PERMASALAHAN LELANG
Kasus Lelang
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS 1. Kasus Lelang Eksekusi Eksekusi
Kepailitan
a. Kurator mengajukan permohonan lelang atas obyek yang bukan atas nama debitur
pailit, apakah lelang dapat dilaksanakan?
b. Kurator mengajukan lelang atas boedel pailit namun putusan pailitnya diajukan kasasi,
apakah lelang dapat dilaksanakan?
c. Kurator mengajukan permohonan lelang tanpa ada persetujuan lelang dari hakim
pengawas, apakah lelang dapat dilaksanakan?
d. Kurator mengajukan lelang atas pabrik yang sebagian merupakan objek Hak
Tanggungan dan termasuk dalam boedel pailit, dan sebagian lagi objek HT yang bukan
bagian dari boedel pailit namun kurator menerima kuasa untuk menjual dari kreditor
pemegang HT, dapatkah lelang dilaksanakan satu paket?
e. Apakah memerlukan dokumen tambahan selain Putusan Pernyataan Pailit untuk
kepailitan yang sebelumnya sempat diajukan perdamaian dalam kepailitan
Integritas • Profesionalisme • Sinergi • Pelayanan •
Kasus Lelang
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
Eksekusi
1
UU NOMOR 5 TAHUN 1960
PERATURAN DASAR
POKOK-POKOK AGRARIA
UU NOMOR 5 TAHUN 1960
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA
Pasal 21 ayat (1) • Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
Pasal 21 Ayat (2) • Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat
mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.
ANAN
SINERGI UUINTEGRITAS
NOMOR 5 TAHUN 1960
ANPROFESIONALISME
PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA
2
UU NOMOR 4 TAHUN 1996
TENTANG HAK TANGGUNGAN
ATAS TANAH BESERTA
BENDA-BENDA YANG BERKAITAN
DENGAN TANAH
UU NOMOR 4 TAHUN 1996
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN
INTEGRITAS
DENGAN TANAH
Pasal 7 • Hak Tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut berada.
• Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang
Pasal 9 berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.
• Ayat (2) huruf e: Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak
Pasal 11 untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji.
• Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris
atau akta PPAT dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada
membebankan Hak Tanggungan;
b. tidak memuat kuasa substitusi;
c. mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama
serta identitas kreditornya, nama dan identitas debitor apabila debitor bukan
pemberi Hak Tanggungan.
• Pada asasnya pembebanan Hak Tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi
Hak Tanggungan. Hanya apabila benar-benar diperlukan, yaitu dalam hal pemberi
Pasal 15 Ayat (1) Hak Tanggungan tidak dapat hadir dihadapan PPAT, diperkenankan penggunaan
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. Sejalan dengan itu, surat kuasa
tersebut harus diberikan langsung oleh pemberi Hak Tanggungan dan
harus memenuhi persyaratan mengenai muatannya sebagaimana ditetapkan pada
ayat ini. Tidak dipenuhinya syarat ini mengakibatkan surat kuasa yang
bersangkutan batal demi hukum, yang berarti bahwa surat kuasa yang
bersangkutan tidak dapat digunakan sebagai dasar pembuatan Akta Pemberian
Hak Tanggungan. PPAT wajib menolak permohonan untuk membuat Akta
Pemberian Hak Tanggungan, apabila Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan tidak dibuat sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan atau tidak
memenuhi persyaratan termaksud di atas.
UU NOMOR 4 TAHUN 1996
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN
DENGAN TANAH
• Penjelasan :
✔ Cessie adalah perbuatan hukum mengalihkan piutang oleh kreditor
pemegang Hak Tanggungan kepada pihak lain.
✔ Subrogasi adalah penggantian kreditor oleh pihak ketiga yang melunasi
utang debitor.
Pasal 16 Ayat (1) ✔ Yang dimaksud dengan sebab-sebab lain adalah hal-hal lain selain yang
dirinci pada ayat ini, misalnya dalam hal terjadi pengambilalihan atau
penggabungan perusahaan sehingga menyebabkan beralihnya piutang
dari perusahaan semula kepada perusahaan yang baru. Karena
beralihnya Hak Tanggungan yang diatur dalam ketentuan ini terjadi
karena hukum, hal tersebut tidak perlu dibuktikan dengan akta yang
dibuat oleh PPAT. Pencatatan beralihnya Hak Tanggungan ini cukup
dilakukan berdasarkan akta yang membuktikan beralihnya piutang yang
dijamin kepada kreditor yang baru.
UU NOMOR 4 TAHUN 1996
ANAN
SINERGI INTEGRITASTENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN
ANPROFESIONALISME
DENGAN TANAH
Ayat (1):
HakTanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut:
a. hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;
b. dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan;
c. pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh
Ketua Pengadilan Negeri; dan
Pasal 18 d. hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.
Ayat (4) :
Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani
Hak Tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijamin.
UU NOMOR 4 TAHUN 1996
ANAN
SINERGI INTEGRITASTENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN
ANPROFESIONALISME
DENGAN TANAH
3
PP NOMOR 24 TAHUN 1997
TENTANG
PENDAFTARAN TANAH
PP NOMOR 24 TAHUN 1997
ANAN
SINERGI TENTANG
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
PENDAFTARAN TANAH
Pasal 45 ayat
(1)
Kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran peralihan
atau pembebanan hak, jika salah satu syarat di bawah ini tidak dipenuhi :
a. sertifikat atau surat keterangan tentang keadaan hak atas tanah tidak sesuai
lagi dengan daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan;
b. perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) tidak
dibuktikan dengan akta PPAT atau kutipan risalah lelang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41, kecuali dalam keadaan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2);
c. dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran peralihan atau pembebanan
hak yang bersangkutan tidak lengkap;
d. tidak dipenuhi syarat lain yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan;
e. tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa di Pengadilan;
f. perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta PPAT batal atau dibatalkan
oleh putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
atau
g. perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1)
dibatalkan oleh para pihak sebelum didaftar oleh Kantor Pertanahan.
PP NOMOR 24 TAHUN 1997
ANAN
SINERGI TENTANG
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
PENDAFTARAN TANAH
Pasal 60
1) Penggantian sertifikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah
susun yang tidak diserahkan kepada pembeli lelang dalam lelang
eksekusi didasarkan atas surat keterangan dari Kepala Kantor Lelang
yang bersangkutan yang memuat alasan tidak dapat diserahkannya
sertifikat tersebut kepada pemenang lelang.
4
UU 24 TAHUN 2004
tentang Lembaga Penjamin
Simpanan
&
UU 40 TAHUN 2007
tentang Perseroan Terbatas
UU 24 TAHUN 2004
ANAN
SINERGI tentang
ANPROFESIONALISMELembaga Penjamin Simpanan & UU 40 TAHUN 2007
INTEGRITAS
tentang Perseroan Terbatas
l 46
Pasa
(1) Pelaksanaan likuidasi bank dilakukan oleh tim likuidasi
(2) Dengan terbentuknya tim likuidasi, tanggung jawab dan
kepengurusan bank dalam likuidasi dilaksanakan oleh
tim likuidasi
(3) Dalam melaksanakan tugasnya, tim likuidasi berwenang
mewakili bank dalam likuidasi dalam segala hal yang
berkaitan dalam penyelesaian hak dan kewajiban bank
tersebut
UU 24 TAHUN 2004
ANAN
SINERGI tentang
ANPROFESIONALISMELembaga Penjamin Simpanan & UU 40 TAHUN 2007
INTEGRITAS
tentang Perseroan Terbatas
n 2004
Ta h u Tentang Lembaga Penjamin Simpanan
N o . 24
UU
Pasal 47
n 2004
Ta h u Tentang Lembaga Penjamin Simpanan
N o . 24
UU
Pasal 48
Pasal 49
Pengawasan atas pelaksanaan likuidasi bank dilakukan
oleh LPS.
UU 24 TAHUN 2004
ANAN
SINERGI tentang
ANPROFESIONALISMELembaga Penjamin Simpanan & UU 40 TAHUN 2007
INTEGRITAS
tentang Perseroan Terbatas
n 2004
Ta h u Tentang Lembaga Penjamin Simpanan
N o . 24
UU
Pasal 53
n 2007
Ta h u
o .40 Tentang Perseroan Terbatas
UU N
Pasal 142
ayat (2) huruf b
dalam hal terjadi pembubaran perseroan, maka Perseroan
tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlakukan
untuk membereskan semua urusan Perseroan dalam rangka
likuidasi
Pasal 143
ayat (1)
pembubaran Perseroan tidak mengakibatkan Perseroan
kehilangan status badan hukum sampai selesainya likuidasi
dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau
pengadilan
Beberapa Ketentuan Yang Perlu Mendapat Perhatian
5
Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Perdata (HIR)
S 1941 No. 44
ANAN
SINERGI Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR)
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
S 1941 No. 44
l1 95
Pasa Ayat (6)
s al 200
IR P a
H Ayat (4)
Ayat (5)
s al 200
IR P a
H
Ayat (11)
6
UU No. 8 Tahun 1981 Tentang
KUHAP
ANAN
SINERGI UUINTEGRITAS
No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP
ANPROFESIONALISME
l2 70
Pasa
l 27 3
Pasa
(3)
Jika putusan pengadilan juga menetapkan bahwa
Ay at
barang bukti dirampas untuk negara, selain
pengecualian sebagaimana tersebut pada Pasal 46,
jaksa menguasakan benda tersebut kepada kantor
lelang negara dan dalam waktu tiga bulan untuk
dijual lelang, yang hasilnya dimasukkan ke kas
negara untuk dan atas nama jaksa.
(4 )
Ayat Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (3)
dapat diperpanjang untuk paling lama satu bulan.
Beberapa Ketentuan Yang Perlu Mendapat Perhatian
7
Peraturan Pemerintah RI Nomor 40
Tahun 1996 Tentang Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan dan
Hak Pakai atas Tanah
Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah
a s a l2
P
Pasal 5
l19
Pasa
l21
Pasa
l33
Pasa
l3 4
Pasa
Ayat (1)
Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan
kepada pihak lain.
Ayat (7)
Peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak
Pengelolaan harus dengan persetujuan tertulis
dari pemegang Hak Guna Pengelolaan.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha,
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah
l36
Pasa
Pasal 39
l41
Pasa
Pasal 45
Penjelasan Pasal 45
Ayat (1)
Hak Pakai dapat pula diberikan untuk waktu yang tidak ditentukan
selama tanahnya digunakan untuk keperluan tertentu. Hal ini
dimaksudkan untuk menjamin dipenuhinya keperluan tanah untuk
keperluan tertentu secara berkelanjutan, misalnya untuk keperluan
kantor lembaga pemerintah, untuk kantor perwakilan negara asing dan
perwakilan badan Internasional beserta kediaman Kepala
Perwakilannya dan untuk keperluan melaksanakan fungsi badan
keagamaan dan badan sosial.
Hak Pakai yang diberikan untuk waktu yang tidak ditentukan selama
tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu tidak dapat dialihkan
kepada pihak lain, akan tetapi dapat dilepaskan oleh pemegang
haknya sehingga menjadi tanah Negara untuk kemudian dimohon
dengan hak baru oleh pihak lain tersebut.
Beberapa Ketentuan Yang Perlu Mendapat Perhatian
8
Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997
Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah
Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITASTahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
l1 26
Pasa
l1 26
Pasa
9
UU NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG
PERADILAN AGAMA
UU NOMOR 7 TAHUN 1989
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
TENTANG PERADILAN AGAMA
Pasal 54
10
UU NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN
ATAS UU NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG
PERADILAN AGAMA
ANAN
SINERGI INTEGRITASUU NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU
ANPROFESIONALISME
NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA
Pasal 49
Penjelasan Pasal 49
Pasal 50
(1) Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain
dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49,
khusus mengenai objek sengketa tersebut harus diputus
lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Umum.
(2) Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang subjek hukumnya antara orang-orang
yang beragama Islam, objek sengketa tersebut diputus oleh
pengadilan agama bersama-sama perkara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49.
ANAN
SINERGI INTEGRITASUU NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU
ANPROFESIONALISME
NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA
11
UU NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG
PERBANKAN SYARIAH
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 21 TAHUN 2008
INTEGRITAS
TENTANG PERBANKAN SYARIAH
Pasal 55
12
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2006
TENTANG
SISTEM RESI GUDANG
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG
INTEGRITAS
SISTEM RESI GUDANG
Pasal 4
Pasal 6
Pasal 8
(1)Pengalihan Resi Gudang Atas Nama dilakukan dengan
akta autentik.
(2)Pengalihan Resi Gudang Atas Perintah dilakukan dengan
endosemen yang disertai penyerahan Resi Gudang.
(3) Pihak yang mengalihkan Resi Gudang wajib melaporkan
kepada Pusat Registrasi.
(4) Resi Gudang yang telah jatuh tempo tidak dapat dialihkan.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG
INTEGRITAS
SISTEM RESI GUDANG
Pasal 13
Penerima Hak Jaminan harus
memberitahukan perjanjian pengikatan Resi
Gudang sebagai Hak Jaminan kepada Pusat
Registrasi dan Pengelola Gudang.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG
INTEGRITAS
SISTEM RESI GUDANG
Pasal 14
Pasal 16
(1) Apabila pemberi Hak Jaminan cedera janji, penerima Hak
Jaminan mempunyai hak untuk menjual objek jaminan
atas kekuasaan sendiri melalui lelang umum atau
penjualan langsung.
Pasal 17
13
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2011
TENTANG
RUMAH SUSUN
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN
INTEGRITAS
Pasal 17
Rumah susun dapat dibangun di atas tanah:
a. hak milik;
b. hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara; dan
c. hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan.
Pasal 18
Selain dibangun di atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17, rumah susun umum dan/atau rumah susun khusus
dapat dibangun dengan:
a. pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah; atau
b. pendayagunaan tanah wakaf.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN
INTEGRITAS
Pasal 19
(1) Pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa
tanah untuk pembangunan rumah susun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a
dilakukan dengan cara sewa atau kerja sama
pemanfaatan.
Pasal 21
(1) Pemanfaatan dan pendayagunaan tanah untuk pembangunan
rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan
Pasal 20 harus dilakukan dengan perjanjian tertulis di hadapan
pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 21
Pasal 22
Pasal 45
(1) Penguasaan sarusun pada rumah susun umum dapat
dilakukan dengan cara dimiliki atau disewa.
Pasal 45
(5) Penguasaan sarusun dengan cara sewa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (4) dilakukan dengan perjanjian tertulis yang
dibuat di hadapan pejabat yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 47
Pasal 48
(3) SKBG sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diterbitkan oleh instansi teknis kabupaten/kota
yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang
bangunan gedung.
14
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 1999
TENTANG
JAMINAN FIDUSIA
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
UU NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu
benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan
bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan
tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Pasal 9
(1). Jaminan Fidusia dapat diberikan terhadap satu
atau lebih satuan atau jenis benda, termasuk
piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan
diberikan maupun yang diperoleh kemudian.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
UU NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
Pasal 15
(1). Dalam sertifikat Jaminan fidusia sebagaimana dimaksud
dalam pasal 14 ayat (1) dicantumkan kata-kata "DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA
ESA".
Pasal 17
Pemberi Fidusia dilarang melakukan fidusia ulang
terhadap Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia
yang sudah terdaftar.
Pasal 20
Jaminan Fidusia tetap mengikuti Benda yang menjadi
obyek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda
tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda
persediaan yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
UU NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
Pasal 21
(3). Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia yang
telah dialihkan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) wajib diganti oleh Pemberi Fidusia dengan
obyek yang setara.
Pasal 23
(2) Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau
menyewakan kepada pihak lain Benda yang menjadi obyek
Jaminan Fidusia yang tidak merupakan benda persediaan,
kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari
Penerima Fidusia.
Pasal 28
Apabila atas Benda yang sama menjadi obyek Jaminan Fidusia
lebih dari 1 (satu) perjanjian Jaminan Fidusia,maka hak yang
didahulukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27, diberikan
kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya pada Kantor
Pendaftaran Fidusia.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
UU NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
Pasal 29
(1). Apabila debitor atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap
Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara:
a. pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam pasal 15
ayat (2) oleh Penerima Fidusia;
b. penjualan Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia atas kekuasaan
Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
c. penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan
Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat
diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
AMAR PUTUSAN
AMAR PUTUSAN
3. Menyatakan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “cidera janji” bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “adanya cidera janji tidak
ditentukan secara sepihak oleh kreditur melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditur
dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cidera janji”;
4. Menyatakan Penjelasan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “kekuatan eksekutorial”
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan
fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji dan debitur keberatan menyerahkan
secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur
hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku
sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum
tetap”;
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
UU NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
AMAR PUTUSAN
15
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2009
TENTANG
PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
UU NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITASPAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
Pasal 87
(1) Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan adalah Nilai Perolehan
Objek Pajak.
Pasal 91
(2) Kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara
hanya dapat menandatangani risalah lelang Perolehan Hak
atas Tanah dan/atau Bangunan setelah Wajib Pajak
menyerahkan bukti pembayaran pajak.
Pasal 92
(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan kepala kantor yang
membidangi pelayanan lelang negara melaporkan
pembuatan akta atau risalah lelang Perolehan Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan kepada Kepala Daerah paling
lambat pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
UU NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITASPAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
Pasal 93
(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan kepala kantor yang
membidangi pelayanan lelang negara, yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1)
dan ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa denda
sebesar Rp7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah)
untuk setiap pelanggaran.
16
UU Nomor 37 Tahun 2004
Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang
UU Nomor 37 Tahun 2004
Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
•Selama berlangsungnya
kepailitan tuntutan untuk
memperoleh pemenuhan
perikatan dari harta pailit yang
Pasal 27 ditujukan terhadap Debitor Pailit,
hanya dapat diajukan dengan
mendaftarkannya untuk
dicocokkan.
•AyatUU (1)Nomor 37 Tahun
: Putusan 2004
pernyataan
Tentang
pailit berakibat bahwa segala
Kepailitan dan
penetapan pelaksanaan Pembayaran Utang
Penundaan Kewajiban
Pengadilan terhadap setiap
bagian dari kekayaan Debitor
yang telah dimulai sebelum
kepailitan, harus dihentikan
seketika dan sejak itu tidak ada
Pasal 31 suatu putusan yang dapat
dilaksanakan termasuk atau juga
dengan menyandera Debitor.
•Ayat (2) : Semua penyitaan yang
telah dilakukan menjadi hapus
dan jika diperlukan Hakim
Pengawas harus memerintahkan
•Sejak tanggal putusan pernyataan
pencoretannya.
pailit diucapkan, upah yang
terutang sebelum maupun sesudah
Pasal 39 Ayat (2) putusan pernyataan pailit
diucapkan merupakan utang harta
pailit.
A B C D
Insolvensi
Kewenangan Kewenangan
Kreditur Kurator
Kewenangan
Kreditur
Kewenangan
Kreditur
Keterangan Diagram
Sumber:Hukum Pailit alam Teori dan Praktek, Dr. Munir Fuady, S.H., M.H., LLM,. Hal 23
UU Nomor 37 Tahun 2004
Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
17
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 2009
TENTANG
LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
ANAN
SINERGI INTEGRITASUU
ANPROFESIONALISME NOMOR 22 TAHUN 2009
TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
Pasal 271
18
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 31 TAHUN 1997
TENTANG
PERADILAN MILITER
ANAN
SINERGI INTEGRITASUU
ANPROFESIONALISME NOMOR 31 TAHUN 1997
TENTANG PERADILAN MILITER
Pasal 94
(1) Dalam hal benda sitaan terdiri dari benda yang dapat lekas rusak atau
yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai
putusan Pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh
kekuatan hukum tetap atau apabila biaya penyimpanan benda tersebut
akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan
Tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai berikut.
a. apabila perkara masih ada di tangan Penyidik atau Oditur, benda
tersebut dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh Penyidik atau
Oditur dengan disaksikan oleh Tersangka atau kuasanya;
b. apabila perkara sudah ada di tangan Pengadilan, benda tersebut
dapat diamankan atau dijual lelang oleh Oditur atas izin Hakim yang
menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh Terdakwa atau
kuasanya.
ANAN
SINERGI INTEGRITASUU
ANPROFESIONALISME NOMOR 31 TAHUN 1997
TENTANG PERADILAN MILITER
Pasal 94
(1) …
(2) Uang hasil penjualan lelang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dipakai sebagai barang bukti.
(3) Guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin
disisihkan sebagian kecil dari benda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(4) Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang
untuk diedarkan, dirampas, untuk dipergunakan
bagi kepentingan negara atau untuk dimusnahkan.
Beberapa Ketentuan Yang Perlu Mendapat Perhatian
19
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 31 TAHUN 1999
TENTANG
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 31 TAHUN 1999
TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Pasal 94
(1) …
(2) Jika terpidana tidak membayar uang pengganti
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b
paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah
putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat
disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang
pengganti tersebut.
KASUS LELANG EKSEKUSI PN