Anda di halaman 1dari 41

BOOKS REPORT

THEOLOGIA PENELITIAN & PENELITIAN THELOGIS


THEOLOGIS SCIENCE-ASCIENCE SERTA METOTOLOGISNYA

Ditulis Oleh :

Nama :
NIM :
Jurusan (Kelas) :
Dosen :

KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA


INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI (IAKN)
PALANGKA RAYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas berkat dan anugerah-Nya, yang telah melimpahkan


kesehatan dan kekuatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas books report ini dengan sampai dengan selesai.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu yang telah
membimbing penulis, sehingga books report ini dapat diselesaikan sesuai dengan
sumber yang telah penulis pilih, yaitu buku berjudul Theologia Penelitian &
Penelitian Theologis: Science- Ascience serta Metodologinya merupakan cetakan
kedua yang ditulis oleh Stevri Indra Lumintang dan Danik Astuti Lumintang pada
tahun 2016. Buku ini diterbitkan oleh Geneva Isnani Indonesia, Institut Theolgia
Indonesia (IThl) menggunakan bahasa Indonesia dengan ketebalan 365 halaman.
Books report ini jauh dari kata sempurna, namun penulis berharap agar
pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun pada penulis untuk
penulisan books report ini. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.............................................................................. i
KATA PENGNATAR............................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................. iii
IDENTITAS BUKU.................................................................................. v
RINGKASAN BUKU............................................................................... 1
BAB I THEOLOGIA PENELITIAN........................................................ 1
BAB II PENDEKATAN KUALITATIF................................................... 2
A. Cara Menentukan Pendekatan....................................................... 2
B. Pendekatan Kualitatif..................................................................... 3
C. Metode Penelitiam Pendekatan Kualitatif..................................... 6
1. Metode Fenomenologi............................................................. 6
2. Metode Etnografi..................................................................... 7
3. Metode Studi Kasus................................................................. 8
4. Metode Historis....................................................................... 9
5. Metode Analisis Isi.................................................................. 11
6. Metode Grounded Theory........................................................ 12
BAB III METODE-METODE PENELITIAN THEOLOGI..................... 13
A. Metode Penelitian Theologia Dasar atau Murni............................ 15
1. Metode Penelitian Theologia Biblika Kualitatif...................... 15
a. Model Penafsiran Biblika Kaum Historis Kritis................ 16
b. Model Penafsiran Biblika Kaum Kontemporer................. 18
c. Berbagai Model Penelitian Theologia Biblikal................. 20
2. Metode Peneltian Theologis Sistematika Kualitatif................ 21
3. Metode Peneltian Theologis Historika Kualitatif.................... 24
4. Metode Peneltian Theologis Filosofis..................................... 25
BAB IV ANALISIS DATA KUALITATIF ............................................. 28
A. Analisis Data Tekstual Normatif Kualittaif (Biblikal/Theologis). 29
BAB V MENARIK KESIMPULAN......................................................... 32

iii
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU......................................... 33
A. Kelebihan Buku............................................................................. 33
B. Kekuragan Buku............................................................................ 33
ANALISIS ISI BUKU............................................................................... 34
KESIMPULAN ........................................................................................ 35

iv
IDENTITAS BUKU

Judul : Theologia Penelitian & Penelitian Theologis: Science-


Ascience serta Metodologinya
Penulis : 1. Stevri Indra Lumintang
2. Danik Astuti Lumintang
Penerbit : Geneva Isnani Indonesia, Institut Theolgia Indonesia
(IThl)
Tahun dan Cetakan : 2016, Cetakan Kedua
Halaman : 365 Halaman
Bahasa : Indonesia

v
RINGKASAN BUKU
Buku yang berjudul Theologia Penelitian & Penelitian Theologis: Science-
Ascience serta Metodologinya merupakan cetakan kedua yang ditulis oleh Stevri
Indra Lumintang dan Danik Astuti Lumintang pada tahun 2016. Buku ini
diterbitkan oleh Geneva Isnani Indonesia, Institut Theolgia Indonesia (IThl)
menggunakan bahasa Indonesia dengan ketebalan 365 halaman. Bagian bab dari
buku ini akan dibahasa secara ringkas oleh penulis, sebagai berikut:

BAB I
THEOLOGIA PENELITIAN

Frase “penelitian theolgia” tentu sudah cukup akrab dengan para teolog,
namu frase “theolgia penelitian”, mungkin belum begitu akrab.Yang penulis
maksudkan dengan theolgia penelitian adalah dasar-dasar theologia bagi
penelitian theolgis. Theologia penellitia menjadi dasar bagi penelitian theologis.
Karena itu, penelitian theologis adalah suatu keharusan, karena theolgia penelitian
menegaskan bahwa natur manusia adalah sebgaai obyek penelitian. Secara
khusus, para theolog diberikan penelitian khusus, yakni penyataan khusus
(tertulis). Hal ini menegaskan bahwa penelitia theolgis bukan hanya suatu
keharusan epistemology karena doin theology, melainkan juga kerinduan bahkan
kenikmatan dari keseluruhan kebenaran theolgia itu sendiri secara ontologis.

BAB II
PENDEKATAN PENELITIAN

Filsafat atau paradigma positivisme menggunakan logika berpikir


(penalaran) deduktif, sedangkan filsafat atau paradigma post-positivisme atau
fenomologi atau naturalisme menggunakan logika berpikir (penalaran) induktif.
Penalaran deduktif adalah berhubungan dengan pendekatan penelitian kuantitatif,
sedangkan penalaran induktif adalah berhubungan denan pendekatan penelitian
kualitatif. Dalam penelitian ilmiah, setelah menetapkan masalah atau topik

1
penelitian, maka selanjutnya peneliti semestinya akan menetapan pendekatan
penelitian yang sesuai dengan paradigma dan penalaran. Pendekatan penelitian
akan menentukan semua proses penelitian.
A. Cara Menentukan Pendekatan
Untuk menentukan pendekatan mana yan akan dipakai oleh pembaca
dalam penelitian dan penulisan skripsi, tesis, dan disetasi, ada tiga
pertimbangan berikut ini yang patut diperhatikan:
1. Apabila tidak mengadakan penelitian yang lebih detail, kritis, dan
mendalami kasus, dengan pengumpulan data melalu wawancara, maka
pendekatan yang dipakai adala kualitatif;
2. Apabila obyek penelitiannya banyak dan luas (populasinya dan sampelnya
banyak dan luas), maka pendekatan yang digunakan adalag kualitatif;
3. Apabila untuk mencari dan menemukan pemahaman tentang suatu realitas
secara komprehensif, baik proses maupun hasilnya, seperti evaluasi
program, maka pendekatan yang digunakan adalah kedua0duanya, baik
kuantitatif maupun kualitatif.

B. Pendekatan Kualitatif
Pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan yang dibangun di atas
landasan filsafat atau paradigma fenomenologi dengan menggunakan
karakteristik penelitian alamiah, dengan pandangan bahwa realitas bersifat
terbuka, kontekstual, jamak, menyeluruh dan terkait satu dengan yang lain,
mengenai pengalaman individu dan komunal, makna secara sosial dan historis
dibangun dengan maksud mengembangkan teori atau model atau pola,
pandangan obyek penelitian, dengan menggunakan metode analisis isi,
etnografi, fenomenologis, studi kasus, dan grounded theory.
Pendekatan ini berupaya untuk memahami fenomena sosial dari sudut
pandang partisipan atau informan. Obyek penelitian sebagai subyek. Peneliti
sebagai instrumen melalui peneliuan partisipatif dimana peneliti berada dan
tinggal di tengah-tengah kehidupan obyek penelitian. Metode yang digunakan
adalah berbuh dan dapat dikembangkan sewaktu penelitian diadakan.

2
Lebih jauh, penulis mendaftarkan karakteristik pendekatan kualitatif
sebagai kompilasi dari berbagai sumber:
1. Pendekatan kualitatif adalah bersifat holistik yang integray Realitas yang
diteliti adalah bersifat menyeluruh dan terka satu dengan yang lain.
Realitas tersebut tidak dapat dibagi za diturunkan menjadi variabel-
variabel;
2. Pendekatan kualitatif adalah bersifat kompleks yang utuk Penelitan ini
menjelaskan proses, mengungkap makna yang terdalam, menggambarkan
tema-tema budaya secara lengkap dan detail, serta menggali model-model
atau pola-pola yang terbentuk dalam komunitas. Itulah sebabnya
pendekatan in bertujuan untuk menambah jelas dan mengembangka
pandangan, teori dan ilmu pengetahuan;
3. Pendekatan kualitatif adalah bersifat dinamis, karen penelitian ini tidak
akan berhenti pada apa yang dilihat, didengar, dirasa, melainkan kepada
apa yang sesungguhnya (ontologis) yang ada dibalik dari apa yang dilihat,
didengar dan dirasa. Penelitian ini mencari tahu alasan, motivasi, tujuan,
dan dampak dari berbagai aktivitas yang diperoleh selam penelitian
(pengamatan dan pewawancaraan) di mana peneliti terlibat bersama
dengan yang diteliti, dan yang diteliti adalah subyek penelitian;
4. Pendekatan kualitatif ini tidak bekerja berdasarkan rancangas penelitian
yang baku, melainkan bersifat fleksibel. Karena dinamis sifatnya, maka
pendekatan ini juga bisa berubah dan berkembang mengikuti konteks dan
temuan. Sangat mungkin terjadi perubahan dalam upaya penyesuaian
dengan yang diteliti (subyek), mengganti atau mengayakan proses penekit
Perubahan bisa dalam bentuk pengubahan atau penambahan langkah
penelitian, penambahan atau pengurangan daftar pertanyaan, penggantian
partisipan atau informan, bahkan sampai pada hal yang mendasar yakni
penambahan fokus penelitian, disesuaikan dengan situasi yang majemuk,
dimanis dan terkait satu dengan yang lain;
5. Pendekatan kualitatif adalah proses untuk menemukan makna yang dalam.
Itulah sebabnya, peneliti berada di tengah-tengah subyek atau informan

3
dan hidup bersama demi untuk mengetahui realitas secara mendalam dan
kompleks serta menyeluruh. Karena itu, proses dari awal sampai akhir
sangat diperhatikan;
6. Pendekatan kualitatif adalah bersifat alarniah atau natural. Itu artinya,
realitas yang hendak diteliti diasunsikan sebagai realitas alamiah dan data-
data yang diperoleh dari padanya pun adalah alamiah, yakni apa adanya
realitas tersebut. Karena hanya dengan asumsi alamiahlah maka dapat
ditemukan makna, pemahaman, tema dan pola dari realitas yang
sesungguhnya. Karena itu pula, semua proses penelitian tentunya
diupayakan untuk menjaga kealamiahan realitas tersebut;
7. Pendekatan kualitatif adalah bersifat obyektif. Penelui sesungguhnya
bukanlah subyek penelitian, melainkan sebagai alat (instrumen) penelitian.
Subyek penelitian adalah yang diteliti yakni informan, untuk itu peneliti
semestinya terlibat dengan dan bersama subyek secara interaktif demi
memperoleh data yang sesungguhnya dari subyek penelitian. Di sinilah
tingkat obyektivitas data penelitian yang diperoleh, yaitu dari informan
sebagai subyek;
8. Pendekatan kualitatif adalah bersifat deskriptif, karena hasil penelusuran
kepada subyek (yang diteliti) melalui pengamatan, wawancara dan analisis
isi (dokumen) dituangkan dalam kalimat-kalimat yang jelas, detail, teratur,
menyeluruh dan sistematis, tanpa membuat penilaian atau mengemuka
pendapat peneliti sendiri;
9. Pendekatan kualitatif adalah tidak bersifat kausalitas (sebag. akrbat).
Reahtas bukanlah tunggal melainkan majemuk daa udak dipecah atau
diturunkan menjadi variabel-varia sehingga tidak mencari untuk
mengetahui hubungan seba akibat antar variabel, melainkan
menggambarkan keutuhan realitas dengan semua faktor yang melekat
kepada dan & dalamnya sebagai realitas yang kompleks namun holistik
(utuh);
10. Pendekatan kualitatif bersifat jenuh. Sifat ini untuk menjawap pertanyaan:
“kapan penelitian berakhir diadakan?” Jawabannya adalah apabila telah

4
mencapai titik jenuh, yaitu tidak ditemukan lagi hal-hal yang berbeda atau
yang baru. Dengan melakukan pengamatan partisipasif, wawancara
mendalan, analisis dokumen dan masing-masing proses ini telah mencapai
tiik jenuh, maka barulah diputuskan untuk mengakhiri penelitian.
Masih ada beberapa lagi karakteristik yang lain, namun dengan
kesepuluh karakterstik pendekatan kualitatif di atas sudahlah cukup dapat
menolong peneliti atau mahasiswa dalam menetapkan pendekatan penelitian
yang akan digunakan. Sebelum mengakhiri pokok ini, penulis memandang
perlu untuk menyajikan komitmea para peneliti dengan pendekatan kualitatif
seperti yang dikemukakan oleh Criswell sebagai berikut:
1. Berkomitmer meluangkan banyak waktu di lapangan. Peneliti
menghabiskas banyak waktu di lapangan untuk mengumpulkan banyak
data das mengatasi persoalan lapangan dalam usaha untuk memperoleh
akses hubungan dan perspektif dari “insider”;
2. Terlibat dalam proses analisis data yang kompleks dan membutuhkan
banyak wakw melalui tugas yang berat untuk memilah-milah begitu
banyak dav dan mereduksinya menjadi sejumlah kecil tema atau kategori;
3. Menulis bagian yang panjang, karena bukti penelitian harus mendukung
klain-klain dan peneliti perlu memperhatikan beragam perspektifnya;
4. Berpartisipasi dalam satu bentuk riset ilmu pengetahuan sosial dan
humaniora yang tidak memiliki pedoman yang tetap atau prosedur yang
spesifik dan selalu bersifat baru dan mengalami perubahan secaa dinamis.

C. Metode Penelitiam Pendekatan Kualitatif


Tidak semua metode penelitian dapat dipakai untuk semua tujuan
penelitian. Metode penelitian kuantitatif tidak dapat dipakai oleh peneliti
dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitauf biasanya menggunakan
metode-metode kualitatif, dan jenis metodenya disesuaikan dengan latar
belakang masalah, fokus dan tujuan penelitiannya. Metode penelitian dengan
pendekatan kualitatif adalah sebagai berikut:

5
1. Metode Fenomenologi
Fenomenologi adalah metode penelitian yang berusaha membangun
pemahaman tentang realitas. Cresweli mengartikan bahwa fenomenologi
adalah: “studi yang berusaha mencari 'esensi' makna dari suatu fenomena
yang dialami oleh beberapa individu” Lebih jauh, menurut Criswell,
terdapat dua fenomenologi yakni fenomenologi hermeneutik (menafsirkan
teks-teks kehidupan) dan tansendental. Fenomenologi dibangun dari sudut
pandang para informan tentang apa yang mereka pikirkan, katakan dan
lakukan secara subyektif mereka sendiri. Obyektifnya penelitian ini
dikarenakan obyek penelitian menjadi subyek penelitian. Ada pun tahapan
penelitian fenomenologis adalah:
a. Epoche adalah tahapan untuk membebaskan diri dari prasangka,
mengesampingkan penilaian dari peneliti. Tahapan ini menuntut
keterbukaan dan kejujuran sang peneliti. Karena itu hasil penelitian
semestinya mendapat persetujuan dari obyek penelitian (informan);
b. Reduksi adalah menjelaskan dalam susunan bahasa bagaimana obyek
iru terlihat, termasuk kesadaran internal, dan bagaimana mendengar
fenomena dalam tekstur dan makna aslinya;
c. Variasi imajinasi, yaitu mencari makna-makna yang mungkin dengan
memanfaatkan irnajinasi, kerangka rujukan, pemisahan dan
pembalikan, serta pendekatan fenomena dari perspektif, posisi,
peranan dan fungsi yang berbeda. Tujuannya untuk memperoleh
deskripsi yang terstruktur dari suatu pengalaman;
d. Sintesis makna dan cam, adalah tahap terakhir dalam penelitian
fenomenologis. Tahapan ini mengintegrasi intuisi dasar-dasar deskripsi
tekstur dan struktur, dalam suatu hakikat fenomena secara keseluruhan.

2. Metode Etnografi
Etnografi bertujuan untuk mendeskripsikan suatu kebudayaan,
terutama untuk memahami cara hidup kelompok manusia ditinya dari
sudut pandang anggota-anggotanya. Untuk itu, penelitian ini memerlukan

6
waktu yang lama, seperti yang dilakukan oleh para anthropolog yang
meneliti dan tinggal bertahun-tahun di tempa penelitian. Etnografi,
mulanya berkaitan dengan asal-usul il antropologi yang lahir pada paruh
kedua abad ke-20 yang lak, namun para peneliti melakukan penelitian
hanya di ruang-ruang penelitian mereka dan tidak pernah terjun langsung
ke lapangan penelitian. Penelitian etnografi mengalami perkembangan, di
peneliti tidak hanya melakukan interview melainkan juga melakukan
observasi sambil berpartisipasi dalam kehidupas masyarakat yang diteliti,
namun masih menggunakan analisis das nalar peneliti. Selanjutnya, sejak
tahun 1960-an, penelitian etnografi berkembang dengan etnografi baru,
yaitu penelitian untuk menemukan masyarakat mengorganisasi budaya
mereka dalm pikiran mereka dan menggunakannya dalam kehidupan
mereka. Peneliti menemukan pikiran dari masyarakat yang diteliti.”
Salah seorang dari penelitian etnografi baru adalah James P.
Spradlcy, dengan etnografi kognitifnya (budaya adalah suatu sistem
pengetahuan yang diperoleh melalui proses belajar). Spradky menyajikan
penelitian etnografi menurut alur maju bertahap dengan dua belas langkah
yang berurutan.” Inti etnografi ialah mencoba memahami makna perbuatan
dan kejadian bagi orang yang bersangkutan menurut kebudayaan dan
pandangan mereka. Peneliti mengamati kelakuan mereka namun harus
meninjaunya secara lebih mendalam untuk memahami maknanya, karena
itu peneliti dan yang diteliti bersama-sama aktif dan tidak dapat
dipisahkan. Itulah sebabnya, peneliti juga berperan sebagai instrumen dan
berpartisipasi dalam kehidupan yang diteliti.
Spradley mengemukakan dua belas langkah penelitian etnografi,
yakni:
a. Menetapkan seorang informan;
b. Mewawancarai seorang informan;
c. Membuat catatan etnografis;
d. Mengajukan pertanyaan deskriptif;
e. Melakukan analisis wawancara etnografi;

7
f. Membuat analisis domain;
g. Mengajukan pertanyaan struktural;
h. Membuat analisis taksonomi;
i. Mengajukan pertanyaan kontras;
j. Membuat analisis komponen;
k. Menemukan tema-tema budaya;
l. Penulis sebuah etnografi.

3. Metode Studi Kasus


Studi kasus adalah suatu penelitian yang menyelidiki fenomena di
dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan
konteks tak tampak dengan tegas dan multisumber bukti dimanfaatkan.”
Secara sederhana, studi kasus melibatkan seorang pewawancara yang
membuat suatu kajian yang rinci mengenai suatu subyek tunggal atau
kelompok atau fenomena. Karena itu, menurut Borg dan Gall Bog: “A
case srudy reguires the colleccion of every extensive dara in order to
produce an in-depth understanding of che enciry being studied”. Ada
beberapa jenis metode studi kasus, diantaranya: studi kasus sejarah
organisasi, studi kasus pengamatan, studi kasus sejarah lisan, studi kasus
analiah situasional, dan studi kasus klinikal.
Metode studi kasus untuk karya ilmiah, perlu memperhatikan judul
skripsi stau tesis atau disertasi, latar belakang masalah, foku dan subfokus
penelitian, serta tujuan penelitian, sehingga jeni metode studi kasus bisa
merupakan suatu penggabungan antara sug kasus sejarah organisasi dan
studi kasus analisis. Studi kasus sejarah organisasi mempelajari
perkembangan organisasi dengan menganda. kan data dari wawancara dan
dokumen. Jadi, studi kasus tidak banyg berfokus pada data masa lalu,
melainkan juga pada data masa kmi Bogdan dan Biklen menjelaskan
bahwa studi kasus ini selam berkonsentrasi pada studi kasus organisasi
secara historis, yaitu suatu kasus organisasi tertentu mengenai masa lalu,
masa kini dan perkembangan masa yang akan datang: juga studi kasus

8
observaiparusipasi yang berfokus pada organisasi tertentu atau aspek
tertentu dari organisasi tertentu.”
Untuk merancang metode studi kasus, patut mencermati variasi
kasus yang diteliti itu, apakah kasus tunggal atau kasus multi. Ada tiga
jenis studi kasus, yakni studi kasus deskriptis, eksplanatoris dan jurnalistik.
Studi kasus deskriptif meneliti uturan perisiwa hubungan antar pribadi,
menggambarkan sub-budaya yang sudah jarang menjadi topik penelitian
dan menemukan fenomena kunci. Studi kasus eksplanatori bertujuan untuk
memajukan penjelasan: penjelasan tandingan untuk rangkaian peristiwa
yang sama da untuk menunjukkan bagaimana penjelasan semacam itu
mungk dapat diterapkan pada sitiuasi-situasi yang lain sebagai bahas
pertimbangan.

4. Metode Historis
Penelitian sejarah adalah suatu usaha secara sistematik umuk
mengumpulkan data dan mengevaluasi originalitas data tersebut dalam
hubungannya dengan kejadian masa lalu berkenaan dengan penyebab,
pengaruh atau trend-trend mengenai kejadian yang dapat menolong untuk
menjelaskan peristiwa-peristiwa masa kini dan mengantisipasi peristiwa-
peristiwa masa yang akan datang, demikian pendapat dari Gay. Penelitian
sejarah bisa berupa penelitian sejarah seseorang (biografi atau
authobiografi), sejarah peristiwa dan sejarah pemikiran.
Tidak semua orang tertarik belajar sejarah, namun apabila
mencermati kegunaannya, tidak seorang pun yang dapat menolak sejarah,
setidaknya untuk menjadi referensi belajar pada masa kini. Sukardi
mengemukakan tiga kegunaan penelitian sejarah, yakni:
a. Ilmu pengetahuan secara praktis dapat lebih baik dimengerti melalui
belajar dari pengalaman masyarakat yang lalu. Contoh bagaimana para
ahli kerajaan membuat candi di atas gunung seperti Candi Borobudur;
b. Pola pikir, strategi dan tindakan masyarakat sekarang masih banyak
yang menggunakan peristiwa masa lampau baik secara total ditiru

9
dan/atau sebagian dimodifikasi untuk memecahkan permasalahan yang
dialami oleh masyarakat sekarang;
c. Masalah tertentu dalam dunia pendidikan masih mempunyai Pelevansi
dan hidup pada masa sekarang.
Adapun sumber-sumber. data penelitian sejarah adalah: Perrarna
adalah sumber-sumber primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari
para pelaku sejarah atau saksi mata: Xedua adalah sumber data sekunder,
yaitu informasi yang diperoleh dari sumber lain yang tentunya berasal dari
sumber primer. Sumber sekunder ini dapat berupa pendapat para ahli atau
buku-buku sejarah. Adapun langkahlangkah penelitian historis adalah:
a. Menentukan masalah penelitian yang bermanfaat untuk pembelajaran
dan pengembangan ilmu;
b. Menyatakan tujuan penelitian yang akan memberikan arah dan fokus
penelitian;
c. Mengumpulkan data dari populasi yang ditetapkan, khususya dari
sampel;
d. Mendapatkan data dengan menggunakan kritik eksternal dan internal
mengenai keabsahan data;
e. Melaporkan hasil penelitian secara tertulis.

5. Metode Analisis Isi


Analisis isi (content analysis) adalah penelitian yang bersify
pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atay tercetak
dalam media massa. Karena itu, analisis isi biasanya dilakukan dalam
bidang komunikasi. Pelopor analisis isi adalah Harold D. Lasswell. Ia
memelopori teknik simbol coding yaitu mencatat lambang atau pesan
secara sistematis, kemudian diberi interpretasi. Setiap komunikasi selalu
berisi pesan dalam sinyal komunikasinya itu, baik berupa verbal maupun
nonverbal. Bernard Berelson (1959) mendefinisikan analisis isi adalah
suatu teknik penelitian deskripsi kualitatif yang obyektif dan sistematik
mengenai wujud isi komunikasi.

10
Analisis isi dapat di pergunakan pada teknik kuantitatif maupun
kualitatif, tergantung pada sisi mana peneliti memanfaatkar nya. Dalam
penelitian kualitatif, analisis isi ditekankan pad bagaimana peneliti melihat
keajekan isi komunikasi, sedangkan secar kualitatif, terletak pada
bagaimana peneliti memaknakan is komunikasi, membaca simbol-simbol,
memaknai isi interaks simbolis yang terjadi dalam komunikasi. Desain
analisis isi pada intinya adalah berkenaan dengan pertanyaan mengenai
who, says what, to whom, in what channel, with what effect.
Ada beberapa bentuk analisis isi, yakni:
a. Analisis pragmatis, dimana klasifikasi dilakukan terhadap tanda
menum sebab akibatnya yang mungkin. Misalnya, berapa kali satu kav
diucapkan yang dapat menyebabkan orang tertarik dengan prodvb yang
ditawarkan?.
b. Analisis isi semantik, dilakukan unt mengklasifikasikan tanda menurut
maknanya. Analisis ini terdiri dari tiga jenis yakni:
1. Pertarna, analisis menunjukan (designation), menggambarkan
frekuensi seberapa sering objek tertentu dirujuk;
2. Kedua, analisis penyifatan (attributions), menggambarkan
frekuensi seberapa sering karakterisasi dirujuk;
3. Ketiga, analisis pernyataan (asseruons), menggambarkan frekuensi
seberapa sering objek tertentu dikarakteristikkan secara khusus.
c. Analisis sarana tanda (agn-vechile) untuk mengklasifikasi isi pesan
melalui sifat psikofisik dari tanda, misalnya berkali-kali kata “cantik”
muncul dalam teks.

6. Metode Grounded Theory


Salah saru metode pendekatan kualitatif adalah grounded theory
Metode ini dikembangkan oleh Barney Glaser dan Anselm Strauss tahun
1960-an. Mereka berpendapat bahwa tujuan penelitian bukan hanya
menguji teori berdasarkan data kuantitatif, melainkan juga membangun
teori berdasarkan data kualitatif.” Dalam penelitian ini, peneliti udak

11
bertindak sebagai peneliti (subyek) melainkan sebagai alat sehingga
menemukan apa sesungguhnya yang sedang terjadi, karena itu, diperlukan
kepekaan sosial dan kepekaan teoretik. Peneliti terjun ke lapangan dalam
suatu konteks tertentu dan mengkaji cara orang bertindak, bereaksi pada
fenomena yang terjadi untuk menemukan gambaran teori dengan prinsip-
prinsip yakni perumusan masalah, deteksi fenomena, penurunan teori,
pengembangan teori, penilaian teori dan pengkonstruksian ulang teori.
Ada tiga komponen yang penting dengan grounded theory yakni
data, prosedur dan penafsiran. Data diperoleh melalui observasi dan
wawancara, bersamaan dengan itu berlangsung juga analisis dan
penafsiran (interpretasi) data untuk mendapatkan pemahaman
komprehensif tentang obyek kaji. Ada gun yang diperhatikan oleh peneliti
ialah:
a. Kondisi yang dianggap penyebab, yaitu kejadian apapun menyebabkan
terjadinya suatu gejala;
b. Gejala itu sendiri, ialah peristiwa central yang akan menggerakkan
terjadinya serangkaian aksi atau tindakan;
c. Konteks, ialah suatu kompleks kondisi-lokasi atau waktu tertentu;
d. Kondisi pengintervensi ialah kondisi-kondisi struktural yang
memudahkan atau menyulitkan jalannya proses suatu konteks tertentu;
e. Aksi atau interaksi ialah strategi tindakan yang dilakukan untuk
merespons atau mengatasi permasalahan yang ada;
f. Konsekwensi, ialah hasil yang diperoleh lewat penyelenggaraan aksi
atau interaksi.
Metode penelitian grounded theory adalah sangat jauh dengan
penelitian theologia, kecuali mengenai penelitian mengenai umat Tuhan
berdasarkan pendekatan sosiologis, ekonomis, anthropologis dan lain
sebagainya.

12
BAB III
METODE-METODE PENELITIAN THEOLOGIS

Setelah menelusuri pembahasan bab ini, maka dapatlah ditegaskan bahwa


penelitian bidang theologia sangat dekat dengan Paradigma penelitian
fenomenologi (naturalisme) dengan penalaran induktif dan dengan pendekatan
kualitatif. Dengan kata lain, Penelitian theologia sangat jauh dari paradigma
positivisme, Penalaran deduktif dan pendekatan kuantitatif, kecuali bagian teknis
operasional dari penelitian theologia praktika (theologia terapan) Penelitian
theologis dengan paradigma fenomenologi dan dengan pendekatan kualitatif
menghasilkan baik pemikiran maupun tindakan theologis.
Pemikiran (thought) tentang apapun sangat ditentukan oleh proses berpikir
(thinking process), sebagaimana berpikir itu jug sangat ditentukan oleh metode
berpikir. Demikian dengan stud theologia sistematika, sangat ditentukan oleh
metode theologia sistematika yang dipakai. Untuk itu, peneliti tidak dapat dengan
sesuka hatinya dapat menentukan metode, karena seperti komentar Van Till: “Ifa
man adopts a false method, he is like one who takesz wrong road which will never
lead him to his destination”. Metode yang salah pasti menghasilkan kesalahan.
Metode yang tidak lengkap pasti juga menghasilkan data yang tidak lengkap.
Menyimpang dari metode menghasilkan penyimpangan. Karena itu, untuk
menguji skripsi, tesis dan disertasi, penulis tidak langsung tertarik dengan hasil
penelitian, melainkan tertarik mengetahui metode, prosedur dan teknik serta
analisis penelitian.
Metode theologia, tentulah berbeda dengan metode fisika, biologi,
anthropologi dan disiplin ilmu lainnya, karena masing: masing bidang studi
memiliki naturnya dan metodenya masingmasing. Bahkan metode theologia
biblika, sistematika dan filosofika berbeda dengan metode theologa pastoral,
misiologi dan pendidikan Kristen. Karena itu, seorang peneliti (theolog)
sepatutnya menentukan metode yang sesuai dengan hakikat disiplin ilmu dan/atau
bidang studi (topik) yang dikaji, tentu dengan mempertimbangkan jenis penelitian
berdasarkan tujuan.

13
Sebagaimana pada umumnya jenis penelitian berdasarkan tujuan terdiri dari
penelitian murni (dasar) dan penelitian terapan. demikian dengan penelitian
theologis. Walaupun keduanya hampif sulit untuk dipisahkan, namun penulis
mengklasifikasi metode penelitan theologis dengan pendekatan kualitauf
berdasarkan rujuan dalam dua jenis, yakni penelitian theologia murni atau dasar
(basic theological research) dan penelitian theologia praktika atau serapan
(applied theology).
Penelitian dasar bertujuan untuk menemukan pengetahuan yang baru dan
mengembangkan pengetahuan yang ada, sedangkan penelitian terapan adalah
untuk mempergunakan pengetahuan bagi pemecahan masalah.“ Selain antuk
menemukan pengetahuan yang baru, penelitian dasar menjadi landasan atau
pijakan membangun theologia terapan. Karena itu, ada empat langkah yang
ditempuh dalam penelitian tindakan yakni: rencana, tindakan, observasi dan
refleksi. Keempat langkah ini diulangi berkali-kali sampai terjadinya perbaikan
atau peningkatan. Banyak ahli telah memberikan model-model penelitian
tindakan, seperti model Kemmis, Ebbut, Elliot dan McKernan. Pembaca tinggal
memilih yang sesuai dengan . paradigma, penalaran, pendekatan dan masalah
penelitian.

A. Metode Penelitian Theologia Dasar atau Murni


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil penelitian atau
mengembangkan pemahaman atau pandangan (teori). Penelitian ini tidak
dimaksudkan untuk kepentingan penerapannya secara praktis dan pragmatis,
kecuali untuk membangun fondasi yang dijadikan sebagai landasan atau
pegangan dalam kehidupan individu dan komunitas.
Jadi, penelitian murni atau dasar ini adalah berkenaan dengan
penemuan prinsip-prinsip, nilai-nila dan model-model suatu kebenaran.
Penelitian theologia murni (biblika, sistematika, filosofika dan historika),
sesuai dengan hakikatnya, pada satu sisi adalah berlandaskan paradigma
fenomenologi, berdasarkan penalaran induktif dan dengan pendekatan
kualitatif (science), namun pada sisi lain, theologia adalah kajian yang

14
rnelampaui ilmu pengetahuan (ascience), sehingga masing-masing memiliki
metodenya sesuai dengan hakikatnya, sebagaimana semua ilmu pengetahuan
(science).
Demikian juga Hodge menyatakan hal yang sama bahwa: every science
has ig own method, determined by its peculiar nature. Begitu juga masing-
masing sub-bidang theologia pun memiliki metodenya masing-masing. Bidang
penelitian theologia murni atau dasar ini diklasifikan sesuai dengan hakikatnya
berdasarkan sub-bidang, yakni theologa biblika, theologia sistematika,
theologia historika dan theologis filosofika. Keempat sub-bidang theologia ini,
pada dasarnya memilik kesamaan paradigma, penalaran dan pendekatan
sehingga metode penelitian pun memiliki banyak persamaan. Berikut ini secan
berturut-turut sub-bidang theogia dasar (murni) ini dibahas masing. masing
sebagai berikut:
1. Metode Penelitian Theologia Biblika Kualitatif
Penelitian theologia biblika adalah penelitian untuk menemukan arti
teks Alkitab untuk pembaca pertama (mean) dan arti teks tersebut faktual
untuk pembaca pada masa kini (mean or means). Jauh sebelum theologia
biblika menguasai literatur biblika pada abad ke-20 yang lalu, telah
muncul pada abad-abad sebelumnya model penafsiran biblika kaum
liberal, model injili dan model penafsiran kaum kontemporer am
kontekstual. Ketiga model ini dibahas berturut-turut berikut isi diakhiri
dengan model theologia biblika.
a. Model Penafsiran Biblika Kaum Historis Kritis
Liberalisme adalah satu bentuk theologia yang tumbub subur
di gereja-gereja Barat dari pertengahan abad XIX das sampai
permulaan abad XX. Kata kunci Liberalisme ialah Kebebasan dan
perkembangan. Kebebasan yang dimaksud adalh kebebasan dari
dogma yang lama dan kebebasan untuk meneliti ide-ide yang baru,
berkembang dalam kolaborssi dengan semus disiplin ilmu (science)
yang diyakini baru. heolog Kherdf berusaha membebaskan manusia
Kristen dari pemikiran yang berbau imani dan tradisi dan mencoba

15
mengikuti pola manusis modern yang dianggap telah lahir baru dan
mampu menggunskan rasionya dalam penelitian Alkitab. Para
theolog liberal mula mus ialah: Friedrich Schleiermacher (1768-
1834), Albrecht Riwchl (1822-1889) dan Adolf Von Harnack (1851-
1921).
Sebenarnya, kritik historis terhadap Alkitab bermula dari
usaha para penafsir untuk mengerti kondisi sejarah penulisan kitab-
kitab. Selanjutnya, karena pengaruh filsafat yang mengendalikan
penelitian maka para theologia liberal beruseh, mengerti sejarah dari
sudut filsafat dengan mengabaikan una religius dan supranatural.
Kenyataan ini adalah sama dengan in yang ketiga dari problem dunia
modern yang dikemukakan ole Brown. Dari Kritik historis ini,
lahirlah teori sumber atas kita Pentateuch oleh Jean Astruc (1684-
1766) dengan teori dx sumbernya” dan J.G. Eichhorn (1752-1827)
mengemukaika teori dua sumber J (Jehowah) dan E (Elohim). Tahun
1883 Hupfield mengemukakan bahwa Pentateuch berasal dari empz
sumber (Pniestly, Elohistis, Jahwehistis, Deuteronomistig. Teori
sumber ini mencapai kejayaannya melalui K.H. Graf dx Julius
Welihausen dengan karyanya yang berjudul Hipoten Graf-
Wellhausen. Tokoh-tokoh kritik historis lainnya seperti Lessing.
Hase, Gabler, Bauer, Schliermacher, Lachman Meyer Baur dan
Wilhclm Wrede.
Dalam penelitian selanjutnya, maka Kritik Historis
berkembang pesat sehingga menjadi beberapa bentuk Kritik, yaitu
Kritik Bentuk (Form Criticism) yang mencoba menelii bentuk-
bentuk tradisi oral sebelum menjadi tulisan, Kriuk Tradisi (Tradition
Criticism) yang menyelidiki bagaimana tradisi lama berkembang ke
dalam situasi baru pada saat penulisan. Kritik Redaksi (Redaction
Criticism) yang menyelidiki bagaimana tradisi yang berkembang'itu
diolah oleh para redaktur dalam bentuk tulisan. Kritik Teks (Textual
Criticism) yang menyelidiki bermacam-macam Teks yang digunakan

16
sebagai sumber penerjemahan Alkitab dan Kritik Kanon (Canon
Criticism) yang menyediliki bagaimana proses terkumpulnya kitab-
kitab dan ukuran pengumpulan, menjadi Alkitab perjanjian Lama
dan Baru.
Kritik-kritik Alkitab ini dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu
Kritik Historis, bentuk dan tradisi adalah tergolong Kritik lebih
tinggi (Higher Criticism), sedangkan Kritik Teks, Kritik kanon
tergolong Kritik lebih rendah (Lower Criticism). Kitab Perjanjian
Baru pun tidak diabaikan oleh para ahli Historis Kritis untuk dikritik
dengan mengunakan metode Kritik Historis yang sama. Masalah
yang paling banyak disoroti ialah keempat Injil, kehidupan Yesus,
tulisan-tulisan Paulus.
Banyak ahli dengan menggunakan Kritik sumber menganggap
bahwa sulit untuk memadukan cerita kehidupan Yesus dari keempat
Injil itu. Misalnya David F. Strauss dalam bukunya “Life of Jesus
(1835),” Adolf Harnack (1851-1930) dalam bukuny “What is
Christianity?,” melihat Yesus hanya sebagai mamui biasa yang
bermoral tinggi. Dalam bukunya “In his saying o Jesus, ia
merekonstruksi teks dari sumber Q. Albrecht Ritschg (1822-1889)
memandang Yesus hanya dalam aspek manfaatny bagi manusia dan
etika moral, juga menekankan nata kemanusiaan Yesus, sambil
membuang natur keilahiannya yang supernatural dan memuncak
pada tulisan “The Guest Of ie Historical Jesus” karya Albert
Schweitzer.
Masih banyak theolog lain yang juga memberika kontribusi
mereka mengenai Yesus dan Injil. Pada umumnya melihat Yesus
hanya sebagai manusia saja. Seperti G.E. Lessing K.F. Bahrt, K.H.
Venturini, H.E.G. Paulus, K.H. Hanse, Bruno Baur, Wilhelm Wrede,
F.G. Baur, B.F. Westcott, C.H Wersae, C.G. Wilke, HJ. Holtzman
dan B.H. Streerer.'!? Tokoh tokoh Kritik Alkitab yang terkenal pada
abad ke-20, ialah Karl Barth dan Rudolf Bultmann yang terkenal

17
dengan Kritik bentuknya.'' Murid Bultmann yaitu Ernst Kasemann,!!
dan para tokoh penyelidik Yesus sejarah baik new guest maupun
third guest, yang memuncak dengan diadakannya penelitian “/esus
Seminar" di Amerika Serikat tahun 1985 yang dipelopori oleh para
theolog Robert W. Funk dan John Dominic Crossan.!$ Nampaknya
perkembangan theologia banyak dipengaruhi oleh perkembangan
zaman, mulai zaman Renaissance, kemudian zaman Rasionalisme
dan zaman Pencerahan sampai theologia akhir abad XX ini.

b. Model Penafsiran Biblika Kaum Kontemporer


Sebagaimana yang telah disinggung di atas, bahwa model
penafisiran kaum kontemporer adalah bertolak dari konteks kepada
konteks. Alkitab hanya dijadikan tempat persinggahan. Konteks
sosial menjadi titik berangkat dan titik tujuh. Karena itu, penafsiran
mereka adalah berdasarkan kritik sosial (Sociocriucal Interpretation),
adalah ditekankan dalam Teori Sosial Neo-Marxist karya J.
Habermas (1929). Salah satu bentuk theologia yang bertolak dari
Penafsiran Kritik sosial (Sociocnucal Interpretation) ialah Theologia
Pembebasan yang bertumbuh subur di Amerika Latin, dan sedang
diadopsi oleh theolog Asia.
Berkenaan dengan itu, Thieselton melaporkan bahwa:
“Banyak theolog penganut theologia pembebasan Amerika Latin
mengambil Alkitab hanya sebagai bacaan kedua yang dilakukan
dalam konteks perjuangan sosial masa kini, atau praksis masa
kini.”Sebagai contoh ialah Juan Luis Segundo (1925) yang
mengatakan bahwa dalam penafsiran yang harus meniadakan
ideology (de-ideologize), bukan mendemitologisasikan
(demythologize). Karena itu, ia berpendapat: “Sistem hermeneutik
para ahli dari dunia Barat yang Tradisional adalah ditolak sebaga
kaum intelektual dan tidak mampu memberikan kecurigaan ideologis
yang cukup memadai.'? Kaum Liberalis bersama kaum Pluralis

18
memiliki kesamaan cita cita untuk keluar dan menentang theologia
Tradisional atau ortodoks.
Choan-Seng Song menggunakan prinsip-prinsip penafsiran
kritik Sosial dalam upayanya membangun Theologis Transposisinya,
ia berkomentar bahwa: “Theologia Pembebasan ala Amerika latin
adalah suatu contoh yang terkemuka dar theologia transposisi yang
demikian. Bersama-sama dengan Theologia Hitam dan Theologia
Perempuan, Theologia Pembebasan telah sedang membuat suatu
pengaruh yang luar biasa luasnya, dirasakan dalam pelbagai gereja
dan lingkaran theologis.
Menurut Song: “Theologia Pembebasan, Theologia Hitam,
Theologia Perempuan adalah theologia yang sudah berhasil, maka
Song mengemukakan beberapa pertanyaan berkenaan dengan
keadaan theologia transposisi di Asia. Dimana, ia berkata: “Kita
harus bertanya lebih jauh, bagaimana suatu theologia tranformasi
yang demikian menjalankan tugasnya? Apa yang harus menjadi
perhatian utamanya? Bagaimana ia menghubungkan dirinya sendiri
dengan sejarahnya, budayabudaya dan agama-agama dimana ia telah
menemukan suatu wadah yang baru? Dan apakah ada batu
sandungan yang menghalangi jalannya? Dalam hal ini, Song
mempertanyakan apa yang menjadi keprihatinan theologia di Asia.
Dalam hal ini. mereka membangun theologianya dengan dasar
penafsiran kritik sosial yang lahir dari keprihatinan sosial terhadap
isu-isu sosial politik di Asia. Dengan dasar ini, maka terbentuklah
prinsip penafsiran kritik sosial. kemudian dicarilah dukungan das
yelevansinya dengan konsep Alkitab.

c. Berbagai Model Penelitian Theologia Biblikal


Selain berkenaan dengan titik berangkat, persoalan theologia
biblika juga adalah berkenaan dengan pendekatan. Pendekatan
theologia biblika dan sistematika hampir sama, karena theologia

19
biblika, baik Perjanjian Lama dan Baru, seperti tuhsan-tulisan yang
muncul di antaranya theologia Yohanes, theologia Paulus dan
theologia penulis lain dari Perjanjian Baru, adalah disusun
berdasarkan kerangka theologia sistemauka, dimana penyajian
pemikiran para penulis adalah berdasarkan topik-topik yang
terkemuka dari teks secara sistematis, seperti yang dikemukakan
oleh Krister Stendahl! Ada dua kecenderungan penelitian theologia
biblika yang dilakukan oleh para ahli: pertama, topik-topik yang
terkemuka dikaji berdasarkan kitab per kitab atau buku per buku:
kedus, top topik yang terkemuka tersebut diteliti dalam seluruh
Alkitab Hubungan antara theologia biblika dan sistematika sangatlah
sulit untuk dielakkan. Hasel menyajikan 10 (sepuluh, metode
theologia biblika para ahli, yakni:
1. Metode didakri dogmatik (Bauer, Dentan dan Hinson);
2. Metode progresif generg (Lehman);
3. Metode potongan melintang atau cross setia (Eichrodt)
4. Metode topical (McKenzie);
5. Metode diakronik (Vag Rad);
6. Metode formasi tradisi (Gese);
7. Metode dialetik tematik (Brueggremann);
8. Metode kritik (Barr);
9. Metode theologia biblik baru (Childs);
10. Metode theologia Perjanjian Lama kanonk multipleks (Hesel).

2. Metode Peneltian Theologis Sistematika Kualitatif


Metode theologia sistematika sesuai dengan naturnya memiliki
metodenya sendiri. Kendatipun demikian, metode theologia sistematika
berkembang seperti yang nampak dalam sejarah theologia. Charles Hodge
menyajikan 3 (tiga) metode penelitian theologia sistematik yang muncul
dalam sejarah, yakni speculative method, mystical method dan inductive
method.

20
Metode pertama ialah metode spekulatif. Para theolag yang
menggunakan metode spekulatif berasumsi bahwa:
1. Menolak sumber pengetahuan dari hal-hal yang ilahi baik yang ada
dalam alam maupun dalam pikiran manusia;
2. Memadukan wahyu khusus (Alkitab) dengan filsafat seperti yang
dilakukan oleh para theolog skolastik abad pertengahan, sehingga
menghasilkan theologia natural;
3. Semua kebenaran dihasilkan oleh proses berpikir manusia, dan diluar
itu bukanlah kebenaran.
Metode kedua ialah metode mistik. Theolog dengan metode mistik
berasumsi mengenai perasaan tentang kebenaran, Metode ini tidak
bergantung pada Alkitab melainkan pada doktrin Alkitab. Kedua metode
di atas ini tidak dapat dijadikan pegangan, akibatnya metode ini tenggelam
dan hilang di akhir proses theologia abad modern yang lalu.
Metode keriga ialah metode induktif yang berasumsi bahwa:
1. Fakta-fakta alam menyatakan mengenai “the ultimate”;
2. Pengertian adalah berasal dari cara kerja pikiran;
3. Kebenaran tidak diperoleh dari pengalaman, tapi dalam keadaan
alamiah.
Karena itu, penelitian diadakan untuk mengetahui akibat-akibat
(pengaruh) kepada sebab-sebabnya (akibat dan menemukan sebab-sebab)
atau a priori. Metode ini berbeda dengan deduktif, yang memulai
penelitian mengenai sebab-sebab kepada akibat (sebab menentukan akibat)
atau a poscerion Metode induktif ini lebih akrab atau dekat dengan
penelitian theologia.
Bertolak dari metode berpikir induktif, penulis menyajikan
pengertian tentang theologia sistematika dari beberapa ahli untuk
mengungkapkan metode theologia sistematika yang kualitatif (pendekatan)
dan indukti (penalaran). Dari definis Wayne Gruden bahwa theologia
sistematika adalah: any stuN phac answers che guescion, what does the
whole Bible teach u About any given topic? demikian dengan Robert L.

21
Reymond bahwa theologia adalah jawaban terhadap pertanyaan “What
does the whole Bible teach us about & given topic”, maka theologia
sistematika adalah studi metodologis, dengan pendekatan kualitatif
berdasarkan penalaran induktif dan paradigma fenomenologi. Metode ini
menghasilkan materi theologia yang bersifat mendasar (basic
foundational), menveluruh (comprehensive), menyatu-padu (intergrative).
Penelitian theologia sistematika adalah penelitian berfokus pada
kajian tentang kebenaran yang telah dirumuskan dan dipegang sebagai
dasar iman, pengajaran dan yang telah diaktualisasikannya dalam konteks.
Sebagai science, theologia mengikuti struktur penelitian ilmiah sekalipun
tidak secara ketat seperti penelitian ilmu alam, karena theologia juga
adalah ascience. Millard J. Erickson mengusulkan salah satu metode dan
proses bertheologia (the process of doing theology): exegesisbiblical
theology-systematic theology.“ Selengkapnya proses tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Langkah pertama ialah mengidentifikasi bagian-bagian Alkitab yang
berhubungan dengan topik yang diteliti, kemudian menafsirkannya
dengan penuh ketelitian secara eksegetis;
2. Mempelajari bagian-bagian kitab yang lain (parallel), yang membahas
topik yang sama untuk mengetahui topik tersebut dalam konteks
penulis kitab yang tentunya berbeda;
3. Menganalisis arti yang sesungguhnya mengenai bag bagian Alkitab
(materi-materi) tersebut setelah sem bagian yang membahas topik
tersebut dikumpulkan;
4. Mengkaji materi biblikal tersebut dengan pendapat pendapy para ahli
yang telah mengkajinya di masa lampau, Stug sejarah gereja adalah
salah satu instrument bertheolog, baik sebagai referensi maupun
sebagai ujian;
5. Mengidentifikasi esensi theologia (doktrin) menurg penulis (Kitab
Alkitab) dalam konteksnya yang khusus da menemukan arti dari

22
semua bentuk ekspresi yang dipaka oleh penulis dalam konteks yang
khususnya masing. Masing;
6. Mencari penerangan dari sumber-sumber yang lain, yaim dari sumber-
sumber sekuler untuk menolong penelin memahami topik biblika
tersebut lebih lengkap lagi, yaim dari materi yang bersumber dari
penyataan Allah secan umum, seperti semua ciptaan Allah dan sejarah
manusia;
7. Mengekspresikan kekinian mengenai doktrin tersebu dengan
kenyataan hidup yang sedang berlangsung, sehingg theologia tersebut
akrab dengan pembaca masa kini;
8. Mengembangkan suatu motif penafsiran yang berpusi yaitu kedaulatan
atau kebearan Allah (theocentri) Kedaulatan Allah dimengerti dengan
istilah kuasa-Nya pengetahuan-Nya dan karakter-karakter lain-Nya
yang berdaulat;
9. Langkah yang terakhir dari metode penelitian theologis jalah
menyusun garis besar (outline theologia). Pertams tama dengan
mengetahui isu-isu utama dan selanjutay' menyusun sub-sub topiknya
secara sistematis.
Hasil penelitian theologia ini, kemudian dimuat dalam bab dv
skrispi, tesis dan disertasi, sebagai kajian theologis (bukan kaji teoretik)
sebagaimana dalam penelitian non-theolog menyebutnya sebagai kajian
teoretik. Untuk ilmu pengetahuas khususnya ilmu pengetahuan alam dan
sosial, peneliti dapat menulis frase kajian teoretik, namun tidak demikian
untuk kajian theologis. Kajian theologis ini dapat dijadikan landasan untuk
kajian theologia praktika atau dapat diterapkan secara praktis untuk
membangun sikap yang theologis. Kajian ini diikuti dengan penelitian
lapangan dengan pendekatan kualitatif atau kuantitatif atau kedua-duanya
disesuaikan dengan masalah dan tujuan penelitian.

23
3. Metode Peneltian Theologis Historika Kualitatif
Penelitian theologia historika adalah penelitian berfokus pada kajian
dokumen-dokumen untuk menemukan buah-buah pemikiran theologis
yang muncul dan memengaruhi gereja dan dunia pada suatu konteks ruang
dan waktu tertentu. Ada empat tujuan penelitian ini, yakni inventarisasi,
evaluasi kritis, sintesis dan pemahaman yang baru.
Theologia historika adalah suatu studi theologia yang telah
berkembang sepanjang abad-abad sejarah gereja. Ada dua pendekatan
yang utama memformulasi theologia historika. Pertama, adalah synchronic
approach, yaitu mempelajari theologia dari para theolog atau sekolah
theologia sepanjang sejarah with respect to several areas of doctrines.
Kedua, adalah diachronic approach, yaitu mempelajari pemikiran-
pemikiran doktrinal yang "jatuh-bangun” pada periode-periode kehidupan
gereja. Dengan dua pendekatan ini, maka theolog sistematika akan
menemukan nilai-nilai yang berarti bagi studi theologia historika.
Paling tidak, theologia historika memberikan kepada theolog
kesadaran dan sikap kritis mengenai presuposisi theologianya masa kini
dalam tiga sikap:
1. Belajar dari sejarah mengenai formulasi pemikiran theologi dalam
konteks waktu itu, dengan memperhatikan serring sosial, budaya,
politik, ekonomi, agama dan sebagainya. Dengan demikian, tidak akan
ada penghakiman sejarah, sebaliknya belajar dari sejarah masa lampau
untuk menyusun theologia masa kini denga memperhatikan konteks
holistik;
2. Belajar dari sejarah, artiny, hasil formulasi theologia masa kini, harus
dikaji dan diuji dalin terang formulasi theologia historika, khususnya
mengeng tradisi-tradisi yang telah teruji zaman, seperti Westminng
Confession of Faith;
3. Belajar dari sejarah, artinya belajar untuk tidak mengulangi kesalahan
yang pernah dilakukan oleh para theolog dalam sejarahnya, seperti
kesalahan Thoma Aguinas mengadopsi methaphysics Aristoteles

24
sebagai trick berangkat theologia kristen. Sebaliknya juga belajar dari
pan theolog yang membangun dan menyusun theologianya yang telah
teruji, seperti Martin Luther, John Calvin dan John Stor, Wayne
Grudem serta theolog-theolog yang lain.

4. Metode Penelitian Theologis Filosofika


Penelitian theologi filosofika adalah penelitian berkenaan dengan
cara-cara mendeklarasikan kebenaran, mempertahankan dan membela
sistem keyakinan terhadap kebenaran. Selain etika, apologetika adalah
bagian dari studi theologia filosofika Apologetika adalah salah satu
disiplin filsafat theologa Presuposisi apologetika Kristen adalah finalitas
Kristus ate finalitas Firman Tuhan (I Petrus 3:15-16). Apologetika adalah
“Disiplin ilmu mengenai bagaimana cara memberi pertanggunge jawab
(reason) mengenai pengharapan mereka.” Berkenaan dengan itu, maka ada
tiga fungsi dan metode apologetik, yaiv pembukcian (lebih tepatnya
deklarasi), pembelaan (defence), dan penyerangan (offense) yaitu
menyerang kebodohan pikiran orang yang tidak percaya (Mazmur 14:1, I
Korintus 1:18.2-16) dan membongkar kepalsuan (IIKorintus 10:5).
Bertolak dari presuposisi dan arti apologetika (filsafat theologia) di
atas, maka Joseph Tong menawarkan format analisis penelitan apologerika
(filsafat theologia) sebagai berikut:
1. Artikulasi (pemaparan) masalah:
a) Langkah yang pertama dimulai dengan mengemukakan mengenai
pernyataan masalah yang akan diselidiki;
b) Setelah pernaparan masalah, maka diikuti dengan pendefinisian
istilah-isilah yang dipakai. Dalam hal ini, kita harus menghindari
perdebatan istilah oleh karena istilah-istilah yang tidak jelas;
c) Setelah istilah dijelaskan dengan jelas, maka kemudian
memaparkan masalah dengan konkrit.
2. Klarifikasian masalah:

25
a) Pengungkapan sudut pandang dan analisis sudut pandang. Dalam
tulisan-tulisan filosofis, maka kita harus menekankan mengenai
studi berdasarkan perspektif. Dalam perspektif analisis, peneliti
mulai melihat mengenai apa yang nantinya ditanggapi. Tanpa itu,
kita tidak bisa berapologetika;
b) Pernyataan mengenai konsekwensi-konsekwensi: Analisa
perspektif kemudian dilanjutkan dengan konsewensinya. Artinya
apabila kita memegang atau menganut pendapat tertentu dari
perspektif tertentu pula, maka kita harus mengemukakan
konsewensikonsewensinya;
c) Pernyataan mengenai pandangan Kristen (pro atau kontra): Setelah
itu mengemukakan posisi peneliti, apakah kita kontra atau pro,
dengan memberikan standart pengujian pendirian.
3. Analisis masalah: Berkenaan dengan analisis masalah, dapat dikaji
dengan tiga analisis masalah;
a) Analisis konseptual: untuk mernahami pengertian mengenai topik
yang diteliti;
b) Analisis logika, artinya mengetahui konistensi, koherensi dan
korespondensi topik penelitian tersebut;
c) Analisa budaya, artinya menganalisa topik kajian penelid dalam
konveksi tertentu;
d) Analisis eksperimental, artinya menganalisis mengenai
pengalaman konsep yang diteliti.
4. Solusi filsafat theologia: Dalam berapologetika, maka ada tiga teknik
yang biasa dipakai, yakni:
a) Teknik pertamg ialah teknik menyerang pendapat lawan. Teknik in
merupakan kritik dan evaluasi terhadap pendapat lawan (Teknik ini
tidak disenangi oleh lawan);
b) Teknik kedu ialah membela posisi atau pendapat sendiri, dengan
carg mengevaluasi posisi atau pendapat sendiri dengan penuh
kejujuran. Pada saat peneliti mengevaluasi (mengkritik) din

26
sendiri, maka pada saat yang sama pendapat lawan juga dikritisi.
Para lawan tidak menyadari bahwa pendapat mereka juga dikritisi
Teknik ini agak disenangi oleh lawan kita;
c) Teknik ketiga ialah proklamasi, dalam hal im peneliti memaparkan
mengenai Chrisrian worldview dan view of fe. Pertanyaan,
bagaimana dengan teknik yang memberikan sejumlah bukti-bukti
yang kuat (evidenualist). Teknik ini biasanya tidak mengajak orang
untuk berpikir. melainkan sangat rawan terjadinya perdebatan.
Karena setiap pemberian bukti-bukti pasti ada kelemahannya Tidak
ada bukti tanpa kelemahan. Maka itu sebaiknya ada dua langkah
yang harus diambil yaitu:
1) Verifikasi, yaitu mencari kebenaran. Misalnya apabila
seseorang mengaku bergelar Ph.D, maka kita dengan muda bisa
mengadakar verifikasi dengan cara menelepon asal sekolahnya
dan menanyakan kebenaran tersebut. Cara ini merupakan can
untuk peneguhan satu pendapat. Kalau tidak dapat ditempv
dengan cara verifikasi maka dapat ditempu dengan cas kedua,
yakni folsifikasi;
2) Folsifikasi, yaitu pembukia melalui kepalsuan untuk
meneguhkan kebenaran Contohnya orang meminta bukti-bukti
kebangkitan Tuhas Yesus. Persoalannya, kita tidak memiliki
bukti (fisik), kecuali harus ke Yerusalem dan itupun masih
harus memastikan galah satu kubur dari sejumlah kubur yang
ada, maka cara yang ditempuh ialah folsifikasi dengan cara
menuntuk bunti bahwa Yesus sunggu-sungguh tidak bangkit.
5. Ringkasan dan kesimpulan:
a) Pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan supaya kajian tersebut
terus dipikirkan dan diteliti. Penelitian tidak berhenti pada kajian
ini. melainkan supaya terus menerus dipikirkan/diteliti;

27
b) Ringkasan dan Undangan: Setelah semua hal di atas dilakukan,
maka akhirnya peneliti memberikan ringkasan dan kemudian
diakhiri dengan tantangan untuk rnengambil keputusan.
Format penelitian atau kajian filsafat theologia (apologetika) di atas
selain sebagai salah satu format kajian apolopetika, juga sebagai format
kajian etika. Baik penelitian apologetika maupun etika, keduanya dapat
disajikan dalam bentuk dialog dan tulisan ilmiah berupa paper, skripsi,
tesis, disertasi dan lain sebagainya.

BAB IV
ANALISIS DATA KUALITATIF

Bertalian dengan obyek penelitian, yakni obyek formal dan obyek normatif,
demikian dengan metode penelitian abstrak formal dan normatif, maka analisis
data pun adalag berkenaan dengan data penelitian formal dan normatif. Secara
khusus, berkenaan dengan data normatif, analisis data dengan paradigma
subyekuvitas fenomenologi) adalah bertolak dari fokus untuk menemukan
penjelasan (teori) dan pengembangan. Ada dua jenis data normatif, yakni:
1. Data normatif lapangan, yaitu data yang diperoleh dari informan melalui
wawancara dan pengamatan. Data normatif ini dianalisis dengan berbagai
model analisis dengan pendekatan kualitaif dan dapat diterapkan dalam
penelitian theologia terapan (theologia praktika) seperti theologia pastoral
(termasuk kepemimpinan dan manajemen gereja), konseling, misiologia dan
pendidikan agama Kristen;
2. Data normatif literatur (teks), yaitu data yang diperoleh dari kajian literatur
(filsafat, bahasa, sejarah, agama, theologia, biblika) melalui kajian
hermeneutik dan dapat dianalisis dengan analisis kualitatif normatif. Analisis
ini dapat diterapkan dalam penelitian theologia murni seperti theologia biblika
(analisis teks dan tema), theologia sistematika, theologia filosofika dan
theologia historika.

28
A. Analisi Data Tekstual Normatif Kualitatif (Biblikal/Theologis)
Analisis isi diakui oleh para ilmuan sebagai salah satu metode
penelitian ilmiah, sekalipun metode tersebut mulanya untuk penelitian di
bidang komunikasi. Tujuan analisis isi adalah untuk mengetahui keajekan
isi komunikasi dan makna isi komunikan termasuk membaca simbol-
simbol. Ada lima tahapan peneliti, analisis isi:
1. Menentukan masalah, termasuk mengungkapka mengenai latar
belakang munculnya masalah tersebur (Menyusun kerangka pemikiran
secara konseptual (teoretikal);
2. Menyusun perangkat metodologi yang akan digunakan, termasy
menentukan metode analisis dengan menggunakan tabel frekweny;
3. Analisis data
4. Interpretasi data dengan mengguniky kerangka pemikiran atau
kerangka teori yang telah ditetapkan semula.
Prosedur penelitian analsis isi ini banyak kesamaannp dengan
analisis penelitian theologia biblika, sistematika, historik, dan theologia
filosofika.
Analisis theologia biblika dapat mempertimbangkan analisi Gordon
F. Fee seperti yang penulis telah kemukakan ini, yaitu dengan langkah-
langkah: 1) Mengadakan peninjauan terhadap konteks sejarah secara
umum; 2) Memastikan batasan-batasan bagian teks yang diteliti; 3)
Mengakrabkan bagi yang diteliti dengan cara membuat terjemahan
sementara, dafta sementara mengenai kesulitan eksegetikal, membaca
beberap terjemahan yang lain; 4) Menganalisis struktur kalimat ds
hubungan sintaktikal; 5) Membangun teks asli melalui analis (kritik) teks;
6) Menganalisis tata bahasa (grammar) teks; 7) Menganalisis kata-kata
yang berarti; 8) Meneliti latar belakang budaya dan historis. Kitab Surat-
Surat; 9) Menetapkan karakter formal dari surat tersebut; 10) Mengkaji
konteks historis yan khusus: 10). Menentukan konteks literal. Kitab Injil-
Injil; 11) Menetapkan karakter formal dari perikop atau perkataan; 12)
Menganalisis perikop tersebut dalam suatu sinopsis Injil; 13) Menganalisis

29
perikop tersebut dalam konteks narasinya: Kitab Kisah Para Rasul; 14)
Meneliti pertanyaan-pertanyaan historis; 15) Menentukan konteks literal;
Kitab Wahyu; 16) Memahami karakter formal dari wahyu; 17)
Menetapkan konteks historis; 18) Menetapkan konteks literal; 19) Tahap
akhir untuk semua kita; 20) Mencari masukan dari literatur-literatur
sekunder; 21) Menyedeiakan suatu terjemahan yang final; 22) Menulis
karya ilmiah.
Selain analisis biblika Gordon di atas, juga dapat
mempermmbangkan analisis Darrell L. Bock sebagai berikut:
1) Analisis ekual;
2) Analisis gramatikal (tata bahasa);
3) Analisis lexikal;
4) Analisis latar belakang konteks;
5) Analisis narasi;
6) Analisis grat-surat;
7) Analisis apokalipsis;
8) Analisis theologis.
Apabila pembaca tertarik dengan penelitian theologia biblika yang
biasa gunakan oleh para theolog kontemporer, pembaca dapat
mempertimbangkan Samuel Rayan, seperti yang penulis telah kemukakan
pada bab sebelum ini. Langkah-langkahnya adalah sbagai berikut:
1) Mengetahui apa yang menjadi kebutuhan mendesak Asia baik gereja
dan masyarakat;
2) Memformulasi kebutuhan Asia tersebut dalam satu tema utama;
3) Menyajikan tema tersebut dari sudut padang Asia itu sendiri;
4) Mencari gmber-sumber literartur Asia tentang tema tersebut;
5) Membaca Uang sumber-sumber literatur tersebut;
6) Mencari dan menemukan hubungan tema tersebut dengan tema yang
ada dalam Alkitab (tema biblical);
7) Menggali dan menampilkan tema tersebut dalam terang tema biblikal;

30
8) Menyajikan ulang tema terebut dalam upaya untuk menjawab
kebutuhan Asia yang sudah idenufikasi sebelumnya.
Analisis theologia sitematika, selain dapat mempers mtmbangkan
ahli-ahli theologia sistematika, diantaranya analisis yang dikemukakan
oleh Millard J. Erickson sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi bagian-bagian Alkitab yang berhubungan dengan
topik yang diteliti, kemudian menafsirkannya dengan penuh ketelitian
secara eksegetis;
2) Mempelajari bagian-bagian kitah yang lain (parallel), yang membahas
topik yang sama;
3) Menganalisis arti yang sesungguhnya mengenai bagian-bagian Alkitab
(materi-materi) tersebut;
4) Mengkaji materi biblika tersebut dengan pendapat-pendapat para ahli
yang telah mengkajinya dimasa lampau;
5) Mengidentifikasi esensi theologia (doktrin) menurut penulis (Kitab
Alkitab) dalam konteksnya yang khusus dan menemukan arti dari
semua bentuk ekspresi yang dipakai oleh penulis dalam konteks yang
khususnya masing-masing;
6) Mencari penerangan dari sumber-sumber yang lain, yaitu dari sumber-
sumber sekuler untuk menolong peneliti memahami topik biblika
tersebut lebih lengkap lagi;
7) Mengekspresikan kekinian mengenai doktrin tersebut dengan
kenyataan hidup yang sedang berlangsung, sehingga theologia tersebut
akrab dengan pembaca masa kini;
8) Mengembangkan suatu motif penafsiran yang berpusat yaitu
kedaulatan atau kebebasan Allah (theo-cenrric);
9) Langkah yang terakhir dari metode penelitian theologis ini ialah
menyusun garis besar (outline theologia).
Analisis theologia historis, baik peristiwa historis yang tercatat
dalam dokumen-dokumen sejarah maupun pemikiran: pemikiran historis
yang tertuang dalam buku-buku sejarah dianaliss berdasarkan prinsip

31
penelitian sejarah. Berkenaan dengan ut sejarah, theologia historis dapat
dianalisis dalam empat pertanyaw yang dikemukakan oleh Ronald H.
Nash, yakni:
1) Apa pola sejarad tersebut? Ada pola linear, dimana sejarah itu
memiliki satu tujuan yang bergerak kepada tujuan akhir, dan ada pola
cyclical, dimana sejarah itu akan selalu terulang;
2) Apakah itu mekanisme sejarah. Analisis ini tidak berusaha untuk
mengetahui pola sejarah melainkan mengani prubahan-perubahan
dalam sejarah terjadi;
3) Apa maksud dan nilai sejarah? Apak signifikasi yang paling tertinggi
dari sejarah?;
4) Apakah yang akan terjadi pada masa yang akan datang?.

BAB V
MENARIK KESIMPULAN

Kesimpulan penelitian dengan pendekatan kuantitatif adalah berdasarkan


hipotesis yang teruji dengan didukung oleh data empiris. Dari hasil pengolahan
data dan disesuaikan dengan hipotesis, maka dirumuskanlah kesimpulannya,
apakah hipotesisnya ditolak atau diterima. Karena itu, jumlah kesimpulan adalah
sesuai dengan jumlah hipotesis. Apabila kesimpulan penelitian sebagai jawaban
atas masalah penelitian yang dikemukakan pada bagian awal penelitian, maka isi
maupun banyaknya kesimpulan yang diformulasi juga semestinya sama dengan isi
dan banyaknya masalah Penelitian. Kesimpulan ini dapat digeneralisasi pada
populasi apabila dari sampel diketahui distribusi normalnya.
Kesimpulan penelitian pendekatan kuantitatif adalah proposisi-proposisi
atau tema-tema sebagai hasil interpretasi (verifikasi temuan dengan konsep-
konsep dan teori-teori yang sesuai dengan subfokus-subfokus. Masing-masing
subfokus disimpulkan berdasarkan tema-tema dari masing-masing subfokus.
Keismpulan dapat dikemukakan dalam tiga kemungkinan, yaitu: sesuai standar,
kurang sesuai standar, dan tidak sesuai standar.

32
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU
A. Kelebihan Buku
Dalam buku ini, penulis mampu membawakan inti dari buku ini dengan
bahasa yang tidak sulit untuk dipahami, ditambah juga dengan adanya berbaga
contoh yang diuraikan oleh penulis dalam buku ini. Kalimat-kalimat yang
jelas, detail, teratur, menyeluruh dan sistematis. Meskipun Stevri Indra
Lumintang dan Danik Astuti Lumintang memasukkan berbagai terkait dengan
Theologia Penelitian & Penelitian Theologis dari toko-toko, keduanya mampu
memberikan konsep pendekatan penelitian Theologia Penelitian & Penelitian
Theologis versi keduanya tanpa menyalahkan pendekatan tokoh lainnya.
B. Kekurangan Buku
Berbeda dengan isi buku yang mudah untuk dipahami, judul buku ini
yaitu Theologia Penelitian & Penelitian Theologis: Science-Ascience serta
Metodologinya ini hanya akan dipahami oleh orang-orang yang open minded
yang bahkan dapat melakukan analisa lebih lanjut mengenai apa yang sudah
dibacanya. Selain itu, 202 ditemukan ada kesalahan dalam penomoran isi
buku, hal ini dapat menyebabkan pembaca keliru memahmi maksud yang
ingin disampaikan penulis pada pembacanya jika pembacanya tidak teliti dan
detail memperhatikannya.

ANALISIS ISI BUKU


Dalam bahasan books report mengunakan buku yang berjudul Theologia
Penelitian & Penelitian Theologis: Science-Ascience serta Metodologinya
merupakan cetakan kedua yang ditulis oleh Stevri Indra Lumintang dan Danik
Astuti Lumintang pada tahun 2016. Buku ini diterbitkan oleh Geneva Isnani
Indonesia, Institut Theolgia Indonesia (IThl) menggunakan bahasa Indonesia
dengan ketebalan 365 halaman ini, terdasapt lima bab bahasan yang diuraikan,
yaitu:
Pada Bab I, membahas membahasa tentang theologia penellitia menjadi
dasar bagi penelitian theologis. Karena itu, penelitian theologis adalah suatu

33
keharusan, karena theolgia penelitian menegaskan bahwa natur manusia adalah
sebgaai obyek penelitian.
Pada Bab II, membahasa tentang pendekatan penelitian yang dibahas
mulai dari cara menentukan pendekatan penelitian, salah satunya adalah
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan yang
dibangun di atas landasan filsafat atau paradigma fenomenologi dengan
menggunakan karakteristik penelitian alamiah, dengan pandangan bahwa
realitas bersifat terbuka, kontekstual, jamak, menyeluruh dan terkait satu
dengan yang lain, mengenai pengalaman individu dan komunal, makna secara
sosial dan historis dibangun dengan maksud mengembangkan teori atau model
atau pola, pandangan obyek penelitian, dengan menggunakan metode analisis
isi, etnografi, fenomenologis, studi kasus, dan grounded theory.
Pada Bab III, membahas tentang metode-metode penelitian theologi
yang memuat metode penelitian theologia dasar dan murni, yang didalamnya
terdapat tiga metode, yakni metode penelitian thelogia biblikal kualitatif
(model penafsiran biblika kaum historis kritis, model penafsiran biblika kaum
historis kontemporer, model penafsiran theologia biblikal), metode penelitian
thelogia sistematika kualitatif, metode penelitian thelogia historuka kualitatif.
Pada Bab IV, membahas tentang analisis data kualitatif yang berisi
analisis data tekstual normatif kualitatif (biblikal/theologis). Analisis ini
diakui oleh para ilmuan sebagai salah satu metode penelitian ilmiah, sekalipun
metode tersebut mulanya untuk penelitian di bidang komunikasi. Tujuan
analisis isi adalah untuk mengetahui keajekan isi komunikasi dan makna isi
komunikan termasuk membaca simbol-simbol.
Pada Bab V, membahas tentanng menarik keismpulan suatu penelitian.
Kesimpulan penelitian dengan pendekatan kuantitatif adalah berdasarkan
hipotesis yang teruji dengan didukung oleh data empiris. Dari hasil
pengolahan data dan disesuaikan dengan hipotesis, maka dirumuskanlah
kesimpulannya, apakah hipotesisnya ditolak atau diterima. Karena itu, jumlah
kesimpulan adalah sesuai dengan jumlah hipotesis

34
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan isi buku yang berjudul Theologia Penelitian &
Penelitian Theologis: Science-Ascience serta Metodologinya merupakan cetakan
kedua yang ditulis oleh Stevri Indra Lumintang dan Danik Astuti Lumintang pada
tahun 2016. Buku ini diterbitkan oleh Geneva Isnani Indonesia, Institut Theolgia
Indonesia (IThl) menggunakan bahasa Indonesia dengan ketebalan 365 halaman,
dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ilmiah, setelah menetapkan masalah
atau topik penelitian, maka selanjutnya peneliti semestinya akan menetapan
pendekatan penelitian yang sesuai dengan paradigma dan penalaran. Untuk
menentukan pendekatan mana yan akan dipakai oleh pembaca dalam penelitian
dan penulisan skripsi, tesis, dan disetasi, ada tiga pertimbangan berikut ini yang
patut diperhatikan apabila tidak mengadakan penelitian yang lebih detail, kritis,
dan mendalami kasus, dengan pengumpulan data melalu wawancara, maka
pendekatan yang dipakai adala kualitatif.
Pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan yang dibangun di atas
landasan filsafat atau paradigma fenomenologi dengan menggunakan karakteristik
penelitian alamiah, dengan pandangan bahwa realitas bersifat terbuka,
kontekstual, jamak, menyeluruh dan terkait satu dengan yang lain, mengenai
pengalaman individu dan komunal, makna secara sosial dan historis dibangun
dengan maksud mengembangkan teori atau model atau pola, pandangan obyek
penelitian, dengan menggunakan metode analisis isi, etnografi, fenomenologis,
studi kasus, dan grounded theory.
Pendekatan kualitatif adalah bersifat holistik yang integray Realitas yang
diteliti adalah bersifat menyeluruh dan terka satu dengan yang lain. Pendekatan
kualitatif adalah bersifat kompleks yang utuk Penelitan ini menjelaskan proses,
mengungkap makna yang terdalam, menggambarkan tema-tema budaya secara
lengkap dan detail, serta menggali model-model atau pola-pola yang terbentuk
dalam komunitas.
Pendekatan kualitatif adalah bersifat dinamis, karen penelitian ini tidak akan
berhenti pada apa yang dilihat, didengar, dirasa, melainkan kepada apa yang
sesungguhnya (ontologis) yang ada dibalik dari apa yang dilihat, didengar dan

35
dirasa. Penelitian ini mencari tahu alasan, motivasi, tujuan, dan dampak dari
berbagai aktivitas yang diperoleh selam penelitian (pengamatan dan
pewawancaraan) di mana peneliti terlibat bersama dengan yang diteliti, dan yang
diteliti adalah subyek penelitian.
Subyek penelitian adalah yang diteliti yakni informan, untuk itu peneliti
semestinya terlibat dengan dan bersama subyek secara interaktif demi
memperoleh data yang sesungguhnya dari subyek penelitian. Pendekatan kualitatif
adalah bersifat deskriptif, karena hasil penelusuran kepada subyek (yang diteliti)
melalui pengamatan, wawancara dan analisis isi (dokumen) dituangkan dalam
kalimat-kalimat yang jelas, detail, teratur, menyeluruh dan sistematis, tanpa
membuat penilaian atau mengemuka pendapat peneliti sendiri. Untuk itu,
penelitian memerlukan waktu yang lama, seperti yang dilakukan oleh para
anthropolog yang meneliti dan tinggal bertahun-tahun di tempa penelitian.

36

Anda mungkin juga menyukai