Anda di halaman 1dari 5

HENDRIK AFRIYOGI

10070320010
Kelas C
Pendidikan Pancasila

Perkembangan HAM secara Nasional dan Internasional.


1. Perkembangan HAM Nasional
Kemerdekaan bangsa di proklamirkan pada tanggal 17 Agustus, artinya kesadaran dan
komitmen bangsa Indonesia terhadap nilai-nilai humanisme jauh mendahului zaman,
tepatnya deklarasi Universal Hak Asasi manusia, 10 Desember 1948 oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa.73 Wacana HAM di Indonesia telah berlangsung seiring dengan
berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
a. Periode Sebelum Kemerdekaan (1908-1945)
Pada sidang BPUPKI tersebut para tokoh nasional berdebat dan berunding
merumuskan dasar-dasar ketatanegaraan dan kelengkapan negara yang menjamin
hak dan kewajiban negara dan warga negara dalam negara yang hendak
diproklamirkan. Dalam sejarah pemikiran HAM di Indonesia, Boedi Oetomo
mewakili organisasi pergerakan nasional mula-mula yang menyuarakan kesadaran
berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang ditujukan kepada
pemerintah kolonial maupun lewat tulisan di surat kabar.
b. Periode setelah kemerdekaan
Sepanjang periode ini, wacana HAM bisa dicirikan pada: a) Bidang sipil dan
politik, melalui: UUD 1945 (Pembukaan, Pasal 26, Pasal27, Pasal 28, Pasal 29,
Pasal 30, Penjelasan Pasal 24 dan 25); Maklumat Pemerintah I November 1945;
Maklumat Pemerintah 3 November 1945; Maklumat Pemerintah 14 November
1945; KRIS, khususnya Bab V Pasal 7-33; dan KUHP Pasal 99. b) Bidang
ekonomi, sosial, dan budaya, melalui: UUD 1945 (Pasal 27,Pasal 31, Pasal 33,
Pasal 34, Penjelasan Pasal 3L-32) Konstitusi RIS Pasal 36-40 2) Periode 1950-
1959 Periode 1950-1959 dikenal dengan masa demokrasi parlementer.
Sikap anti-HAM Orde Baru sesungguhnya tidak berbeda dengan argumen yang
pernah dikemukakan Presiden Soekarno ketika menolak prinsip dan praktik
Demokrasi Parlementer, yakni sikap apologis dengan cara mempertentangkan
demokrasi dan prinsip HAM yang lahir di Barat dengan budaya lokal Indonesia.
Sama halnya dengan Orde Lama, Orde Baru memandang HAM dan dernokrasi
sebagai produk Barat yang individualistis dan bertentangan dengan prinsip gotong
royong dan kekeluargaan yang dianut oleh bangsa Indonesia.
Diantara butir penolakan Pemerintah Orde Baru terhadap konsep universal HAM
yaitu: a) HAM adalah produk pemikiran Barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
luhur budaya bangsa yang tecermin dalam Pancasila.
Pelanggaran HAM Orde Baru dapat dilihat dari kebijakan politik Orde Baru yang
bersifat sentralistis dan antisegala gerakan politik yang berbeda dengan
pemerintah.
Melalui pendekatan keamanan (security approach) dengan cara-carakekerasan
yang berlawanan dengan prinsip-prinsip HAM, Pemerintah Orde Baru tidak
segan-segan menumpas segala bentuk aspirasi masyarakat yang dinilai berlawanan
dengan Orde Baru. Kehadiran Komnas HAM adalah untuk memantau dan
menyelidiki pelaksanaan HAM, memberi pendapat, pertimbangan, dan saran
kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM.
Periode Pasca-Orde Baru Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah
HAM di Indonesia' Lengsernya tampuk kekuasaan Orde Baru sekaligus menandai
berakhirnyarezim militer di Indonesia dan datangnya era baru demokrasi dan
HAM, setelah tiga puluh tahun lebih terpasung di bawah rezim otoriter.
Menyusul berakhirnya pemerintahan Orde Baru, pengkajian terhadap kebijakan
Pemerintah Orde Baru yang bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM mulai
dilakukan kelompok reformis dengan membuat perundang-undangan baru yang
menjunjung prinsip-prinsip HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan
kemasyarakatan.
Sejumlah konvensi HAM juga diratifikasi di antaranya: konvensi HAM tentang
kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi; konvensi
menentang penyiksaan dan perlakuan kejam; konvensi penghapusan segala bentuk
diskriminasi rasial; konvensi tentang penghapusan kerja paksa; konvensi tentang
diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan; serta konvensi tentang usia minimum
untuk diperbolehkan bekerja. Habibie dalam perbaikan pelaksanaan HAM
ditunjukkan dengan pencanangan program HAM yang dikenal dengan istilah
Rencana Aksi Nasional HAM, pada Agustus 1998.
Agenda HAM ini bersandarkan pada empat pilar, yaitu: (1) Persiapan pengesahan
perangkat internasional di bidang HAM; (2) Diseminasi informasi dan pendidikan
bidang HAM; (3) Penentuan skala prioritas pelaksanaan HAM; dan (4)
Pelaksanaan isi perangkat internasional di bidang HAM yang telah diratifikasi
melalui perundang-undangan nasional.
Komitmen pemerintah terhadap penegakan HAM juga ditunjukkan dengan
pengesahan UU tentang HAM, pembentukan Kantor Menteri Negara urusan HAM
yang kemudian digabung dengan Departemen Hukum dan perundang-undangan
menjadi Departemen Kehakiman dan HAM, penambahan pasal-pasal khusus
tentang HAM dalam Amendemen UUD 1945, penerbitan inpres tentang
pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional, pengesahan UU tentang
Pengadilan HAM.
Putusan MK yang dianggap penting bagi pelaksanaan prinsip-prinsip HAM di
Indonesia adalah terkait dengan judicial review atas UU Perkawinan tentang status
anak di luar nikah yang selama ini melanggengkan diskriminasi negara terhadap
anak-anak yang lahir di luar pernikahan yang sah. t/I974 tentang Perkawinan
diubah dan menjadi "anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki laki
sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan
teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan
darah,termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya."
2. Perkembangan HAM Internasional
Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya memuat
pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan
raja. Pembatasan kekuasaan raja juga dapat dilihat dalam Pasal 21 yang berbunyi "...
para Pangeran dan Baron dihukum atau didenda berdasarkan atas kesamaan, dan sesuai
dengan pelanggaran yang dilakukannya."
Sekalipun kekuasaan para raja masih sangat dominan dalam hal pembuatan undang-
undang, Magna charta telah menyulut ide tentang keterikatan penguasa kepada hukum
dan pertanggungjawaban kekuasaan mereka kepada rakyat.77 Adapun isi Magna
Charta yang lainnya secara umum adalah: a. Raja beserta keturunannya akan
menghormati kemerdekaan, hak dan kebebasan gereja Inggris. Untuk mewujudkan
kebebasan yang bersendikan persamaan hak warga negara tersebut, lahirlah sejumlah
istilah dan teori sosial yang identik dengan perkembangan dan karakter masyarakat
Eropa, dan selanjutnya Amerika: kontrak sosial (J.J. Rousseau), trias politica
(Montesquieu), teori hukum kodrati (John Locke), dan hak-hak dasar persamaan dan
kebebasan (Thomas Jefferson).
Teori hukum kodrati adalah teori yang menyatakan bahwa di dalam masyarakat
manusia ada hak-hak dasar manusia yang tidak dapat dilanggar oleh negara dan tidak
diserahkan kepada negara. Deklarasi ini memuat aturan-aturan hukum yang menjamin
hak asasi manusia dalam Proses hukum, seperti larangan penangkapan dan penahanan
seseorang secara sewenang-wenang tanpa alasan yang sah atau penahanan tanpa surat
perintah yang dikeluarkan oleh lembaga hukum yang berwenang. Keempat hak ini
yaitu: Hak kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat; hak kebebasan memeluk
agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya; hak bebas dari
kemiskinan; dan hak bebas dari rasa takut. Deklarasi ini juga memuat prinsip HAM
yang menyerukan jaminan setiap orang untuk mengejar pemenuhan kebutuhan materiil
dan spiritual secara bebas dan bermartabat serta jaminan keamanan ekonomi dan
kesempatan yang sama.
Menurut DUHAM, terdapat lima jenis hak asasi yang dimiliki oleh setiap individu:
hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi); hak legal (hak jaminan perlindungan
hukum); hak sipil dan politik; hak subsistensi (hak jaminan adanya sumber daya untuk
menunjang kehidupan); dan hak ekonomi, sosial, budaya.
Menurut Pasal 3-21 DUHAM, hak personal, hak legal, hak sipil, dan politik meliputi:
1. Hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanan pribadi.
2. Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan.
3. Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak
berperikemanusiaan ataupun merendahkan derajat kemanusiaan
4. Hak untuk memperoleh pengakuan hukum di mana saja secara pribadi.
5. Hak untuk pengampunan hukum secara efektif.
6. Hak bebas dari penangkapan, penahanan, atau pembuangan yang sewenang-
wenang.
7. Hak untuk peradilan yang independen dan tidak memihak.
8. Hak untuk praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah.
9. Hak bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan
pribadi, keluarga, tempat tinggal, maupun surat-surat.
10. Hak bebas dari serangan terhadap kehormatan dan nama baik.
11. Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu.
12. Hak bergerak.
13. Hak memperoleh suaka.
14. Hak atas satu kebangsaan.
15. Hak untuk menikah dan membentuk keluarga.
16. Hak untukmempunyai hakmilik.
17. Hak bebas berpikir, berkesadaran, dan beragama.
18. Hak bebas berpikir dan menyatakan pendapat.
19. Hak untuk berhimpun dan berserikat.
20. Hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas akses yang sama
terhadap pelayanan masyarakat.
Adapun hak ekonomi, sosial, dan budaya meliputi:
1. Hak atas jaminan sosial.
2. Hak untuk bekerja.
3. Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama.
4. Hak untuk bergabung ke dalam serikat-serikat buruh.
5. Hak atas istirahat dan waktu senggang.
6. Hak atas standar hidup yang pantas di bidang kesehatan dan kesejahteraan.
7. Hak atas pendidikan.
8. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari masyarakat.
Setelah Deklarasi Universal HAM 1948, perkembangan pemikiran setelah Perang
Dunia II dapat dibagi atas 4 tahapan, yaitu:
1. Generasi pertama, menurut generasi ini pengertian HAM hanya berpusat pada
bidang hukum dan politik. Dampak Perang Dunia II sangat mewarnai pemikiran
generasi ini, di mana totaliterisme dan munculnya keinginan negara-negara yang
baru merdeka untuk menciptakan tertib hukum yang baru sangat kuat. Seperangkat
hukum yang disepakati sangat sarat dengan hak-hak yuridis, seperti hak untuk
hidup, hak untuk tidak menjadi budak, hak untuk tidak disiksa dan ditahan, hak
kesamaaan dan keadilan dalam proses huicum, hak praduga tidak bersalah, dan
sebagainya.
2. Generasi kedua, pada era ini pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis
seperti yang dikampanyekan generasi pertama, tapi juga menyerukan hak-hak
sosial, ekonomi, politik, dan budaya
3. Generasi ketiga, generasi ini menyerukan wacana kesatuan HAM antara hak
ekonomi, sosial, budaya, politik, dan hukum dalem satu bagian integral yang
dikenal dengan istilah hak-hak melaksanakan pembangunan (the rights of
development), sebagaimana dinyatakan oleh Komisi Keadilan Internasional
(International Comission of Justice). Pada era generasi ketiga ini peranan negara
tampak begitu dominan.
4. Generasi keempat, di era ini ditandai oleh lahirnya pemikiran kritis HAM.
Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh negara-negara di kawasan Asia
yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi HAM yang dikenal dengan
Declaration of the Basic Duties of Asia People and Goverment.
Perkembangan HAM di ASEAN belumlah semaju seperti yang terdapat di Eropa,
karena sampai saat ini ASEAN masih berada pada tataran penguatan-penguatan
komitmen penegakan HAM, hal tersebut bisa dilihat belum adanya tindakan nyata
yang dilakukan oleh negara-negara ASEAN dalam menanggulangi persoalan HAM
yang terdapat pada masing-masing negara, seperti peristiwa kejahatan terhadap orang-
orang Rohingya di Myanmar oleh pemerintahnya sendiri. karena mereka beralasan
menghormati kedaulatan negara masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai