Anda di halaman 1dari 135

KAPITA SELEKTA

PERMASALAHAN LELANG
Kasus Lelang
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS 1. Kasus Lelang Eksekusi Eksekusi
Kepailitan
a. Kurator mengajukan permohonan lelang atas obyek yang bukan atas nama debitur
pailit, apakah lelang dapat dilaksanakan?
b. Kurator mengajukan lelang atas boedel pailit namun putusan pailitnya diajukan kasasi,
apakah lelang dapat dilaksanakan?
c. Kurator mengajukan permohonan lelang tanpa ada persetujuan lelang dari hakim
pengawas, apakah lelang dapat dilaksanakan?
d. Kurator mengajukan lelang atas pabrik yang sebagian merupakan objek Hak
Tanggungan dan termasuk dalam boedel pailit, dan sebagian lagi objek HT yang bukan
bagian dari boedel pailit namun kurator menerima kuasa untuk menjual dari kreditor
pemegang HT, dapatkah lelang dilaksanakan satu paket?
e. Apakah memerlukan dokumen tambahan selain Putusan Pernyataan Pailit untuk
kepailitan yang sebelumnya sempat diajukan perdamaian dalam kepailitan
Integritas • Profesionalisme • Sinergi • Pelayanan •
Kasus Lelang
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
Eksekusi

f. Bagaimana jika dalam permohonan lelang harta pailit, terdapat objek


yang terkait suatu tindak pidana?
g. Bolehkah permohonan lelang eksekusi pajak diajukan pada masa
insolvensi ?
h. Bagaimanakh akibat hukum pkpu dan perdamaian yang sudah
kadaluarsa
i. Pada kasus kepailitan, bisakah perdamaian dikasasi?

Integritas • Profesionalisme • Sinergi • Pelayanan •


Kasus Lelang
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
Eksekusi
2. Kasus Lelang Eksekusi Hak
Tanggungan
a. Kreditur mengajukan permohonan lelang atas obyek Hak Tanggungan milik
debitor yang telah dipailitkan, namun jika ditetapkan jadwal lelangnya,
pelaksanaan lelang akan melewati 2 (dua) bulan sejak dimulainya insolvensi,
apakah diperbolehkan secara ketentuan?
b. Permohonan lelang Eksekusi Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 6 UUHT
namun diajukan oleh kuasa dari kreditor pemegang Hak Tanggungan I, apakah
diperbolehkan secara ketentuan?
c. Debitor dalam keadaan PKPU atau Perdamaian yang sudah dihomologasi,
apakah objek HT tetap dapat dilelang oleh pemegang HT?
d. SHGB yang menjadi agunan telah habis masa berlakunya, apakah dapat diajukan
lelangnya berdasarkan Pasal 6 UUHT atau berdasarkan penetapan pengadilan?
e. Obyek agunan masih berupa hipotik, namun diajukan permohonan lelangnya
berdasarkan Pasal 6 UUHT, apakah diperbolehkan secara ketentuan?

Integritas • Profesionalisme • Sinergi • Pelayanan •


Kasus Lelang
ANAN
SINERGI
AN Eksekusi

e. Bagaimanakah mekanisme pelaksanaan lelang kapal?


f. Apakah HGB di atas tanah Hak Milik dapat dilelang?
g. Bagaimanakah sikap Pelelang apabila dalam SKPT tertuang bahwa
bidang tanah objek lelang merupakan tanah terlantar?

Integritas • Profesionalisme • Sinergi • Pelayanan •


Kasus Lelang
ANAN
SINERGI
AN Eksekusi
3. Kasus Lelang Terkait Rezim
Pertanahan
a. Bagaimanakah perlakuan terhadap objek lelang
yang diblokir
b. Bagaimanakah sikap pelelang terhadap objek yang
telah disita
c. Apakah SKPT elektronik dapat digunakan berulang

Integritas • Profesionalisme • Sinergi • Pelayanan •


Kasus Lelang
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME Eksekusi
4. Kasus Lelang Barang Rampasan
a. Bagaimanakah sikap KPKNL terhadap permohonan lelang barang
rampasan yang terdapat perbedaan data diantara dokumen
permohonan lelang?
b. Bagaimanakah sikap KPKNL terhadap permohonan lelang barang
rampasan yang terdapat perbedaan data diantara dokumen
permohonan lelang dalam hal objek sita merupakan sertifikat tanah
atau dalam dokumennya tidak ada putusan.
c. Apakah K/L yang menerima penyerahan barang rampasan dari
Kejaksaan dapat mengajukan permohonan lelang atas dasar putusan
pengadilan yang menyatakan barang dirampas untuk Negara c.q. K/L
yang bersangkutan?

Integritas • Profesionalisme • Sinergi • Pelayanan •


Kasus Lelang
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME Eksekusi

5. Kasus Lelang Eksekusi Fidusia

a. Apakah penerima Fidusia dapat menjual objek jaminan fidusia


secara langsung tanpa fiat eksekusi?
b. Apakah dapat terjadi benda yang sudah difidusiakan dijadikan
objek sita oleh KPP?
c. Pemegang Jaminan Fidusia mengajukan lelang ke KPKNL
bersama-sama dengan pemegang HT karena objek yang akan
dilelang adalah sebuah pabrik, bagaimanakah mekanismenya?

Integritas • Profesionalisme • Sinergi • Pelayanan •


Kasus Lelang
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME Eksekusi

6. Kasus Lelang Eksekusi Pengadilan


a. Pelaksanaan lelang eksekusi Hak Tanggungan atas perbankan
syariah, apakah dapat dilakukan berdasarkan fiat eksekusi dari
Pengadilan Negeri?
b. Terdapat permohonan lelang eksekusi Pengadilan Negeri, namun
obyek yang akan dilelang ternyata telah dijaminkan kepada pihak
ketiga, apakah lelang dapat dilaksanakan?
c. Bagaimana jika luas tanah yang akan dieksekusi, berbeda antara
data di SKPT dengan amar putusan, apakah lelang dapat
dilaksanakan?

Integritas • Profesionalisme • Sinergi • Pelayanan •


Kasus Lelang
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
NonEksekusi

7. Kasus Lelang Non Eksekusi

Untuk hasil lelang BMN eks. tegahan Bea dan Cukai


apakah ada tambahan biaya yang harus ditanggung
pembeli?

Integritas • Profesionalisme • Sinergi • Pelayanan •


Kasus Lelang
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
NonEksekusi

Dokumen persyaratan umum berupa surat


persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan
atau Hak Milik untuk tanah Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai yang berdiri diatas
tanah Hak Pengelolaan atau Hak milik, apakah
bersifat mutlak/wajib?

Integritas • Profesionalisme • Sinergi • Pelayanan •


Kasus Lelang
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
NonEksekusi

Bagaimakah mekanisme permohonan SKT/SKPT


atas objek lelang berupa
1. tanah yang belum terdaftar
2. Rumah Susun yang belum terdaftar
3. Rumah Susun yang bukti kepemilikannya SKBG
Sarusun
4. SHMSRS

Integritas • Profesionalisme • Sinergi • Pelayanan •


Kasus Lelang
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
NonEksekusi

Apakah dokumen persyaratan yang diperlukan untuk objek


lelang berupa saham?

Bagaimanakah cara mengidentifikasi kompetensi relative yang


mempunyai kewenangan untuk melaksanakan lelang berupa
objek sebagai berikut:
a. Saham
b. Hak Tagih
c. Hak menikmati atas suatu barang

Integritas • Profesionalisme • Sinergi • Pelayanan •


II. Beberapa Ketentuan yang Perlu Mendapat Perhatian
1. UU NOMOR 5 TAHUN 1960 PERATURAN DASAR POKOK-POKOK
AGRARIA
2. UU NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS
TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

3. PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG


PENDAFTARAN TANAH
4. UU NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN
SIMPANAN &
UU NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS
5. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PERDATA (HIR)

6. UU NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KUHAP


7. PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG
HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS
TANAH
II. Beberapa Ketentuan yang Perlu Mendapat Perhatian
8. PERATURAN MENTERI AGRARIA/KEPALA BPN NOMOR 3 TAHUN
1997 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN
TANAH
9. UU NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA
10. UU NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU
NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

11. UU NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH

12. UU NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG RESI GUDANG

13. UU NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

14. UU NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA


II. Beberapa Ketentuan yang Perlu Mendapat Perhatian

15. UU NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN


RETRIBUSI DAERAH

16. UU NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN


PENUNDAAN
KEWAJIBAN PEMBAYARAN HUTANG

17. UU NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN


ANGKUTAN JALAN

18. UU NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN MILITER

19. UU NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK


PIDANA KORUPSI
Beberapa Ketentuan Yang Perlu Mendapat Perhatian

1
UU NOMOR 5 TAHUN 1960
PERATURAN DASAR
POKOK-POKOK AGRARIA
UU NOMOR 5 TAHUN 1960
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA

• Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan


Pasal 7 penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan

• Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk


mencapai tujuan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) diatur
Pasal 17 Ayat (1) luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai
dengan sesuatu hak tersebut dalam pasal 16 oleh satu keluarga
atau badan hukum.

• Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini


Pasal 17 Ayat (2) dilakukan dengan peraturan perundangan didalam waktu yang
singkat.

• Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum


termaksud dalam ayat (2) pasal ini diambil oleh Pemerintah dengan
Pasal 17 Ayat (3) ganti kerugian, untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang
membutuhkan menurut ketentuan-ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah.
ANAN
SINERGI UU NOMOR 5 TAHUN 1960
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA

• Tercapainya batas minimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini,


Pasal 17 Ayat (4) yang akan ditetapkan dengan peraturan perundangan,
dilaksanakan secara berangsur-angsur.

Pasal 21 ayat (1) • Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.

Pasal 21 Ayat (2) • Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat
mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.
ANAN
SINERGI UUINTEGRITAS
NOMOR 5 TAHUN 1960
ANPROFESIONALISME
PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA

Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1963 tentang Penunjukkan Badan-Badan Hukum


yang Dapat Mempunyai Hak Milik atas Tanah

a. Bank Negara untuk tugasnya dan perumahan pegawai, jika


tidak diperlukan, dalam waktu 1 (satu) tahun harus dialihkan;
b. Perkumpulan Koperasi Pertanian, yang luasnya tidak
melebihi batas maksimum (UU No. 56 Prp 1960, tidak boleh
lebih dari 20 hektar);
c. Badan-badan keagamaan dan sosial untuk keperluan
langsung yang berhubungan dengan usaha keagamaan
sosial
Beberapa Ketentuan Yang Perlu Mendapat Perhatian

2
UU NOMOR 4 TAHUN 1996
TENTANG HAK TANGGUNGAN
ATAS TANAH BESERTA
BENDA-BENDA YANG BERKAITAN
DENGAN TANAH
UU NOMOR 4 TAHUN 1996
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN
INTEGRITAS
DENGAN TANAH

Pasal 7 • Hak Tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut berada.

• Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang
Pasal 9 berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.

• Ayat (2) huruf e: Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak
Pasal 11 untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji.

• Ayat 1 : Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.


Pasal 13 • Ayat 5 : Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku-tanah Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

• Ayat (2) Sertifikat Hak Tanggungan memuat irah-irah dengan kata-kata


“Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
• Ayat (3) : Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud
Pasal 14 pada ayat (2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama
dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte Hypotheek sepanjang
mengenai hak atas tanah.
UU NOMOR 4 TAHUN 1996
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN
INTEGRITAS
DENGAN TANAH

• Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris
atau akta PPAT dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada
membebankan Hak Tanggungan;
b. tidak memuat kuasa substitusi;
c. mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama
serta identitas kreditornya, nama dan identitas debitor apabila debitor bukan
pemberi Hak Tanggungan.

• Pada asasnya pembebanan Hak Tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi
Hak Tanggungan. Hanya apabila benar-benar diperlukan, yaitu dalam hal pemberi
Pasal 15 Ayat (1) Hak Tanggungan tidak dapat hadir dihadapan PPAT, diperkenankan penggunaan
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. Sejalan dengan itu, surat kuasa
tersebut harus diberikan langsung oleh pemberi Hak Tanggungan dan
harus memenuhi persyaratan mengenai muatannya sebagaimana ditetapkan pada
ayat ini. Tidak dipenuhinya syarat ini mengakibatkan surat kuasa yang
bersangkutan batal demi hukum, yang berarti bahwa surat kuasa yang
bersangkutan tidak dapat digunakan sebagai dasar pembuatan Akta Pemberian
Hak Tanggungan. PPAT wajib menolak permohonan untuk membuat Akta
Pemberian Hak Tanggungan, apabila Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan tidak dibuat sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan atau tidak
memenuhi persyaratan termaksud di atas.
UU NOMOR 4 TAHUN 1996
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN
DENGAN TANAH

• Jika piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan beralih karena


cessie, subrogasi, pewarisan, atau sebab-sebab lain, Hak Tanggungan
tersebut ikut beralih karena hukum kepada kreditor yang baru.

• Penjelasan :
✔ Cessie adalah perbuatan hukum mengalihkan piutang oleh kreditor
pemegang Hak Tanggungan kepada pihak lain.
✔ Subrogasi adalah penggantian kreditor oleh pihak ketiga yang melunasi
utang debitor.
Pasal 16 Ayat (1) ✔ Yang dimaksud dengan sebab-sebab lain adalah hal-hal lain selain yang
dirinci pada ayat ini, misalnya dalam hal terjadi pengambilalihan atau
penggabungan perusahaan sehingga menyebabkan beralihnya piutang
dari perusahaan semula kepada perusahaan yang baru. Karena
beralihnya Hak Tanggungan yang diatur dalam ketentuan ini terjadi
karena hukum, hal tersebut tidak perlu dibuktikan dengan akta yang
dibuat oleh PPAT. Pencatatan beralihnya Hak Tanggungan ini cukup
dilakukan berdasarkan akta yang membuktikan beralihnya piutang yang
dijamin kepada kreditor yang baru.
UU NOMOR 4 TAHUN 1996
ANAN
SINERGI INTEGRITASTENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN
ANPROFESIONALISME
DENGAN TANAH

• Beralihnya Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud


Pasal 16 Ayat (2) pada ayat (1)wajib didaftarkan oleh kreditor yang baru
kepada Kantor Pertanahan.

Ayat (1):
HakTanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut:
a. hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;
b. dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan;
c. pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh
Ketua Pengadilan Negeri; dan
Pasal 18 d. hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.
Ayat (4) :
Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani
Hak Tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijamin.
UU NOMOR 4 TAHUN 1996
ANAN
SINERGI INTEGRITASTENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN
ANPROFESIONALISME
DENGAN TANAH

Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan:


a. hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek
HakTanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau;
b. titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak
Pasal 20 Ayat (1) Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara
yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk
pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak
mendahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya.

• Sampai saat pengumuman untuk lelang dikeluarkan, penjualan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihindarkan
dengan pelunasan utang yang dijamin dengan Hak
Tanggungan itu beserta biaya-biaya eksekusi yang telah
Pasal 20 Ayat (5) dikeluarkan.
• Penjelasan : Untuk menghindarkan pelelangan obyek Hak
Tanggungan, pelunasan utang dapat dilakukan sebelum
saat pengumuman lelang dikeluarkan.
Beberapa Ketentuan Yang Perlu Mendapat Perhatian

3
PP NOMOR 24 TAHUN 1997
TENTANG
PENDAFTARAN TANAH
PP NOMOR 24 TAHUN 1997
ANAN
SINERGI TENTANG
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
PENDAFTARAN TANAH

• Peralihan hak melalui pemindahan hak dengan


lelang hanya dapat didaftar jika dibuktikan
Pasal 41 ayat (1)
dengan kutipan risalah lelang yang dibuat oleh
Pejabat Lelang

• Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja


sebelum suatu bidang tanah atau satuan rumah
susun dilelang baik dalam rangka lelang
eksekusi maupun lelang non eksekusi, Kepala
Pasal 41 ayat (2)
Kantor Lelang wajib meminta keterangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 kepada
Kantor Pertanahan mengenai bidang tanah atau
satuan rumah susun yang akan dilelang

• Kepala Kantor Pertanahan mengeluarkan


keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat
Pasal 41 ayat (3) (2) selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja
setelah diterimanya permintaan dari Kepala
Kantor Lelang
PP NOMOR 24 TAHUN 1997
ANAN
SINERGI TENTANG
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
PENDAFTARAN TANAH

Kepala Kantor Lelang menolak melaksanakan


lelang, apabila :
a. mengenai tanah yang sudah terdaftar atau hak
milik atas satuan rumah susun :
1) kepadanya tidak diserahkan sertifikat asli
hak yang bersangkutan, kecuali dalam hal
Pasal 41 ayat (4. a) lelang eksekusi yang dapat tetap
dilaksanakan walaupun sertifikat asli hak
tersebut tidak diperoleh oleh Pejabat Lelang
dari pemegang haknya; atau
2) sertifikat yang diserahkan tidak sesuai
dengan daftar-daftar yang ada di Kantor
Pertanahan; atau
PP NOMOR 24 TAHUN 1997
ANAN
SINERGI TENTANG
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
PENDAFTARAN TANAH

b. mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak


disampaikan:
1) surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
(1), atau surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang
menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang
Pasal 41 ayat (4. b) tanah tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
(2); dan
2) surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang
bersangkutan belum bersertifikat dari Kantor Pertanahan, atau
untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan
Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan
dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan; atau

c. ada perintah Pengadilan Negeri untuk tidak melaksanakan


Pasal 41 ayat (4. c) lelang berhubung dengan sengketa mengenai tanah yang
bersangkutan.
PP NOMOR 24 TAHUN 1997
ANAN
SINERGI TENTANG
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
PENDAFTARAN TANAH

Untuk pendaftaran peralihan hak yang diperoleh melalui


lelang disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan:
a. kutipan risalah lelang yang bersangkutan;
b. 1) sertifikat hak milik atas satuan rumah susun atau hak
atas tanah yang dilelang jika bidang tanah yang
bersangkutan sudah terdaftar; atau
2) dalam hal sertifikat tersebut tidak diserahkan kepada
Pasal 41 ayat (5) pembeli lelang eksekusi, surat keterangan dari Kepala
Kantor Lelang mengenai alasan tidak diserahkannya
sertifikat tersebut; atau
3) jika bidang tanah yang bersangkutan belum terdaftar,
surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf
b Pasal ini;
c. bukti identitas pembeli lelang;
d. bukti pelunasan harga pembelian.
PP NOMOR 24 TAHUN 1997
ANAN
SINERGI TENTANG
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
PENDAFTARAN TANAH

Pasal 45 ayat
(1)
Kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran peralihan
atau pembebanan hak, jika salah satu syarat di bawah ini tidak dipenuhi :
a. sertifikat atau surat keterangan tentang keadaan hak atas tanah tidak sesuai
lagi dengan daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan;
b. perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) tidak
dibuktikan dengan akta PPAT atau kutipan risalah lelang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41, kecuali dalam keadaan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2);
c. dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran peralihan atau pembebanan
hak yang bersangkutan tidak lengkap;
d. tidak dipenuhi syarat lain yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan;
e. tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa di Pengadilan;
f. perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta PPAT batal atau dibatalkan
oleh putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
atau
g. perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1)
dibatalkan oleh para pihak sebelum didaftar oleh Kantor Pertanahan.
PP NOMOR 24 TAHUN 1997
ANAN
SINERGI TENTANG
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
PENDAFTARAN TANAH

Penjelasan Pasal 45 ayat (1)


Akta PPAT merupakan alat membuktikan telah dilakukannya
suatu perbuatan hukum. Oleh karena itu apabila perbuatan
hukum itu batal atau dibatalkan, akta PPAT yang bersangkutan
tidak berfungsi lagi sebagai bukti perbuatan hukum tersebut.
Dalam pada itu apabila suatu perbuatan hukum dibatalkan
sendiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan sedangkan
perbuatan hukum itu sudah didaftar di Kantor Pertanahan,
maka pendaftaran tidak dapat dibatalkan. Perubahan data
pendaftaran tanah menurut pembatalan perbuatan hukum itu
harus didasarkan atas alat bukti lain, misalnya putusan
Pengadilan atau akta PPAT mengenai perbuatan hukum yang
baru.
PP NOMOR 24 TAHUN 1997
ANAN
SINERGI TENTANG
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
PENDAFTARAN TANAH

2. Penolakan Kepala Kantor Pertanahan dilakukan secara


Pasal 45 ayat (2) tertulis, dengan menyebut alasan-alasan penolakan itu.

3. Surat penolakan disampaikan kepada yang


berkepentingan, disertai pengembalian berkas
permohonannya, dengan salinan kepada PPAT atau
Kepala Kantor Lelang yang bersangkutan.
Pasal 45 ayat (3)

Pendaftaran peralihan hak tanggungan dilakukan


dengan mencatatnya pada buku tanah serta sertifikat
hak tanggungan yang bersangkutan dan pada buku
Pasal 53 tanah serta sertifikat hak yang dibebani berdasarkan
surat tanda bukti beralihnya piutang yang dijamin
karena cessie, subrogasi, pewarisan atau
penggabungan serta peleburan perseroan.
PP NOMOR 24 TAHUN 1997
ANAN
SINERGI TENTANG
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
PENDAFTARAN TANAH

Pasal 60
1) Penggantian sertifikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah
susun yang tidak diserahkan kepada pembeli lelang dalam lelang
eksekusi didasarkan atas surat keterangan dari Kepala Kantor Lelang
yang bersangkutan yang memuat alasan tidak dapat diserahkannya
sertifikat tersebut kepada pemenang lelang.

2) Kepala Kantor Pertanahan mengumumkan telah ditertibkannya sertifikat


pengganti untuk hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak berlakunya lagi sertifikat
yang lama dalam salah satu surat kabar harian setempat atas biaya
pemohon.
Beberapa Ketentuan Yang Perlu Mendapat Perhatian

4
UU 24 TAHUN 2004
tentang Lembaga Penjamin
Simpanan
&
UU 40 TAHUN 2007
tentang Perseroan Terbatas
UU 24 TAHUN 2004
ANAN
SINERGI tentang
ANPROFESIONALISMELembaga Penjamin Simpanan & UU 40 TAHUN 2007
INTEGRITAS
tentang Perseroan Terbatas

004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan


h u n 2
. 2 4 Ta
UU No

l 46
Pasa
(1) Pelaksanaan likuidasi bank dilakukan oleh tim likuidasi
(2) Dengan terbentuknya tim likuidasi, tanggung jawab dan
kepengurusan bank dalam likuidasi dilaksanakan oleh
tim likuidasi
(3) Dalam melaksanakan tugasnya, tim likuidasi berwenang
mewakili bank dalam likuidasi dalam segala hal yang
berkaitan dalam penyelesaian hak dan kewajiban bank
tersebut
UU 24 TAHUN 2004
ANAN
SINERGI tentang
ANPROFESIONALISMELembaga Penjamin Simpanan & UU 40 TAHUN 2007
INTEGRITAS
tentang Perseroan Terbatas

n 2004
Ta h u Tentang Lembaga Penjamin Simpanan
N o . 24
UU
Pasal 47

(1) Sejak terbentuknya tim likuidasi, direksi dan dewan komisaris


bank dalam likuidasi menjadi non aktif.
(2) Pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris serta
pegawai dan mantan pegawai bank dalam likuidasi
berkewajiban untuk setiap saat membantu memberikan
segala data dan informasi yang diperlukan oleh tim likuidasi.
(3) Pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris serta
pegawai bank dalam likuidasi dilarang secara langsung atau
tidak langsung menghambat proses likuidasi.
UU 24 TAHUN 2004
ANAN
SINERGI tentang
ANPROFESIONALISMELembaga Penjamin Simpanan & UU 40 TAHUN 2007
INTEGRITAS
tentang Perseroan Terbatas

n 2004
Ta h u Tentang Lembaga Penjamin Simpanan
N o . 24
UU
Pasal 48

Pelaksanaan likuidasi bank oleh tim likuidasi wajib


diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua)
tahun terhitung sejak tanggal pembentukan tim likuidasi
dan dapat diperpanjang oleh LPS paling banyak 2 (dua)
kali masing-masing paling lama 1 (satu) tahun.

Pasal 49
Pengawasan atas pelaksanaan likuidasi bank dilakukan
oleh LPS.
UU 24 TAHUN 2004
ANAN
SINERGI tentang
ANPROFESIONALISMELembaga Penjamin Simpanan & UU 40 TAHUN 2007
INTEGRITAS
tentang Perseroan Terbatas

n 2004
Ta h u Tentang Lembaga Penjamin Simpanan
N o . 24
UU

Pasal 53

Likuidasi bank dapat dilakukan dengan cara:


a) Pencairan aset dan/atau penagihan piutang kepada
para debitur diikuti dengan pembayaran kewajiban
bank kepada pada kreditur dari hasil pencairan
dan/atau penagihan tersebut; atau
b) Pengalihan aset dan kewajiban bank kepada pihak
lain berdasarkan persetujuan LPS
UU 24 TAHUN 2004
ANAN
SINERGI tentang
ANPROFESIONALISMELembaga Penjamin Simpanan & UU 40 TAHUN 2007
INTEGRITAS
tentang Perseroan Terbatas

n 2007
Ta h u
o .40 Tentang Perseroan Terbatas
UU N

Pasal 142
ayat (2) huruf b
dalam hal terjadi pembubaran perseroan, maka Perseroan
tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlakukan
untuk membereskan semua urusan Perseroan dalam rangka
likuidasi

Pasal 143
ayat (1)
pembubaran Perseroan tidak mengakibatkan Perseroan
kehilangan status badan hukum sampai selesainya likuidasi
dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau
pengadilan
Beberapa Ketentuan Yang Perlu Mendapat Perhatian

5
Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Perdata (HIR)
S 1941 No. 44
ANAN
SINERGI Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR)
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
S 1941 No. 44

l1 95
Pasa Ayat (6)

Perlawanan terhadap keputusan, juga dari orang


lain yang menyatakan bahwa barang yang disita
miliknya, dihadapkan serta diadili seperti segala
perselisihan tentang upaya paksa yang
diperintahkan oleh pengadilan negeri, yang dalam
daerah miliknya terjadi penjalanan keputusan ini.
ANAN
SINERGI Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR)
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
S 1941 No. 44

s al 200
IR P a
H Ayat (4)

Orang yang dikalahkan, berwenang untuk


menentukan urutan penjualan barang yang disita
itu.

Ayat (5)

Segera setelah hasil penjualan itu mencapai jumlah


tersebut dalam keputusan ditambah dengan biaya
pelaksanaan keputusan itu, penjualan itu akan
dihentikan; barang selebihnya, harus dikembalikan
pada saat itu kepada orang yang kalah itu.
ANAN
SINERGI Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR)
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
S 1941 No. 44

s al 200
IR P a
H

Ayat (11)

Jika seseorang enggan meninggalkan barang tetapnya yang


dijual, maka ketua pengadilan negeri akan membuat surat
perintah kepada orang yang berwenang, untuk menjalankan
surat juru sita dengan bantuan panitera pengadilan negeri
atau seorang pegawai bangsa Eropa yang ditunjuk oleh
ketua, dan jika perlu dengan bantuan polisi, supaya barang
tetap itu ditinggalkan dan dikosongkan oleh orang yang dijual
barangnya serta oleh sanak saudaranya. (Rv. 526, 1033.)
Beberapa Ketentuan Yang Perlu Mendapat Perhatian

6
UU No. 8 Tahun 1981 Tentang
KUHAP
ANAN
SINERGI UUINTEGRITAS
No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP
ANPROFESIONALISME

l2 70
Pasa

Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah


memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan
oleh jaksa, yang untuk itu panitera
mengirimkan salinan surat putusan
kepadanya.
ANAN
SINERGI UUINTEGRITAS
No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP
ANPROFESIONALISME

l 27 3
Pasa

(3)
Jika putusan pengadilan juga menetapkan bahwa
Ay at
barang bukti dirampas untuk negara, selain
pengecualian sebagaimana tersebut pada Pasal 46,
jaksa menguasakan benda tersebut kepada kantor
lelang negara dan dalam waktu tiga bulan untuk
dijual lelang, yang hasilnya dimasukkan ke kas
negara untuk dan atas nama jaksa.

(4 )
Ayat Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (3)
dapat diperpanjang untuk paling lama satu bulan.
Beberapa Ketentuan Yang Perlu Mendapat Perhatian

7
Peraturan Pemerintah RI Nomor 40
Tahun 1996 Tentang Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan dan
Hak Pakai atas Tanah
Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah

a s a l2
P

Yang dapat memenuhi Hak Guna Usaha


adalah:
a. Warga Negara Indonesia
b. Badan Hukum yang didirikan menurut
hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITASGuna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah

Pasal 5

1. Luas minimum tanah yang dapat diberikan dengan Hak


Guna Usaha adalah lima hektar.
2. Luas maksimum tanah yang dapat diberikan dengan
Hak Guna Usaha kepada perorangan adalah dua puluh
lima hektar.
3. Luas maksimum tanah yang dapat diberikan dengan
Hak Guna Usaha kepada badan hukum ditetapkan
oleh Menteri dengan memperhatikan pertimbangan
dari pejabat yang berwenang di bidang usaha yang
bersangkutan, dengan mengingat luas yang diperlukan
untuk pelaksanaan suatu usaha yang paling berdaya
guna di bidang yang bersangkutan.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITASGuna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah

l19
Pasa

Yang dapat menjadi pemegang Hak Guna


Bangunan adalah:
1. Warga Negara Indonesia;
2. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah

l21
Pasa

Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna


Bangunan adalah:
1. Tanah Negara;
2. Tanah Hak Pengelolaan;
3. Tanah Hak Milik.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah

l33
Pasa

1. Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan


utang dengan dibebani Hak Tanggungan.
2. Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hapus dengan hapusnya Hak
Guna Bangunan.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha,
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah

l3 4
Pasa

Ayat (1)
Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan
kepada pihak lain.

Ayat (7)
Peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak
Pengelolaan harus dengan persetujuan tertulis
dari pemegang Hak Guna Pengelolaan.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha,
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah

l36
Pasa

1. Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Negara


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 mengakibatkan
tanahnya menjadi tanah Negara.
2. Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak
Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan
pemegang Hak Pengelolaan.
3. Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 mengakibatkan
tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak
Milik.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha,
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah

Pasal 39

Yang dapat mempunyai Hak Pakai adalah:


a. Warga Negara Indonesia;
b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia
dan berkedudukan di Indonesia;
c. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen,
dan Pemerintah Daerah;
d. Badan-badan keagamaan dan sosial;
e. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
f. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di
Indonesia;
g. Perwakilan negara asing dan pewakilan badan
Internasional.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha,
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah

l41
Pasa

Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Pakai


adalah:
a. Tanah Negara;
b. Tanah Hak pengelolaan;
c. Tanah Hak Milik.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITASGuna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah

Pasal 45

1. Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 diberikan untuk


jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun dan dapat diperpanjang
untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun atau diberikan untuk
jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan
untuk keperluan tertentu.
2. Sesudah jangka waktu Hak Pakai atau perpanjangannya sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) habis, kepada pemegang hak dapat diberikan
pembaharuan Hak Pakai atas tanah yang sama.
3. Hak Pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan
selama dipergunakan untuk keperluan tertentu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diberikan kepada:
a) Departemen Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan
Pemerintah Daerah;
b) Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional;
c) Badan keagamaan dan badan sosial.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah

Penjelasan Pasal 45
Ayat (1)
Hak Pakai dapat pula diberikan untuk waktu yang tidak ditentukan
selama tanahnya digunakan untuk keperluan tertentu. Hal ini
dimaksudkan untuk menjamin dipenuhinya keperluan tanah untuk
keperluan tertentu secara berkelanjutan, misalnya untuk keperluan
kantor lembaga pemerintah, untuk kantor perwakilan negara asing dan
perwakilan badan Internasional beserta kediaman Kepala
Perwakilannya dan untuk keperluan melaksanakan fungsi badan
keagamaan dan badan sosial.
Hak Pakai yang diberikan untuk waktu yang tidak ditentukan selama
tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu tidak dapat dialihkan
kepada pihak lain, akan tetapi dapat dilepaskan oleh pemegang
haknya sehingga menjadi tanah Negara untuk kemudian dimohon
dengan hak baru oleh pihak lain tersebut.
Beberapa Ketentuan Yang Perlu Mendapat Perhatian

8
Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997
Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah
Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITASTahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

l1 26
Pasa

(1) Pihak yang berkepentingan dapat minta dicatat dalam


buku tanah bahwa suatu hak atas tanah atau Hak Milik
Atas Satuan Rumah Susun akan dijadikan obyek
gugatan di Pengadilan dengan menyampaikan salinan
surat gugatan yang bersangkutan.
(2) Catatan tersebut hapus dengan sendirinya dalam waktu
30 (tiga puluh) hari terhitung dari tanggal pencatatan atau
apabila pihak yang minta pencatatan telah mencabut
permintaannya sebelum waktu tersebut berakhir.
Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITASTahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

l1 26
Pasa

(3) Apabila hakim yang memeriksa perkara sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) memerintahkan status quo atas hak
atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang
bersangkutan, maka perintah tersebut dicatat dalam buku
tanah.
(4) Catatan mengenai perintah status quo tersebut pada ayat
(3) hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 (tiga puluh)
hari kecuali apabila diikuti dengan putusan sita jaminan yang
salinan resmi dan berita acara eksekusinya disampaikan
kepada Kepala Kantor Pertanahan.
Beberapa Ketentuan Yang Perlu Mendapat Perhatian

9
UU NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG
PERADILAN AGAMA
UU NOMOR 7 TAHUN 1989
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
TENTANG PERADILAN AGAMA

Pasal 54

Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan


dalam lingkungan Peradilan Agama adalah
Hukum Acara Perdata yang berlaku pada
Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum,
kecuali yang telah diatur secara khusus dalam
Undang-undang ini.
UU NOMOR 7 TAHUN 1989
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
TENTANG PERADILAN AGAMA

Angka 6 Penjelasan Umum

Peradilan Agama adalah salah satu dari empat lingkungan peradilan


negara yang dijamin kemerdekaannya dalam menjalankan tugasnya
sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

Peradilan Agama yang kewenangannya mengadili perkara-perkara


tertentu dan mengenai golongan rakyat tertentu, yaitu mereka yang
beragama Islam, sejajar dengan peradilan yang lain.

Sebaliknya untuk memantapkan kemandirian Peradilan Agama oleh


Undang-undang ini diadakan Juru Sita, sehingga Pengadilan Agama
melaksanakan keputusannya sendiri, dan tugas-tugas kepaniteraan
dan kesekretariatan tidak terganggu oleh tugas-tugas kejurusitaan.
Beberapa Ketentuan Yang Perlu Mendapat Perhatian

10
UU NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN
ATAS UU NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG
PERADILAN AGAMA
ANAN
SINERGI INTEGRITASUU NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU
ANPROFESIONALISME
NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

Pasal 49

Pengadilan agama bertugas dan berwenang


memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara di tingkat pertama antara orang-orang
yang beragama Islam di bidang perkawinan,
waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq,
shadaqah, dan ekonomi syariah.
ANAN
SINERGI INTEGRITASUU NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU
ANPROFESIONALISME
NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

Penjelasan Pasal 49

Penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi di bidang perbankan


syariah, melainkan juga di bidang ekonomi syari'ah lainnya.

Yang dimaksud dengan "antara orang-orang yang beragama Islam"


adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya
menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai
hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan
ketentuan Pasal ini.

Yang dimaksud dengan "ekonomi svariah" adalah perbuatan atau


kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara
lain meliputi bank svariah, asuransi syariah, reksa dana syariah,
sekuritas syariah, pembiavaan svariah, pegadaian syariah, dan bisnis
syariah.
ANAN
SINERGI INTEGRITASUU NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU
ANPROFESIONALISME
NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

Pasal 50
(1) Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain
dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49,
khusus mengenai objek sengketa tersebut harus diputus
lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Umum.
(2) Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang subjek hukumnya antara orang-orang
yang beragama Islam, objek sengketa tersebut diputus oleh
pengadilan agama bersama-sama perkara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49.
ANAN
SINERGI INTEGRITASUU NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU
ANPROFESIONALISME
NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

Penjelasan Pasal 50 ayat (2)

Ketentuan ini memberi wewenang kepada pengadilan


agama untuk sekaligus memutuskan sengketa milik atau
keperdataan lain yang terkait dengan objek sengketa yang
diatur dalam Pasal 49 apabila subjek sengketa antara
orang orang yang beragama Islam.

Hal ini menghindari upaya memperlambat atau mengulur


waktu penyelesaian sengketa karena alasan adanya
sengketa milik atau keperdataan lainnya tersebut sering
dibuat oleh pihak yang merasa dirugikan dengan adanya
gugatan di pengadilan agama.
Beberapa Ketentuan Yang Perlu Mendapat Perhatian

11
UU NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG
PERBANKAN SYARIAH
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 21 TAHUN 2008
INTEGRITAS
TENTANG PERBANKAN SYARIAH

Pasal 55

1) Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh


pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama.

2) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian


sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad.

3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) tidak boleh bertentangan dengan Prinsip Syariah.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 21 TAHUN 2008
INTEGRITAS
TENTANG PERBANKAN SYARIAH
Penjelasan Pasal 55 ayat (2)
Yang dimaksud dengan "penyelesaian sengketa
dilakukan sesuai dengan isi Akad" adalah upaya sebagai
berikut:
a. musyawarah;
b. mediasi perbankan;
c. melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas)
atau lembaga arbitrase lain; dan/atau
d. melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Umum.
(Putusan MK No. 93/PUU-X/2012 tanggal 29 Agustus
2013, menyatakan penjelasan ini tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat)
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME Putusan MK Nomor 93/PUU-X/2012
INTEGRITAS
tanggal 29 Agustus 2013

Memuat Amar antara lain:


Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat. Pertimbangan:
• Penjelasan Pasal 55 ayat (2), telah membatasi bentuk-bentuk
penyelesaian non litigasi yang dapat dipilih, dan juga telah
membentuk norma baru yang bertentangan dengan pasal dan
ayat yang dijelaskan, yaitu bahwa para pihak diberikan hak
melalui akad yang dibuatnya mengalihkan kekuasaan
pengadilan dalam lingkungan peradilan agama menjadi
kekuasaan pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
Beberapa Ketentuan Yang Perlu Mendapat Perhatian

12
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2006
TENTANG
SISTEM RESI GUDANG
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG
INTEGRITAS
SISTEM RESI GUDANG

Pasal 4

(1) Resi Gudang dapat dialihkan, dijadikan jaminan


utang, atau digunakan sebagai dokumen
penyerahan barang.

(2) Resi Gudang sebagai dokumen kepemilikan


dapat dijadikan jaminan utang sepenuhnya tanpa
dipersyaratkan adanya agunan lainnya.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG
INTEGRITAS
SISTEM RESI GUDANG

Pasal 6

(2) Pengelola Gudang menerbitkan Resi


Gudang untuk setiap penyimpanan barang
setelah pemilik barang menyerahkan
barangnya.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG
INTEGRITAS
SISTEM RESI GUDANG

Pasal 8
(1)Pengalihan Resi Gudang Atas Nama dilakukan dengan
akta autentik.
(2)Pengalihan Resi Gudang Atas Perintah dilakukan dengan
endosemen yang disertai penyerahan Resi Gudang.
(3) Pihak yang mengalihkan Resi Gudang wajib melaporkan
kepada Pusat Registrasi.
(4) Resi Gudang yang telah jatuh tempo tidak dapat dialihkan.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG
INTEGRITAS
SISTEM RESI GUDANG

Pasal 13
Penerima Hak Jaminan harus
memberitahukan perjanjian pengikatan Resi
Gudang sebagai Hak Jaminan kepada Pusat
Registrasi dan Pengelola Gudang.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG
INTEGRITAS
SISTEM RESI GUDANG

Pasal 14

(1) Pembebanan Hak Jaminan terhadap Resi


Gudang dibuat dengan Akta Perjanjian Hak
Jaminan.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG
INTEGRITAS
SISTEM RESI GUDANG

Pasal 16
(1) Apabila pemberi Hak Jaminan cedera janji, penerima Hak
Jaminan mempunyai hak untuk menjual objek jaminan
atas kekuasaan sendiri melalui lelang umum atau
penjualan langsung.

(3) Penjualan objek jaminan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) hanya dapat dilakukan atas sepengetahuan pihak
pemberi Hak Jaminan.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS UU NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG
SISTEM RESI GUDANG

Pasal 17

(1) Penyerahan Barang wajib dilakukan oleh Pengelola


Gudang kepada Pemegang Resi Gudang pada saat Resi
Gudang telah jatuh tempo atau atas permintaan
Pemegang Resi Gudang.

(2) Pengelola Gudang menyerahkan Barang kepada


Pemegang Resi Gudang terakhir.
II. Beberapa Ketentuan Yang Perlu Mendapat Perhatian

13
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2011
TENTANG
RUMAH SUSUN
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN
INTEGRITAS

Pasal 17
Rumah susun dapat dibangun di atas tanah:
a. hak milik;
b. hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara; dan
c. hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan.

Pasal 18
Selain dibangun di atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17, rumah susun umum dan/atau rumah susun khusus
dapat dibangun dengan:
a. pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah; atau
b. pendayagunaan tanah wakaf.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN
INTEGRITAS

Pasal 19
(1) Pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa
tanah untuk pembangunan rumah susun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a
dilakukan dengan cara sewa atau kerja sama
pemanfaatan.

(2) Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus


telah diterbitkan sertifikat hak atas tanah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Pelaksanaan sewa atau kerja sama pemanfaatan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN
INTEGRITAS

Pasal 21
(1) Pemanfaatan dan pendayagunaan tanah untuk pembangunan
rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan
Pasal 20 harus dilakukan dengan perjanjian tertulis di hadapan
pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

(2) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


sekurang-kurangnya memuat:
a. hak dan kewajiban penyewa dan pemilik tanah;
b. jangka waktu sewa atas tanah;
c. kepastian pemilik tanah untuk mendapatkan pengembalian
tanah pada akhir masa perjanjian sewa; dan
d. jaminan penyewa terhadap tanah yang dikembalikan tidak
terdapat permasalahan fisik, administrasi, dan hukum.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN
INTEGRITAS

Pasal 21

(3) Jangka waktu sewa atas tanah sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) huruf b diberikan selama 60 (enam puluh)
tahun sejak ditandatanganinya perjanjian tertulis.

(4) Penetapan tarif sewa atas tanah dilakukan oleh Pemerintah


untuk menjamin keterjangkauan harga jual sarusun umum
bagi MBR.

(5) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dicatatkan di kantor pertanahan.

MBR: Masyarakat Berpenghasilan Rendah


ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN
INTEGRITAS

Pasal 22

(3) Dalam hal pembangunan rumah susun dilakukan di atas


tanah hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak
pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf
c, pelaku pembangunan wajib menyelesaikan status hak
guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
sebelum menjual sarusun yang bersangkutan.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN
INTEGRITAS

Pasal 45
(1) Penguasaan sarusun pada rumah susun umum dapat
dilakukan dengan cara dimiliki atau disewa.

(2) Penguasaan sarusun pada rumah susun khusus dapat


dilakukan dengan cara pinjam-pakai atau sewa.

(3) Penguasaan terhadap sarusun pada rumah susun negara


dapat dilakukan dengan cara pinjam-pakai, sewa, atau
sewa-beli.

(4) Penguasaan terhadap sarusun pada rumah susun komersial


dapat dilakukan dengan cara dimiliki atau disewa.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN
INTEGRITAS

Pasal 45
(5) Penguasaan sarusun dengan cara sewa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (4) dilakukan dengan perjanjian tertulis yang
dibuat di hadapan pejabat yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus


didaftarkan pada PPPSRS.

(7) Tata cara pelaksanaan pinjam-pakai atau sewa sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) diatur dalam peraturan pemerintah.

(8) Tata cara pelaksanaan pinjam-pakai, sewa, atau sewa-beli


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
PPPSRS: Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Sarusun
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN
INTEGRITAS

Pasal 47

(4) SHM sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


diterbitkan oleh kantor pertanahan kabupaten/ kota.

(5) SHM sarusun dapat dijadikan jaminan utang dengan


dibebani hak tanggungan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN
INTEGRITAS

Pasal 48
(3) SKBG sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diterbitkan oleh instansi teknis kabupaten/kota
yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang
bangunan gedung.

(4) SKBG sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani
fidusia sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

SKBG : Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung


Beberapa Ketentuan Yang Perlu Mendapat Perhatian

14
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 1999
TENTANG
JAMINAN FIDUSIA
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
UU NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu
benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan
bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan
tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Pasal 9
(1). Jaminan Fidusia dapat diberikan terhadap satu
atau lebih satuan atau jenis benda, termasuk
piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan
diberikan maupun yang diperoleh kemudian.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
UU NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Pasal 15
(1). Dalam sertifikat Jaminan fidusia sebagaimana dimaksud
dalam pasal 14 ayat (1) dicantumkan kata-kata "DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA
ESA".

(2). Sertifikat Jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam


ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama
dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.

(3). Apabila debitor cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai


hak untuk menjual Benda yang menjadi obyek Jaminan
Fidusia atas kekuasaannya sendiri.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
UU NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Pasal 17
Pemberi Fidusia dilarang melakukan fidusia ulang
terhadap Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia
yang sudah terdaftar.

Pasal 20
Jaminan Fidusia tetap mengikuti Benda yang menjadi
obyek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda
tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda
persediaan yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
UU NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Pasal 21
(3). Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia yang
telah dialihkan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) wajib diganti oleh Pemberi Fidusia dengan
obyek yang setara.

(4). Dalam hal Pemberi Fidusia cidera janji, maka hasil


pengalihan dan atau tagihan yang timbul karena
pengalihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
demi hukum menjadi obyek Jaminan Fidusia
pengganti dari obyek Jaminan fidusia yang
dialihkan.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
UU NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Pasal 23
(2) Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau
menyewakan kepada pihak lain Benda yang menjadi obyek
Jaminan Fidusia yang tidak merupakan benda persediaan,
kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari
Penerima Fidusia.

Pasal 28
Apabila atas Benda yang sama menjadi obyek Jaminan Fidusia
lebih dari 1 (satu) perjanjian Jaminan Fidusia,maka hak yang
didahulukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27, diberikan
kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya pada Kantor
Pendaftaran Fidusia.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
UU NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Pasal 29
(1). Apabila debitor atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap
Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara:
a. pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam pasal 15
ayat (2) oleh Penerima Fidusia;
b. penjualan Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia atas kekuasaan
Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
c. penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan
Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat
diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

(2). Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c


dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara
tertulis oleh Pemberi dan atau Penerima Fidusia kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang
beredar di daerah yang bersangkutan.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
UU NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia


Nomor 18/PUU-XVII/2019 tanggal 6 Januari 2020

AMAR PUTUSAN

1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;


2. Menyatakan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa
“kekuatan eksekutorial” dan frasa “sama dengan putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan
tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara
sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan
prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus
dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan
yang telah berkekuatan hukum tetap”;
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
UU NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia


Nomor 18/PUU-XVII/2019 tanggal 6 Januari 2020

AMAR PUTUSAN

3. Menyatakan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “cidera janji” bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “adanya cidera janji tidak
ditentukan secara sepihak oleh kreditur melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditur
dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cidera janji”;
4. Menyatakan Penjelasan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “kekuatan eksekutorial”
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan
fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji dan debitur keberatan menyerahkan
secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur
hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku
sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum
tetap”;
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITAS
UU NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia


Nomor 18/PUU-XVII/2019 tanggal 6 Januari 2020

AMAR PUTUSAN

5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia


sebagaimana mestinya;
6. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.
Beberapa Ketentuan Yang Perlu Mendapat Perhatian

15
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2009
TENTANG
PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
UU NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITASPAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

Pasal 87
(1) Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan adalah Nilai Perolehan
Objek Pajak.

(2) Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), dalam hal:
o. penunjukan pembeli dalam lelang adalah
harga transaksi yang tercantum dalam
risalah lelang.
UU NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITASPAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

Pasal 91
(2) Kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara
hanya dapat menandatangani risalah lelang Perolehan Hak
atas Tanah dan/atau Bangunan setelah Wajib Pajak
menyerahkan bukti pembayaran pajak.

Pasal 92
(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan kepala kantor yang
membidangi pelayanan lelang negara melaporkan
pembuatan akta atau risalah lelang Perolehan Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan kepada Kepala Daerah paling
lambat pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
UU NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITASPAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

Pasal 93
(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan kepala kantor yang
membidangi pelayanan lelang negara, yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1)
dan ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa denda
sebesar Rp7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah)
untuk setiap pelanggaran.

(2) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan kepala kantor yang


membidangi pelayanan lelang negara, yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1)
dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar
Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap
laporan.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITASPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT LELANG

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-VIII/2010


1) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-VIII/2010
tanggal 21 Desember 2011, amar putusan menyatakan
menolak permohonan Pemohon (Advokat Uung Gunawan)
untuk seluruhnya.
Pertimbangan antara lain:
a. Pemohon telah ditolak permohonannya untuk menjadi
kuasa dari PT Bank UOB dalam mengajukan parate
executie, oleh KPKNL Bandar Lampung, dengan alasan
eksekusi Hak Tanggungan harus dilkakukan oleh
pemegang Hak Tanggungan sendiri dan tidak dapat
dikuasakan kepada orang lain. Menurut pemohon, hal
demikian bertentangan dengan UU No. 18 Tahun 2013
tentang Advokat sehingga menghilangkan kesempatan
untuk memperoleh penghasilan dari jasa Advokat.
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME
INTEGRITASPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT LELANG

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-VIII/2010

b. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama bersifat relative


(relatief recht), artinya berlaku hanya untuk seseorang
tertentu atau lebih yang dapat melaksanakannya. Hak
tersebut menciptakan tuntutan kepada orang lain untuk
melakukan sesuatu, memberikan sesuatu, dan/atau tidak
melakukan sesuatu. Dalam hal ini khusus diberikan
kepada pemegang Hak Tanggungan pertama untuk
mengajukan permintaan melakukan penjualan melalui
pelelangan umum. Secara a contrario parate executive
yang dilakukan oleh seorang kuasa (termasuk advokat)
bertentangan dengan Pasal 6 UU No. 4/1996.
menurut
M. Yahya
KASUS LELANG EKSEKUSI PN
Harahap
acuan
penerapan
eksekusiny
1. Barang yang akan di eksekusi dijaminkan kepada pihak ketiga
a sebagai
berikut:
•Eksekusi
tidak
dapat
dijalankan
(non
eksekutab
el)
terhadap
barang
yang
sudah
diagunkan
kepada
pihak
ketiga;
•Yang
(M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, halaman 347-348)
dapat
yang tidak
ikut
KASUS LELANG EKSEKUSI PN
digugat
berdasark
2. Barang
an alas Objek Eksekusi ditangan Pihak
hak yang Ketiga
sah,
eksekusi
tidak
dapat
menjangk
au barang
yang
dikuasain
ya.
Eksekusi
dalam
kasus ini
baru
dapat
dilakukan
melalui
gugatan
(M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, halaman 341-342)
baru.
•Yang
Sebab akan
terjadi
eksekusi
KASUS LELANG EKSEKUSI PN
yang
melebihi
amar
putusan dan
3. dapat
Luas Tanah Berbeda dengan Amar
dianggap
eksekusi
telah
menyimpang
dari amar
putusan.
•Status tanah
selebihnya
kembali
kepada
tergugat, dan
tetap menjadi
hak milik
tergugat
(tereksekusi).
Jika pihak
penggugat
merasa
bahwa tanah
kelebihan itu
adalah
(M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, halaman 400-401)
miliknya dan
setelah
didaftarkan di
KASUS LELANG EKSEKUSI
kantor
pertanahan
•Hal ini
dikarenakan,
Objek Eksekusi Hak Tanggungan berada di tangan pihak
Hak
Tanggungan ketiga
mengandung
asas “hak
kebendaan”
dalam arti:
hak
pemegang
“tetap
melekat” atas
barang di
tangan
siapapun
barang itu
berada (droit
de suite).
•Pasal 7 UU
No 4 tahun
1996, Hak
Tanggungan
tetap
mengikuti
objeknya
Beberapa Ketentuan Yang Perlu Mendapat
Perhatian

16
UU Nomor 37 Tahun 2004
Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang
UU Nomor 37 Tahun 2004
Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

•Kepailitan adalah sita umum


atas semua kekayaan Debitor
Pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh
Pasal 1 Angka 1 Kurator di bawah pengawasan
Hakim Pengawas sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang
ini.
•Putusan atas permohonan
pernyataan pailit yang memuat
secara lengkap pertimbangan
hukum yang mendasari
putusan tersebut harus
diucapkan dalam sidang
Pasal 8 Angka (7) terbuka untuk umum dan dapat
dilaksanakan terlebih dahulu
(serta merta “uitvoerbaar bij
voorraad”), meskipun terhadap
putusan tersebut diajukan
suatu upaya hukum.

•Dalam putusan pernyataan


pailit, harus diangkat Kurator
Pasal 15 Ayat (1) dan seorang Hakim Pengawas
yang ditunjuk dari hakim
Pengadilan.
UU Nomor 37 Tahun 2004
Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

•Dalam jangka waktu paling


lambat 5 (lima) hari setelah
tanggal putusan pernyataan
pailit diterima oleh Kurator dan
Hakim Pengawas, Kurator
mengumumkan dalam Berita
Pasal 15 Ayat (4) Negara Republik Indonesia dan
paling sedikit 2 (dua) surat kabar
harian yang ditetapkan oleh
• nama, alamat, mengenai
Hakim Pengawas, dan pekerjaan
Debitor;
ikhtisar putusan pernyataan pailit
yangHakim
• nama memuatPengawas;
antara lain :
• nama, alamat, dan pekerjaan
Kurator;
•Ayat (1) : Kurator berwenang
melaksanakan tugas pengurusan
dan/atau pemberesan atas harta
pailit sejak tanggal putusan pailit
diucapkan meskipun terhadap
putusan tersebut diajukan kasasi
atau peninjauan kembali.
•Ayat (2) : Dalam hal putusan
Pasal 16 pernyataan pailit dibatalkan
sebagai akibat adanya kasasi atau
peninjauan kembali, segala
perbuatan yang telah dilakukan
oleh Kurator sebelum atau pada
tanggal Kurator menerima
pemberitahuan tentang putusan
pembatalan tetap sah dan
UU Nomor 37 Tahun 2004
Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

•Kepailitan meliputi seluruh


kekayaan Debitor pada saat
Pasal 21 putusan pernyataan pailit
diucapkan serta segala sesuatu
yang diperoleh selama kepailitan.

•Tuntutan mengenai hak atau


kewajiban yang menyangkut harta
Pasal 26 Angka (1) pailit harus diajukan oleh atau
terhadap Kurator.

•Selama berlangsungnya
kepailitan tuntutan untuk
memperoleh pemenuhan
perikatan dari harta pailit yang
Pasal 27 ditujukan terhadap Debitor Pailit,
hanya dapat diajukan dengan
mendaftarkannya untuk
dicocokkan.
•AyatUU (1)Nomor 37 Tahun
: Putusan 2004
pernyataan
Tentang
pailit berakibat bahwa segala
Kepailitan dan
penetapan pelaksanaan Pembayaran Utang
Penundaan Kewajiban
Pengadilan terhadap setiap
bagian dari kekayaan Debitor
yang telah dimulai sebelum
kepailitan, harus dihentikan
seketika dan sejak itu tidak ada
Pasal 31 suatu putusan yang dapat
dilaksanakan termasuk atau juga
dengan menyandera Debitor.
•Ayat (2) : Semua penyitaan yang
telah dilakukan menjadi hapus
dan jika diperlukan Hakim
Pengawas harus memerintahkan
•Sejak tanggal putusan pernyataan
pencoretannya.
pailit diucapkan, upah yang
terutang sebelum maupun sesudah
Pasal 39 Ayat (2) putusan pernyataan pailit
diucapkan merupakan utang harta
pailit.

•Dengan tetap memperhatikan


ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56, Pasal
57, dan Pasal 58, setiap
Kreditor pemegang gadai,
Pasal 55 Ayat (1) jaminan fidusia, hak
tanggungan, hipotek, atau hak
agunan atas kebendaan lainnya,
dapat mengeksekusi haknya
seolah-olah tidak terjadi
UU Nomor 37 Tahun 2004
Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

•Ayat (1): Hak eksekusi Kreditor


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55
ayat (1) dan hak pihak ketiga untuk
menuntut hartanya yang berada dalam
penguasaan Debitor Pailit atau
Kurator,ditangguhkan untuk jangka waktu
paling lama 90(sembilan puluh) hari sejak
tanggal putusan pernyataan pailit
diucapkan.
•Ayat (3) : Selama jangka waktu
Pasal 56 penangguhan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Kurator dapat menggunakan harta
pailit berupa benda tidak bergerak maupun
benda bergerak atau menjual harta pailit
yang berupa benda bergerak yang berada
dalam penguasaan Kurator dalam rangka
kelangsungan usaha Debitor, dalam hal
telah diberikan perlindungan yang wajar
bagi kepentingan Kreditor atau pihak ketiga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
UU Nomor 37 Tahun 2004
Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
• Dengan tetap memperhatikan ketentuan
Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58,
Kreditor pemegang hak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) harus
melaksanakan haknya tersebut dalam
jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan
Pasal 59 Ayat (1) setelah dimulainya keadaan insolvensi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178
ayat (1).
• Penjelasan : Yang dimaksud dengan
"harus melaksanakan haknya" adalah
bahwa Kreditor sudah mulai
melaksanakan haknya.

• Setelah lewat jangka waktu


sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Kurator harus menuntut diserahkannya
benda yang menjadi agunan untuk
selanjutnya dijual sesuai dengan cara
Pasal 59 Ayat (2) sebagaimana dimaksud dalam Pasal
185, tanpa mengurangi hak Kreditor
pemegang hak tersebut atas hasil
penjualan agunan tersebut.
• Penjelasan : Cukup jelas.

• Setiap waktu Kurator dapat


membebaskan benda yang menjadi
agunan dengan membayar jumlah
terkecil antara harga pasar benda
agunan dan jumlah utang yang dijamin
dengan benda agunan tersebut kepada
Pasal 59 Ayat (3) Kreditor yang bersangkutan.
• Penjelasan : Yang dimaksud dengan
"jumlah terkecil" adalah jumlah terkecil
antara harga pasar benda agunan
dibandingkan dengan besarnya jumlah
utang yang dijamin dengan benda
Diagram Tentang Proses Eksekusi
Jaminan Hutang dalam Kepailitan

Stay (90 hari) 2 bulan

Tidak Ada Jangka


Waktu

A B C D

Insolvensi

Kewenangan Kewenangan
Kreditur Kurator

Kewenangan
Kreditur
Kewenangan
Kreditur
Keterangan Diagram

: Kewenangan Eksekusi Oleh Kreditur Separatis

: Kreditur Separatis Tidak Mempunyai Kewenangan Eksekusi

A. Putusan Pailit (tingkat pertama) oleh Pengadilan Niaga.


B. Masa stay berakhir , yaitu dalam waktu maksimum 90(sembilan puluh) hari setelah putusan
Pengadilan Niaga tingkat pertama.
C. Insolvensi, yakni debitur pailit berada dalam keadaan tidak mampu membayar hutang.
D. Habisnya masa kewenangan kreditur separatis setelah dua bulan setelah insolvensi.
Setelah fase D ini, maka berlaku ketentuan sebagai berikut :
i. Kreditur separatis tidak berwenang lagi mengeksekusi hak jaminannya;
ii. Kewenangan tersebut diambil alih oleh kurator;
iii. Kreditur separatis, meskipun dia akan mendapatkan seluruh haknya, tetapi mesti menunggu
sampai dialkukan pembagian harta pailit;
iv. Terkena kewajiban pembayaran biaya kepailitan secara proporsional.

Sumber:Hukum Pailit alam Teori dan Praktek, Dr. Munir Fuady, S.H., M.H., LLM,. Hal 23
UU Nomor 37 Tahun 2004
Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

• Ayat (1) Atas persetujuan Hakim Pengawas,


Kurator dapat mengalihkan harta pailit
sejauh diperlukan untuk menutup biaya
kepailitan atau apabila penahanannya akan
mengakibatkan kerugian pada harta pailit,
Pasal 107 meskipun terhadap putusan pailit diajukan
kasasi atau peninjauan kembali.

•Ayat (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 185 ayat (1) berlaku terhadap
ayat (1).
tanggungan, hipotek, atau
hak agunan atasUU Nomor 37 Tahun 2004
kebendaan
lainnya dan Kreditor yang Tentang
diistimewakan,
Kepailitan termasuk
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Kreditor yang mempunyai
hak didahulukan yang
dibantah, tidak boleh
mengeluarkan suara
berkenaan dengan rencana
perdamaian, kecuali apabila
Pasal 149 mereka telah melepaskan
haknya untuk didahulukan
demi kepentingan harta pailit
sebelum diadakannya
pemungutan suara tentang
rencana perdamaian
tersebut.
• Ayat (2) : Dengan pelepasan
• Jika dalamdimaksud
hak sebagaimana rapat pencocokan piutang
pada ayat tidak
(1), ditawarkan
mereka rencana
perdamaian,
menjadi Kreditor rencana perdamaian
konkuren,
juga dalamyanghalditawarkan
perdamaian tidak diterima, atau
Pasal 178 Ayat (1) pengesahan
tersebut tidak diterima. perdamaian
berdasarkan putusan yang telah
ditolak
memperoleh kekuatan hukum tetap,
demi hukum harta pailit berada dalam
keadaan insolvensi.

• Ayat (1) : Semua benda harus dijual di


muka umum sesuai dengan tata cara
yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan.
Pasal 185 • Ayat (2) : Dalam hal penjualan di muka
umum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak tercapai maka penjualan
di bawah tangan dapat dilakukan
dengan izin Hakim Pengawas.
Perbedaan Lelang Berdasarkan Pemohon

Kurator Pengadilan Bank Kreditor


Negeri
Berdasarkan putusan Berdasarkan putusan yang Berdasarkan titel
Pengadilan Niaga telah berkekuatan hukum eksekutorial setifikat HT
tetap atau penetapan fiat (Ps 6 UUHT)
eksekusi PN

Permohonan lelang Permohonan diajukan oleh Permohonan diajukan


diajukan oleh Kurator PN selaku Penjual oleh Bank Kreditur
selaku Penjual pemegang HT Peringkat I
selaku Penjual

Pengumuman Lelang Pengumuman Lelang Pengumuman Lelang


dilakukan oleh Kurator dilakukan oleh PN dilakukan oleh Bank
Beberapa Permasalahan dalam Lelang Kepailitan

1. Obyek lelang bukan atas nama terpailit.


Sesuai Pasal 21 UU Kepailitan, kepailitan meliputi seluruh kekayaan
debitor pada saat pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang
diperoleh selama kepailitan, diantaranya:
a. Objek lelang atas nama pihak ketiga
b. Objek lelang atas nama pemegang saham, sehingga timbul gugatan
dari pemegang saham, karena harta pribadinya dimasukkan dalam
boedel pailit.
c. Objek lelang atas nama pemegang saham yang sudah dibebankan
kepada kreditur dan dibebani HT atau fidusia, kemudian bank kreditor
mengajukan gugatan.
2. Tanah/Bangunan masih berpenghuni, sehingga dapat mempersulit Pembeli
menguasai objek (Pasal 200 ayat (11) HIR).
3. Pembeli lelang sulit memperoleh surat roya dari kreditur separatis dengan
alasan kreditur separatis belum memperoleh bagian haknya dari kurator,
sementara kurator berpendapat pembagian untuk seluruh kreditur
menunggu seluruh aset terjual. Kurator selaku pihak penjual harus
bertanggung jawab terkait pemberian surat roya.
Beberapa Ketentuan Yang Perlu Mendapat Perhatian

17
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 2009
TENTANG
LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
ANAN
SINERGI INTEGRITASUU
ANPROFESIONALISME NOMOR 22 TAHUN 2009
TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

Pasal 271

(1) Penyidik wajib mengidentifikasi dan mengumumkan benda sitaan


Kendaraan Bermotor yang belum diketahui pemiliknya melalui media
massa.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyebutkan
ciri-ciri Kendaraan Bermotor, tempat penyimpanan, dan tanggal
penyitaan.
(3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan
paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan.
(4) Benda sitaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
setelah lewat waktu 1 (satu) tahun dan belum diketahui pemiliknya dapat
dilelang untuk negara berdasarkan penetapan pengadilan.
Beberapa Ketentuan Yang Perlu Mendapat Perhatian

18
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 31 TAHUN 1997
TENTANG
PERADILAN MILITER
ANAN
SINERGI INTEGRITASUU
ANPROFESIONALISME NOMOR 31 TAHUN 1997
TENTANG PERADILAN MILITER

Pasal 94

(1) Dalam hal benda sitaan terdiri dari benda yang dapat lekas rusak atau
yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai
putusan Pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh
kekuatan hukum tetap atau apabila biaya penyimpanan benda tersebut
akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan
Tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai berikut.
a. apabila perkara masih ada di tangan Penyidik atau Oditur, benda
tersebut dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh Penyidik atau
Oditur dengan disaksikan oleh Tersangka atau kuasanya;
b. apabila perkara sudah ada di tangan Pengadilan, benda tersebut
dapat diamankan atau dijual lelang oleh Oditur atas izin Hakim yang
menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh Terdakwa atau
kuasanya.
ANAN
SINERGI INTEGRITASUU
ANPROFESIONALISME NOMOR 31 TAHUN 1997
TENTANG PERADILAN MILITER

Pasal 94
(1) …
(2) Uang hasil penjualan lelang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dipakai sebagai barang bukti.
(3) Guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin
disisihkan sebagian kecil dari benda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(4) Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang
untuk diedarkan, dirampas, untuk dipergunakan
bagi kepentingan negara atau untuk dimusnahkan.
Beberapa Ketentuan Yang Perlu Mendapat Perhatian

19
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 31 TAHUN 1999
TENTANG
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
ANAN
SINERGI
ANPROFESIONALISME UU NOMOR 31 TAHUN 1999
TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Pasal 94
(1) …
(2) Jika terpidana tidak membayar uang pengganti
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b
paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah
putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat
disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang
pengganti tersebut.
KASUS LELANG EKSEKUSI PN

Materi ini untuk memperkaya wawasan Pejabat


Lelang. Penerapan di lapangan dapat berbeda
disesuaikan dengan kondisi yang ada.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai