Anda di halaman 1dari 2

Pengawasan Dana kampanye pada PEMILU 2024

A
kuntabilitas dana kampanye selalu menjadi perbincangan hangat oleh berbagai
kalangan mulai dari para aktifis anti koripsi, praktisi bahkan banyak
diperbincangkan oleh masyarakat diruang-ruang pertemuan publik maupun dimedia
sosial. Persaingan para politisi dalam pemilihan untuk mendapatkan kedudukan baik
ditingkatan eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden) maupun ditingkatan legislatif ( DPR RI,
DPD RI, DPRD Provinsi DPRD Kabupaten) terbilang sengit, kecendrungan masyarakat yang
menginginkan figur-figur pemimpin populer berdasarkan pada ketokohan dan bukan pada
visi-misi dan ide-ide politiknya secara alami medorong politisi untuk mengambil jalan pintas
dengan menegasikan Visi-Misi dan ide-ide politik dalam kampanye yang dilakukannya dan
malah menghalalkan berbagai macam cara tanpa pandang bulu. Hal ini lah yag kemudian
memungkinkan adanya pihak-pihak yang melakukan pelanggaran berupa metode pendanaan
secara ilegal, penggunaan dana kampanye yang melampaui batas dan muaranya akan sampai
pada praktik politik uang (money politic). Terbukanya peluang bagi pengusaha-pengusaha
gelap untuk melakukan praktik pencucian uang (money laundry) berpotensi melahirkan
kebijakan-kebijakan korup kedepannya, sebut saja adanya potensi pemberian izin pada bisnis
secara ilegal dan proyek-proyek pembangunan infrastruktur publik. Belum lagi upaya-upaya
korupsi lainnya dengan motif pengembalian dana yang sudah dihabiskan selama masa
kegiatan kampanye.

Diterapkanya batasan-batasan terhadap sumber dana serta kewajiban para kandidat untuk
melaporkan penggunaan dana kampanye sebenarnya sudah diatur dengan sangat baik lewat
PKPU Nomor 34 tahun 2018 tentang dana kampanye, namun apakah pelaksanaan peraturan
ini dapat terorganisir dengan baik ?

Dalam kegiatannya selama pencalonan para kandidat diwajibkan memiliki beberpa hal terkait
akuntabilitas yang termaktub dalam PKPU Nomor 34 Tahun 2018 yaitu LADK (Laporan
Awal Dana Kampanye), LPSDK (Laporan Penerimaan dan Sumbangan Dana Kampanye)
dan LPPDK (Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye) yang memuat berbagai
informasi akuntansi terkait sumber dana dan alokasi penggunaan dana kampanye para peserta
selama proses pemilihan berlangsung. hal ini tentu saja sangat baik bagi demokrasi kita,
dengan menerapkan sistem akuntansi dalam pengaturan serta pengawasan kegiatan kampanye
para kandidat selama proses pemilihan berlangsung akan menciptkan iklim PEMILU yang
mengedepankan integritas dan transparansi.

Secara yuridis Pada pasal 93 Undang-Undang nomor 17 tahun 2017 mengenai tugas
BAWASLU (Badan Pengawas Pemilihan Umum), diantaranya (e) mencegah terjadinya
praktik politik uang. Lalu bagaimana dan kapankah sebenarnya praktik politik uang (money
politic) ini terjadi ? disetiap tahapan dalam pemilu praktik politik uang (money politic) sangat
potensial terjadi Jika dilihat lebih jauh maka sebenarnaya praktik politik uang (money poltic)
sudah dimulai saat sebelum kampanye berlangsung, saat kampanye, masa tenang, dan saat
hari pemungutan suara. Upaya-upaya untuk memengaruhi pemilih dengan iming-iming
memberikan sejumlah uang merupakan pelanggaran yang kerap terjadi dalam proses
kampanye.

Berbagai macam program sudah disiapkan sebagai strategi pengawasan PEMILU oleh
BAWASLU seperti melibatkan masyarakat dalam pemantauan PEMILU dapat dikatakan
adalah upaya konkrit dalam menangani fenomena politik uang (money politic) ini. Namun
bagaimana sebenarnya reaksi publik ?

Asumsi yang paling populer adalah bahwa publik sendiri bersikap apatis terhadap fenomena
ini dengan latar belakang ekonomi masyrakat mayoritas masih berada digaris kemiskinan dan
dibawah garis kemiskinan, barang kali masyarakat sebagai pemilih itu sebenarnya sedang
menunggu “serangan fajar” dan kelaziman “pesta rakyat” adalah menerima uang dari para
kandidat yang akan mereka pilih di TPS nanti.

Oleh karena itu penulis beranggapan, dalam rangka memerangi praktik politik uang (money
politic) kelembagaan penyelenggara PEMILU harus melibatkan berbagai unsur lain, mulai
dari teknis auditing sumber dana kampanye dan modus-modus pencucian uang lainnya dan
penggunaan dana oleh para peserta sebelum dan selama kampanye dalam proses pemilihan.
penyelanggara juga harus serius dan aktif berkoordinasi dengan lembaga-lembaga seperti
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kejaksaan agung, dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan tindakan-tindakan pencegahan. Hukum
sebagai alat politik sangat berguna sekali untuk mengawasi proses penyelenggaraan negara.
Namun perlu dicermati agar penyertaan lembaga-lembaga diluar penyelenggara PEMILU ini
difungsikan sebagai alat dalam program pencegahan money politic dan jangan berfokus pada
penangkapan yang ugal-ugalan agar tidak jatuh pada kepentingan pihak-pihak yang
mempunyai kendali terhadap lembaga-lembaga tersebut dan dimanfaatkan untuk kepentingan
kekuatan politik tertentu.

Selanjutnya penguatan kapasitas pengetahuan dan kemampuan penyelenggara di tiap


tingkatan mulai dari TPS, Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional.
Penguatan pengetahuan dan kemampuan penyelenggara yang dimaksudkan adalah tentang
pelaksanaan bimbingan yang komperhensif dan dapat diimplementasikan oleh penyelenggara
teknis disemua lapisan. Pengawasan berbasis pada tahapan - tahapan mesti dilakukan dengan
mengedepankan pengetahuan tentang PEMILU dan demokrasi yang mumpuni serta dibarengi
dengan kemampuan teknis anti korupsi oleh para penyelenggara. Kemudian
mengoptimalisasi pelibatan masyarakat dengan mengedepankan program kerjasama dengan
lembaga pemantau PEMILU yang terakreditasi. Terakhir adalah peran dari partai-partai
politik untuk memboboti kader-kadernya agar dapat bersaing dengan baik dan tidak
melakukan politik uang (money politic). Hal ini tentu akan berdampak positif untuk
pelaksanaan PEMILU yang adil.

Penulis: Hanky Tambunan

Anda mungkin juga menyukai