Anda di halaman 1dari 8

KEBIJAKAN PELAYANAN KLINIS

A. HAK DAN KEWAJIBAN


1. Klinik Muhammadiyah Lamongan memebrikan informasi tentang hak dan kewajiban
pasien sejak proses di pendaftaran.
2. Seluruh karyawan Klinik Muhammadiyah Lamongan wajib mengetahui, mengerti, dan
bertanggung jawab melindungi hak dan kewajiban pasien dan keluarga.
3. Hak pasien dan keluarga merupakan salah satu elemen dasar yang harus diperhatikan dari
seluruh proses pelayanan di Klinik, yang melibatkan petugas, Klinik, pasien dan
keluarga.

B. PELAYANAN GAWAT DARURAT


1. Pelayanan gawat darurat Klinik Muhammadiyah Lamongan buka 24 jam.
2. Pasien darurat, sangat mendesak, atau pasien yang membutuhkan pertolongan segera,
diidentifikasi dengan proses triase berbasis bukti untuk memprioritaskan kebutuhan
pasien yang mendesak dengan mendahulukan dari pasien yang lain.
3. Pelaksanaan triase dilakukan oleh staf yang terlatih.
4. Pelaksanaan triase dilakukan sesuai dengan standar operasional prosedur yang berlaku.

C. PELAYANAN RAWAT JALAN


1. Pelayanan pasien rawat jalan dilakukan di ruang konsultasi umum, ruang KIA-KB, ruang
konsultasi gigi dan mulut sesuai dengan kebutuhan pasien.
2. Pelayanan rawat jalan melayani jam 07.00 sampai dengan jam 21.00 WIB setiap hari,
tetap buka di hari ahad (minggu) dan libur nasional.
3. Pelayanan ANC melayani setiap hari Senin – Minggu jam 07.00 sampai 14.00 WIB
4. Pelayanan imunisasi melayani setiap hari Senin – Minggu jam 07.00 – 14.00 WIB untuk
imunisasi pentabio, sedangkan imunisasi BCG dan MR dilayanin 1 bulan sekali yaitu hari
sabtu minggu kedua.
5. Pelayanan KB melayani setiap hari Senin – Minggu jam 07.00 – 14.00 WIB.
6. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut melayani jam 08.00 sampai dengan jam 21.00 WIB
setiap hari kecuali hari libur nasional.

D. PELAYANAN RAWAT INAP


1. Pelayanan rawat inap di Klinik Muhammadiyah Lamongan menerima pasien yang
membutuhkan pearawatan rawat inap sesuai indikasi.
2. Dokter melakukan kunjungan ke pasien (visite) dilakukan setiap hari di jam kerja yaitu
07.00 – 14.00 WIB untuk monitoring dan evaluasi kondisi perkembangan pasien rawat
inap.
3. Apabila ditemukan perubahan kondisi pasien, maka dokter dapat melakukan kunjungan
ke pasien (visite) jika diperlukan sesuai indikasi.
4. Jika diperlukan penanganan pasien secara tim maka dibentuk tim kesehatan antar profesi,
termasuk pelaksanaan perawatan kesehatan masyarakat/home care.
5. Dokumentasi hasil pengkajian pasien rawat inap didalam formulir Catatan Perkembangan
Pasien Terintegrasi (CPPT) dalam rekam medis rawat inap.

E. IDENTIFIKASI PASIEN
1. Semua pasien rawat jalan, pasien rawat inap, dan pasien gawat darurat yang akan
mendapatkan prosedur pelayanan harus dilakukan prosedur identifikasi pasien yang
benar.
2. Identifikasi pasien dilakukan sekurang-kurangnya dengan menggunakan dua identitas
yaitu nama pasien dan nama ibu kandung pasien atau jika pasien tidak dapat
menyebutkan tanggal lahir maka digunakan nama pasien dan alamat pasien.
3. Pasien rawat inap menggunakan gelang pasien. Sedangkan pasien rawat jalan dengan
menggunakan karcis sebagai tanda pengenal.
4. Tanda pengenal ini digunakan dalam proses identifikasi pasien ketika pemberian obat,
darah atau produk darah, pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis,
atau pemberian pengobatan atau tindakan lain.

F. PENGKAJIAN AWAL
1. Pengkajian awal yang efektif akan menghasilkan keputusan tentang kebutuhan asuhan,
pengobatan pasien yang harus segera dilakukan dan pengobatan berkelanjutan untuk
emergensi, elektif atau pelayanan terencana, bahkan ketika kondisi pasien berubah.
2. Semua pasien yang dilayani di Klinik Muhammadiyah Lamongan harus diidentifikasi
kebutuhan pelayanannya melalui suatu proses pengkajian awal.
3. Pengkajian awal yang dilakukan di Klinik Muhammadiyah Lamongan meliputi
pengkajian awal medis dan pengkajian awal keperawatan.
4. Pengkajian awal dilakukan terhadap pasien rawat inap, pasien rawat jalan, dan pasien
gawat darurat.
5. Pengkajian awal meliputi pemeriksaan fisik, riwayat kesehatan, pengkajian pasien dari
aspek biologis, psikologis, sosial, ekonomi, kultural dan spiritual pasien.
6. Pengkajian yang efektif menghasilkan keputusan tentang tindakan segera dan
berkelanjutan yang dibutuhkan pasien untuk tindakan darurat, asuhan terencana, bahkan
jika kondisi pasien berubah.
7. Pengkajian pasien terdiri dari 3 proses utama dengan metode IAR.
a. Mengumpulkan data dan informasi (huruf I). Pada SOAP adalah S–Subyektif dan O–
Obyektif.
b. Analisis data dan informasi (huruf A), yaitu melakukan analisis terhadap informasi
yang menghasilkan diagnosis, masalah, dan kondisi, untuk mengidentifikasi
kebutuhan pasien. Pada SOAP adalah A–Asesmen.
c. Membuat rencana (huruf R), yaitu menyusun solusi untuk mengatasi/memperbaiki
kelainan kesehatan sesuai butir b. Pelaksanaan R adalah untuk memenuhi kebutuhan
pasien yang telah teridentifikasi. Pada SOAP adalah P–Plan.
8. Isi minimal pengkajian awal meliputi: status fisik, psiko-sosio-spiritual, ekonomi, riwayat
kesehatan pasien, riwayat alergi, asesmen nyeri, risiko jatuh, asesmen fungsional, risiko
nutrisional, kebutuhan edukasi.
9. Pengkajian awal pasien rawat inap harus selesai dalam waktu 24 jam atau lebih cepat
sesuai dengan kondisi pasien.
10. Pengkajian awal pasien rawat jalan dengan penyakit akut/non kronis, asesmen awal
diperbaharui setelah 1 (satu) bulan.
11. Pengkajian awal pasien rawat jalan dengan penyakit kronis, asesmen awal diperbaharui
setelah 3 (tiga) bulan.
12. Bukti pelaksanaan isi, jumlah, dan jenis pengkajian awal medis dan pengkajian awal
keperawatan terdokumentasi didalam rekam medis.
13. Pengkajian dilaksanakan oleh dokter, perawat, bidan yang kompeten dan berwenang
sesuai dengan perundang-undangan.
14. Setiap tindakan atau intervensi yang dilakukan oleh dokter ataupun paramedic baik
pemeriksaan fisik ataupun penunjang harus dicatat di dalam rekam medis untuk
mencegah pengulangan tindakan yang sudah dilakukan.

G. RENCANA PELAYANAN
1. Rencana layanan ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian yang dinyatakan dalam bentuk
diagnosis.
2. Kepala bidang pelayanan klinis membentuk tim kesehatan antar profesi untuk menyusun
rencana pelayanan secara terpadu untuk kasus – kasus yang memerlukan penanganan
secara tim.
3. Tim kesehatan antar profesi di ketuai oleh dokter.
4. Rencana layanan disusun berdasarkan kebutuhan pelayanan kesehatan pasien dan sesuai
dengan standar pelayanan klinis di Klinik Muhammadiyah Lamongan.
5. Penyusunan rencana layanan dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan biologis,
psikologis, sosial, spiritual dan tata nilai budaya pasien.
6. Dalam pemberian pelayanan antara praktisi klinis harus saling berkoordinasi untuk
menjamin terlaksananya kontinyuitas pelayanan pada pasien.
7. Semua petugas di Klinik Muhammadiyah Lamongan melakukan identifikasi risiko yang
mungkin terjadi pada pasien (misalnya risiko jatuh, resiko alergi obat, dsb) untuk
meningkatkan keselamatan pasien.
8. Klinik Muhammadiyah Lamongan menetapkan mekanisme untuk mengidentifikasi
keluhan pasien atau keluarga terkait kepuasan terhadap pelayanan yang diterima dengan
melakukan survey kepuasan pelanggan

H. PENGKAJIAN PASIEN JATUH


1. Klinik Muhammadiyah Lamongan menetapkan kriteria asesmen kebutuhan fungsional
dan risiko jatuh, yang dikembangkan bersama staf yang kompeten dan berwenang.
2. Pasien diskrining untuk kebutuhan fungsional termasuk risiko jatuh.
3. Skrining risiko jatuh pada pasien dewasa menggunakan “ Morse Fall Scale (MFS) “.
4. Skrining risiko jatuh pada pasien anak menggunakan “ The Humpty Dumpty Scale “.
5. Pasien dengan kebutuhan fungsional lanjutan termasuk risiko jatuh, memperoleh asuhan
yang sesuai ketentuan yang berlaku.
6. Penandaan pasien risiko jatuh dengan menggunakan kalung berwarna kuning dengan
tulisan “risiko jatuh”.

I. PENGKAJIAN NYERI
1. Semua pasien rawat inap dan rawat jalan diskrining terhadap nyeri dan jika ada nyeri
dilakukan pengkajian nyeri.
2. Skrining nyeri menggunakan Wong Baker Faces Pain Scale
3. Apabila diidentifikasi ada rasa nyeri pada pengkajian awal, lakukan pengkajian lebih
mendalam, sesuai dengan umur pasien, dan pengukuran intensitas dan kualitas nyeri
seperti karakter, kekerapan/frekuensi, lokasi dan lamanya.

J. PEMBERIAN INFORMASI PELAYANAN


1. Informasi pelayanan diberikan sesuai kebutuhan pasien, menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti pasien dan/atau keluarga pasien, dan disampaikan oleh petugas yang
kompeten sesuai dengan informasi yang akan diberikan.
2. Pada saat admisi rawat inap, pasien dan/atau keluarganya mendapatkan penjelasan
meliputi : informasi tentang rencana asuhan yang diberikan, hasil asuhan yang
diharapkan, dan perkiraan biaya yang ditanggung pasien atau keluarga.

K. EDUKASI PASIEN
1. Klinik Muhammadiyah Lamongan merencanakan edukasi yang konsisten dengan visi,
misi Klinik Muhammadiyah Lamongan, jenis pelayanan dan populasi pasien.
2. Bahan materi edukasi dibuat sesuai kebutuhan pasien oleh staf yang kompeten dengan
menggunakan referensi yang valid dan terkini (update).
3. Pemberian edukasi ke pasien dan/atau keluarga pasien didokumentasikan dalam rekam
medis sesuai dengan prosedur yang berlaku.
4. Pendidikan pasien dan/atau keluarga pasien meliputi: topik menggunakan obat, peralatan
medis, potensi interaksi obat, nutrisi, manajemen nyeri, rehabilitasi.

L. PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN ATAU TINDAKAN KEDOKTERAN


GIGI (INFORMED CONSENT)
1. Apabila akan direncanakan tindakan kedokteran atau tindakan kedokteran gigi oleh
dokter atau dokter gigi, maka harus ada persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran
gigi setelah pasien dan/atau keluarga pasien menerima informasi yang cukup untuk
membuat keputusan.
2. Persetujuan/penolakan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi dapat dilakukan
diberikan secara tertulis untuk tindakan intervensional atau pengobatan yang mempunyai
risiko besar, sedangkan untuk rencana tatalaksana terapi atau pemeriksaan yang lain
boleh diberikan persetujuan atau penolakan secara lisan oleh pasien yang kompeten atau
keluarga terdekat, setelah pasien atau keluarga terdekat mendapat penjelasan yang
diperlukan tentang perlunya tindakan medis dilakukan.
3. Petugas harus menjelaskan kepada pasien/keluarga tentang risiko dan konsekuensi serta
tanggungjawab jika menolak atau tidak melanjutkan pengobatan atau tindakan medis.
4. Persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi merupakan proses sekaligus hasil
dari suatu komunikasi yang efektif antara pasien dengan dokter atau dokter gigi.

M. RUJUKAN
1. Jika kebutuhan pasien tidak dapat dipenuhi oleh Klinik Muhammadiyah Lamongan, maka
pasien harus dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan lain yang mampu menyediakan
pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien.
2. Klinik Muhammadiyah Lamongan harus memastikan bahwa fasilitas pelayanan
kesehatan yang menerima dapat memenuhi kebutuhan pasien yang dirujuk.
3. Klinik Muhammadiyah Lamongan melakukan kerjasama rumah sakit rujukan maupun
puskesmas rujukan dengan bukti adanya Perjanjian Kerjasama.
4. Rumah sakit menetapkan prosedur rujukan untuk memastikan pasien dirujuk dengan
aman.

N. PELAYANAN RISIKO TINGGI


1. Kasus-kasus yang termasuk gawat darurat dan/atau berisiko tinggi perlu diidentifikasi,
dan ada kejelasan kebijakan dan prosedur dalam pelayanan pasien gawat darurat 24 jam.
2. Pasien risiko tinggi adalah pasien yang digolongkan risiko tinggi karena umurnya,
kondisinya, dan kebutuhan pada keadaan kritis.
3. Identifikasi pasien risiko tinggi ditetapkan kategori pasien risiko tinggi meliputi: pasien
emergensi; pasien dengan penyakit menular; pasien koma; pasien dengan alat bantuan
hidup dasar; pasien “immuno-suppressed”; pasien dengan restrain; pasien dengan risiko
bunuh diri; populasi pasien rentan, lansia, anak-anak, dan pasien berisiko tindak
kekerasan atau diterlantarkan.
4. Semua petugas dalam memberikan pelayanan pada pasien dengan berisiko tinggi harus
menerapkan prosedur kewaspadaan universal/ general precaution
5. Rencana pelayanan pasien risiko tinggi disesuaikan dengan kesesuaian antara kebutuhan
pasien dengan kemampuan Klinik Muhammadiyah Lamongan.
6. Penggunaan dan pemberian obat dan/atau cairan intravena merupakan kegiatan yang
berisiko terhadap terjadinya infeksi, oleh karena itu perlu dipandu dengan kebijakan dan
prosedur yang jelas.
O. PELAYANAN ANESTESI
1. Pelaksanaan anestesi dan sedasi harus memenuhi standar dan peraturan yang berlaku di
Klinik Muhammadiyah Lamongan.
2. Pelayanan anestesi dan sedasi yang dilakukan di Klinik Muhammadiyah Lamongan
adalah sebagai berikut :
a. Anestesi Topikal yang dapat dilakukan dengan cara pemberian secara topikal,
meliputi Salep Lidocain dan chlor ethyl spray.
b. Anestesi Infiltrasi yang dapat dilakukan dengan cara injeksi subcutan pada daerah
yang akan dilakukan tindakan dengan obat-obatan Lidocain 2 % dan Pehacain.
c. Sedasi yang dapat dilakukan di klinik adalah sedasi ringan/sedang menggunakan
injeksi Midazolam.
3. Pasien yang memerlukan anestesi dan sedasi diidentifikasi melalui pengkajian, termasuk
perbedaan dewasa dan anak serta pertimbangan khusus lainnya.
4. Kegiatan pelayanan anestesi dan sedasi didokumentasikan di rekam medis sebagai media
komunikasi efektif tim pelayanan.
5. Informed consent dilakukan sebelum pelaksanaan anestesi dan sedasi.
6. Frekuensi dan monitoring status fisiologi pasien selama pelayanan anestesi dan sedasi
dilakukan sesuai kebutuhan pasien.
7. Staf yang terlibat dalam pelayanan proses lokal anestesi dan sedasi memiliki kualifikasi
atau keterampilan khusus, sesuai dengan standar prosefinya.
8. Tenaga kesehatan yang mempunyai kewenangan melakukan lokal anestesi dan sedasi
adalah dokter, dokter gigi, dan bidan serta perawat apabila mendapat pendelegasian tugas
dari dokter atau dokter gigi dengan dibawah supervisi DPJP.

P. PULANG ATAS PERMINTAAN SENDIRI (APS)

1. Klinik Muhammadiyah Lamongan menetapkan prosedur tentang pulang Atas Permintaan


Sendiri (APS) yaitu rawat inap yang meminta pulang tanpa persetujuan dokter karena
menolak rencana asuhan medis atau tindakan medis atau tidak melanjutkan program
pengobatan.
2. Bila pasien rawat inap meminta pulang sementara karena kepentingan yang sifatnya
penting dan tidak bisa diwakilkan/ditinggalkan, termasuk dalam pengertian pulang Atas
Permintaan Sendiri (APS).
3. Pemberian edukasi kepada pasien tentang risiko medis akibat asuhan medis yang belum
lengkap oleh dokter yang membuat rencana asuhan dan didokumentasikan.
4. Dokter keluarga (bila ada) atau dokter yang memberi asuhan berikutnya dari pasien
diberitahu tentang kondisi tersebut.
5. Pasien yang keluar klinik atas permintaan sendiri (APS) harus mengikuti prosedur
pemulangan pasien yang berlaku.
6. Alasan pasien pulang atas permintaan sendiri didokumentasikan didalam rekam medis.

Q. PEMULANGAN PASIEN RAWAT INAP


1. Klinik wajib menjamin kesinambungan pelayanan terhadap pasien yang diperbolehkan
pulang maupun harus dirujuk dengan menetapkan prosedur pemulangan pasien rawat
inap dan tindak lanjutnya
2. Semua proses pemulangan atau rujukan bagi pasien hanya boleh dilakukan atas
persetujuan dokter yang merawat pasien tersebut.
3. Klinik Muhammadiyah Lamongan menetapkan kriteria tentang pasien yang diizinkan
untuk keluar meninggalkan klinik selama periode waktu tertentu.
4. Bukti pemulangan pasien sesuai dengan kriteria pemulangan pasien terdokumentasi
didalam rekam medis.
5. Pada tindak lanjut pemulangan pasien bila diperlukan dapat ditujukan kepada fasilitas
kesehatan baik perorangan ataupun institusi yang berada di komunitas dimana pasien
berada yang bertujuan untuk memberikan bantuan pelayanan.
6. Jika pasien dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lain, perlu ada mekanisme rujukan dari
klinik ke fasilitas kesehatan lanjutan tersebut.

R. AMBULAN

1. Klinik Muhammadiyah Lamongan menetapkan proses transportasi pasien sesuai dengan


kebutuhannya yang meliputi asesmen kebutuhan transportasi, obat, bahan medis habis
pakai, serta alat kesehatan dan peralatan medis sesuai dengan kebutuhan pasien.
2. Alat transportasi yang digunakan untuk rujukan harus sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan pasien dan memenuhi ketentuan keselamatan transportasi termasuk memenuhi
persyaratan PPI.

Anda mungkin juga menyukai