1. Data kesalahan berbahasa dikumpulkan dari pembelajaran berbahasa dalam pendidikan
formal, pendidikan non formal, maupun pembelajar yang tanpa tutor atau guru. Data yang dikumpulkan dapat berupa data lisan maupun data tertulis. Data lisan lisan berupa data lisan yang direkamdari tuturan siswa atau pembelajar bahasa. Data tertulis dikumpulkan dari tulisan pembelajar bahasa. 2. Langkah-langkah pengumpulan data kesalahan berbahasa terdiri atas: (1) menentukan tujuan, (2) menentukan sasaran penelitian, (3) menentukan metode dan teknik, (4) menyusun instrumen, dan (5) mengambil data. 1. Menentukan Tujuan Pengumpulan data kesalahan berbahasa memiliki beberapa fungsi, ada yang bertujuan untuk mengetahui kesalahan berbahasa yang dibuat oleh siswa dalam berpidato, bercerita, menjawab pertanyaan, berdiskusi, atau yang lain. Ada pula yang bertujuan untuk mengetahui kesalahan berbahasa siswa dalam menulis atau mengarang pada tahap awal atau tahap terbimbing, menulis wacana deskripsi, eksposisi, narasi, argumentasi, dan sebagainya. 2. Menentukan Sasaran Penelitian Langkah selanjutnya yang penting adalah menentukan sasaran penelitian dan sasaran penelitian. Berdasarkan diatas misalnya, dapat ditentukan sasaran kajian adalah siswa kelas rendah sekolah dasar, siswa kelas atas sekolah dasar, siswa sekolah menengah pertama, siswa sekolah menengah umum, atau sekolah menengah kejuruan. Dapat juga sasaran penelitian itu adalah pembelajar atas, misalnya para peserta kursus bahasa, peserta belajar paket A atau paket B Program Kejar dari Pendidikan Masyarakat. Lokasi juga harus diperhatikan dalam pengumpulan data kesalahan berbahasa, harus dibatasi lokasi atau wilayah kajiannya, dapat ditentukan apakah wilayah kajian itu satu sekolah, beberapa dalam satu kecamatan, beberapa sekolah dalam satu kabupaten, satu provinsi, atau seluruh Indonesia. 3. Menentukan Metode Ada metode atau teknik tertentu yang dapat digunakan untuk menjaring data kesalahan berbahasa pembelajar. Menurut Sudaryanto (1985:14-26), ada metode utama, yakni metode simak dan metode cakap dengan berbagai aneka tekniknya. Metode simak adalah pengumpulan data dengan cara melakukan penyimakan, yaitu menyimak bahasa. Metode simak mempunyai (1) teknik sadap, sebagai teknik dasarnya, dan beberapa teknik lain yang merupakan teknik lanjutan, yakni (2) teknik sadap libat cakap, (3) teknik sadap libat cakap, dan (4) teknik rekam, serta (5) teknik catat. 4. Menyusun Instrumen Dalam penjelasan terdahulu disebutkan bahwa data dapat bersifat lisan dan dapat pula bersifat tertulis. Data lisan dapat diperoleh dengan menggunakan instrumen panduan wawancara atau panduan berbicara. Apabila menginginkan data yang dikumpulkan bersifat tertulis, peneliti dapat membuat instrument ujian menulis atau mengarang. 5. Pengambilan Data Langkah berikutnya adalah melaksanakan pengumpulan data kesalahan berbahasa. Untuk melaksanakan pengumpulan data tersebut, peneliti sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut: (1) memilih waktu yang tepat, (2) mempersiapkan alat-alat pengumpulan data secara lengkap dan akurat, (3) mengurus perizinan yang diperlukan dengan baik, (4) mempersiapkan tempat pengumpulan data. 3. Dalam pengambilan data sebaiknya diperhatikan hal-hal berikut ini, (1) memilih waktu yang tepat, (2) mempersiapkan alat-alat pengumpulan data secara lengkap dan akurat, (3) mengurus perizinan yang diperlukan dengan baik, dan (5) mempersiapkan tempat pengumpulan data. Situasi pengumpulan data harus dibuat sewajar-wajarnya sehingga siswa tidak merasa berada dalam tekanan. Waktu harus diperhitungkan benra-benar. Untuk mengadakan wawancara atau bercerita, misalnya dibutuhkan waktu yang cukup. Agar data lisan dapat dikumpulkan secara akurat, peneliti perlu mempersiapkan alat rekam yang baik, yang dapat merekam dengan baik, jelas, dan tidak terlalu mencolok. Dengan demikian siswa tidak merasa bahwa tuturannya sedang direkam, mumgkin saja siswa akan menjadi cemas dan hal itu jelas memengaruhi kinerja dia dalam wawancara maupun bercerita. Setiap rekaman harus jelas identitas pembelajar yang direkam. Identitas subjek penelitian, tanggal, hari rekaman, kelas serta lokasi perekaman harus dicatat dengan baik. Hal itu dapat dilakukan dengan menulis pada buku catatan, atau siswa menyebutkan nama dan nomor identitasnya pada waktu wawancara. Hasil rekaman tersebut kemudian harus ditrasnskripsikan, yakni dituliskan kembali. Penanganan data lisan memang memerlukan kecermatan tersendiri dan kerja keras karena harus ditranskripsikan. 4. Berikut adalah contoh dari kesalahan lafal dalam penggunaan bahasa Indonesia, sebagai berikut. Kata Lafal yang salah Lafal yang benar 1. Rahmat [rOhmat] [rahmat] 2. Universitas [yuniversitas] [universitas] 3. Ramadan [rOmadOn] [ramadan] 4. Gerakan [gera’an] [gerakan] 5. Bogor [mbOgOr] [Bogor] 5. Berikut adalah contoh dari kesalahan ejaan dalam penggunaan bahasa Indoensia, sebagai berikut. Lafal yang benar Lafal yang salah 1. Apotek apotik 2. Sistem sistim 3. Telepon tilpun 4. Kualitas kwalitas 5. Aktif aktip 6. Berikut contoh kesalahan pembentukan kata dalam penggunaan bahasa Indonesia sebagai berikut. Tidak Baku Baku 1. Pecinta alam pencinta alam 2. Merubah mengubah 3. Memproklamirkan memproklamasikan 4. Mengetrapkan menerapkan 5. Pengrusakan perusakan 7. Berikut adalah contoh dari kesalahan kalimat dalam penggunaan bahasa Indonesia sebagai berikut. Kalimat-kalimat berikut ini tidak baku karena fungsi subjek tidak jelas. 1. Dari mulutnya mengeluarkan darah segar. 2. Dalam darahnya mengandung penyakit. 3. Dalam tasnya terdapat banyak buku. 4. Dari perkatannya tersirat cerita pilu. 5. Dalam perutnya mengandung nanah berbau. Kalimat-kalimat tersebut akan menjadi kalimat baku apabila kata depan yang mendahului subjek dihilangkan. 1. Mulutnya mengeluarkan darah segar. 2. Darahnya mengandung penaykit. 3. Tasnya terdapat banyak buku. 4. Perkatannya tersirat cerita pilu. 5. Perutnya mengandung nanah berbau. 8. Berikut adalah contoh dari kesalahan leksikal dalam penggunaan bahasa Indonesia sebagai berikut. Tidak Baku Baku 1. Menjinjing Memanggul 2. Kenapa Mengapa 3. Ngomong Berbicara 4. Membikin Membuat 5. Gitu Begitu 9. Berikut adalah contoh dari kesalahan wacana dalam penggunaan bahasa Indonesia sebagai berikut. 1. SDN Grenjeng kota Cirebon, Tiadakan Upacara Bendera. Kesalahan: terdapat kata tiadakan, penggunaan kata yang tidak baku dalam sebuah judul artikel. Pembetulan: SDN Grenjeng kota Cirebon, Meniadakan Upacara Bendera. 2. Disdikpora Gunungkidul Terkesan Menutupi Kesalahan: kata menutupi masih ambigu, sehingga seharusnya ditambah objek, yaitu swakelola di SD Negeri Sokoliman. Pembetulan: Disdikpora Gunungkidul Terkesan Menutupi Swakelola di SD Negeri Sokoliman. 3. Bagi penilaian saya hanya selalu mencari akal-akalan saja agar anggaran sarana prasarana selalu meningkat di setiap tahunnya, masa kota Cirebon hanya 5 kecamatan tingkat pembangunanya. Kesalahan: terdapat kata bagi yang seharusnya menggunakan kata menurut. Kata hanya selalu sebaiknya diganti dengan selalu. Akal akalan sebaiknya akal-akalan. Pembangunan seharusnya menggunakan pembangunanya, karena keduanya ditambahkan sufiksnya. Pembetulan: menurut penilaian saya hanya mencari akal-akalan saja agar anggaran sarana prasarana selalu meningkat di setiap tahunnya, masa kota Cirebon hanya 5 kecamatan tingkat pembangunannya. 4. Mulai tahun ini kita minta seluruh sekolah melaksanakan upacara tiap hari Senin, kepala sekolah harus memberikan arahan setiap pecan. Kesalahan: kata minta sebaiknya diganti dengan meminta, supaya baku. Kata tiap sebaiknya diganti dengan setiap. Pembetulan: mulai tahun ini kita meminta seluruh sekolah melaksanakan upacara bendera setiap hari Senin. Kepala sekolah harus memberikan arahan setiap pekan. 5. Salah satu guru yang bernama Eman, mengatakan selaku dirinya perwakilan guru kaget, kenapa tempat pembangunan proyek di lapangan upacara. Kesalahan: selaku dirinya sebaiknya diganti dengan dirinya selaku. Kenapa sebaiknya diganti dengan mengapa. Pembetulan: salah satu guru yang bernama Eman, mengatakan dirinya selaku perwakilan guru kaget, mengapa tempat pembangunan proyek di lapangan upacara. 10. Cara menentukan frekuensi kesalahan berbahasa yakni dengan menghitung berapa kali sebuah jenis kesalahan misalnya, penghilangan awalan meng- digunakan oleh siswa. Demikian misalnya, berapa kali kesalahan menghilangan subjek atau subjek tidak jelas yang dilakukan oleh siswa, dan sebagainya. Hal itu perlu dilakukan untuk mengetahui derajat kesulitan tiap-tiap butir kesalahan tersebut. Jika sebuah jenis kesalahan berfrekuensi tinggi, dapat diduga siswa atau pembelajar mengalami kesulitan yang serius tentang butir-butir tersebut. Pada gilirannya guru harus memperhatikan benar-benar butir semacam itu dalam pembelajaran supaya kesalahan dapat dikurangi atau kalau mungkin dihilangkan. 11. Hasil analisis kesulitan berbahasa akan menunjukan wilayah kesalahan berbahasa siswa. Wilayah kesulitan berbahasa dapat ditata berdasarkan tataran kebahasaan, jenjang kesulitanya, serta jenjang pembelajar. Selain berdasarkan tataran kebahasaan, dalam proses belajar-mengajar, wilayah kesulitan tersebut dapat diklasifikasikan per kelas secara rata-rata, atau per kasus, artinya per pembelajar dalam pembelajaran klasikal menghitung rata-rata kesulitan belajar bahasa akan lebih baik. Seorang guru dapat menata wilayah kesulitan belajar bahasa sebagai berikut: a) bidang lafal dan ejaan, b) bidang bentuk kata, c) bidang kalimat, d) bidang leksikal, e) bidang wacana. Sedangkan untuk kepentingan terapi kesalahan berbahasa, sebaiknya peta kesulitan berbahasa itu tidak hanya bersifat deskriptif, tetapi jauh lebih menyentuh faktor sumber penyebabnya serta proses kesalahan. Pada gilirannya nanti rancangan terapi kesalahan dapat memanfaatkan hasil pemetaan kesalahan berbahasa yang benar-benar mencerminkan kebutuhan pembelajar dalam menguasai bahasa sasaran.