sesuatu yang ada di bawah
kekuasaannya dengan cara yang tidak benar menurut syariat Islam.

Kedua: Hukum

1. Memberikan risywah dan menerimanya hukumnya adalah haram.


2. Melakukan korupsi hukumnya adalah haram.
3. Memberikan hadiah kepada pejabat:
a. Jika pemberian hadiah itu pernah dilakukan sebelum pejabat tersebut
memegang jabatan, maka pemberian seperti itu hukumnya halal (tidak
haram), demikian juga menerimanya;
b. Jika pemberian hadiah itu tidak pernah dilakukan sebelum pejabat
tersebut memegang jabatan, maka dalam hal ini ada tiga kemungkinan:

 23 
----------------------------------------------------------------------------------------------

 Jika antara pemberi hadiah dan pejabat tidak ada atau tidak akan
ada urusan apa-apa, maka memberikan dan menerima hadiah
tersebut tidak haram;
 Jika antara pemberi hadiah dan pejabat terdapat urusan (perkara),
maka bagi pejabat haram menerima hadiah tersebut; sedangkan
bagi pemberi, haram memberikannya apabila perberian dimaksud
bertujuan untuk meluluskan sesuatu yang batil (bukan haknya);
 Jika antara pemberi hadiah dan pejabat ada sesuatu urusan, baik
sebelum maupun sesudah pemberian hadiah dan pemberiannya itu
tidak bertujuan untuk sesuatu yang batil, maka halal (tidak haram)
bagi pemberi memberikan hadiah itu, tetapi bagi pejabat haram
menerimanya.

Ketiga: Seruan

Semua lapisan masyarakat berkewajiban untuk memberantas dan tidak terlibat


dalam praktek hal-hal tersebut

Keempat: Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk


menyebarkan fatwa ini.

Ditetapkan: Jakarta, 27 Rabiul Akhir 1421 H/29 Juli 2000 M

Dewan Pimpinan MUI

Ketua Umum: KH. M. A. Sahal Mahfudh

Sekretaris Umum: Prof. DR. H. M. Din Syamsuddin.28

28
Situs MUI http://mui.or.id/wp-content/uploads/2014/11/23.-Risywah-suap-
Ghulul-korupsi-dan-hadiah-kepada-pejab1.pdf diakses 19 November 2017

 24 
----------------------------------------------------------------------------------------------

Bahan Rujukan:
Buku

Andi Hamzah, Perbandingan Pemberantasan Korupsi di Berbagai Negara, (Jakarta:


Sinar Grafika, 2005
CSRC, Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi, (Jakarta: CSRC UIN Syarif
Hidayatullah, 2006
Dr. Moh. Mufid, Lc., M.H.I., Kaidah Fiqh Ekonomi Syariah, ebookuid
Kwik Kia Gie, Pikiran yang Terkorupsi, Kompas, Jakarta, Cet. I, 2006
Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, Fikih Antikouprsi Perspektif Ulama
Muhammadiyah, Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP), Cet. 1,
Jakarta, 2006
Muhammad Hasbi As-Shidqy, Pidana Mati dalam Syariat Islam, (Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra, 1998
Muhammad Nurul Irfan, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dalam Perspektif
Fiqik Jinayah, Arsip Disertasi UIN.
Muhammad Yūsuf al-Qardāwī, al-Halāl wa al-Harām fī al-Islām (Beirut:
al-Maktab al-Islāmī, 1994
PBNU, NU Melawan Korupsi: Kajian Tafsir dan Fiqih, Tim Kerja Gerakan
Nasional Antikorupsi PBNU, Jakarta, Cet I, 2006
Robert C. Brooks, Corruption in American Politics and Life, New York: Dood,
Mead and Company, 1910

Jurnal

Abdul Fatakh, Kejahatan Pidana Khusus Korupsi Di Indonesia Perspektif Hukum


Islam Progresif dalam Integritas Hukum Nasional, Jurnal Al-Mizan
Volume 11 Nomor 1 Juni 2015
Asmawi, Relevansi Teori Maslahat dengan UU Pemberantasan Korupsi, Jurnal
Syariah dan Hukum, Vol. 1, Nomor 2, Januari 2010
Fazzan, Korupsi di Indonesia dalam Perspektif Hukum Pidana Islam, Jurnal Ilmiah
Islam Futura, Vol. 14. No. 2, Februari 2015
Khaeron Sirin, “Eksekusi Mati Trio Bom Bali”, Koran Tempo, tanggal 26
Nopember 2008.
Situs MUI http://mui.or.id/wp-content/uploads/2014/11/23.-Risywah-suap-Ghulul-
korupsi-dan-hadiah-kepada-pejab1.pdf diakses 19 November 2017

 25 

Anda mungkin juga menyukai