ANALISIS KRITIS
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
DI INDONESIA
Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
SADDAM KADAFI
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DAUSSALAM BANDA ACEH
2023 M / 1444 H
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “
Analisis Kritis Kurikulum Pendidikan Islam di Indonesia”. Makalah ini merupakan
salah satu tugas dari mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam.
Makalah ini dapat tersusun berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.
Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada Bapak Prof. Dr.
Syabuddin Gade, M. Ag selaku dosen pengasuh mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam.
Penulis juga menyadari bahwa makalah ini banyak terdapat kekurangan. Saran
dan kritik penulis harapkan atas perbaikan makalah ini. Penulis berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan .............................................................................. 10
B. Saran ………………………………………………………… 10
PENDAHULUAN
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Apakah Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam?
2. Bagaimana Telaah Kurikulum Pendidikan Islam?
3. Bagaimana Analisis Kritis Kurikulum Pendidikan Islam d Indonesia?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
Adapun tujuan pembahasan dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui Bagaimana Pengertian Kurikulum Pendidikan Agama
Islam.
2. Untuk mengetahui bagaimana Telaah Kurikulum Pendidikan Islam
3. Untuk mengetahui bagaimana Analisis Kritis Kurikulum Pendidikan
Islam di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum
Dalam dunia Pendidikan, kurikulum menjadi hal yang sangat penting. Tanpa
adanya Kurikulum yang tepat, para peserta didik tak akan memperoleh target
pembelajaran yang sesuai. Seiring berkembangnya zaman Kurikulum dalam dunia
pendidikan pun terus mengalami perubahan. Semuanya disesuaikan dengan kebutuhan
peserta didik di eranya masing-masing. Kurikulum berisi sekumpulan rencana, tujuan,
dan materi pembelajaran. Termasuk cara mengajar yang akan menjadi pedoman bagi
setiap pengajar supaya bisa mencapai target dan tujuan pembelajaran dengan baik. Jika
dilihat secara etimologis, Kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu “curir” yang
berarti pelari, serta “curere” yang berarti tempat berpacu. Dulu, istilah ini dipakai
dalam dunia olahraga. Jadi, Kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah jarak yang mesti
ditempuh seorang pelari supaya mendapat medali atau penghargaan lainnya.
Kemudian, istilah Kurikulum tersebut diadaptasi dalam dunia pendidikan. Jadi
pengertian Kurikulum dalam dunia pendidikan kemudian menjadi sekumpulan mata
pelajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh peserta didik supaya mendapatkan
ijazah atau penghargaan.
Menurut Prof. Dr. S. Nasution dalam bukunya yang berjudul Kurikulum dan
Pengajaran menyatakan, kurikulum adalah serangkaian penyusunan rencana untuk
melancarkan proses belajar mengajar. Adapun rencana yang disusun tersebut berada di
bawah tanggung jawab lembaga pendidikan dan para pengajar di sana.1
Kurikulum bukan hanya meliputi semua kegiatan yang di rencanakan
melainkan juga peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan sekolah, jadi
selain kegiatan kurikuler yang formal juga kegiatan yang tak formal.
1
Prof. Dr. S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta, Bumi Aksara, 1999, hlm. 5
niat dan harapan yang tertuang dalam bentuk program pendidikan yang kemudian
dilaksanakan dan diterapkan oleh guru di sekolah bersangkutan.2
Dari dua pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kurikulum ialah
suatu patokan rencana-rencana dalam hal penyelenggaran pembelajaran yang memiliki
tujuan dan cita-cita tertentu yang berlandaskan pada pengalaman-pengalaman
pembelajaran sebelumnya, yang bersifat flexible (dapat mengalamimengalami
perbaikan) dan didesain oleh sekolah agar murid-murid itu memiliki representasi
fungsi langsung di masyarakat. Dalam hal ini saya lebih setuju bahwa kegiatan
pembelajaran yang dilakukan sekolah itu tidak harus dilakukan di sekolah, dan tidak
terbatas pada akademis semata, pendidikan karakter, watak, dan tingkah laku juga
seharusnya masuk dalam kurikulum. Seperti ada sekolah yang mengadakan program
terjun langsung ke masyarakat, dengan menginap beberapa hari di pedesaan terpencil,
penggemblengan kepribadian dengan studi wisata ke laut dengan kerjasama pihak
marinir yang didalamnya mengandung pendidikan watak, tingkah laku, dan agamais,
serta pesantren ketika ramadhan yang didesain tidak mem-BT-kan tetapi justru
menyenangkan. Selain itu hendaknya ada bagian pengembangan kurikulum di setiap
sekolah yang benar-benar berkonsentrasi mengembangkan kurikulum hingga
terciptanya tujuan pendidikan. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
2
Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung, Sinar Baru
Algensindo, 2005, hlm.1-2
3
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
2015), hlm. 160.
peserta didik, serta seperangkat peraturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar
peserta didik dalam mengambangkan potensi dirinya pada satuan.4
Selama ini pelaksanaan pendidikan agama yang berlangsung di sekolah masih
mengalami banyak kelemahan. Mochtar Bucjari menilai pendidikan agama masih
gagal. Kegagalan ini disebabkan karena praktik pendidikannya hanya memperhatikan
aspek kognitif semata dari pertumbuhan semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai
(agama), dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif-volitif, yakni kemauan
dan tekad untuk mengamlkan nilai-nilai ajaran agama. Akibatnya terjadi kesenjangan
antara pengetahuan dan pengamalan, antara gnosis dan praxis dalam kehidupan nilai
agama. Atau dalam praktik pendidikan agama berubah menjadi pengajaran agama,
sehingga tidak mampu membentuk pribadi-pribadi bermoral, padahal intisari dari
pendidikan agama adalah pendidikan moral.5
Kurikulum selain mengacu pada karakteristik peserta didik, perkembangan
ilmu dan teknologi pada zamannya juga mengacu kepada kebutuhan-kebutuhan
masyarakat.6 Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum Pendidikan Islam
ternyata mengalami perubahan–perubahan paradigma, walaupun dalam beberapa hal
tertentu paradigma sebelumnya masih tetap dipertahankan hingga sekarang. Hal ini
dapat dicermati dari fenomena berikut: (1) perubahan dari tekanan pada hapalan dan
daya ingat tentang teks-teks dari ajaran-ajaran Agama Islam, serta disiplin mental
spritual sebagaimana pengaruh dari Timur Tengah, kepada pemahaman tujuan, makna
dan motivasi beragama Islam untuk mencapai tujuan pembelajaran Pendidikan Islam ;
(2) perubahan dari cara berpikir tekstual, normatif, dan absolutis kepada cara berpikir
historis, empiris, dan kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan
nilai-nilai agama Islam; (3) perubahan dari tekanan pada produk atau hasil pemikiran
keagamaan Islam dari para pendahulunya kepada proses atau metodologinga sehingga
menghasilkan produk tersebut; dan (4) perubahan pada pola pengembangan kurikulum
Pendidikan Islam yang hanya mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan
4
Oemar Hamalik, Manajemen pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2016), hlm. 91.
5
Nasution, Harun, Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 2015), hlm. 17
6
Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2014), hlm. 100.
menyusun isi kurikulum Pendidikan Islam kearah keterlibatan yang luas dari para
pakar, guru, peserta didik, masyarakat untuk mengidensifikasi tujuan Pendidikan Islam
dan cara-cara mencapainya.7
Timbulnya krisis akhlak atau moral bukan hanya disebabkan karena
kegagalan pendidikan agama. Dengan bertolak dari suatu pandangan bahwa kegiatan
pendidikan merupakan suatu proses penanaman dan pengembangan seperangkat nilai
dan norma yang implisit dalam setiap bidang studi sekaligus gurunya, maka tugas
mendidik akhlak yang mulia sebenarnya bukan hanya menjadi tanggung jawab guru
Pendidikan Islam. Apalagi iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan
persyaratan utama bagi setiap guru/dosen.
Jika krisis akhlak atau moral merupakan pangkal dari krisis multi dimensional,
sedangkan pendidikan agama Islam banyak menggarap masalah akhlak, maka perlu
dikritisi apa yang menjadi penyebab titik lemah dari pendidikan agama tersebut.
Melalui kajian tersebut diharapkan dapat dijadikan pegangan bagi para pelaksana
pendidikan agama Islam, dan bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan,
sekaligus sebagai wacana pengembangan pendidikan agama Islam yang perlu diteliti
lebih lanjut oleh para ilmuan dan pemerhati pendidikan agama Islam akibat terus
berubahnya kurikulum yang ada di indonesia.
7
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafido
Persada, 2017), hlm. 10-11
dan akan terus dilakukan, peradaban Islam saat ini, sejujurnya masih mengalami
ketinggalan dan kemunduran.
Pendidikan Islam merupakan program pokok yang sangat trategis dalam
meaksanakan gerakan pembaharuan dalam Islam. Fungsi pendidikan dalam hal ini
kiranya bukan hanya untuk menghilangkan buta huruf atau membentuk watak suatu
asyarakat . Lebih dari itu, melalui pendidikan Islam diharapkan terjadi perubahan-
perubahan dalam segala bidang , oleh karena itu tak jarang sebuah gerakan pembaruan
selalu menjadikan bidang pendiidkan sebagai target utamanya. Keberhasilan dalam
bidang ini akan menentukan keberhasilan modernisasi dalam bidang-bidang lainnya.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Didalam era modern yang lebih maju seperti sekarang ini diharapkan sebuah
lembaga pendidikan Islam dapat mendesain kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan
yang dikembangkan dari standar isi agar hasilnya sesuai yang diharapkan dan mencapai
standar kompetensi lulusan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan Islam.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini,
terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta, Bumi Aksara, 1999.