Anda di halaman 1dari 5

Nama: Siska Nur Ariyani

NIM: 170210402007
Kelas: A

1. Data kesalahan berbahasa dikumpulkan dari pembelajaran berbahasa dalam pendidikan


formal, pendidikan non formal, maupun pembelajar yang tanpa tutor atau guru. Data
yang dikumpulkan dapat berupa data lisan maupun data tertulis. Data lisan lisan berupa
data lisan yang direkamdari tuturan siswa atau pembelajar bahasa. Data tertulis
dikumpulkan dari tulisan pembelajar bahasa.
2. Langkah-langkah pengumpulan data kesalahan berbahasa terdiri atas: (1) menentukan
tujuan, (2) menentukan sasaran penelitian, (3) menentukan metode dan teknik, (4)
menyusun instrumen, dan (5) mengambil data.
1. Menentukan Tujuan
Pengumpulan data kesalahan berbahasa memiliki beberapa fungsi, ada yang bertujuan
untuk mengetahui kesalahan berbahasa yang dibuat oleh siswa dalam berpidato,
bercerita, menjawab pertanyaan, berdiskusi, atau yang lain. Ada pula yang bertujuan
untuk mengetahui kesalahan berbahasa siswa dalam menulis atau mengarang pada
tahap awal atau tahap terbimbing, menulis wacana deskripsi, eksposisi, narasi,
argumentasi, dan sebagainya.
2. Menentukan Sasaran Penelitian
Langkah selanjutnya yang penting adalah menentukan sasaran penelitian dan sasaran
penelitian. Berdasarkan diatas misalnya, dapat ditentukan sasaran kajian adalah siswa
kelas rendah sekolah dasar, siswa kelas atas sekolah dasar, siswa sekolah menengah
pertama, siswa sekolah menengah umum, atau sekolah menengah kejuruan. Dapat
juga sasaran penelitian itu adalah pembelajar atas, misalnya para peserta kursus
bahasa, peserta belajar paket A atau paket B Program Kejar dari Pendidikan
Masyarakat. Lokasi juga harus diperhatikan dalam pengumpulan data kesalahan
berbahasa, harus dibatasi lokasi atau wilayah kajiannya, dapat ditentukan apakah
wilayah kajian itu satu sekolah, beberapa dalam satu kecamatan, beberapa sekolah
dalam satu kabupaten, satu provinsi, atau seluruh Indonesia.
3. Menentukan Metode
Ada metode atau teknik tertentu yang dapat digunakan untuk menjaring data
kesalahan berbahasa pembelajar. Menurut Sudaryanto (1985:14-26), ada metode
utama, yakni metode simak dan metode cakap dengan berbagai aneka tekniknya.
Metode simak adalah pengumpulan data dengan cara melakukan penyimakan, yaitu
menyimak bahasa. Metode simak mempunyai (1) teknik sadap, sebagai teknik
dasarnya, dan beberapa teknik lain yang merupakan teknik lanjutan, yakni (2) teknik
sadap libat cakap, (3) teknik sadap libat cakap, dan (4) teknik rekam, serta (5) teknik
catat.
4. Menyusun Instrumen
Dalam penjelasan terdahulu disebutkan bahwa data dapat bersifat lisan dan dapat pula
bersifat tertulis. Data lisan dapat diperoleh dengan menggunakan instrumen panduan
wawancara atau panduan berbicara. Apabila menginginkan data yang dikumpulkan
bersifat tertulis, peneliti dapat membuat instrument ujian menulis atau mengarang.
5. Pengambilan Data
Langkah berikutnya adalah melaksanakan pengumpulan data kesalahan berbahasa.
Untuk melaksanakan pengumpulan data tersebut, peneliti sebaiknya memperhatikan
hal-hal berikut:
(1) memilih waktu yang tepat,
(2) mempersiapkan alat-alat pengumpulan data secara lengkap dan akurat,
(3) mengurus perizinan yang diperlukan dengan baik,
(4) mempersiapkan tempat pengumpulan data.
3. Dalam pengambilan data sebaiknya diperhatikan hal-hal berikut ini, (1) memilih waktu
yang tepat, (2) mempersiapkan alat-alat pengumpulan data secara lengkap dan akurat, (3)
mengurus perizinan yang diperlukan dengan baik, dan (5) mempersiapkan tempat
pengumpulan data. Situasi pengumpulan data harus dibuat sewajar-wajarnya sehingga
siswa tidak merasa berada dalam tekanan. Waktu harus diperhitungkan benra-benar.
Untuk mengadakan wawancara atau bercerita, misalnya dibutuhkan waktu yang cukup.
Agar data lisan dapat dikumpulkan secara akurat, peneliti perlu mempersiapkan alat
rekam yang baik, yang dapat merekam dengan baik, jelas, dan tidak terlalu mencolok.
Dengan demikian siswa tidak merasa bahwa tuturannya sedang direkam, mumgkin saja
siswa akan menjadi cemas dan hal itu jelas memengaruhi kinerja dia dalam wawancara
maupun bercerita. Setiap rekaman harus jelas identitas pembelajar yang direkam.
Identitas subjek penelitian, tanggal, hari rekaman, kelas serta lokasi perekaman harus
dicatat dengan baik. Hal itu dapat dilakukan dengan menulis pada buku catatan, atau
siswa menyebutkan nama dan nomor identitasnya pada waktu wawancara. Hasil rekaman
tersebut kemudian harus ditrasnskripsikan, yakni dituliskan kembali. Penanganan data
lisan memang memerlukan kecermatan tersendiri dan kerja keras karena harus
ditranskripsikan.
4. Berikut adalah contoh dari kesalahan lafal dalam penggunaan bahasa Indonesia, sebagai
berikut.
Kata Lafal yang salah Lafal yang benar
1. Rahmat [rOhmat] [rahmat]
2. Universitas [yuniversitas] [universitas]
3. Ramadan [rOmadOn] [ramadan]
4. Gerakan [gera’an] [gerakan]
5. Bogor [mbOgOr] [Bogor]
5. Berikut adalah contoh dari kesalahan ejaan dalam penggunaan bahasa Indoensia, sebagai
berikut.
Lafal yang benar Lafal yang salah
1. Apotek apotik
2. Sistem sistim
3. Telepon tilpun
4. Kualitas kwalitas
5. Aktif aktip
6. Berikut contoh kesalahan pembentukan kata dalam penggunaan bahasa Indonesia
sebagai berikut.
Tidak Baku Baku
1. Pecinta alam pencinta alam
2. Merubah mengubah
3. Memproklamirkan memproklamasikan
4. Mengetrapkan menerapkan
5. Pengrusakan perusakan
7. Berikut adalah contoh dari kesalahan kalimat dalam penggunaan bahasa Indonesia
sebagai berikut.
Kalimat-kalimat berikut ini tidak baku karena fungsi subjek tidak jelas.
1. Dari mulutnya mengeluarkan darah segar.
2. Dalam darahnya mengandung penyakit.
3. Dalam tasnya terdapat banyak buku.
4. Dari perkatannya tersirat cerita pilu.
5. Dalam perutnya mengandung nanah berbau.
Kalimat-kalimat tersebut akan menjadi kalimat baku apabila kata depan yang
mendahului subjek dihilangkan.
1. Mulutnya mengeluarkan darah segar.
2. Darahnya mengandung penaykit.
3. Tasnya terdapat banyak buku.
4. Perkatannya tersirat cerita pilu.
5. Perutnya mengandung nanah berbau.
8. Berikut adalah contoh dari kesalahan leksikal dalam penggunaan bahasa Indonesia
sebagai berikut.
Tidak Baku Baku
1. Menjinjing Memanggul
2. Kenapa Mengapa
3. Ngomong Berbicara
4. Membikin Membuat
5. Gitu Begitu
9. Berikut adalah contoh dari kesalahan wacana dalam penggunaan bahasa Indonesia
sebagai berikut.
1. SDN Grenjeng kota Cirebon, Tiadakan Upacara Bendera.
Kesalahan: terdapat kata tiadakan, penggunaan kata yang tidak baku dalam sebuah
judul artikel.
Pembetulan: SDN Grenjeng kota Cirebon, Meniadakan Upacara Bendera.
2. Disdikpora Gunungkidul Terkesan Menutupi
Kesalahan: kata menutupi masih ambigu, sehingga seharusnya ditambah objek, yaitu
swakelola di SD Negeri Sokoliman.
Pembetulan: Disdikpora Gunungkidul Terkesan Menutupi Swakelola di SD Negeri
Sokoliman.
3. Bagi penilaian saya hanya selalu mencari akal-akalan saja agar anggaran sarana
prasarana selalu meningkat di setiap tahunnya, masa kota Cirebon hanya 5
kecamatan tingkat pembangunanya.
Kesalahan: terdapat kata bagi yang seharusnya menggunakan kata menurut. Kata
hanya selalu sebaiknya diganti dengan selalu. Akal akalan sebaiknya akal-akalan.
Pembangunan seharusnya menggunakan pembangunanya, karena keduanya
ditambahkan sufiksnya.
Pembetulan: menurut penilaian saya hanya mencari akal-akalan saja agar anggaran
sarana prasarana selalu meningkat di setiap tahunnya, masa kota Cirebon hanya 5
kecamatan tingkat pembangunannya.
4. Mulai tahun ini kita minta seluruh sekolah melaksanakan upacara tiap hari Senin,
kepala sekolah harus memberikan arahan setiap pecan.
Kesalahan: kata minta sebaiknya diganti dengan meminta, supaya baku. Kata tiap
sebaiknya diganti dengan setiap.
Pembetulan: mulai tahun ini kita meminta seluruh sekolah melaksanakan upacara
bendera setiap hari Senin. Kepala sekolah harus memberikan arahan setiap pekan.
5. Salah satu guru yang bernama Eman, mengatakan selaku dirinya perwakilan guru
kaget, kenapa tempat pembangunan proyek di lapangan upacara.
Kesalahan: selaku dirinya sebaiknya diganti dengan dirinya selaku. Kenapa sebaiknya
diganti dengan mengapa.
Pembetulan: salah satu guru yang bernama Eman, mengatakan dirinya selaku
perwakilan guru kaget, mengapa tempat pembangunan proyek di lapangan upacara.
10. Cara menentukan frekuensi kesalahan berbahasa yakni dengan menghitung berapa
kali sebuah jenis kesalahan misalnya, penghilangan awalan meng- digunakan oleh
siswa. Demikian misalnya, berapa kali kesalahan menghilangan subjek atau subjek
tidak jelas yang dilakukan oleh siswa, dan sebagainya. Hal itu perlu dilakukan untuk
mengetahui derajat kesulitan tiap-tiap butir kesalahan tersebut. Jika sebuah jenis
kesalahan berfrekuensi tinggi, dapat diduga siswa atau pembelajar mengalami
kesulitan yang serius tentang butir-butir tersebut. Pada gilirannya guru harus
memperhatikan benar-benar butir semacam itu dalam pembelajaran supaya kesalahan
dapat dikurangi atau kalau mungkin dihilangkan.
11. Hasil analisis kesulitan berbahasa akan menunjukan wilayah kesalahan berbahasa
siswa. Wilayah kesulitan berbahasa dapat ditata berdasarkan tataran kebahasaan,
jenjang kesulitanya, serta jenjang pembelajar. Selain berdasarkan tataran kebahasaan,
dalam proses belajar-mengajar, wilayah kesulitan tersebut dapat diklasifikasikan per
kelas secara rata-rata, atau per kasus, artinya per pembelajar dalam pembelajaran
klasikal menghitung rata-rata kesulitan belajar bahasa akan lebih baik. Seorang guru
dapat menata wilayah kesulitan belajar bahasa sebagai berikut: a) bidang lafal dan
ejaan, b) bidang bentuk kata, c) bidang kalimat, d) bidang leksikal, e) bidang wacana.
Sedangkan untuk kepentingan terapi kesalahan berbahasa, sebaiknya peta kesulitan
berbahasa itu tidak hanya bersifat deskriptif, tetapi jauh lebih menyentuh faktor
sumber penyebabnya serta proses kesalahan. Pada gilirannya nanti rancangan terapi
kesalahan dapat memanfaatkan hasil pemetaan kesalahan berbahasa yang benar-benar
mencerminkan kebutuhan pembelajar dalam menguasai bahasa sasaran.

Anda mungkin juga menyukai