Perkembangan HAM secara Nasional dan Internasional.
1. Perkembangan HAM Nasional Kemerdekaan bangsa di proklamirkan pada tanggal 17 Agustus, artinya kesadaran dan komitmen bangsa Indonesia terhadap nilai-nilai humanisme jauh mendahului zaman, tepatnya deklarasi Universal Hak Asasi manusia, 10 Desember 1948 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.73 Wacana HAM di Indonesia telah berlangsung seiring dengan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). a. Periode Sebelum Kemerdekaan (1908-1945) Pada sidang BPUPKI tersebut para tokoh nasional berdebat dan berunding merumuskan dasar-dasar ketatanegaraan dan kelengkapan negara yang menjamin hak dan kewajiban negara dan warga negara dalam negara yang hendak diproklamirkan. Dalam sejarah pemikiran HAM di Indonesia, Boedi Oetomo mewakili organisasi pergerakan nasional mula-mula yang menyuarakan kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang ditujukan kepada pemerintah kolonial maupun lewat tulisan di surat kabar. b. Periode setelah kemerdekaan Sepanjang periode ini, wacana HAM bisa dicirikan pada: a) Bidang sipil dan politik, melalui: UUD 1945 (Pembukaan, Pasal 26, Pasal27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Penjelasan Pasal 24 dan 25); Maklumat Pemerintah I November 1945; Maklumat Pemerintah 3 November 1945; Maklumat Pemerintah 14 November 1945; KRIS, khususnya Bab V Pasal 7-33; dan KUHP Pasal 99. b) Bidang ekonomi, sosial, dan budaya, melalui: UUD 1945 (Pasal 27,Pasal 31, Pasal 33, Pasal 34, Penjelasan Pasal 3L-32) Konstitusi RIS Pasal 36-40 2) Periode 1950- 1959 Periode 1950-1959 dikenal dengan masa demokrasi parlementer. Sikap anti-HAM Orde Baru sesungguhnya tidak berbeda dengan argumen yang pernah dikemukakan Presiden Soekarno ketika menolak prinsip dan praktik Demokrasi Parlementer, yakni sikap apologis dengan cara mempertentangkan demokrasi dan prinsip HAM yang lahir di Barat dengan budaya lokal Indonesia. Sama halnya dengan Orde Lama, Orde Baru memandang HAM dan dernokrasi sebagai produk Barat yang individualistis dan bertentangan dengan prinsip gotong royong dan kekeluargaan yang dianut oleh bangsa Indonesia. Diantara butir penolakan Pemerintah Orde Baru terhadap konsep universal HAM yaitu: a) HAM adalah produk pemikiran Barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tecermin dalam Pancasila. Pelanggaran HAM Orde Baru dapat dilihat dari kebijakan politik Orde Baru yang bersifat sentralistis dan antisegala gerakan politik yang berbeda dengan pemerintah. Melalui pendekatan keamanan (security approach) dengan cara-carakekerasan yang berlawanan dengan prinsip-prinsip HAM, Pemerintah Orde Baru tidak segan-segan menumpas segala bentuk aspirasi masyarakat yang dinilai berlawanan dengan Orde Baru. Kehadiran Komnas HAM adalah untuk memantau dan menyelidiki pelaksanaan HAM, memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM. Periode Pasca-Orde Baru Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia' Lengsernya tampuk kekuasaan Orde Baru sekaligus menandai berakhirnyarezim militer di Indonesia dan datangnya era baru demokrasi dan HAM, setelah tiga puluh tahun lebih terpasung di bawah rezim otoriter. Menyusul berakhirnya pemerintahan Orde Baru, pengkajian terhadap kebijakan Pemerintah Orde Baru yang bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM mulai dilakukan kelompok reformis dengan membuat perundang-undangan baru yang menjunjung prinsip-prinsip HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan. Sejumlah konvensi HAM juga diratifikasi di antaranya: konvensi HAM tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi; konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan kejam; konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial; konvensi tentang penghapusan kerja paksa; konvensi tentang diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan; serta konvensi tentang usia minimum untuk diperbolehkan bekerja. Habibie dalam perbaikan pelaksanaan HAM ditunjukkan dengan pencanangan program HAM yang dikenal dengan istilah Rencana Aksi Nasional HAM, pada Agustus 1998. Agenda HAM ini bersandarkan pada empat pilar, yaitu: (1) Persiapan pengesahan perangkat internasional di bidang HAM; (2) Diseminasi informasi dan pendidikan bidang HAM; (3) Penentuan skala prioritas pelaksanaan HAM; dan (4) Pelaksanaan isi perangkat internasional di bidang HAM yang telah diratifikasi melalui perundang-undangan nasional. Komitmen pemerintah terhadap penegakan HAM juga ditunjukkan dengan pengesahan UU tentang HAM, pembentukan Kantor Menteri Negara urusan HAM yang kemudian digabung dengan Departemen Hukum dan perundang-undangan menjadi Departemen Kehakiman dan HAM, penambahan pasal-pasal khusus tentang HAM dalam Amendemen UUD 1945, penerbitan inpres tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional, pengesahan UU tentang Pengadilan HAM. Putusan MK yang dianggap penting bagi pelaksanaan prinsip-prinsip HAM di Indonesia adalah terkait dengan judicial review atas UU Perkawinan tentang status anak di luar nikah yang selama ini melanggengkan diskriminasi negara terhadap anak-anak yang lahir di luar pernikahan yang sah. t/I974 tentang Perkawinan diubah dan menjadi "anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah,termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya." 2. Perkembangan HAM Internasional Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya memuat pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja. Pembatasan kekuasaan raja juga dapat dilihat dalam Pasal 21 yang berbunyi "... para Pangeran dan Baron dihukum atau didenda berdasarkan atas kesamaan, dan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya." Sekalipun kekuasaan para raja masih sangat dominan dalam hal pembuatan undang- undang, Magna charta telah menyulut ide tentang keterikatan penguasa kepada hukum dan pertanggungjawaban kekuasaan mereka kepada rakyat.77 Adapun isi Magna Charta yang lainnya secara umum adalah: a. Raja beserta keturunannya akan menghormati kemerdekaan, hak dan kebebasan gereja Inggris. Untuk mewujudkan kebebasan yang bersendikan persamaan hak warga negara tersebut, lahirlah sejumlah istilah dan teori sosial yang identik dengan perkembangan dan karakter masyarakat Eropa, dan selanjutnya Amerika: kontrak sosial (J.J. Rousseau), trias politica (Montesquieu), teori hukum kodrati (John Locke), dan hak-hak dasar persamaan dan kebebasan (Thomas Jefferson). Teori hukum kodrati adalah teori yang menyatakan bahwa di dalam masyarakat manusia ada hak-hak dasar manusia yang tidak dapat dilanggar oleh negara dan tidak diserahkan kepada negara. Deklarasi ini memuat aturan-aturan hukum yang menjamin hak asasi manusia dalam Proses hukum, seperti larangan penangkapan dan penahanan seseorang secara sewenang-wenang tanpa alasan yang sah atau penahanan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh lembaga hukum yang berwenang. Keempat hak ini yaitu: Hak kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat; hak kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya; hak bebas dari kemiskinan; dan hak bebas dari rasa takut. Deklarasi ini juga memuat prinsip HAM yang menyerukan jaminan setiap orang untuk mengejar pemenuhan kebutuhan materiil dan spiritual secara bebas dan bermartabat serta jaminan keamanan ekonomi dan kesempatan yang sama. Menurut DUHAM, terdapat lima jenis hak asasi yang dimiliki oleh setiap individu: hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi); hak legal (hak jaminan perlindungan hukum); hak sipil dan politik; hak subsistensi (hak jaminan adanya sumber daya untuk menunjang kehidupan); dan hak ekonomi, sosial, budaya. Menurut Pasal 3-21 DUHAM, hak personal, hak legal, hak sipil, dan politik meliputi: 1. Hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanan pribadi. 2. Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan. 3. Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak berperikemanusiaan ataupun merendahkan derajat kemanusiaan 4. Hak untuk memperoleh pengakuan hukum di mana saja secara pribadi. 5. Hak untuk pengampunan hukum secara efektif. 6. Hak bebas dari penangkapan, penahanan, atau pembuangan yang sewenang- wenang. 7. Hak untuk peradilan yang independen dan tidak memihak. 8. Hak untuk praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah. 9. Hak bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan pribadi, keluarga, tempat tinggal, maupun surat-surat. 10. Hak bebas dari serangan terhadap kehormatan dan nama baik. 11. Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu. 12. Hak bergerak. 13. Hak memperoleh suaka. 14. Hak atas satu kebangsaan. 15. Hak untuk menikah dan membentuk keluarga. 16. Hak untukmempunyai hakmilik. 17. Hak bebas berpikir, berkesadaran, dan beragama. 18. Hak bebas berpikir dan menyatakan pendapat. 19. Hak untuk berhimpun dan berserikat. 20. Hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas akses yang sama terhadap pelayanan masyarakat. Adapun hak ekonomi, sosial, dan budaya meliputi: 1. Hak atas jaminan sosial. 2. Hak untuk bekerja. 3. Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama. 4. Hak untuk bergabung ke dalam serikat-serikat buruh. 5. Hak atas istirahat dan waktu senggang. 6. Hak atas standar hidup yang pantas di bidang kesehatan dan kesejahteraan. 7. Hak atas pendidikan. 8. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari masyarakat. Setelah Deklarasi Universal HAM 1948, perkembangan pemikiran setelah Perang Dunia II dapat dibagi atas 4 tahapan, yaitu: 1. Generasi pertama, menurut generasi ini pengertian HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Dampak Perang Dunia II sangat mewarnai pemikiran generasi ini, di mana totaliterisme dan munculnya keinginan negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan tertib hukum yang baru sangat kuat. Seperangkat hukum yang disepakati sangat sarat dengan hak-hak yuridis, seperti hak untuk hidup, hak untuk tidak menjadi budak, hak untuk tidak disiksa dan ditahan, hak kesamaaan dan keadilan dalam proses huicum, hak praduga tidak bersalah, dan sebagainya. 2. Generasi kedua, pada era ini pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis seperti yang dikampanyekan generasi pertama, tapi juga menyerukan hak-hak sosial, ekonomi, politik, dan budaya 3. Generasi ketiga, generasi ini menyerukan wacana kesatuan HAM antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik, dan hukum dalem satu bagian integral yang dikenal dengan istilah hak-hak melaksanakan pembangunan (the rights of development), sebagaimana dinyatakan oleh Komisi Keadilan Internasional (International Comission of Justice). Pada era generasi ketiga ini peranan negara tampak begitu dominan. 4. Generasi keempat, di era ini ditandai oleh lahirnya pemikiran kritis HAM. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi HAM yang dikenal dengan Declaration of the Basic Duties of Asia People and Goverment. Perkembangan HAM di ASEAN belumlah semaju seperti yang terdapat di Eropa, karena sampai saat ini ASEAN masih berada pada tataran penguatan-penguatan komitmen penegakan HAM, hal tersebut bisa dilihat belum adanya tindakan nyata yang dilakukan oleh negara-negara ASEAN dalam menanggulangi persoalan HAM yang terdapat pada masing-masing negara, seperti peristiwa kejahatan terhadap orang- orang Rohingya di Myanmar oleh pemerintahnya sendiri. karena mereka beralasan menghormati kedaulatan negara masing-masing.