Anda di halaman 1dari 5

I’TIKAF

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fikih Dasar

Dosen pengampu: Dr. M Rozali, S. Pd. I., MA.

Disusun Oleh:

Arel Dhea Pradipta 2110110085

Fhara Diba Ayshara 2110110084

FAKULTAS AGAMA ISLAM & HUMANIORA

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN PANCA BUDI

MEDAN

2023
A. Pendahuluan

I’tikaf merupakan metode meditasi dalam agama islam. I’tikaf sudah muncul
keberadaannya dari zaman nabi disyariatkan untuk umat islam, I’tikaf adalah berdiam diri
di masjid dengan niat berqarrub kepada Allah Swt. dengan menyampingkan seluruh
urusan duniawi. Aktivitas seperti shalat, dzikir, dan membaca al-quran sebagai bentuk
dari penghambaan diri kita kepada Allah Ta’ala.

Meditasi secara umum digambarkan secara ilmiah untuk menyelami diri kita sendiri
dari aktivitas dan pikiran terhadap duniawi yang terasa membebani serta mencemaskan
dalam kehidupan sehari-hari. Meditasi secara umum juga digambarkan sebgai proses
menenangkan pikiran dan menemukan esensi yang ada didalam diri, sifat ilahiyah, jiwa,
kearifan batin, dan semua pengetahuan untuk diri kita. Dengan adanya I’tikaf berarti kita
(orang tertentu yang memiliki niat) ingin berdiam diri di masjid dengan sifat tertentu yang
menyangkut syarat, waktu, dan aturan sistematis lainnya.

Dengan kata lain berarti I’tikaf adalah suatu bentuk untuk mendekatkan diri kepada
Allah. Melaksanakan ibadah I’tikaf merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan
untuk dilakukan, terlebih di bulan suci Ramadhan. Rasulullah Saw terbiasa
melaksanakannya khususnya di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Akan tetapi, bukan
berarti I’tikaf hanya dikerjakan pada bulan Ramadhan saja. Diluar bulan Ramadhan juga
I’tikaf tetap disyariatkan untuk dilaksanakan. Tujuan dari I’tikaf itu sendiri yaitu untuk
beribadah kepada Allah dan mencari malam Lailatur Qadar pada 10 hari terakhir di bulan
Ramadhan, malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Dalam makalah ini, akan
dibahas lebih lanjut mengenai I’tikaf, hukum serta syarat-syarat yang dilakukan untuk
melaksanakan I’tikaf.
B. Pengertian I’tikaf

Dari segi bahasa, I’tikaf berasal dari bahasa arab ‘akafa yang memiliki makna al-habsu
atau memenjarakan. I’tikaf berarti menetap pada sesuatu atau bisa dikatakan menghabiskan
waktu untuk sesuatu . sedangkan I’tikaf menurut syari’at berarti menetapnya seorang muslim
yang berakal serta baligh di dalam masjid untuk beribadah dengan cara penyerahan diri
kepada Allah Swt. dan memiliki niat untuk ber-i’tikaf di waktu tertentu.1

Para ulama sepakat untuk praktek I’tikaf yang disyariatkan dalam islam. Sebagaimana
termaktub didalam al-Quran serta Sunnah.

َّ ‫َو َع ِه ْد َنٓا ا ٰ ِٓلى ِاب ْٰرهٖ َم َو ِاسْ ٰم ِع ْي َل اَنْ َطه َِّرا َب ْيت َِي ل‬
‫ِلط ۤا ِٕى ِفي َْن َو ْال ٰع ِك ِفي َْن َوالرُّ َّك ِع ال ُّسج ُْو ِد‬
“Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, “Bersihkanlah rumah-Ku untuk
orang-orang yang tawaf, orang yang iktikaf, orang yang rukuk dan orang yang sujud”. (Q.S
Al-Baqarah; 125)

‫د‬:ِ ‫اشر ُْوهُ َّن َواَ ْنتُ ْم َعا ِكفُ ْو ۙ َن فِى ْال َم ٰس ِج‬
ِ َ‫ۗ واَل تُب‬
َ
“Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid”. (Q.S Al-
Baqarah: 187)

sebagian ulama, membagi hukum I’tikaf menjadi tiga yaitu wajib, seperti I’tikaf karena
bernadzar. Kedua, Sunnah muakkad yaitu I’tikaf pada bulan Ramadhan khususnya pada
sepuluh hari terakhir. dan yang ketiga Sunnah yang boleh dilakukan, yaitu I’tikaf yang
dilaksanakan pada hari-hari lain. Keutamaan I’tikaf memang tidak terdapat di hadist yang
dapat naik ke derajat shahih. Hanya saja hukumnya sudah disepakati oleh para ulama yaitu
Sunnah yang selalu dilakukan oleh Rasulullah Saw. pada bulan Ramadhan.

C. Rukun dan syarat I’tikaf


Dari kesepakatan para ulama dalam ibadah itikaf terdapat empat rukun yang harus
dipenuhi. Yang pertama, orang yang beri’tikaf atau mu’takif. kedua, niat beri’tikaf. ketiga,
ada tempat untuk beri’tikaf (mu’takaf fihi). dan yang keempat, menetap di tempat I’tikaf.

1
Syaikh Samir bin Jamil bin Ahmad ar- Radhi, I’tikaf menurut Sunnah yang shahih, (Bogor: Pustaka Ibnu
Katsir, 2005) h.1
Akan tetapi Mazhab Maliki menambahkan satu rukun yaitu puasa. Maksudnya yaitu ketika
kita sedang melaksanakan I’tikaf itu harus dengan cara berpuasa juga.

1. Orang yang Beri’tikaf (al-Mu’takif)

Orang yang ingin melakukan I’tikaf memiliki syarat dari para ulama yaitu muslim,
akil, mumayyiz, dan suci dari hadats besar. Adapun firman Allah ta’ala atas larangan
orang yang berhadats melakukan I’tikaf di dalam masjid:

‫ارى َح ٰتّى تَ ْعلَ ُم ْوا َما تَقُ ْولُ ْو َن َواَل‬


ٰ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْوا اَل تَ ْق َربُوا الص َّٰلوةَ َواَ ْنتُ ْم ُس َك‬
‫ۗ ُجنُبًا اِاَّل َعابِ ِريْ َسبِي ٍْل َح ٰتّى تَ ْغتَ ِسلُ ْوا‬

“Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati salat ketika kamu dalam keadaan
mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula (kamu hampiri masjid
ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali sekedar melewati jalan saja, sebelum kamu mandi
(mandi junub)”. (Q.S An-Nisa’:43)

2. Niat Beri’tikaf

Adapun fungsi dari niat kita ketika ingin beri’tikaf yaitu untuk menegaskan perbedaan
yang ada antara ibadah dan selain beribadah saat seseorang berdiam diri di dalam masjid.
Dikarenakan ada orang yang berdiam diri di dalam masjid tetapi ia tidak melakukan
ibadah. Seperti, hanya untuk mengobrol pada rekannya saja. Ada perbedaan pendapat
untuk niat beri’tikaf ini menurut mayoritas ulama seperti Maliki, Syafi’i, Hanbali, mereka
berpendapat bahwa niat merupakan bagian dari rukun I’tikaf. sedangkan menurut Mazhab
Hanafi menempatkan niat sebagai syarat dari I’tikaf.2

3. Tempat I’tikaf (Mu’takaf Fihi)

Kesepakatan dari pada ulama bahwasanya melakukan I’tikaf atau tempat yang
digunakan untuk beri’tikaf yaitu masjid. Bangunan selain masjid tidak sah jika digunakan
untuk beri’tikaf. Para ulama mengatakan bahwa masjid ada tiga masjid untuk beri’tikaf
yaitu Masjid al-Haram di Mekkah, Masjid Nabawi di Madinah dan Masjid al-Aqsha di al-
Quds Palestina, masjid-masjid ini lebih utama serta lebih besar pahalanya dibandingkan
dengan pahala jika beri’tikaf di masjid lain.
2
Isnan Ansory, I’tikaf, Qiyamul Lail, Shalat ‘Ied, dan Zakat al-Fithr di tengah Wabah, (Rumah Fiqih
Publishing, 2020) h.23
4. Menetap di dalam masjid

Salah satu rukun dalam beri’tikaf yaitu berada atapun menetap di dalam masjid.
Namun untuk kurun waktu dalam melaksanakan I’tikaf ada perbedaan pendapat dari para
ulama, menurut Hanafi, Syafi’I, dan Hanbali durasi minimal dari beri’tikaf yaitu sa’ah,
baik di siang ataupun malam hari. Istilah sa’ah ini di dalam bahasa Arab modern berarti
satu jam atau 60 menit. Akan tetapi, ada perbedaan dengan istilah yang digunakan para
ulama pada masa yang lalu, pengertiannya yaitu sesaat, sebentar atau sejenak.3

Dari Mazhab Maliki sedikit ada perselisihan tentang minimal waktu yang dihabiskan
untuk melakukan I’tikaf. sebagian dari mereka berpendapat bahwa durasi minimal yang
harus dilakukan yaitu sehari semalam tanpa henti ataupun putus. Rangkaian yang
dilakukan dimulai dari masuknya waktu malam yaitu saat terbenamnya matahari, setelah
itu melalui malam hari, terbit matahari, pagi, siang, lalu sore hari serta berakhirnya I’tikaf
itu ketika matahari kembali terbenam di arah barat. Dan yang lainnya mengatakan waktu
minimal untuk melaksanakan I’tikaf sehari tanpa malamnya.

Adapun syarat-syarat dalam beri’tikaf yang disebutkan para ulama fiqih, diantaranya:

1) Beragama islam

2) Berakal, karena jika seseorang tidak berakal maka ia tidak akan memiliki rasa
terbebani oleh hukum syari’at.

3) Mumayyiz, melaksanakan ibadah I’tikaf tidak sah jika dikerjakan oleh anak kecil
yang belum mumayyiz.

4) Suci, dimana seseorang harus suci ketika ingin melaksanakan I’tikaf. oleh sebab itu,
I’tikaf tidak sah jika dilakukan oleh orang yang sedang junub, nifas maupun haid.

5) Niat, niat yaitu asas dari suatu amalan yang ingin dilakukan.

3
Naelul Muna dkk, I’tikaf sebagai Meditasi Islam, Risalah, Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, Vol.9 No.1,
2023, h. 322

Anda mungkin juga menyukai