Anda di halaman 1dari 11

e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Volume 2 Tahun 2013)

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MEMBACA SASTRA INDONESIA


DAN PERANGKAT PENILAIAN AUTENTIK SISWA KELAS VII
SEMESTER 1 SMP NEGERI 8 DENPASAR

I Gst. A. Md Aryaningsih1, N. Sudiana2, N. Martha3


1,2,3
Program Studi Pendidikan Bahasa, Program Pascasarjana,
Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Indonesia

Email: made.aryaningsih@pasca.undiksha.ac.id; nyoman.sudiana@pasca.undiksha.ac.id;


nengah.matha@pasca.undiksha.ac.id

Abstrak
Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan. Masalah yang ditemui di SMP Negeri 8
Denpasar adalah kurang tersedianya bahan ajar membaca sastra yang sesuai dengan
kebutuhan siswa dan penilaian yang digunakan oleh guru tidak bercirikan penilaian
autentik. Terkait dengan masalah ini, tujuan penelitian: (a) untuk mengembangkan bahan
ajar membaca sastra Indonesia yang layak dan dapat diaplikasikan, dan (b) untuk
mengembangkan perangkat penilaian yang bercirikan penilaian autentik. Penelitian
pengembangan ini menggunakan langkah-langkah penelitian pengembangan menurut
Borg dan Gall (1983) yang dimodifikasi: analisis kebutuhan, mengembangkan desain,
mengembangkan bahan ajar, uji awal, revisi, produk uji awal, uji ulang, revisi, uji akhir,
dan produk akhir. Pengumpulan data menggunakan tes, observasi, dan kuesioner. Data
hasil tes uji coba dianalisis secara statistik deskriptif. Data hasil studi empirik tentang
pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia dianalisis secara deskriptif. Hasil uji coba
pengembangan bahan ajar membaca sastra Indonesia dan perangkat penilaian autentik
mencapai nilai rata-rata di atas KKM (80). Berdasarkan hasil uji coba, dapat disimpulkan
bahwa bahan ajar yang dikembangkan telah layak dan dapat diaplikasikan. Demikian
juga penilaian yang dikembangkan telah bercirikan penilaian autentik, karena penilaian
telah mampu digunakan untuk mengungkap kompetensi yang diinginkan atau sesuai
dengan indikator.

Kata kunci : bahan ajar, membaca sastra, penilaian autentik

Abstract
This research belongs to research and development (R&D). The problems faced at SMP
Negeri 8 Denpasar are the lack of reading material of Indonesian literature which is not
appropriate with the students’ needs and the assessment used by the teachers is not
authentic. The purposes of this study are (a) To develop reading material of Indonesian
literature which is appropriate and applicable, and (b) To develop assessment which is
authentic. This research and development used a model proposed by Borg and Gall
(1983) which was modified such as: need analysis, developing design, developing
material, pre-test, revision, product preliminary test, product re-test, revision, posttest,
and final product. The data was gathered by using test, observation sheet, and
questionnaires. The preliminary test was analyzed by using descriptive statistic while the
data about empirical study about the implementation of reading material of Indonesian
literature was analyzed descriptively. The tryout test shows that the result is above 80
(standard achievement score). Based on the tryout’s result, it can be concluded that
material developed is appropriate and applicable while the assessment developed is
authentic and appropriate where it is also based on the competency and indicator that
want to be achieved.

1
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Volume 2 Tahun 2013)

Keywords : Teaching Material, Reading Literature, Authentic Assessment.

PENDAHULUAN pembelajaran membaca sastra adalah: (1)


Aktivitas membaca sastra sangat kurangnya bahan ajar yang relevan atau
penting bagi siswa sebab di dalam teks tidak berbudaya lokal. (2) penilaian yang
sastra terkandung nilai-nilai yang berupa digunakan oleh guru tidak bercirikan
nilai estetika dan dalam isinya terkandung penilaian autentik.
tema dan amanat yang sangat bermanfaat Berdasarkan masalah ini, tujuan
bagi setiap siswa. Tarigan (1995:2) penelitian adalah: (1) mengembangkan
mengungkapkan bahwa sastra merupakan bahan ajar membaca sastra yang layak
sarana membuka pintu-pintu penemuan, dan dapat diaplikasikan pada siswa kelas
sastra itu sungguh menarik, menawan hati, VII semester 1 di SMP Negeri 8 Denpasar,
memberi motivasi dan selalu berkembang. dan (2) mengembangkan penilaian yang
Sastra memberikan petualangan- bercirikan penilaian autentik dalam
petualangan dan kenikmatan yang tidak pembelajaran membaca sastra pada siswa
habis-habisnya. kelas VII semester 1 di SMP Negeri 8
Selaras dengan pernyataan Denpasar.
tersebut, dalam standar isi KTSP, Untuk mencapai tujuan, peneliti
disebutkan bahwa tujuan mata pelajaran merancang bahan ajar yang mengacu
bahasa Indonesia dalam bidang pada suatu model pengembangan agar
kesastraan adalah: (1) menikmati dan memudahkan belajar. Hal penting dalam
memanfaatkan karya sastra untuk merancang bahan ajar adalah bahwa isi
memperluas wawasan, memperhalus budi bahan ajar harus berpijak pada
pekerti, serta meningkatkan pengetahuan karakteristik siswa.
dan kemampuan berbahasa, (2) Bahan ajar dapat membantu guru
menghargai dan membanggakan sastra dan siswa dalam kegiatan belajar
Indonesia sebagai khasanah budaya dan mengajar sehingga guru tidak terlalu
intelektual manusia Indonesia. banyak menjelaskan materi pelajaran di
Terkait dengan tujuan tersebut, kelas (Sucipta & Swacita, 2006: 7). Bahan
memang ironis dengan kenyataan di ajar juga dapat membantu siswa dalam
sekolah bahwa minat siswa terhadap proses belajarnya sehingga siswa tidak
membaca sangat kurang. Hampir tidak ada selalu bergantung pada guru sebagai satu-
siswa yang memanfaatkan waktu luang satunya sumber informasi.
dengan membaca karya sastra seperti Agar pembelajaran lebih bermakna,
cerpen maupun novel. Mereka lebih di samping mempersiapkan bahan ajar
menikmati media elektronik seperti televisi yang baik, guru harus melaksanakan
dan internet. Padahal keterampilan penilaian yang sesuai dengan SK, KD,
membaca merupakan kunci keberhasilan indikator, dan tujuan pembelajaran.
seorang siswa karena membaca sebagai Penilaian yang paling tepat dilaksanakan
faktor terpenting dalam segala usaha oleh seorang guru adalah penilaian
pengajaran. Untuk itu, dibutuhkan guru autentik. Penilaian Autentik memberikan
yang kreatif, mampu memilih bahan ajar kesempatan kepada siswa
membaca sastra yang sesuai dengan mendemontrasikan pemahamannya dalam
karakteristik siswa, dan mampu berbagai cara. Guru dapat menggunakan
mengembangkan bahan ajar membaca alat ini untuk menunjang, memandu, dan
sastra sehingga kegiatan membaca sastra memonitor belajar siswa.
menjadi lebih menarik dan bermakna. Kurikulum Tingkat Satuan
Salah satu standar kompetensi Pendidikan (KTSP) menghendaki agar
pembelajaran sastra di SMP kelas VII dalam mengevaluasi hasil belajar siswa,
semester 1 dalam Kurikulum Tingkat guru menggunakan bentuk-bentuk
Satuan Pendidikan (KTSP) adalah penilaian yang beragam yang mengungkap
memahami isi berbagai teks bacaan sastra belajar, pencapaian, motivasi, dan sikap
dengan membaca. Masalah yang dihadapi siswa dalam aktivitas belajar di kelas. Oleh
di SMP Negeri 8 Denpasar tentang karena itu, penilaian berbasis kelas adalah

2
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Volume 2 Tahun 2013)

salah satu bentuk penilaian autentik yang buku, tidak sempat, bukanlah hal yang
sangat tepat dilaksanakan oleh guru. Akan bijaksana.
tetapi, hingga saat ini bentuk penilaian Dalam kurikulum berbasis
yang banyak digunakan oleh guru adalah kompetensi, pengajaran sastra yang
pilihan ganda. Jenis penilaian ini tidak terhimpun dalam pelajaran bahasa
memberikan kesempatan kepada siswa Indonesia, menekankan pada materi
untuk mendemontrassikan kemampuan membaca dan mengarang. Setiap siswa
membacanya. wajib membaca buku sastra sejenis novel,
Beberapa faktor yang roman, cerpen, dan karya puisi bukan
mengakibatkan rendahnya kebiasaan membaca sinopsisnya. Untuk siswa SMP,
membaca antara lain: 1) budaya harus membaca buku sastra sembilan
masyarakat kita yang masih buah selama tiga tahun. Kewajiban siswa
mengutamakan budaya lisan memang itu harus dievaluasi oleh gurunya dengan
sangat berpengaruh pada rendahnya memberikan tugas-tugas yang terkait
kebiasaan membaca. 2) pengajar kurang dengan sastra.
menciptakan latihan membaca. 3) Terkait dengan usaha peningkatan
pengaruh media elektronik yang luar biasa kemampuan membaca sastra,
tak dapat lagi dibendung. Tanpa antisipasi penyempurnaan atau pembaruan
yang matang, faktor ini akan menjadi kurikulum dilakukan dalam rangka untuk
penghambat kebiasaan membaca, dan 4) mengantisipasi berbagai perubahan dan
kurang tersedianya bahan-bahan bacaan. tuntutan masa depan yang niscaya akan
Tanpa pemenuhan sarana ini, kebiasaan dihadapi oleh para siswa sehingga mereka
membaca masyarakat Indonesia sulit akan mampu berpikir global dan bertingkah
terwujud. laku sesuai dengan karakteristik maupun
Faktor kebiasaan membaca harus potensi lokal.
dibina sejak anak-anak. Misalnya, dalam Izzati dan Munindrati (2012: 51)
membaca karya sastra, tempat yang paling menyebutkan, berbicara sastra anak
baik untuk menumbuhkan minat dan tentunya tidak boleh lepas dari dunia anak-
mengembangkan kebiasaan membaca anak itu sendiri. Ada harapan bahwa dari
sastra adalah di sekolah melalui membaca sastra anak-anak itu, anak-anak
perpustakaan sekolah, di masyarakat dapat menyerap baik secara langsung
melalui taman bacaan masyarakat, dan di maupun tidak langsung aspek dan nilai-
rumah melalui perpustakaan keluarga. nilai yang terkandung dalam karya sastra
Untuk itu, anak-anak harus dibimbing, baik tersebut.
oleh guru, masyarakat, maupun oleh para Membaca teks sastra merupakan
orang tua. suatu kegiatan terpadu yang mencakup
Pembelajaran sastra dimaksudkan kegiatan memahami apa yang tersirat dan
untuk meningkatkan kemampuan siswa yang tersurat pada teks sastra. Kegiatan
mengapresiasi karya sastra. Kegiatan membaca pada dasarnya adalah kegiatan
mengapresiasi karya sastra berkaitan erat yang cukup kompleks. Kekompleksannya
dengan latihan mempertajam perasaan, itu diakibatkan karena pembaca
penalaran, daya khayal, kepekaan melibatkan berbagai aspek baik fisik
terhadap masyarakat, budaya dan maupun mental, bekal pengalaman, dan
lingkungan hidup. Untuk memahami dan pengetahuan maupun aktivitas berpikir dan
menghayati karya sastra siswa diharapkan merasakan. Dalam kegiatan membaca,
langsung membaca karya sastra bukan keseluruhan aspek ini teproses untuk
membaca ringkasannya. mencapai tujuan tertentu.
Untuk mengubah kebiasaan malas Pembaca adalah pribadi yang tidak
membaca menjadi rajin membaca dapat melepaskan diri dari lingkungan
diperlukan tekad dan motivasi yang tinggi. sosial budaya. Hal ini akan memengaruhi
Mencari alasan untuk tidak membaca, persepsinya terhadap suatu karya sastra
misalnya masalah uang untuk membeli sehingga persepsi tersebut sesuai dengan
pengaruh lingkungannya. Pergeseran nilai-

3
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Volume 2 Tahun 2013)

nilai sosial budaya mengakibatkan buku sebelum menguasai keterampilan


pergeseran pandangan pembaca terhadap membaca.
karya sastra. Dengan demikian, besar Kedua, sastra dapat
kemungkinan bahwa persepsi terhadap mengembangkan imajinasi anak-anak dan
karya sastra yang akan berbeda-beda oleh membantu mereka mempertimbangkan
pembaca yang satu dengan yang lainnya. dan memikirkan alam, insan, pengalaman
Sama halnya dengan membaca atau gagasan dalam berbagai cara. Karya
teks nonsastra, dalam membaca sastra sastra yang baik dapat mengungkapkan
pun tujuan utamanya adalah memahami serta membangkitkan keanehan dan
dan menangkap maksud penulis dalam keingintahuan sang anak. Sastra dapat
karyanya. Dengan kata lain dapat menolong sang anak mengenal berbagai
disebutkan bahwa dalam rangka gagasan yang belum/tidak pernah
memahami sastra kita perlu membaca dipikirkan sebelumnya.
teksnya terlebih dahulu. Dalam konteks ini Ketiga, sastra dapat memberikan
dibedakan antara membaca sastra dan pengalaman-pengalaman aneh yang
membacakan sastra. Membaca sastra seolah-olah dialami sendiri oleh sang anak.
bersifat impresif sedangkan membacakan Perspektif-perspektif atau pandangan-
sastra bersifat ekspresif. pandangan baru akan diturunkan sebaik
Menurut Teeuw (1991: 12) peoses sang anak memperoleh serta memiliki
membaca yaitu memberi makna pada teks pengalaman aneh seperti itu melalui
tertentu adalah proses yang memerlukan sastra.
pengetahuan sistem kode yang cukup Keempat, Sastra dapat
rumit, kompleks, dan aneka ragam. Ketiga mengembangkan wawasan sang anak
kode ini adalah kode bahasa, kode menjadi perilaku insani. Kita mengatahui
budaya, dan kode sastra. Puisi tidak dapat bahwa sastra merefleksikan kehidupan,
dipahami jika tidak mengerti bahasa yang tetapi dalam kenyataannya tiada buku
digunakan oleh penyair. Bahasa memiliki yang dapat memuat segala segi sekaligus.
kaidah dalam tataran fonologis, morfologis, Dengan kekayaannya sastra mempunyai
sintaksis, dan semantik. Di samping itu, daya yang ampuh dan unggul untuk
bahasa bukanlah hal yang berdiri sendiri. membayangkan serta memberinya bentuk
Bahasa terikat oleh konteks sosial dan yang indah dan memberi koherensi atau
konteks budaya. Oleh karena itu, hubungan yang serasi kepada pengalaman
memahami bahasa juga berarti memahami insani.
budaya. Di sisi lain, perlu dipahami bahwa Kelima, sastra dapat menyajikan
bahasa sastra itu khas. Ia berbeda dengan serta memperkenalkan kesemestaan
bahasa sehari-hari. Bahasa sastra terikat pengalaman atau keuniversalan kepada
oleh kode sastra, misalnya harus indah, sang anak. Sastra terus-menerus
simbolik, dan konotatif. mengemukakan masalah-masalah
Bergaul dengan sastra, anak-anak universal mengenai makna kehidupan dan
memperoleh berbagai manfaat, nilai untuk hubungan-hubungan manusia dengan
dirinya sendiri. Menurut Tarigan (1995: 6- alam dan orang lain.
8) nilai sastra bagi anak-anak adalah Keenam, sastra merupakan sumber
sebagai berikut. utama bagi penerusan atau penyebaran
Pertama dan yang paling utama warisan sastra kita dari satu generasi ke
adalah bahwa sastra memberi generasi berikutnya. Sastra yang dipilih
kesenangan, kegembiraan, kenikmatan secara cermat buat santapan anak-anak
kepada anak-anak. Nilai seperti ini akan kita dapat mengilustrasikan berbagai
tercapai apabila sastra dapat memperluas sumbangan dan berbagai nilai dalam
cakrawala anak-anak dengan cara berbagai budaya.
menyajikan pengalaman-pengalaman Demikianlah telah dikemukakan
baru. Oleh karena itu, anak-anak perlu beberapa butir nilai sastra bagi anak-anak.
menemukan kegembiraan dalam buku- Untuk itu, seorang guru disarankan agar
mengetahui dan memahami minat anak

4
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Volume 2 Tahun 2013)

didik dengan membantu mereka untuk Menurut Sumiati dan Asra (2008:
menemukan buku-buku sastra yang sesuai 29) dengan mengaitkan bahan ajar dengan
dengan minat tersebut. situasi kehidupan yang bersifat praktis,
Johnson( 2008: 2) mengemukakan dapat memunculkan arti bahan ajar
bahwa mengajar adalah pekerjaan yang tersebut bagi diri siswa sendiri. Dengan
sulit dan menantang. Anak-anak saat ini merasakan bahwa bahan ajar tersebut
mengalami tekanan dari tantangan- berarti atau bermakna, muncul rasa ingin
tantangan emosi, mental, dan fisik yang mengetahui atau ingin memiliki. Munculnya
memengaruhi perilaku dan kemampuan keinginan itu dapat meningkatkan minat
belajar mereka. Untuk mengatasi hal itu, untuk mempelajari.
dibutuhkan guru yang sabar, bijaksana, Majid (2008: 173) mengungkapkan
memiliki rasa humor, serta pandai memilih bahan ajar adalah segala bentuk bahan
bahan ajar yang relevan. yang digunakan untuk membantu
Pemilihan jenis bahan ajar guru/instruktur dalam melaksanakan
ditentukan berdasarkan tingkat kesulitan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang
dan kedalaman materi, ciri khas materi dimaksud bisa berupa bahan tertulis
pelajaran, kerumitan dalam pemilihan maupun bahan tidak tertulis.
strategi pembelajaran, karakter siswa, Dengan bahan ajar memungkinkan
kondisi sarana dan prasarana siswa dapat mempelajari suatu kompetensi
pembelajaran yang tersedia. Sehingga atau kompetensi dasar secara runtut dan
bahan ajar yang dihasilkan: (1) fleksibel sistematis sehingga secara akumulatif
dan handal untuk diterapkan pada satuan mampu menguasai semua kompetensi
pendidikan dengan kondisi, situasi, dan secara utuh dan terpadu.
kebutuhan peserta didik yang bervariasi, Sebuah bahan ajar paling tidak
(2) mudah untuk diadopsi atau diadaptasi mencakup antara lain: petunjuk belajar
oleh satuan pendidikan, (3) memberi (petunjuk siswa/guru), kompetensi yang
inspirasi bagi pendidik untuk akan dicapai, informasi pendukung,
mengembangkan bahan ajar yang lebih latihan-latihan, dan evaluasi. (Abdul Majid,
elaboratif, inovatif, dan efektif untuk 2008: 174)
diterapkan dalam pembelajaran. Dari berbagai pendapat di atas,
Dengan demikian, model bahan dapat disimpulkan bahwa bahan ajar
ajar perlu disusun sesuai dengan kondisi, adalah seperangkat materi yang disusun
kebutuhan, potensi, dan karakteristik oleh guru atau orang-orang yang memiliki
satuan pendidikan dan peserta didik yang keahlian sesuai dengan bidangnya dengan
dapat digunakan sebagai (1) acuan, bentuk yang sistematis sehingga tercipta
panduan, pedoman, sumber inspirasi atau lingkungan/suasana yang memungkinkan
referensi bagi satuan pendidikan dalam siswa belajar dengan baik.
mengembangkan kurikulum, silabus dan Pengembangan bahan ajar untuk
bahan ajar dan (2) bahan untuk diadaptasi mata pelajaran apa saja pada dasarnya
atau diadopsi oleh satuan pendidikan menggunakan prinsip-prinsip umum yang
sesuai kebutuhannya. sama. Dimulai dari sajian yang mudah
Sutjipta (2006:10) mengungkapkan sampai sajian yang sulit, dari yang
bahwa bahan ajar mempunyai struktur dan sederhana menuju yang kompleks,
urutan yang sistematis, menjelaskan tujuan selanjutnya dari yang konkret sampai yang
instruksional yang akan dicapai, abstrak. Banyak pendekatan yang
memotivasi siswa untuk belajar, digunakan, hanya saja karakteristik mata
mengantisipasi kesukaran belajar siswa pelajaran dan kurikulum sebuah mata
sehingga menyediakan bimbingan bagi pelajaran yang menjadi acuan utama.
siswa untuk mempelajari bahan tersebut, Bahan ajar bahasa Indonesia berupa teks
memberikan latihan yang banyak bagi yang menimbulkan respon dari anak didik
siswa, menyediakan rangkuman, dan untuk menanggapi, memberikan
secara umum berorientasi pada siswa pertanyaan, menirukan, mempercakapkan
secara individual. baik secara lisan maupun tertulis.

5
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Volume 2 Tahun 2013)

Bahan ajar dapat digunakan untuk dengan indikator. Karena suatu penilaian
guru dan siswa dalam kegiatan belajar yang dilakukan mengacu kepada indikator
mengajar (KBM) sehingga guru tidak pembelajaran tersebut. Sesuai dengan apa
terlalu banyak menyajikan materi di kelas. yang diungkapkan oleh Hariyanto (2010:
Tahap orientasi dapat dilakukan di rumah 16) yang menyatakan bahwa penilaian
oleh siswa. Dengan demikian, guru pencapaian kompetensi dasar peserta
mempunyai lebih banyak waktu untuk didik dilakukan berdasarkan indikator.
memberi bimbingan kepada siswa dan Penilaian bahasa Indonesia dapat
siswa tidak terlalu bergantung kepada guru menggunakan tes dan non tes dalam
karena mereka dapat belajar mandiri. bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan
Ilustrasi memegang peranan kinerja, pengukuran sikap, tugas, proyek
penting dalam bahan ajar, karena dapat dan atau produk, portofolio, dan penilaian
memperjelas konsep, pesan, gagasan atau diri.
ide yang disampaikan dalam bahan ajar Menurut Majid (2008: 186-187)
(Sutjipta dan Swacita, 2006: 10). Ilustrsi Implikasi dari diterapkannya standar
yang menarik ditambah tata letak yang kompetensi dalam proses penilaian yang
baik dapat membuat bahan ajar semakin dilakukan oleh guru, baik yang bersifat
menarik. Pemilihan ilustrasi yang tepat, formatif maupun sumatif harus
berdasarkan tujuan, fungsi dan menggunakan acuan kriteria. Untuk itu,
karakteristik pemakai bahan ajar dalam menerapkan standar kompetensi
merupakan langkah penting dalam guru harus: 1) mengembangkan matriks
menciptakan bahan ajar yang menarik. kompetensi belajar (learning competency
Penyusunan bahan ajar membaca matrix) yang menjamin pengalaman belajar
sastra juga harus memperhatikan yang terarah dan 2) mengembangkan
keterbacaan. Tuntutan pemilihan bahan penilaian autentik berkelanjutan
bacaan yang layak untuk siswanya (continuous authentic assessment) yang
merupakan hal yang tidak bisa diabaikan. menjamin pencapaian dan penguasaan
Terlebih-lebih untuk guru bahasa kompetensi.
Indonesia, karena pengajaran membaca Hall (2008: 375) menyatakan
secara formal dibebankan kepada guru bahwa ketika guru mengajukan pertanyaan
bidang studi bahasa Indonesia (Harras dan yang memerlukan jawaban yang bijaksana,
Yeti Mulyani , 2012: 83). para siswa didorong untuk
Meskipun bahan bacaan untuk mengembangkan kebiasaan berpikir.
kepentingan bahan ajar sudah banyak Setiap pertanyaan mempertimbangkan isi,
tersedia di luar, namun tuntutan bagi setiap konteks, para pelajarnya, dan mendorong
guru untuk dapat berperan dan bertindak terjadinya diskusi.
sebagai penulis tampaknya sangat Tuckman dalam Burhan (2010: 6)
dibutuhkan. mengartikan penilaian sebagai suatu
Berdasarkan berbagai pendapat proses untuk mengetahui (menguji)
tentang bahan ajar di atas, bentuk bahan apakah suatu kegiatan, proses kegiatan,
ajar paling tidak dapat dikelompokkan keluaran suatu program telah sesuai
menjadi empat, yaitu: 1) bahan cetak, dengan tujuan atau kriteria yang telah
antara lain handout buku, modul, lembar ditentukan. Ini berarti penilaian dapat
kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, diartikan sebagai suatu proses untuk
foto/gambar, model/maket, 2) bahan ajar mengukur kadar pencapaian tujuan.
dengar seperti kaset, radio, piringan hitam, Mueller (2008) dalam Burhan
dan compack disk audio, 3) bahan ajar (2010: 310-314) mengemukakan sejumlah
pandang dengar (audio visual) seperti langkah yang perlu ditempuh dalam
video, film, dan 4) bahan ajar interaktif mengembangkan penilaian autentik.
(interaktive teaching material) seperti Pertama, penentuan standar
compack disk interaktif.(Majid, 2008: 174) dimaksudkan sebagai sebuah pernyataan
Bahan ajar yang dikembangkan tentang apa yang harus diketahui dan
dilengkapi dengan penilaian yang sesuai dilakukan pembelajar. Dalam KTSP

6
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Volume 2 Tahun 2013)

memakai istilah standar kelulusan yaitu, kriteria yang telah ditentukan yang disebut
kualifikasi kemampuan lulusan yang rubrik. Rubrik dapat dipahami sebagai
mencakup sikap, pengetahuan, dan sebuah skala penyekoran. Tingkat capaian
keterampilan (PP No. 19 tahun 2005: 2), kinerja umumnya ditunjukkan dengan
dan kompetensi dasar adalah kompetensi angka-angka (1-4 atau 1-5). Besar kecilnya
atau standar minimal yang harus dicapai angka menunjukkan tinggi rendahnya
atau dikuasai oleh pembelajar. Standar capaian. Tiap angka tersebut biasanya
kompetensi dan kompetensi dasar adalah mempunyai deskripsi verbal yang diwakili,
menjadi tujuan pembelajaran, kemudian misalnya skor 1, berarti tidak ada kinerja
dijabarkan menjadi sejumlah indikator yang atau kinerja tidak tepat sama sekali, skor 5,
lebih operasional sehingga kemampuan, sangat meyakinkan dan bermakna, sedang
keterampilan, atau kinerja yang menjadi skor 2, 3, 4, secara berturut-turut
sasaran lebih jelas. menunjukkan semakin baiknya kinerja dan
Kedua, penentuan tugas-tugas kebermaknaannya. Rubrik lazimnya
autentik adalah tugas-tugas yang ditampilkan dalam tabel, kriteria
mengukur ketercapaian kompetensi yang ditempatkan di sebelah kiri dan tingkat
dibelajarkan, baik ketika kegiatan capaian di sebelah kanan tiap kriteria.
pembelajaran masih berlangsung maupun Rubrik juga dapat dibuat secara
ketika sudah berakhir. Pengukuran hasil analitis dan holistik. Rubrik analitis
pencapaian kompetensi pebelajar yang menunjuk pada rubrik yang memberikan
secara realistik dilakukan di kelas. penilaian tersendiri untuk tiap kriteria.
Pemilihan tugas-tugas tersebut harus Rubrik holistik adalah penilaian capaian
merujuk pada kompetensi yang diukur. kinerja secara menyeluruh untuk seluruh
Dalam penilaian autentik mesti terkandung kriteria.
dua hal sekaligus sesuai dengan standar
(kompetensi) dan relevan (bermakna) METODE PENELITIAN
dengan kehidupan nyata. Untuk mencapai tujuan penelitian,
Ketiga, pembuatan kriteria dapat yaitu (1) mengembangkan bahan ajar
menggambarkan capaian kompetensi yang membaca sastra Indonesia yang layak dan
dimaksud. Kriteria merupakan pernyataan dapat diaplikasikan pada siswa kelas VII
yang menggambarkan tingkat capaian dan semester 1 SMP Negeri 8 Denpasar, dan
bukti-bukti nyata capaian belajar subjek (2) mengembangkan perangkat penilaian
belajar dengan kualitas tertentu yang yang bercirikan penilaian autentik pada
diinginkan. Jumlah kriteria yang dibuat siswa kelas VII semester 1 SMP Negeri 8
bersifat relatif, tetapi sebaiknya dibatasi, Denpasar, maka penelitian dirancang
dan yang pasti kriteria harus mengungkap dalam bentuk penelitian pengembangan
capaian hal-hal yang esensial dalam (research and development).
sebuah kompetensi. Pembuatan kriteria Berdasarkan langkah-langkah
harus mengacu pada ketentuan-ketentuan: pengembangan menurut Gall.at.all, maka
(1) tugas harus dirumuskan secara jelas, dapatlah disusun model pengembangan
(2) singkat padat, (3) dapat diukur, (4) bahan ajar membaca sastra siswa kelas
merujuk pada tingkah laku hasil belajar, (5) VII semester 1 SMP Negeri 8 Denpasar.
dapat dipahami oleh subjek didik. Adapun model pengembangan (modifikasi)
Keempat, pembuatan rubrik, yang digunakan seperti gambar 01 berikut.
penilaian autentik menggunakan
pendekatan penilaian kriteria untuk Analisis Pengembangan Pengembang
menentukan skor capaian subjek didik. kebutuhan desain an bahan
ajar
Skor seorang pebelajar ditentukan
seberapa tinggi kinerja yang ditampilkan
secara nyata menunjukkan tingkat capaian Produk uji Revisi Uji awal
awal
kompetensi. Untuk menentukan tinggi
rendahnya skor kinerja menggunakan alat
skala untuk memberikan skor-skor tiap
Uji ulang produk awal

7 Revisi
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Volume 2 Tahun 2013)

guru. Data yang dikumpulkan dalam


penelitian ini adalah: (1) hasil studi empirik
tentang pelaksanaan pembelajaran bahasa
Indonesia untuk analisis kebutuhan (need
assessment), berupa : a) silabus, RPP; b)
materi dan perangkat pembelajaran; c)
cara/model evaluasi hasil pembelajaran; f)
aktivitas belajar siswa; dan g) hasil belajar
siswa. (2) pendapat, minat, dan sikap
siswa terhadap bahan ajar yang
dikembangkan, dan (3) pendapat,
Gambar 01: Model Pengembangan Bahan Ajar penilaian dari guru yang mengajar bahasa
Membaca Sastra Kelas VII Semester I Indonesia di kelas VII semester I SMP
SMP Negeri 8 Denpasar
Negeri 8 Denpasar. Ketiga jenis data ini
Berdasarkan gambar di atas, dapat dianalisis secara deskriptif.
dijelaskan sebagai berikut. Untuk Data hasil evaluasi dalam
mengembangkan bahan ajar membaca pelaksanaan uji coba dianalisis sebagai
sastra kelas VII Semester I SMP Negeri 8 berikut.
Denpasar, diawali dengan tahap analisis Pertama, data itu dinilai dengan
kebutuhan. Aspek kajiannya adalah angka (skor). Penyekoran data dilakukan
pengembangan silabus dan RPP, sarana sesuai dengan hasil deskripsinya, dan
pembelajaran, aktivitas mengajar (teknik, disesuaikan pula dengan teknik
metode), cara/model evaluasi hasil penyekoran untuk soal bahasa yang
pembelajaran aktivitas belajar siswa dan jawabannya diberikan dalam bentuk esai.
hasil belajar siswa. Kedua, dari skor yang diperoleh
Berdasarkan analisis kebutuhan, siswa, dihitung jumlah rata-rata hasil
langkah selanjutnya adalah belajar dan persentase siswa yang dapat
mengembangkan desain, yang dilanjutkan menguasai tujuan/sasaran pelajaran.
dengan mengembangkan bahan ajar Besarnya persentase siswa yang
membaca sastra sesuai dengan SK, KD, menguasai tujuan pembelajaran akan
Indikator dan tujuan pembelajaran. Hasil mencerminkan tingkat efektivitas bahan
pengembangan yang berupa produk awal ajar yang dikembangkan.
diujicobakan pada satu kelas (kelompok Acuan yang digunakan untuk
kecil). Apabila pada hasil uji awal kurang menentukan atau menyimpulkan tingkat
memuaskan, maka dilakukan revisi. Revisi efektivitas bahan ajar yang dikembangkan
dapat dilakukan pada tujuan, adalah pendapat dari Mager and Beach
pengembangan materi, penambahan (1976) dan Kemp (1985) dalam Martha
ilustrasi, atau pada evaluasi. Setelah (3003: 92) yang menyatakan bahwa untuk
dilakukan revisi, maka diperoleh produk materi pelajaran yang direncanakan
hasil uji awal. Produk hasil uji awal ini diuji dengan bersistem di lembaga pendidikan,
ulang pada kelompok menengah (dua pencapaian 80% dari tujuan/sasaran oleh
kelas). Berdasarkan hasil uji ulang, apabila 80% dalam kelas dapat diterima sebagai
masih ada hal-hal yang kurang materi program yang sangat efektif.
memuaskan, dilakukan revisi. Revisi
dilakukan berdasarkan masukan dari siswa
dan guru mata pelajaraan. Hasil revisi ini HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
diujikan kembali pada kelompok yang lebih Uji coba bahan ajar dan penilaian
besar (tiga kelas). Hasil revisi ini menjadi autentik dilaksanakan sebanyak tiga kali
produk akhir yang diharapkan sesuai Uji coba awal dilaksanakan pada satu
dengan kriteria yang ditentukan. kelas yaitu kelas VII H. Hasil belajar yang
Sumber data diperoleh dari dicapai siswa belum memusakan, karena
aktivitas pembelajaran di kelas, hasil uji pada KD 7.1 hanya mencapai rata-rata
coba dan hasil kuesioner dari siswa dan 79,22. Ini berarti belum mencapai nilai

8
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Volume 2 Tahun 2013)

KKM 80, sedangkan pada KD 7.2 telah proses pembelajaran di kelas. Demikian
mencapai rata-rata 80,59, sehingga perlu juga pengembangan penilaian telah
dilakukan revisi bahan ajar berdasarkan bercirikan penilaian autentik. Oleh karena
masukan dari guru mata pelajaran dan itu, disarankan agar dalam memberikan
siswa. Revisi dilakukan dengan penilaian para guru menerapkan penilaian
menambahkan materi, menambahkan autentik, yang menggunakan berbagai
contoh soal, dan tugas rumah. ukuran, kriteria, sesui dengan karakteristik
Berdasarkan revisi, dilakukan uji dan esensi pengalaman belajar.
coba pada dua kelas yaitu kelas VII H dan
kelas VII I. Hasil uji coba yang kedua,
menunjukkan hasil yang memuaskan. DAFTAR PUSTAKA
Siswa kelas VII H telah mencapai rata-rata Anindyarini, Atikah dan Sri Ningsih. 2008.
84,10 untuk KD 7.1 dan 84,98 untuk KD Bahasa Indonesia Untuk SMP/MTs
7.2. Sedangkan kelas VII I yang pertama Kelas VII. Jakarta: Pusat
kali mengikuti uji coba telah mencapai nilai Perbukuan Departemen Pendidikan
rata-rata untuk KD 7.1 83,85 dan pada KD Nasional
7.2 mencapai 82,63. Agar bahan ajar lebih
menarik, dilakukan revisi dengan Arka, IB dan Widjaja, I.N. Evaluasi Hasil
menambahkan warna pada bahan ajar. Belajar. Denpasar. UNUD.Standar
Uji coba bahan ajar yang ketiga Kompetensi Guru
dilaksanakan pada tiga kelas yaitu kelas Arikunto, Suharsini. 1998. Menejemen
VII H, VII I, dan VII B. Hasil belajar yang Penelitian. Jakarta: Rinika Cipta.
dicapai adalah: Rata-rata yang dipcapai
Depdiknas. 2001. Kurikulum Berbasis
oleh kelas VII H untuk KD 7.1 adalah
Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa
85,61, untuk KD 7.2 adalah 86,17. Untuk
Indonesia SMP. Pusat
kelas VII I, rata-rata yang dicapai untuk KD
Kurikulum: Badan Penelitian dan
7.1 adalah 85,98, rata-rata untuk KD 7.2
Pengembangan. Depdiknas.
adalah 85,95. Sedangkan untuk kelas VII
Jakarta.
B, rata-rata yang dicapai untuk KD 7.1
adalah 84,15, dan rata-rata untuk KD 7.2 Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri
adalah 81,98. Ketuntasan belajar untuk Pendidikan Nasional Republik
ketiga kelas ini sudah mencapai 100%. Indonesia No. 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi
Depdiknas. 2007. Kurikulum Tingkat
SIMPULAN DAN SARAN
Satuan Pendidikan Untuk SMP.
Berdasarkan hasil uji coba, dapat
Jakarta: Departemen Pendidikan
disimpulkan bahwa bahan ajar yang
Nasional
dikembangkan telah layak dan dapat
diaplikasikan, karena sesuai dengan Djuanda, Dadan.2008. Pembelajaran
kebutuhan siswa. Demikian juga penilaian Keterampilan Berbahasa Indonesia
yang dikembangkan telah bercirikan di Sekolah Dasar. Bandung:
penilaian autentik, karena penilaian telah Pustaka Latifah
mampu digunakan untuk mengungkap Gunadhi, Sri Ni Made, dkk.2011.Lembar
kompetensi yang diinginkan atau sesuai Kerja Siswa Cermat Bahasa
dengan indikator. Indonesia. Denpasar : Dwi Jaya
Pengembangan bahan ajar Mandiri.
membaca sastra ini telah terbukti dapat
meningkatkan kemampuan membaca Hall, Gene E, dkk. 2008. Mengajar dengan
sastra pada siswa kelas VII semester 1 Senang. (Menciptakan Perbedaan
SMP Negeri 8 Denpasar. Oleh karena itu, dalam Pembelajaran Siswa.
disarankan kepada guru mata pelajaran Jakarta: PT Indeks.
bahasa Indonesia untuk menggunakan Hardiningtyas, Puji Retno.2008.
bahan ajar hasil pengembangan ini dalam Implementasi Pengajaran Sastra

9
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Volume 2 Tahun 2013)

Indonesia di Sekolah: Upaya dan Pengembangan Aktivitas


Pemahaman Pembelajaran Instruksional Direktorat Jenderal
Berbasis Kompetensi dan Pendidikan Tinggi Departemen
Pendekatan Kontekstual. Pendidikan Nasional.
Denpasar: Balai Bahasa Denpasar
Pramana, Eka.2010. Buku Ajar Bahasa
Hariyanto. 2010. Buku Panduan Guru Mata Indonesia kelas VII semester I
Pelajaran Bahasa Indonesia untuk (Ringkasan Materi Esensial dan
SMP/Mts Kelas VII. Semarang: Kegiatan Belajar Siswa). Solo : CV
Aneka Ilmu Atha Media Abadi.
Harras, Khalid A. 2012. “Pembelajaran Pramana, P & Purwanto. 2005. Penulisan
Membaca.” Disajikan pada Bahan Ajar. Jakarta : Pusat antar
Lokakarya membaca, Menulis Universitas untuk Peningkatan
dan Apresiasi Sastra Indonesia dan Pengembangan Aktivitas
TingkatSD/Mi dan SMP/MTs Instruksional Direktorat
Tahun 2012. Jenderal Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional.
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar.
2009. Strategi Pembelajaran Sadikin, Asep Ganda,dkk. 2011. Bahasa
Bahasa. Bandung: PT Indonesia 1. Bandung: Grafindo.
Remaja Rosdakarya.
Subyantoro, dkk. 2004. Penilaian Berbasis
Johnson, Lou Anne. 2008. Pengajaran Kelas. Jakarta : Departemen
yang Kreatif dan Menarik. Jakarta: Pendidikan Nasional Direktorat
Indeks. Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Direktorat Pendidikan
Majid, Abdul. 2008. Perencanaan
Lanjutan Pertama.
Pembelajaran (Mengembangkan
Standar Kompetensi Guru). Sumiati dan Asra. 2008. Metode
Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Pembelajaran. Bandung: CV
Wacana Prima.
Martha, I Nengah. 2003. “Model
Pengembangan Buku Teks Bahasa Sutjipto,N & Swacita I B,.2006, Membuat
Indonesia yang Mememperhatikan Bahan Ajar, Denpasar : LP3 UNUD.
Fungsi Makro dan Mikro Bahasa.
Tampubolon, DP. 1987. Kemampuan
Disertasi Program Pasca Sarjana
Membaca: Teknik Membaca Efektif
Universitas Pendidikan Indonesia.
dan Efisien. Bandung:
Tidak diterbitkan.
Angkasa.
Martha, I Nengah 2007. “Penilaian Autentik
Tarigan, Henry Guntur. 1979. Membaca
dalam proses belajar-mengajar
Sebagai Suatu Keterampilan
pada Pendidikan Dasar dan
Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Menengah”.Orasi Pengenalan Guru
Besar Tetap dalam Bidang Tarigan, Henry Guntur. 1995. Dasar-Dasar
Bahasa dan Sastra Indonesia. Psikosastra. Angkasa: Bandung.
Pada Universitas Pendidikan Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra.
Ganesha. Hari Jumat, 28 Bandung: PT Karya Nusantara.
Desember 2007. Tidak diterbitkan.
Yattini. 2008. Bahasa Indonesia Untuk
Muslish, Masnur. 2007. KTSP SMP Kelas VII. Bandung. Regina
Pembelajaran Berbasis Kompetensi
dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Zainul, Asmawi. 2001. Alternative
Aksara. Assessment. Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasional.
Panen, P & Purwanto.2005. Penulisan
Bahan Ajar. Jakarta : Pusat antar
Universitas untuk Peningkatan

10
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Volume 2 Tahun 2013)

11

Anda mungkin juga menyukai