Anda di halaman 1dari 30

LINGKUNGAN PENGAWASAN DI PERBANKAN SYARIAH

Makalah

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pengawasan Internal

Perbankan Syariah

Dosen Pengampu: Baiq Ari Yusrini, MM

oleh: Kelompok 1

Anggota:

1. Rasti Astia Ningsih


NIM 200502086
2. Indy Hanum Pratiwi
NIM 200502079
3. Sri Mulya Hastuti
NIM 200502076
4. Lalu Muhammad Nasarudin
NIM 200502099

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (FEBI)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

MATARAM

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji syukur tiada henti-hentinya peneliti

haturkan kehadirat Allah SWT yang maha pemberi petunjuk, anugrah dan nikmat

yang diberikan-nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan makalah mengenai

“LINGKUNGAN PENGAWASAN DI PERBANKAN SYARIAH” dengan tepat

waktu. Peneliti juga mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada Dosen

Pengampu Ibu Baiq Ari Yusrini, MM selaku dosen mata kuliah Sistem

Pengawasan Internal Perbankan Syariah yang sudah memberikan kepercayaan

kepada peneliti untuk menyelesaikan makalah ini. Peneliti sangat berharap

makalah ini dapat bermanfaat untuk peneliti dan semua orang dalam hal

menunjang proses belajar mengajar terutama yang berkaitan lingkungan

pengawasan di perbankan syariah ini. Peneliti pun menyadari bahwa di dalam

makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab

itu, Peneliti mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan

peneliti buat di masa yang mendatang.

Mataram, 30 Maret 2023

Peneliti,

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................ 1

C. Tujuan .............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3

A. Mekanisme Pengawasan di Perbankan Syariah ............................. 3

B. Sarana dan Prasarana Pengawasan di Perbankan Syariah .............. 16

C. Ketersediaan Sarana dalam bekerja di Perbankan Syariah ........... 20

D. Kerangka Pengawasan dan Pengendalian Perbankan Syariah ........ 23

E. Tantangan Pengaturan dan Pengawasan Bank Syariah .................. 25

BAB III PENUTUP ............................................................................... 27

Kesimpulan ..................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Industri Perbankan merupakan salah satu bentuk industri keuangan

mempunyai karakteristik usaha yang unik dan berbeda dengan jenis usaha-

usaha lain. Oleh sebab itu, bank sebagai sektor usaha yang rawan terhadap

penyimpangan dan kejahatan, dan juga rentan terhadap potensi kegagalan

yang bersifat sistemik maka perlu adanya pengawasan untuk memastikan

pengelolaannya dilakukan secara sehat dan berhati-hati sesuai dengan prinsip

manajemen risiko dan tata kelola yang baik. Kegagalan suatu bank dapat

menyebabkan krisis perbankan, memperburuk kondisi perekonomian, biaya

perbaikan yang sangat mahal, pelarian modal ke luar negeri, krisis nilai tukar,

dan masih banyak yang lain lagi. Oleh sebab itu, bisa dibayangkan betapa

pentingnya pengawasan terhadap sebuah bank.1

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Mekanisme Pengawasan di Perbankan Syariah?

2. Bagaimana Sarana dan Prasarana Pengawasan di Perbankan Syariah?

3. Bagaimana Ketersediaan Sarana dalam bekerja di Perbankan Syariah?

4. Bagaimana Kerangka Pengawasan dan Pengendalian Perbankan Syariah?

1
Anjar Kususinayah, “Pengawasan Bank Syariah di Indonesia”, dalam
https://islamictubeuk.com/pengawasan-bank-syariah-di-indonesia/, diakses tanggal 13 Oktober
2020.

1
5. Bagaimana Tantangan Pengaturan dan Pengawasan Bank Syariah?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui Mekanisme Pengawasan di Perbankan Syariah

2. Untuk mengetahui Sarana dan Prasarana Pengawasan di Perbankan

Syariah

3. Untuk mengetahui Ketersediaan Sarana dalam bekerja di Perbankan

Syariah

4. Untuk mengetahui Kerangka Pengawasan dan Pengendalian Perbankan

Syariah

5. Untuk mengetahui Tantangan Pengaturan dan Pengawasan Bank Syariah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Mekanisme Pengawasan di Perbankan Syariah

Pada dasarnya pengaturan dan pengawasan bank syariah dimaksudkan

untuk meningkatkan keyakinan dari setiap orang yang mempunyai

kepentingan dengan bank, bahwa bank-bank dari segi finansial tergolong

sehat, dan sesuai dengan ajaran Islam serta di dalam bank tidak terkandung

segi-segi yang merupakan ancaman terhadap kepentingan masyarakat yang

menyimpan dananya di bank. Berdasarkan kerangka keuangan Islam

pengawasan setidaknya harus mencakup dua dimensi utama, yakni patuh

terhadap standar yang telah ditentukan oleh Basel Committee, Dalam Basel

Committee dijelaskan tiga pilar, yaitu kecukupan modal, proses tinjauan

pengawasan, dan disiplin pasar yang sama-sama relevan dengan bank syariah.

Penerapan sistem baru tersebut diharapkan dapat membantu menumbuhkan

budaya manajemen risiko yang efektif di bank syariah melalui penilaian

internal dan sistem kontrol yang tepat. dan Ketentuan hukum tentang bank

dan keuangan di Negara masing-masing; patuh terhadap norma-norma

syariah untuk memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa produknya

tidaklah sama dengan produk yang ditawarkan system konvensional.2

Di Indonesia, Bank Indonesia secara spesifik membuat aturan dalam

Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan GCG

2
Ali Syukron, “Pengaturan dan Pengawasan pada Bank Syariah”, Jurnal Ekonomi dan
Hukum Islam, Vol. 2, Nomor 1, 2012, hlm. 27.

3
bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang mengatur secara

konprehensif mekanisme pengawasan di bank syariah meliputi komposisi,

karakteristik, struktur, dan mekanisme dasar yang harus dimiliki oleh Dewan

Komisaris dan Direksi.

Berikut dijelaskan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris,

Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah.

1. Dewan Komisaris.

Peraturan perundang-undangan memberikan tanggung jawab yang

jelas dan tegas terhadap tanggung jawab Dewan Komisaris. Mengingat

kedudukan Dewan Komisaris sebagai organ perseroan, tanggung jawab

ini bertujuan untuk menjamin agar Dewan Komisaris melakukan fungsi

pengawasan dengan I’tikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab.

Kesalahan maupun kelalaian Dewan Komisaris yang menyebabkan

kerugian bagi perseroan harus dipertanggung jawabkan oleh Dewan

Komisaris bahkan sampai pertanggungjawaban pribadi.19 Untuk itu PBI-

2009 mengatur tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris Jumlah

anggota dewan Komisaris paling kurang 3 (tiga) orang dan paling banyak

sama dengan jumlah anggota Direksi, terdiri dari Komisaris dan

Komisaris Independen. Komisaris Independen dapat bertindak sebagai

penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal


3
dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada

manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk


3
Ibid, hlm. 28.

4
melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good

corporate governance.

Selanjutnya, mengenai tugas dan tanggung jawab Dewan

Komisaris pada perbankan sebagaimana diatur dalam PBI-2009, antara

lain:

a) Dewan Komisaris wajib melakukan pengawasan atas

terselenggaranya pelaksanaan GCG dalam setiap kegiatan

usaha BUS pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi

b) Dewan Komisaris wajib melaksanakan pengawasan terhadap

pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, serta

memberikan nasihat kepada Direksi.

c) Dalam melakukan pengawasan, Dewan Komisaris wajib

memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan strategis

BUS dan Dewan Komisaris dilarang terlibat dalam

pengambilan keputusan kegiatan operasional BUS, kecuali

pengambilan keputusan untuk pemberian pembiayaan kepada

Direksi sepanjang kewenangan Dewan Komisaris tersebut

ditetapkan dalam Anggaran Dasar BUS atau dalam Rapat

Umum Pemegang Saham. 4

d) Dewan Komisaris wajib memastikan bahwa Direksi telah

menindaklanjuti temuan audit dan/atau rekomendasi dari hasil

pengawasan Bank Indonesia, auditor intern, Dewan Pengawas

Syariah dan/atau auditor ekstern.


4
Ibid, hlm. 29.

5
e) Dewan Komisaris wajib memberitahukan secara tertulis kepada

Bank Indonesia paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak

ditemukannya, baik itu pelanggaran peraturan perundang-

undangan di bidang keuangan dan perbankan maupun suatu

kondisi yang dapat membahayakan kelangsungan usaha BUS.

f) Dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan

tanggung jawabnya, Dewan Komisaris wajib membentuk

Komite Pemantau Risiko, Komite Remunerasi dan Nominasi,

dan Komite Audit. Pengangkatan anggota komite ditetapkan

oleh Direksi berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris.

g) Dewan Komisaris wajib memastikan bahwa komite yang telah

dibentuk menjalankan tugasnya secara efektif dan wajib

memiliki pedoman dan tata tertib kerja. Pedoman dan tata

tertib kerja komite harus dievaluasi dan dilakukan pengkinian

secara berkala, dan pedoman dan tata tertib kerja ini sifatnya

mengikat bagi setiap anggota Dewan Komisaris. Dalam

pedoman dan tata tertib ini harus mencantumkan waktu kerja

dan pengaturan rapat. 5

h) Dewan Komisaris wajib menyediakan waktu yang cukup untuk

melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara optimal.

Minimal rapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 2 (dua) bulan dan

wajib dihadiri paling kurang oleh 2/3 (dua per tiga) dari jumlah

anggota Dewan Komisaris.


5
Ibid.

6
i) Rapat Dewan Komisaris wajib dipimpin oleh Komisaris Utama.

Jika Komisaris Utama berhalangan hadir maka rapat Dewan

Komisaris dapat dipimpin oleh salah seorang anggota Dewan

Komisaris. Seluruh keputusan Dewan Komisaris yang

dituangkan dalam risalah rapat merupakan keputusan bersama

seluruh anggota Dewan Komisaris dan hasil rapat Dewan

Komisaris wajib dituangkan dalam risalah rapat dan

didokumentasikan dengan baik. Jika terjadi perbedaan

pendapat (dissenting opinions) atas hasil keputusan rapat

Dewan Komisaris, maka perbedaan pendapat tersebut wajib

dicantumkan secara jelas dalam risalah rapat beserta alasannya.

2. Dewan Direksi

Dewan direksi memiliki fungsi utama dalam manajemen, yakni

menetapkan tujuan stratejik dan prinsip-prinsip yang akan dijadikan

sebagai acuan lembaga keuangan islam. 6Kewajiban dan tanggung jawab

otoritas pengambilan keputusan untuk masing-masing level manajemen

harus ditentukan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab masing-

masing anggota dewan direksi. Dewan direksi juga memiliki kewajiban

untuk menjaga transparansi dalam menjalankan operasional perusahaan

yang mengacu pada standar operasional Lembaga Keuangan Syariah yang

ditentukan oleh Basel Committee on Banking Supervision (BCBS),

6
Ibid, hlm. 30.

7
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions

(AAOIFI), Islamic Financial Service Board (IFSB), ataupun atas otoritas

pengawas.21 Dewan direksi tidak akan mampu menjalankan tanggung

jawabnya secara efektif tanpa didukung oleh sistem control internal yang

bagus, prosedur akuntansi yang relevan, audit internal dan eksternal yang

efektif, manajemen risiko yang efisien, memiliki aturan cheks and

balances, serta adanya perangkat regulasi dan prosedur yang

komprehensif. Dewan direksi tidak mungkin akan bisa melakukan semua

tugas tersebut secara efektif, jika mereka hanya mengedepankan self

interest dan mengabaikan kepentingan para stakeholder yang meliputi

para pemegang saham, depositor, pegawai ataupun pihak lain yang

berkepentingan. Dengan demikian, kehadiran otoritas pengawas dan

auditor eksternal adalah sebuah keniscayaan guna mendorong dan

memastikan dewan direksi untuk menjalankan tugas-tugas sebagaimana

yang telah ditentukan.

Selain itu, dewan direksi harus memiliki profesionalitas,

kompetensi, dan integritas moral yang sangat diperlukan untuk mengelola

bank syariah. 7Kualifikasi ini sangat diperlukan bagi bank syariah,

dikarenakan keberadaan bank syariah yang dibangun berdasarkan nilai-

nilai moral kemanusiaan, bersifat altruistik dan tidak mementingkan self

interest. Dengan kata lain, dewan direksi tidak boleh menerima

keuntungan terselubung untuk kepentingan pribadi mereka. Mereka tidak

diperkenankan memanipulasi harga saham, atau mendapatkan keuntungan


7
Ibid.

8
lainnya terkait dengan pengetahuan mereka atas usaha bank. Hal ini

sangat penting untuk dilakukan secara jujur dan sehat untuk mencegah

terjadinya moral hazard dalam manajemen bank.

Untuk itu, Bank Indonesia secara spesifik mengatur tugas dan

tanggung jawab dewan direksi dalam PBI 2009, antara lain:

a) Direksi bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan pengelolaan

BUS berdasarkan prinsip kehati-hatian dan Prinsip Syariah.

b) Direksi wajib mengelola BUS sesuai dengan kewenangan dan

tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar

BUS dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c) Direksi wajib melaksanakan GCG dalam setiap kegiatan usaha

BUS pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi, Direksi

wajib menindaklanjuti temuan audit dan/atau rekomendasi dari

hasil pengawasan Bank Indonesia, auditor intern, Dewan

Pengawas Syariah dan/atau auditor ekstern.

d) Dalam rangka melaksanakan GCG, Direksi wajib memiliki

fungsi paling kurang: 8

1) Audit Intern;

2) Manajemen Risiko dan Komite Manajemen Risiko; dan

3) Kepatuhan.

e) Direksi wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya

kepada pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang

Saham.
8
Ibid, hlm. 31.

9
f) Direksi harus mengungkapkan kepada pegawai kebijakan BUS

yang bersifat strategis di bidang kepegawaian.

g) Anggota Direksi dilarang memberikan kuasa umum kepada

pihak lain yang mengakibatkan pengalihan tugas dan fungsi

Direksi.

h) Direksi hanya dapat menggunakan jasa konsultan, penasihat,

atau yang dapat dipersamakan dengan itu sepanjang memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

1) Proyek bersifat khusus yang sangat diperlukan untuk

kegiatan usaha BUS;

2) didasari oleh kontrak yang jelas, yang sekurang-kurangnya

mencakup tujuan, ruang lingkup kerja, tanggung jawab,

jangka waktu pelaksanaan pekerjaan dan biaya; dan

3) konsultan merupakan pihak independen yang profesional

dan memiliki kualifikasi yang cukup untuk melaksanakan

proyek secara efektif dan efisien. 9

i) Direksi wajib menyediakan data dan informasi yang akurat,

relevan dan tepat waktu kepada Dewan Komisaris dan Dewan

Pengawas Syariah.

j) Setiap anggota Direksi wajib memiliki kejelasan tugas dan

tanggung jawab sesuai dengan bidang tugasnya.

9
Ibid.

10
k) Direksi wajib memiliki pedoman dan tata tertib kerja yang

bersifat mengikat bagi setiap anggota Direksi. Pedoman dan

tata tertib kerja paling kurang mencantumkan:

1) waktu kerja; dan

2) pengaturan rapat.

l) Setiap keputusan Direksi bersifat mengikat dan menjadi

tanggung jawab seluruh anggota Direksi.

m) Setiap kebijakan dan keputusan strategis wajib diputuskan

melalui rapat Direksi. Hasil rapat Direksi wajib dituangkan

dalam risalah rapat dan didokumentasikan dengan baik. Dalam

hal terdapat perbedaan pendapat (dissenting opinions) atas hasil

keputusan rapat Direksi, maka perbedaan pendapat tersebut

wajib dicantumkan secara jelas dalam risalah rapat beserta

alasannya. 10

3. Dewan Pengawas Syariah.

Secara umum pengawasan Bank Syariah dilakukan oleh Bank

Indonesia sebagai otoritas Pembina dan pengawas bank. Namun secara

khusus dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah yang ada pada tiap bank

yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah.

Lihat Undang-undang Nomer 40 tahun 2007 pasal 109 tentang

Perseroan Terbatas:

10
Ibid, hlm. 32.

11
a) Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan

prinsip Syari’ah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib

mempunyai Dewan Pengawas Syari’ah.

b) Dewan Pengawas Syari’ah sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) terdiri atas seorang ahli Syari’ah atau lebih yang diangkat

oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.

c) Dewan Pengawas Syari’ah sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta

mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip

Syari’ah.

Lihat juga Undang-undang Nomer 21 tahun 2008 tentang

Perbankan Syari’ah:

a) Dewan Pengawas Syari’ah wajib dibentuk di Bank Syari’ah dan

Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS. 11

b) Dewan Pengawas Syari’ah sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas

rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.

c) Dewan Pengawas Syari’ah sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta

mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syari’ah.

11
Ibid, hlm. 33.

12
d) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan

Pengawas Syari’ah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur

dengan Peraturan Bank Indonesia.

Dewan Pengawas Syariah merupakan badan independen yang

bertugas melakukan pengarahan (directing), pemberian konsultasi

(consulting), melakukan evaluasi (evaluating), dan pengawasan

(supervising) terhadap kegiatan bank syariah dalam rangka memastikan

bahwa kegiatan usaha bank syariah tersebut mematuhi (compliance)

terhadap prinsip syariah sebagaimana telah ditentukan oleh fatwa dan

syariah islam.

Dewan Pengawas Syariah merupakan keunikan tersendiri yang

dimiliki oleh lembaga keuangan syariah. Organisasi ini terdiri dari

cendekiawan Syariah yang bertugas mengawasi dan memantau kegiatan

lembaga keuangan untuk memastikan bahwa lembaga tersebut patuh

terhadap prinsip syariah. 12

Adanya Dewan Pengawas Syariah ini merupakan salah satu hal

pokok yang membedakan antara bank konvensional dengan bank syariah.

Tugas utama DPS adalah mengawasi pelaksanaan operasional bank dan

produk-produknya supaya tidak menyimpang dari aturan syariah.

Menurut Standar AAOIFI, dewan syariah setidaknya harus terdiri atas

tiga anggota cendekiawan syariah yang diangkat berdasarkan rapat

umum pemegang saham (RUPS) dan dalam keadaan tidak merangkap


12
Ibid.

13
jabatan sebagai konsultan di seluruh Bank Umum Syariah dan/atau Unit

Usaha Syariah.30 Hal ini perlu dilakukan karena DPS sebagai badan

independen dapat terlepas dari konflik kepentingan.

Dalam pelaksanaan tugasnya, diatur dalam pasal 46 PBI-2009.

Berikut Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah:

a) Dewan Pengawas Syariah wajib melaksanakan tugas dan

tanggung jawab sesuai dengan prinsip-prinsip GCG.

b) Tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah adalah

memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi

kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah. 13

c) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas

Syariah meliputi: menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip

Syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan

Bank, mengawasi proses pengembangan produk baru Bank agar

sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama

Indonesia, meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional –

Majelis Ulama Indonesia untuk produk baru Bank yang belum

ada fatwanya, melakukan review secara berkala atas

pemenuhan Prinsip Syariah terhadap mekanisme

penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa

Bank, dan Meminta data dan informasi terkait dengan aspek

syariah dari satuan kerja Bank dalam rangka pelaksanaan

13
Ibid, hlm. 34.

14
tugasnya. Apabila dalam pelaksanaan produk baru yang telah

ditawarkan ternyata tidak memenuhi prinsip syariah, maka

dalam hal ini Dewan Pengawas Syariah tidak memiliki

wewenang untuk menghentikan produk tersebut karena ini

merupakan otoritas Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang

menghentikan produk yang dimaksud.

d) Dewan Pengawas Syariah wajib menyampaikan Laporan Hasil

Pengawasan Dewan Pengawas Syariah secara semesteran yang

disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 2 (dua)

bulan setelah periode semester dimaksud berakhir. Dalam

laporannya dibuat pernyataan bahwa bank yang diawasinya

telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Pernyataan ini

kemudian dimuat dalam laporan keuangan bank. 14

e) Dari segi kinerja bisa jadi tugas Dewan Pengawas Syariah lebih

berat dari dewan komisaris. Hal ini bisa dilihat dari jumlah

rapat yang wajib dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah

dibandingkan oleh Dewan Komisaris. Dalam Pasal 49 ayat 1

PBI-2009 disebutkan rapat Dewan Pengawas Syariah wajib

diselenggarakan paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu)

bulan. Sedangkan bagi dewan komisaris wajib diselenggarakan

paling kurang 1 (satu) kali dalam 2 (dua) bulan.15

14
Ibid.
15
Ibid.

15
B. Sarana dan Prasarana Pengawasan di Perbankan Syariah

Secara keseluruhan pengawasan terhadap bank Syariah memiliki aspek

yang sama dengan pengawasan pada bank konvesional. Hanya saja, terdapat

tambahan berupa kepatuhan Syariah dan adanya tambahan kewenangan untuk

melakukan penyitaan data/dokumen bank.

Adapun Tujuan dari Pengawasan Bank Adalah Memastikan bahwa

bank dikelola secara sehat dan berhati-hati sesuai dengan prinsip manajemen

risiko dan tata kelola yang baik (good corporate governance) serta mematuhi

peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk pemenuhan prinsip

syariah. Pengawas Bank memiliki tugas untuk Memastikan bahwa pemilik

dan pengurus bank menjalankan roda usaha bank sesuai dengan aturan-aturan

baku yang telah ditetapkan Adanya Pengaturan dan pengawasan bank

bertujuan untuk melakukan optimalisasi fungsi perbankan Indonesia, dalam

rangka membentuk sistem perbankan yang sehat baik secara individu maupun

kepentingan masyarakat, sehingga mampu berkembang secara wajar dan

bermanfaat bagi perekonomian Nasional.16

Upaya yang dilakukan adalah:

1. Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan (Compliance Based Supervision)

Pendekatan pengawasan berdasarkan kepatuhan pada dasarnya

menekankan pemantauan kepatuhan bank untuk melaksanakan ketentuan

ketentuan yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank. Pendekatan

ini lebih terfokus pada mengacu pada kondisi bank di masa lalu dengan
16
Anjar Kususinayah, “Pengawasan,,, 2020.

16
tujuan untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola

secara baik dan benar menurut prinsip-prinsip kehati-hatian.

2. Pengawasan Berdasarkan Risiko (Risk Based Supervision)

Tujuan utama dari pengawasan Bank adalah melindungi

kepentingan masyarakat penyimpan (deposan dan Kreditur) yang

mempercayakan dananya pada bank untuk memperoleh pembayaran

kembali dan manfaatnya dari bank sesuai dengan sifat, jenis, dan cara

pembayaran yang telah dijanjikan.

Untuk itu Bank Indonesia menyempurnakan sistem pengawasannya

melalui pendekatan pengawasan berdasarkan risiko. Dengan

menggunakan pendekatan tersebut pengawasan/pemeriksaan suatu bank

difokuskan pada risiko-risiko yang melekat (inherent risk) pada aktivitas

fungsional bank serta sistem pengendalian risiko (risk control system).

Untuk mendukung efektivitas implementasi pengawasan berbasis risiko,

terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Pertama, tersedianya

kerangka ketentuan (regulatory framework). Kedua, terjalinnya

komunikasi dan sinergi antara pengawas dengan manajemen bank yang

memungkinkan tercapainya kesamaan cara pandangmengenai penilaian

dan risiko dan tindak lanjut. Ketiga, adanya transparansi dan kesadaran

manajemen bank terhadap pentingnya manajemen risiko.

Melalui pendekatan ini akan lebih memungkinkan otoritas

pengawasan bank untuk proaktif dalam melakukan pencegahan terhadap

17
permasalahan yang potensial timbul di bank. Pendekatan pengawasan

berdasarkan risiko memiliki siklus pengawasan sebagai berikut :17

Jenis-Jenis Risiko Bank :

a) Risiko Kredit : Risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan

counterparty memenuhi kewajibannya.

b) Risiko Pasar : Risiko yang timbul karena adanya pergerakan

variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang

dimiliki oleh Bank,yang dapat merugikan Bank. Variabel pasar

antara lain adalah suku bunga dan nilai tukar.

c) Risiko Likuiditas : Risiko yang antara lain disebabkan Bank

tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh waktu.

d) Risiko Operasional : Risiko yang antara lain disebabkan adanya

ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses

internal,kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya

problem eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.

e) Risiko Hukum : Risiko yang disebabkan oleh adanya

kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain

disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan

perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan

perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontra.

f) Risiko Reputasi : Risiko yang antara lain disebabkan adanya

publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha Bank atau

persepsi negatif terhadap Bank.


17
Ali Syukron, “Pengaturan,,, hlm. 26.

18
g) Risiko Strategik : Risiko yang antara lain disebabkan adanya

penetapan dan pelaksanaan strategi Bank yang tidak tepat

dalam pengambilan keputusan bisnis atau kurang responsifnya

Bank terhadap perubahan eksternal.

h) Risiko Kepatuhan : Risiko yang disebabkan Bank tidak

mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-

undangan dan ketentuan lain yang berlaku.18

Secara teknis pengawasan dapat dilakukan dengan dua cara:

1. Pengawasan langsung (on site supervision)

a) Minimal 1 kali setahun

b) Fokus pada risiko dan aktivitas fungsional yang tergolong

tinggi (risk-based approach)

c) Memanfaatkan hasil audit internal dan eksternal (akuntan publik)

serta hasil pengawasan termasuk informasi pihak ketiga sebagai

salah satu dasar pelaksanaan audit.

d) OJK dapat menugaskan akuntan publik untuk dan atas nama OJK

melaksanakan pemeriksaan terhadap Bank

2. Pengawasan Khusus (Special Surveillance)

a) Pengawasan Normal/Rutin

b) Pengawasan Intensif (Intensive Supervision)

18
Ibid.

19
c) Pengawasan Khusus (Special Surveillance)19

C. Ketersediaan Sarana dalam bekerja di Perbankan Syariah

1. Pegawai perbankan

Sesuai dengan namanya, lulusan perbankan syariah dapat menjadi

pegawai perbankan. Pekerjaan ini memiliki peluang yang cukup besar

sebab keberadaan bank syariah semakin banyak saat ini. Selain itu, Anda

bisa melamar di banyak posisi pada bidang ini. Rata-rata gaji dari

pekerjaan ini adalah Rp. 5.000.000.

2. Dosen

Apabila berkenan melanjutkan studi lanjutan (S2), Anda bisa

melamar pekerjaan sebagai akademisi atau dosen. Gaji yang dapat diterima

sekitar Rp. 3.000.000 – 6.000.000.

3. Staf keuangan syariah

Banyak lembaga keuangan non bank yang membutuhkan staf

keuangan, termasuk juga lembaga keuangan non bank yang menggunakan

prinsip syariah. Pilihan pekerjaan ini dapat memperoleh gaji sekitar Rp.

4.000.000.

4. Manajer investasi

19
Anjar Kususinayah, “Pengawasan,,, 2020.

20
Meskipun jurusan ini melekatkan kata perbankan di namanya. Lulusan

perbankan syariah juga tetap bisa melamar sebagai manajer investasi.

Tugas dari pegawai ini adalah mengelola uang nasabah untuk

diinvestasikan di produk investasi. Pekerjaan ini dapat memperoleh

penghasilan sekitar Rp. 5.000.000.

5. Pakar ekonomi islam20

Meningkatnya minat masyarakat terhadap ekonomi islam

menyebabkan posisi pakar ekonomi islam dibutuhkan oleh banyak tempat.

Beberapa perusahaan, lembaga, maupun personal membutuhkan saran dari

pakar ini. Gaji pekerjaan ini sekitar Rp. 4.000.000 – 5.000.000 tergantung

jumlah klien.

6. Akuntan syariah

Tentu saja pekerjaan ini berbeda dengan akuntan biasanya. Sebab

perhitungan dan prinsip keduanya berbeda. Profesi ini dapat menerima gaji

Rp. 4.000.000 per bulan.

7. Pengusaha

Tak hanya jurusan bisnis saja yang bisa menggeluti bidang ini. Lulusan

perbankan syariah pun dapat membuka usahanya sendiri, apalagi pernah

mendapatkan mata kuliah studi kelayakan bisnis. Jadi dapat dengan mudah

20
Eva, “12 Prospek Kerja Perbankan Syariah dan Perkiraan Gajinya”, dalam
https://tipkerja.com/prospek-kerja-perbankan-syariah/, diakses tanggal 4 Oktober 2021.

21
melakukan analisis dan manajemen keuangan yang baik. Gaji dari profesi

ini tergantung dari hasil penjualan.

8. Auditor internal

Anda juga dapat melamar pekerjaan sebagai auditor internal di

perusahaan maupun lembaga. Profesi ini bertugas untuk mengawasi dan

mengelola keuangan perusahaan. Gajinya berkisar antar Rp. 5.000.000 –

8.000.000.

9. Staf lembaga islam21

Beberapa lembaga islam tentunya membutuhkan pegawai dengan

background yang selaras, tak terkecuali perbankan syariah. Biasanya akan

dipekerjakan di bidang keuangan. Gajinya sekitar Rp. 3.000.000.

10. Praktisi

Seorang praktisi yang memiliki latar belakang dari perbankan

syariah dapat meningkatkan pula kuantitas dan kualitas perbankan

dengan sitem Islam. Beberapa tugasnya adalah melakukan inovasi,

melakuka peneliatan, konsultasi, dan melakukan sosialisasi. Kisaran

gajinya adalah Rp. 7.000.000 atau lebih.

11. Analis keuangan

Analis keuangan bertugas untuk melakukan analisa laporan

keuangan yang dapat menjadi media untuk membuat keputusan. Anda


21
Ibid.

22
dapat melamar di berbagai perusahaan dan lembaga, sebab profesi ini

cukup banyak dicari. Penghasilan dari profesi ini sekitar Rp. 5.000.000.

12. Dewan pengawas syariah

Dewan pengawas syariah banyak dibutuhkan di lembaga keuangan

syariah untuk mengawasi apakah  prinsip syariah sudah diterapkan

dengan baik. Penghasilan dari pekerjaan ini sekitar Rp. 10.000.000.22

D. Kerangka Pengawasan dan Pengendalian Perbankan Syariah

Sejumlah perangkat dasar yang diperlukan untuk menciptakan bank

syariah yang sehat dan istiqomah adalah:

1. Sistem Pengawasan Intern (SPI)

2. Fungsi manajemen resiko

3. Peraturan peningkatan keterbukaan informasi

4. Sistem akuntansi yang sesuai

5. Mekanisme jaminan kepatuhan syariah, dan

6. Audit extern (kesehatan keuangan dan kepatuhan syariah)

Implementasi dari perangkat pengawasan dan pengendalian tersebut

memiliki sejumlah perbedaan pada bank syariah karena perbedaan sistem

nilai dan operasinya.

22
Ibid.

23
Oleh karena itu, langkah penting dalam menciptakan jaminan

pemenuhan prinsip syariah pada lembaga keuangan syariah adalah:

1. Aturan dan mekanisme pengesahan dari otoritas fatwa tentang kahalalan

atau kesesuaian produk dan jasa keuangan bank atau lembaga keuangan

syariah dengan prinsip syariah.

2. Sistem pengawasan yang memantau transaksi keuangan bank sesuai

dengan fatwa yang dikeluarkan oleh otoritas fatwa perbankan serta

mekanisme penetapan opini syariah compliance.

3. Kodifikasi dan standarisasi akad keuangan syariah.23

Langkah penting untuk mengatasi masalah unik dari sistem bagi hasil

yang diterapkan oleh perbankan syariah (moral hazard, asymetric dan lain-

lain):

1. Penerapan prinsip Good Corporate Governance (Tata kelola perusahaan

yang baik).

2. Ketentuan disclosure dan transparansi keuangan.

3. Pengembangan skema intensif yang optimal. 24

E. Tantangan Pengaturan dan Pengawasan Bank Syariah.

Pertumbuhan dan perkembangan bank syariah di indonesia harus dilihat

sebagai sebuah peluang dan tantangan yang harus dikelola dengan baik

kedepan, dalam rangka melengkapi tools yang diperlukan untuk menciptakan

23
Baiq Ari Yusrini, Pongky Arie Wijaya, “Sistem Pengawasan Intern Bank”, dalam Siti
Nurul Khaerani, (ed.), Sanabil Creative, Mataram: Puri Bunga Amanah, 2020, hlm. 65-66.

24
Ibid.

24
bank syariah yang sehat dan istiqomah. Beberapa upaya perlu dilakukan,

diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Penyempurnaan regulasi dan panduan best practices operasional

perbankan syariah.

2. Optimalisasi fungsi dan pembentukan lembaga penunjang.

3. Pengembangan atau penerapan nilai (Value) syariah dan kode etik

perbankan syariah oleh asosiasi industri.

4. Edukasi publik dalam rangka mendorong consumer advocacy dan

meningkatkan disiplin pasar.

5. Pengembangan sistem dan mekanisme pengawasan syariah yang efektif

(Sistem pelaporan, sistem informasi tekhnologi pengawasan bank,

pengawasan berbasis resiko, pengawasan berbasis kinerja, baik itu

kinerja sumber daya manusia maupun kinerja keuangan perbankan, dan

lain-lain).25

25
Ibid, hlm. 67.

25
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pada dasarnya pengaturan dan pengawasan bank syariah dimaksudkan

untuk meningkatkan keyakinan dari setiap orang yang mempunyai kepentingan

dengan bank, bahwa bank-bank dari segi finansial tergolong sehat, dan sesuai

dengan ajaran Islam serta di dalam bank tidak terkandung segi-segi yang

merupakan ancaman terhadap kepentingan masyarakat yang menyimpan dananya

di bank. Di Indonesia, Bank Indonesia secara spesifik membuat aturan dalam

Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan GCG bagi

Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang mengatur secara konprehensif

mekanisme pengawasan di bank syariah meliputi komposisi, karakteristik,

26
struktur, dan mekanisme dasar yang harus dimiliki oleh Dewan Komisaris dan

Direksi.

DAFTAR PUSTAKA

Anjar Kususinayah, “Pengawasan Bank Syariah di Indonesia”, dalam


https://islamictubeuk.com/pengawasan-bank-syariah-di-indonesia/, diakses
tanggal 13 Oktober 2020.

Ali Syukron, “Pengaturan dan Pengawasan pada Bank Syariah”, Jurnal Ekonomi
dan Hukum Islam, Vol. 2, Nomor 1, 2012, hlm. 27.

Baiq Ari Yusrini, Pongky Arie Wijaya, “Sistem Pengawasan Intern Bank”, dalam
Siti Nurul Khaerani, (ed.), Sanabil Creative, Mataram: Puri Bunga Amanah,
2020, hlm. 65-66.

Eva, “12 Prospek Kerja Perbankan Syariah dan Perkiraan Gajinya”, dalam
https://tipkerja.com/prospek-kerja-perbankan-syariah/, diakses tanggal 4
Oktober 2021.

27

Anda mungkin juga menyukai