Anda di halaman 1dari 7

AKTUALISASI AKHLAK

Oleh :
1. Gesyaura Audy Rakena (2241420087)
2. Kenyo Anggun Nur Karimah (2241420069)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


PRODI D-IV TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
POLITEKNIK NEGERI MALANG
TAHUN AJARAN 2021/2022
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Akhlak
Istilah akhlak sudah tidak jarang lagi terdengar di tengah kehidupan masyarakat.
Mungkin hampir semua orang sudah mengetahui arti kata akhlak tersebut,
karena perkataan akhlak selalu dikaitkan dengan tingkah laku manusia. Akan
tetapi agar lebih meyakinkan pembaca sehingga mudah untuk dipahami maka
kata akhlak perlu diartikan secara bahasa maupun istilah. Dengan demikian,
pemahaman terhadap akhlak akan lebih jelas substansinya. Secara bahasa kata
akhlak berasal dari bahasa Arab yang sudah di-Indonesiakan. Ia merupakan
akhlaaq jama‟ dari khuluqun yang berarti “perangai, tabiat, adat, dan
sebagainya. Kata akhlak ini mempunyai akar kata yang sama dengan kata khaliq
yang bermakna pencipta dan kata makhluq yang artinya ciptaan, yang
diciptakan, dari kata khalaqa, menciptakan. Dengan demikian, kata khulq dan
akhlak yang mengacu pada makna “penciptaan” segala yang ada selain Tuhan
yang termasuk di dalamnya kejadian manusia. Sedangkan pengertian akhlak
menurut istilah adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan suatu
perbuatan dengan mudah karena kebiasaan tanpa memerlukan pertimbangan
pikiran terlebih dahulu. Sedangkan Abu Ahmadi dan Noor salimi berasumsi
bahwa “secara sosiologis di Indonesia kata akhlak sudah mengandung konotasi
baik, jadi orang yang berakhlak berarti orang yang berakhlak baik”. Dalam
kepustakaan, kata akhlak diartikan juga sebagai sikap yang melahirkan
perbuatan (perilaku, tingkah laku) mungkin baik mungkin buruk, seperti yang
telah dijelaskan di atas. Dengan demikian, kata akhlak berarti sikap yang timbul
dari dalam diri manusia, yang terjadi tanpa pemikiran terlebih dahulu sehingga
terjadi secara spontan dan tidak dibuatbuat. Berikut ini beberapa defenisi kata
akhlak yang dikemukakan para ahli, antara lain: Menurut pendapat Imam-al-
Ghazali selaku pakar di bidang akhlak yang dikutip oleh Yunahar Ilyas yaitu:
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
perbuatanperbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran
dan pertimbangan. Jika sifat itu melahirkan perbuatan yang baik menurut akal
dan syariat, maka disebut akhlak yang baik, dan bila lahir darinya perbuatan
yang buruk, maka disebut akhlak yang buruk. Sedangkan Aminuddin mengutip
pendapat Ibnu Maskawah (w. 421 H/ 1030 M) yang memaparkan defenisi kata
akhlak ialah kondisi jiwa yang senantiasa mempengaruhi untuk bertingkahlaku
tanpa pemikiran dan pertimbangan. Pendapat lain dari Dzakiah Drazat
mengartikan akhlak sedikit lebih luas yaitu “Kelakukan yang timbul dari hasil
perpaduan antara nurani, pikiran, dan kebiasaan yang menyatu, membentuk
suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup
keseharian”. Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat dimengerti bahwa
akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang terlatih,
sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang
melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan
dan diangan-angankan terlebih dahulu. Dapat dipahami juga bahwa akhlak itu
harus tertanam kuat/tetap dalam jiwa dan melahirkan perbuatan yang selain
benar secara akal, juga harus benar secara syariat Islam yaitu al-Quran dan al-
Hadits.
2.2 Sabda Rasul tentang Akhlak
Hadist Nabi saw beragam membahas tentang akhlak. Berisi perintah dan anjuran
untuk melapisi diri dengan akhlak yang terpuji dalam bergaul dengan manusia.
Pada suatu saat beliau menyebut besarnya pahala akhlak mulia dan beratnya
pahala akhlak dalam timbangan. Dan pada waktu yang lain, beliau
memperingatkan kepada manusia untuk menjauhi akhlak yang buruk dan tercela.
Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ashz meriwayatkan bahwa Rasululullah saw pernah
bersabda:

2.3 Aktualisasi akhlak kepada Allah dan Rasulullah


1. Akhlak terhadap Allah Swt
Akhlak yang baik kepada Allah adalah berkata dan berperilaku terpuji
kepada Allah Swt, baik ibadah kepada Allah, seperti shalat, puasa dan
sebagainya, maupun berperilaku tertentu yang menggambarkan hubungan
atau komunikasi dengan Allah diluar ibadah tersebut. Allah Swt telah
mengatur hidup manusia dengan adanya hukum, perintah, dan larangan.
Hukum ini, digunaka untuk menegakkan keteraturan dan kelancaran hidup
manusia. Berikut ini beberapa akhlak terhadap
Allah Swt :
a. Beriman, yaitu meyakini adanya keberadaan dan kuasa Allah
serta meyakini apa yang difirmankan-Nya.
b. Ikhlas, yaitu melaksanakan perintah Allah dengan pasrah tanpa
mengharapkan sesuatu, kecuali keridhaan Allah.
c. Taat, yaitu patuh kepada segala perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya.
d. Syukur, yaitu mengungkapkan rasa syukur kepada Allah atas
nikmat yang telah diberikan Nya.
e. Tawakal, yaitu mempercayakan diri kepada Allah dalam
melaksanakan suatu rencana.
f. Huznudz dzan, yaitu berbaik sangka kepada Allah.
g. Khusyuk, yaitu bersatunya pikiran dengan perasaan batin dalam
perbuatan yang sedang dikerjakannya atau melaksanakan perintah
dengan sungguh-sungguh.
h. Sabar, yaitu ketahanan mental dalam menghadapi kenyataan yang
menimpa diri kita.
i. Bertasbih, yaitu mensucikan Allah dengan mengucapkan
subhanallah ( maha suci Allah ).
j. Do’a, yaitu meminta kepada Allah apa saja yang diinginkan
dengan cara yang baik sebagaimana yang dicontohkan oleh
Rasulullah.
k. Takbir, yaitu mengagungkan Allah dengan membaca Allahu
Akbar ( Allah Maha Besar ).
l. Istighfar, yaitu meminta ampun kepada Allah atas segala dosa
yang pernah dibuat dengan mengucapkan “ astagfirullahal ‘adzim
’’ (aku memohon ampun kepada Allah yang Maha Agung ).

2. Akhlak terhadap Rasulalah Saw


Rasulullah adalah manusia yang paling mulia akhlaknya. Beliau adalah manusia
paling terbaik diantara manusia yang ada dimuka bumi ini. Maka oleh sebab itu
sepatutnya kita meneladani akhlak rasulullah. Berakhlak kepada rasulullah dapat
diartikan suatu sikap yang harus dilakukan manusia kepada Baginda Rasulullah
saw. sebagai rasa terima kasih atas perjuangannya membawa umat manusia ke
jalan yang benar.Aktualisasi akhlak kepada Rasulullah juga merupakan
kewajiban bagi umat muslim. Berakhlak kepada Rasullullah perlu kita lakukan
atas dasar :
a. Rasullullah Saw sangat besar jasanya dalam menyelamatkan
manusia dari kehancuran. Beliau banyak mengalami penderitaan
lahir batin, namun semua itu diterima dengan ridha.
b. Rasulullah sangat berjasa dalam membina akhlak yang mulia.
Pembinan ini dilakukan dengan memerikan contoh teladan yang
baik kepada umat manusia.
c. Rasulullah berjasa dalam menjelaskan Al-Qur’an kepada manusia
sehingga jelas dan mudah dilaksanakan. Allah berfirman :

Artinya : Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf


seorang Rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya
kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada
mereka kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya, mereka
sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. ( Q.S. Al
Jumu’ah : 2)
d. Rasulullah telah mewariskan hadits yang penuh dengan ajarannya
dalam berbagai lingkup kehidupan yang sangat mulia.

Bentuk aktualisasi akhlak dapat berupa :


a. Mengikuti dan menjalankan sunah Rasul, seperti rutin
menjalankan shalat sunah seperti shalat Dhuha dan shalat rawatib,
berdzikir pagi dan sore, membaca Al-Qur'an, dan bersedakah.
b. Selain itu, bentuk dari kewajiban umat islam kepada Rasul
lainnya adalah dengan senantiasa bersholawat kepada Rasulullah,
karena bersholawat adalah kewajiban yang ditetapkan oleh Allah
agar bisa mendapat syafaatnya baik di dunia maupun di akhirat.
terhindar dari pengaruh negatif.

2.4 Aktualisasi akhlak kepada sesama manusia


A. Akhlak Kepada Tetangga Atau Masyarakat :
1. Tidak Menyakiti Tetangga dan Murah Hati. Menyakiti tetangga adalah
perbuatan yang diharamkan dan termasuk di antara dosa-dosa besar yang wajib untuk
dijauhi. Sedangkan Islam mengajarkan umatnya agar senantiasa bersikap murah hati
terhadap para tetangga dan memuliakannya. Di antara sikap memuliakan tetangga dan
berbuat baik kepadanya adalah: memberikannya hadiah walaupun tidak seberapa nilainya
2. Memulai salam Memulai salam adalah bagian dari tanda-tanda tawadhu
(rendah hati) seseorang dan tanda ketaatannya kepada Allah subhanahu wata’ala.
Sebagaimana Allah subhanahu wata’ala berfirman: ُ ‫ْمؤ ْ ِمنِي َن ْ َ اح َك لِل ِ ْم َ و ْ اخ ْ فِض َ جنَ ْيه َ ْح‬
88 ‫دلن َ ْعي ْنَي َك اِل‬WW‫ل ٰ َل تَ ٓه ٓه ُمل‬WW‫َز ْن َ عل ِ اَ ْز َو ً اج ّ ا ْمن ُ ْهم َ َول تَ ْعنَا ب َى م َ ا مت‬. Jangan sekali-kali
engkau (Nabi Muhammad) menujukan pandanganmu (tergiur) pada kenikmatan hidup
yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang kafir).
Jangan engkau bersedih hati atas (kesesatan) mereka dan berendah hatilah engkau
terhadap orang-orang mukmin. (QS. Al-Hijr ayat 88)
3. Bermuka berseri-seri (ceria) Berwajah berseri-seri dan selalu tersenyum saat
bertemu dengan para shahabatnya adalah merupakan kebiasaan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Senyummu kepada
saudaramu adalah sedekah.” (HR. at-Tirmidzi. Dishahihkan oleh al-Albani).
4. Memberikan Penghormatan yang Istimewa. Seorang muslim yang baik adalah
seorang yang memperhatikan tata krama dalam bertetangga, tidak mencampuri urusan
yang tidak bermanfaat baginya, dan tidak menanyakan urusan-urusan orang lain yang
bersifat pribadi.Maka jika anda ingin mendapat cinta dan simpati tetangga, janganlah
pernah mencampuri urusan-urusan pribadi mereka.
5. Menerima Udzur (permohonan maaf). Bersikap toleransi dengan tetangga, dan
lemah lembut dalam berinteraksi dengannya merupakan salah satu kiat untuk menarik
simpati tetangga. Contohnya: Dengan menerima permohonan maaf darinya, dan
menganggap seolah-olah ia tidak pernah melakukan kesalahan tersebut. Karena tidak ada
manusia yang tidak pernah berbuat salah.
6. Menasehati dengan lemah lembut. Seorang muslim yang baik ketika ia tahu
tetangganya berbuat maksiat adalah menasehatinya dengan lemah lembut, dan
mengajaknya kembali ke jalan Allah shallallahu ‘alaihi wasallam, memotivasinya agar
berbuat baik, dan memperingatkannya dari kejahatan, serta mendo’akannya tanpa
sepengetahuannya
7. Menutup Aib. Seorang mu’min adalah seorang yang mencintai saudara-
saudaranya, menutup aibnya, bersabar atas kesalahannya, dan menginginkan saudaranya
selalu mendapatkan kebaikan ,taufiq serta istiqamah. Seseorang hendaknya mencari
waktu yang tepat untuk mengunjungi tetangganya. Tidak mendatanginya dengan tiba-tiba
atau tanpa mengabarinya terlebih dahulu atau meminta izin kepadanya. Dan hendaklah
tidak membuat tetangga merasa terbebani atau direpotkan dengan kunjungannya.
8. Bersikap Ramah Tamah. Di antara para tetangga adalah dengan bersikap
ramah tamah terhadap mereka dengan ungkapan dan ucapan yang baik dan lembut, atau
dengan memberikan hadiah istimewa kepadanya, atau dapat pula dengan mengundang
mereka untuk makan di rumah kita, dan lain sebagainya.
B. Akhlak Terhadap Orang Tua Yang Masih Hidup Orang tua (ibu dan bapak)
adalah orang secara jasmani menjadi asal keturunan anak. Itu pula sebabnya secara
kudrati, setiap orang tua menyayangi dan mencintai anaknya sebagai mana ia
menyayangi dan mencintai dirinya sendiri. Orang tua tidak mengharapkan balas jasa dari
anak atas semua pengorbanan yang diberikan kepada anak. Harapan orang tua hanya satu
yaitu kelak anaknya menjadi anak yang saleh dan salehah, anak yang memberi
kebahagiaan orang di dunia dan mendo’akan mereka setelah mereka meninggal
dunia.Atas dasar itu, antara lain yang menyebabkan seorang anak harus berbakti kepada
orang tua.
C. Akhlak Terhadap Orang Tua Yang Sudah Meninggal Seorang ayah atau ibu
yang sudah meninggal dunia masih memiliki hak mendapatkan limpahan pahala dari do’a
yang disampaikan anaknya. Hal ini juga mengandung arti bahwa anak memiliki kewjiban
mendo’akan orang tuanya yang sudah meninggal. Dalam ajaran tasawuf, dikatakan, do’a
yang paling besar kemungkinan diterima Allah adalah do’a seorang anak untuk orang
tuanya dan do’a oaring fakir untuk orang kaya.Kita sebagai anak, meskipun orang tua
kita sudah wafat, orang tua tetap sebagai orang tua yang wajib dihormati, oleh sebab itu,
kewajiban anak terhadap mereka berlanjut sampai mereka wafat.
D. Akhlak Terhadap Keluarga Beberapa sikap yang harus dimunculkan oleh
setiap anggota keluarga tersebut diantaranya:
1. Memimpin rumah tangga adalah sebuah tanggung jawab, demikian juga
memimpin bangsa. Tanggung jawab itu pun idealnya harus ditunjang dengan kemampuan
di berbagai bidang termasuk kemampuan leadership (kepemimpinan)..
2. Kerjasama Dalam konteks yang lebih besar, kepemimpinan suatu bangsa
misalnya tidak mungkin mencapai sukses apabila langkah-langkah pemimpin daerah
tidak searah dengan kepemimpinan pusat. Kepemimpinan di setiap daerah itu sendiri pun
tidak akan berjalan mulus jika bertentangan dengan kepemimpinan atau langkah-langkah
keluarga dan jelaslah pula bahwa keluarga merupakan tulang punggung bagi tegaknya
suatu bangsa.
3. Perhitungan dan Keseimbangan Pengaturan dan keseimbangan dalam
kehidupan keluarga dituntut oleh ajaran Islam. Hal tersebut lahir dari rasa cinta terhadap
anak dan tanggung jawab terhadap generasi selanjutnya. Dalam al-Qur’an anak disebut
sebagai “buah hati yang menyejukkan”, serta “Hiasan kehidupan dunia”.
4. Disiplin Dalam kehidupan berkeluarga, sikap kedisiplinan ini begitu penting.
Untuk mendapatkan kesejahteraan, seorang kepala keluarga perlu memiliki sikap disiplin
dalam mengatur waktu untuk bekerja, ibadah dan istirahat, demikian juga seorang anak,
untuk menggapai cita-citanya dia harus rela mendisiplinkan diri dan waktunya untuk
belajar, bermain, ibadah dan istirahat. Tanpa kedisiplinan, keteraturan hidup susah
tercapai.
5. Kasih sayang Keajaiban dari kekuatan besar yang dinamakan cinta yang
merupakan anugrah dari Allah SWT. Sejatinya, kekuatan besar tersebut melandasi
seluruh aspek kehidupan berkeluarga, karena dengan cinta sesuatu yang berat akan terasa
mudah.
2.5 Aktualisasi akhlak dalam profesi dan pekerjaan
Bekerja memiliki berbagai keistimewaan yang dijelaskan baik di dalam al-Quran,
hadis Nabi Saw., maupun perkataan sahabat. Misalnya dari Q.S. Al-Muzzamil [71: 20]
bisa diketahui beberapa keistimewaan bekerja yaitu disamakan dengan al-jihâdu fî
sabîlillâh. Dalam ayat tersebut terdapat huruf wawu yang menunjukkan kesetaraan
bekerja (yadhribûna fil ardh) dengan berjihad. Bekerja tidak hanya disetarakan dengan
jihad, bahkan juga merupakan salah satu aktualisasi jihad. Keistimewaan lainnya ialah
bahwa rasa letih yang disebabkan karena bekerja akan menjadikan orang yang
merasakannya mendapat ampunan. Adapun tuntunan yang distandarkan dalam
melakukan suatu perkerjaan diantaranya ialah :
1. Memiliki kekuatan. Sebab seseorang yang mengemban suatu pekerjaan tidak
hanya harus memiliki kekuatan secara moral-spiritual melainkan harus memiliki
kekuatan fisik.
2. Bersifat amanah. Dalam hal ini, maksudnya ialah mumpuni dan ahli dalam
membidangi suatu profesi yang diberikan padanya.
3. Seseorang harus memiliki sifat itqân yakni menyelesaikan pekerjaannya dengan
tepat. Ketepatan tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku, standar operasional,
tepat dalam hal waktu, target, sasaran, dan sebaginya. Selanjutnya, seseorang juga
dituntut untuk menunaikan amanah pekerjaan yang diberikan padanya.
4. Seseorang harus menjaga rahasia-rahasia yang ada di tempatnya bekerja
meskipun tidak dipesankan secara tersurat. Namun, jika ia mengetahui bahwa
terdapat sesuatu yang tak pantas diketahui oleh orang lain, sudah sepantasnya ia
menjaga hal tersebut agar tidak diketahui pihak luar tempat ia bekerja bahkan
menjaganya agar tak ada yang mengetahui.
5. Seseorang tentu bersikap ihsan. Ia merasakan bahwa dirinya tak pernah luput dari
pengawasan Allah Swt. sehingga apa yang dilakukannya selalu baik dan tidak
keluar dari jalan lurus. Dengan begitu, pekerjaan seseorang tidak akan
membuatnya lalai atau melupakan Allah Swt.

Anda mungkin juga menyukai