Kelompok 2 Abk SLB Cileunyi
Kelompok 2 Abk SLB Cileunyi
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah keperawatan anak
Dosen pembimbing : R. Nety Rustikayanti, S.Kp M,Kep
Disusun oleh :
Kelompok 2
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat
dan rahmatnya, sehingga laporan terapi kelompok tentang “Terapi Menari
terhadap Motorik Anak Tuna Grahita di SLB Negeri Cileunyi”. Untuk mata
kuliah Praktek Profesi Keperawatan Anak dapat terselesaikan. Adapun tujuan dari
pembuatan laporan terapi kelompok ini ialah untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh dosen yang bersangkutan kepada kami sebagai mahasiswa Fakultas
Keperawatan Universitas Bhakti Kencana.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
4.2 Saran ................................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 30
LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Anak merupakan individu yang berada pada rentang usia bayi baru lahir
sampai dengan remaja. Anak berada pada masa pertumbuhan dan
perkembangan baik secara biologis, psikologis, sosial maupun spiritual yang
berbeda-beda sesuai dengan tahapan usianya. Hal tersebut dipengaruhi oleh
1
berbagai faktor. Salah satu faktor tersebut adalah status kesehatan anak.
Kondisi gangguan kesehatan yang terjadi pada anak adalah kelainan mental
intelektual (mental retardation) atau tunagrahita. Upaya pemeliharaan
kesehatan pada anak tunagrahita harus ditujukan untuk menjaga agar tetap
hidup sehat dan produktif secara sosial, ekonomis dan bermartabat (Undang-
undang Nomor 36 Tahun 2009).
2
Dance Movement Therapy (DMT)” menunjukkan adanya peningkatan
beberapa aspek dalam diri seseorang (kognitif, afektif, kesadaran diri,
pengendalian emosi dan lain sebagainya) setelah diberikan terapi gerak tari.
Hasil penelitian Dani dkk (2017) yang berjudul “Efek Penerapan Gerakan
Tari dalam Menurunkan Hiperaktivitas pada Anak ADHD” menunjukkan
adanya penurunan skor hiperaktivitas setelah diberikan layanan gerak tari.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
dikarenakan keterbatasan kecerdasannya yang mengakibatkan anak
tunagrahita ini sukar untuk mengikuti pendidikan disekolah biasa.
1) Faktor genetis atau keturunan yang dibawa dari gen ayah dan ibu.
2) Faktor metabolisme dan gizi yang buruk hal ini terjadi saat ibu sedang
hamil
atau menyusui.
5
bantu semacam tang atau catut untuk menarik kepala bayi karena sulit
keluar.
optimal.
6
tidak lebih dan anak normal setingkat kelas III-IV Sekolah Dasar.
Ditinjau dari segi neurologi, ada beberapa penggolongan tuna grahita, antara
lain:
7
Contoh anak yang mengalami tuna grahita genetik seperti berikut ini:
Tuna grahita akibat kerusakan otak disebabkan oleh sisa radang dari otak,
perdarahan otak terutama waktu melahirkan, kurang cukupnya
pemeliharaan oksigen dan glukosa pada otak terutama pada bayi yang lahir
belum cukup umur, dan keracunan Contoh anak yang mengalami tuna
grahita kerusakan otak, antara lain:
8
3. Sindrom Gertsman, anak ini mengalami kesulitan dalam mengenal
benda melalui perabaan dan tidak mampu menulis dan berhitung juga
mampu membedakan kiri dan kanan.
4. Sindrom Diskontrol, anak ini mengalami kesulitan dalam memberi
dan menerima terhadap ransangan dari luar, ia tidak tuli dan tidak
buta, tetapi lambat sekali dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
c. Tuna grahita fungsional
1. Faktor hereditas
a. Bapak yang hiperaktif waktu masih kecil, menyebabkan anak juga
menjadi hiperaktif
b. Orang tua yang mudah tersinggung waktu masih kecil, maka anak
yang dilahirkan juga mudah tersinggung
c. Usia ibu waktu mengandung lebih dari 35 tahun dengan tekanan
mental
d. Ibu merokok
e. Benturan- benturan mental waktu anak masih berumur 0- 3 tahun,
misalnya orang tua sering gaduh, broken home, dan lain- lain.
2. Fungsi otak, pada anak kelompok ini, menunjukkan kelainan/ ciri- ciri
kerusakan otak minimal.
3. Faktor perilaku. Golongan perilaku tertentu sering menghambat
perkembangan mental anak- anak sehingga meraka mengalami tuna
grahita. Contoh:
a. Menyendiri
b. Agresif
c. Nakal
d. Hiperkinetik
9
e. Autisme
(Iswari dan Nurhastuti, 2010)
2.5 Gejala Klinis tuna grahita
10
mampu mengambil manfaat dari latihan kebiasaan yang sistematik,
usia mental mencapai usia mental toddler normal.
d. Tuna grahita sangat berat
1. Usia prasekolah 0- 5 tahun : Maturasi dan perkembangan
Membutuhkan perawatan total.
2. Usia sekolah 6- 21 tahun : Pelatihan dan pendidikan Keterlambatan
pada semua area perkembangan, menunjukkan respon emosional
dasar, mampi berespon terhadap latihan keterampilan dalam
menggunakan lengan, tangan, dan rahang, membutuhkan supervise
ketat, usia mental mecapai usia mental bayi muda normal.
(Wong, D, dkk, 2009)
2.6 Patofisiologi
11
Pathway
12
2.7 Komplikasi
1. Paralisis serebral
2. Gangguan kejang
3. Masalah- masalah perilaku/psikiatrik
4. Defisit komunikasi
5. Konstipasi (akibat penurunan motilitas usus akibat obat- obatan
antikonvulsi, kurang mengosumsi makanan berserat dan cairan)
6. Kelainan kongenital yang berkaitan seperti malformasi esophagus,
obstruksi usus halus dan defek jantung
7. Disfungsi tiroid
8. Gangguan sensoris
9. Masalah- msalah ortopedik, seperti deformitas kaki, scoliosis
10. Kesulitan makan
(Betz dan Sowden, 2009).
2.8 Penatalaksanaan
a. Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah mengembangkan potensi anak
semaksimal mungkin Sedini mungkin diberikan pendidikan dan
pelatihan khusus, yang meliputi pendidikan dan pelatihan kemampuan
sosial untuk membantu anak berfungsi senormal mungkin
(Utaminingsih, 2015). Berikut ini adalah obat- obatan yang dapat
digunakan:
1. Obat- obat psikotropika (misalnya: tioridazin, [Mellaril] ,
haloperidol [Haldol] untuk remaja dengan perilaku yang
membahayakan diri sendiri.
13
2. Psikostimulan untuk remaja yang menunjukkan tanda-tanda defisit
perhatian/ hiperaktivitas( misalnya: metilfenidat [Ritalin])
3. Antidepresan (misalnya: fluoksetin [Prozac])
4. Obat untuk perilaku agresif (misalnya: karbamazepin [Tegretol])
b. Terapi Bermain
Anak yang mengalami kerusakan kognitif mempunyai
kebutuhan yang sama terhadap rekreasi dan olahraga seperti anak
lainnya. Namun, karena perkembangan anak yang lebih lambat,
orang tua kurang menyadari kebutuhan untuk memenuhi aktivitas
tersebut. Dengan demikian, perawat mengarahkan orang tua untuk
memilih permainan dan aktivitas olahraga yang sesuai. Jenis
permainan didasarkan pada usia perkembangan anak, walaupun
kebutuhan terhadap permainan sensorimotorik dapat diperpanjang
sampai beberapa tahun.
Orang tua harus menggunakan setiap kesempatan untuk
memperkenalkan anak kepada banyak suara, pandangan, dan sensasi
yang berbeda. Permainan yang sesuai meliputi suara musik yang
bergerak, mainan yang diisi, bermain air, menghanyutkan mainan,
kursi atau kuda yang dapat bergoyang, bermain ayunan, bermain
lonceng, dan bermain mobil-mobilan. Anak harus dibawa bermain
keluar, misalnya jalan-jalan ke toko makanan atau pusat
pembelanjaan; orang lain harus diberi semangat umtuk berkunjung
kerumah; dan anak seharusnya berhubungan langsung, misalnya
mendekap, memeluk, mengayun, berbicara kepada anak dalam posisi
menatap wajah (wajah-ke-wajah), dan menaikkan anak diatas bahu
orangtua.
Mainan dipilih berdasarkan manfaat rekreasi dan
edukasionalnya. Sebagai contoh, sebuah bola pantai besar yang
dapat dikempeskan merupakan mainan air yang baik;yang
mendorong permainan interaktif dan dapat digunakan untuk
mempelajari keterampilan motorik, misalnya keseimbangan,
14
mengayun, menendan, dan melempar. Boneka dengan pakaian yang
dapat diganti dan jenis kancing yang berbeda dapat membantu anak
mempelajari keterampilan berpakaian. Mainan musical yang dapat
meniru suara hewan atau merespon dengan frase sosial merupakan
cara yang sempurna untuk mendorong bicara. Mainan harus
dirancang secara sederhana sehingga anak dapat belajar memainkan
mainan tersebut tanpa bantuan.
Bagi anak yang mengalami gangguan kognitif dan fisik berat,
tombol elektronik dapt digunakan untuk memungkinkan anak
mengoperasikan mainan tersebut. Aktivitas yang sesuai untuk
aktivitas fisik berdasarkan pada ukuran tubuh, koordinasi, kesegaran
jasmani dan maturitas, motivasi, dan kesehatan anak. (Wong, 2009)
15
2.9 ANALISIS JURNAL
No Penulis
(Tahun dan Judul Tujuan Metode Responden Hasil
Kode)
1. Haryono, Y. Penerapan Tujuan penelitian Desain: Subjek penelitian Berdasarkan hasil analisis data
Setroyini. Terapi Gerak ini adalah untuk Quasi sudah ditentukan penelitian dapat disimpulkan
Windrawanto, Tari Untuk mengetahui eksperimen yaitu berjumlah bahwa terapi gerak tari dapat
Y. Menurunkan signifikansi dengan two 3 orang anak menurunkan gangguan motorik
2019 Gangguan penerapan terapi paired sample tunagrahita yang anak tunagrahita di SLB
ISSN: 1829- Motorik Anak gerak tari t-test masing-masing Wantuwirawan Salatiga yang
877X Tunagrahita dalam memiliki terbukti dengan hasil Asymp.sig
menurunkan Sampling: gangguan motorik (2 tailed) sebesar 0,034
gangguan motorik Simple random yang berbeda, AR (p<0,05). Hasil penelitian
anak tunagrahita sampling (gangguan terbukti efektif untuk
di SLB hiperaktivitas), menurunkan gangguan motorik
Wantuwirawan Instrumen: BY yang dialami anak tunagrahita.
Salatiga. Pedoman (gangguan Subjek AR, BY dan AZ
observasi hipoaktivitas), AZ mampu mengubah perilaku non-
16
gangguan (gangguan kurang adaptif yang mereka miliki,
motorik dari koordinasi gerak). menjadi perilaku yang adaptif.
teori Asjjari Ketiga subjek Ketiga subjek penelitian ini
penelitian mampu berperilaku sesuai dengan
ini berusia 16-18 aturan-aturan di lingkungan
tahun, namun sekolah, misalnya bersikap
memiliki tingkat tenang, fokus atau konsentrasi
perkembangan dalam hitungan 10-15 menit,
yang tidak sesuai mengatur emosi yang
dengan berlebihan (sedih, marah,
anak seusianya, gembira dan lain sebagainya). Hal
perkembangannya ini mendukung teori menurut
setara dengan Delphie (2006) terapi gerak tari
anak di tingkat mampu memberikan rasa
sekolah dasar. kegembiraan, pencapaian atas
pengendalian gerak tubuh dan
dapat meningkatkan kemampuan
emosional, sosial serta kognitif
anak tunagrahita. Namun, peneliti
17
mengamati jika layanan terapi
gerak tari ini tidak dilakukan
secara rutin, maka subjek akan
kembali ke kondisi awal
dengan gangguan motorik yang
dialaminya (hiperaktivitas,
hipoaktivitas, dan kurang
koordinasi).
2. Cahyani, N. Pembelajaran 1. Kondisi motorik Desain: 3 orang siswi Hasil penelitian ini menunjukkan
Yuwono, J. Tari Kreasi kasar anak Eksperimen tunagrahita di bahwa terdapat peningkatan
Mulia, D. Perahu Layar sebelum dengan SKu Al Kautsar dalam motorik kasar siswa
(2018) Untuk diberikan pendekatan one dengan menggunakan
ISSN 2443- Meningkatkan perlakuan group protest pembelajaran tari kreasi perahu
1389 Kemampuan (treatment) posttest design. layar. Hal ini dapat dilihat
Motorik Kasar pembelajaran terdapatnya peningkatan nilai
Anak tari kreasi Sampling: rata-rata pretest dan juga posttest
Tunagrahita 2. Kondisi motorik Probability yang diperoleh oleh siswa.
Pada Skh Al kasar anak pada sampling Hasil penelitian juga
Kautsar Kota saat diberikan menunjukkan bahwa setelah
18
Cilegon perlakuan Instrumen: memberikan perlakuan
(treatment) 1. Observasi (treatment)
pembelajaran (skala tari kreasi perahu layar
tari kreasi kategori diperoleh peningkatan rata-rata
3. Kemampuan kemampuan) nilai dari
motorik kasar 2. Tes 34,02 % menjadi 72, 22 %.
anak setelah 3. Dokumentasi
diberikan
perlakuan
pembelajaran tari
kreasi.
3. Azmi Azizah, Pengaruh Tujuan penelitian Desain: Seorang anak Hasil penelitian menunjukkan
2016 Gerak Irama ini adalah untuk Penelitian ini anak tunagrahita bahwa setelah diberikan
Terhadap memperoleh menggunakan sedang kelas IV intervensi gerak irama, subjek
Peningkatan gambaran dan pendekatan SD di SLB Bina mengalami peningkatan
Kemampuan informasi kuantitatif. Asih Cianjur. kemampuan orientasi arah. dalam
Orientasi Arah mengenai pengaruh Desain yang orientasi arah mulai dari fase awal
Pada Anak gerak irama digunakan baseline-1 (A1) yaitu 59%
Tunagrahita terhadap adalah A-B-A kemudian meningkat di fase
19
Sedang Di peningkatan yang terdiri dari intervensi (B) menjadi 72% dan
SLB Bina kemampuan tiga fase yaitu meningkat lagi di fase baseline-2
Asih Cianjur orientasi arah anak baseline-1(A1), (A2) menjadi 77%. Sehingga
tunagrahita sedang intervensi (B), dapat disimpulkan bahwa gerak
di SLB Bina Asih dan baseline-2 irama berpengaruh terhadap
Cianjur. (A2). peningkatan kemampuan orientasi
arah anak tunagrahita sedang
Sampling:
Single subject
research.
Instrumen:
Instrumen yang
digunakan
dalam
penelitian ini
berupa tes
perbuatan.
Pengukuran
20
dilakukan pada
kondisi
baseline1,
intervensi dan
baseline 2.
21
2.10 Pembahasan Analisis Jurnal
22
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1 Persiapan Kegiatan
23
bisa mengikuti tarian yang
diperlihatkan.
5. Memberitahu kepada anak
bagwa waktu bermain telah
selesai.
6. Memberikan pujian
terhadap semua anak yang
mampu mengikuti kegiatan
hingga selesai.
3 5 menit Evaluasi: 1. Mnceritakan
1. Memotivasi anak untuk 2. Gembira
mengungkapkan apa yang
dirasakan setelah terapi.
2. Membagikan reward
kepada seluruh peserta.
4 5 menit Terminasi: 1. Memperhatikan
1. Membarikan motivasi dan 2. Mendengarkan
pujian kepada seluruh anak
3. Menjawab salam
yang telah mengikuti
program terapi bermain.
2. Mengucapkan terimakasih
kepada anak.
3. Mengucapkan salam
penutup.
3.3 Evaluasi
1. Seluruh klien antusias terhadap terapi aktivitas menari yang diberikan
2. Seluruh klien mengikuti terapi aktivitas menari dari awal sampai akhir
3. Seluruh klien mengikuti gerakan menari walapun kadang gerakannya
kurang selaras dengan yang dicontohkan oleh perawat didepan
4. Setelah menari terdapat klien yang mengungkapkan bahwa dirinya
merasa senang dengan kegiatan tersebut. Sedangkan yang tidak mampu
mengungkapkan perasaan, raut wajah klien terlihat lebih ceria dan
gembira.
24
3.4 Hasil
3.5 Pembahasan
Dalam kegiatan terapi gerak tari ini, peneliti menggunakan sarana tari
kreasi Senam Ayam jago. Peneliti menggunakan tarian ini karena tarian
Senam Ayam jago ini terdiri dari beberapa gerakan yang energik. Hal ini
dirasa sesuai dengan kebutuhan subjek penelitian yang memerlukan
eksplorasi gerak tubuh agar tidak kaku dan melatih konsentrasi. Terapi
gerak tari ini juga menggunakan media tari berupa alat boks music. Tujuan
dari digunakannya alat berupa boks musik ini adalah agar subjek
terangsang untuk lebih tertarik dalam mengikuti kegiatan terapi.
Seni tari adalah seni yang berasal dari gerakan tubuh yang biasanya
diiringi dengan musik. Tarian dapat menunjukan ekspresi ataupun
emosional si penari. Untur utama dalam seni tari adalah gerak tubuh
manusia dan tidak lepas juga dengan irama, ruang, dan waktu. Bagi
manusia normal untuk bergerak mengikuti akunan musik tidaklah sulit,
akan berbeda dengan anak yang memiliki kebutuhan khusus. Anak-anak
yang erlahir dengan kondisi berkebutuhan khusus memiliki keterbatasan
dalam berbagai hal, salah satunya kesulitan untuk bergerak mengikuti
suara musik (motorik). Akan tetapi bukan berarti mereka tidak memiliki
bakat di bidang seni tari. Dengan dilaksanakannya seni tari akan menjadi
salah satu terapi bagi anak berkebutuhan khusus (Tanjung,2021).
Dalam hal ini mahasiswa dan guru harus memiliki kesabaran dan
keuletan dalam melatih gerak tari pada anak berkebutuhan khusus. Selain
untuk motorik, seni tari juga melatih anak-anak dalam meningkatkan rasa
25
percaya diri pada anak. Dengan seni tari anak berkebutuhan khusus dapat
melakukan habi sekaligus menjadi sarana terapi yang bisa dilakukan kapan
saja (Tanjung,2021).
26
sebagainya). Namun, peneliti mengamati jika layanan terapi gerak tari ini
tidak dilakukan secara rutin, maka subjek akan kembali ke kondisi awal
dengan gangguan motorik yang dialaminya.
Dalam hasil kegiatan terapi gerak tari ini, peneliti menggunakan sarana
tari kreasi Senam Ayam jago anak-anak SLB Negeri Cilenyi berantusias
mengikuti gerakan gerakan yang dilakukan peneliti dengan iringan musik
ayam jago. Pada saat musik selesai juga anak-anak di SLB Negeri Cilenyi
juga meminta untuk di ulangi lagi, Peneliti menggunakan tarian ini karena
tarian Senam Ayam jago ini terdiri dari beberapa gerakan yang energik.
Hal ini dirasa sesuai dengan kebutuhan subjek penelitian yang
memerlukan eksplorasi gerak tubuh agar tidak kaku dan melatih
konsentrasi. Tujuan dari digunakannya alat berupa musik ini adalah agar
subjek terangsang untuk lebih tertarik dalam mengikuti kegiatan terapi.
Hasilnya anak anak di SLB Negeri Cilenyi merasa senang dan tidak ada
yang mengalami kecemasan atau ketakutan.
27
BAB IV
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
1. Bagi Pendidikan
2. Bagi Keperawatan
28
3. Bagi Sekolah Luar Biasa
Hasil kegiatan ini diharapkan dapat menjadi role model yang bisa
digunakan sebagai terapi tambahan disekolah luar biasa dan
didampingi oleh terapi lain.
29
DAFTAR PUSTAKA
Dani, Robik Anwar dkk. 2017. Efek Penerapan Terapi Gerakan Tari Dalam
Menurunkan Hiperaktivitas Pada Anak ADHD. Prosiding Temu Ilmiah X
Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia. (267-279). Semarang: Hotel
Gracia.
Gruenberg, Ann M dan Miller, Regina. 2011. A Practical Guide to Early Childhod
Inclusion (Effective Reflection). Boston. Pearson Eduction, Inc.
Iswari, Mega & Nurhastuti. 2010. Anatomi Fisiologi dan Neorologi Dasar
(Dasar- dasar Ilmu Faal dan Saraf untuk PLS). Padang: UNP Press.
30
Pratiwi, Ratih Putri & Murtiningsih, Afin. 2013. Kiat Sukses Mengasuh Anak
Berkebutuhan Khusus. Maguwoharjo: Ar-ruzz Media.
Rahmawati, dkk. 2018. Menari Sebagai Media Dance Movement Therapy (DMT).
Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni. 3(1): 31-46.
Refanda, A. S., & Noordiana, N. (2021). SENI TARI SEBAGAI TERAPI PADA
ANAK TUNAGRAHITA DI SMA NEGERI 4 SIDOARJO. Jurnal
Pendidikan Sendratasik, 10(2), 208-223.
SDKI. 2016. Definisi dan indikator diagnostik 2016-2017 edisi 1. Jakarta: Tim
Pokja SDKI DPP PPNI
Soetjiningsih, Ranuh Gde. 2016. Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Jakarta: EGC
Tanjung, Sherli. (2021, Agustus 28). Seni Tari sebagai Sarana Terapi Bagi Siswa
SLB Autisma YPPA. Solok
Wong, D.L, dkk. 2008. Buku ajar keperawatan pediatrik edisi 6. Jakarta: EGC
31
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 4
DOKUMENTASI