Anda di halaman 1dari 67

MO DUL 7

Budaya Akademik dan Budaya Kerja


(Etos) dalam Islam
Dr. Ali Nurdin

P E N D A H U L U
A N

U
ntuk mengawali pembahasan model kali ini Anda terlebih dahulu harus
dapat memahami beberapa kata kunci supaya tidak menimbulkan salah
pengertian. Beberapa kata kunci tersebut seperti yang digariskan dalam garis-
garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) adalah: budaya akademik, etos
kerja, sikap terbuka dan keadilan. Tentunya pembahasan tema-tema tersebut
akan disesuaikan dengan pandangan dalam Islam.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia kata "budaya" paling tidak
mengandung empat arti: 1) pikiran, akal budi, 2) adat istiadat, 3) sesuatu
mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab atau maju), 4) se-
suatu yang sudah menjadi kebiasaan sehingga sukar diubah. Pada poin
keempat dalam kamus tersebut diberi catatan makna tersebut bukanlah
bahasa baku melainkan bahasa percakapan.
Sementara kata akademik yang berasal dari kata akademi dalam kamus
tersebut diberi beberapa arti: 1) lembaga pendidikan tinggi, kurang lebih tiga
tahun lamanya yang mendidik tenaga profesional, 2) perkumpulan orang
terkenal yang dianggap arif bijaksana untuk memajukan ilmu, kesusastraan,
atau bahasa. Sementara etos mengandung arti "pandangan hidup yang khas
dan suatu golongan sosial". Sehingga etos kerja berarti "semangat kerja yang
menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok”.
Dari pengertian kebahasaan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan budaya akademik adalah suatu kebiasaan yang
berhubungan dengan dunia akademis yaitu dunia keilmuan. Di antara budaya
akademik yang menjadi fokus pembahasan modul kita kali ini adalah sikap
terbuka dan keadilan yang akan dibahas dalam Kegiatan Belajar 2.
Setelah mempelajari modul ini Anda diharapkan dapat memahami
dengan baik tentang budaya akademik yang positif, menghayati dan

7.2 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

menerapkan etos kerja, serta sikap terbuka dan adil. Dan yang lebih penting
dari itu semua adalah tumbuhnya semangat budaya akademik yang baik, juga
etos kerja yang terus meningkat serta perilaku yang menunjukkan sikap
terbuka dan adil. Secara khusus setelah menyelesaikan modul ini Anda
diharapkan mampu:
1. menjelaskan tentang pengertian budaya akademik dalam Islam dengan

baik, serta berusaha menerapkan dalam aktivitas keilmuan kita;


2. memahami etos kerja yang diajarkan oleh Islam;
3. menjelaskan tentang pentingnya sikap terbuka dalam beragama
khususnya, dan aktivitas lain pada umumnya;
4. memahami makna adil dalam Islam dan menerapkannya dalam aktivitas
sehari-hari.

Petunjuk Mempelajari Materi Modul


Sebelum Anda memulai mempelajari modul ini penting untuk Anda
perhatikan beberapa petunjuk di bawah ini.
1. Setiap hendak memulai mempelajari modul, Anda harus fokus tetapi
tetap rileks, dan jangan lupa untuk berdoa minimal dalam hati.
2. Mulailah mempelajari dari kegiatan belajar yang Anda anggap lebih
ringan untuk dapat dipahami.
3. Untuk membantu pikiran Anda mengingat materi cobalah beri tanda
setiap kata atau kalimat yang Anda anggap penting.
4. Apabila Anda kesulitan dengan beberapa kata yang Anda temukan
cobalah membuka glosarium yang telah disiapkan di bagian akhir dari
setiap modul.
5. Khusus untuk Modul 7 ini coba Anda kaitkan dengan pengalaman Anda
secara pribadi yang berkaitan dengan setiap tema yang ada dalam
kegiatan belajar baik 1 atau 2 dan usahakan Anda juga membuat contoh
atau ilustrasi.

• MKDU4221/MODUL 7 7.3

KEg I A TA N
B EL A JA R 1

Memahami Makna Budaya


Akademik dalam Islam
aya percaya setelah memahami pendahuluan di atas Anda dapat mulai

S menangkap alur pikiran dalam modul ini. Seperti telah disinggung dalam
pendahuluan bahwa yang dimaksud dengan budaya akademik adalah sesuatu
yang sudah menjadi kebiasaan yang berkaitan dengan akademis. Apabila
dikaitkan dalam pandangan Islam maka budaya akademik dapat diartikan
sebagai sebuah tradisi keilmuan yang diajarkan oleh Islam. Bagaimana Islam
memberikan wawasan tentang persoalan keilmuan inilah yang akan menjadi
fokus bahasan dalam Kegiatan Belajar 1 ini.

A. APRESIAASI AI-QUR'AN TERHADAP ILMU PENGETAHUAN

Sumber utama ajaran Islam adalah Al-quran. Maka kalau kita ingin
melihat bagaimana konsep yang diajarkan Islam tentang apa pun maka yang
pertama-tama dilakukan adalah melihat dalam Al-quran. Demikian halnya
kalau kita ingin mengetahui bagaimana wawasan Islam tentang ilmu
pengetahuan maka yang pertama harus dibedah adalah Al-quran.
Apresiasi atau perhatian Al-quran terhadap ilmu pengetahuan ini dapat
kita mulai dari melihat betapa seringnya Al-quran menyebut kata ‘ilm (yang
berarti pengetahuan) dengan segala derivasinya (pecahannya) yang mencapai
lebih dari 800-an kali. Belum lagi ungkapan lain yang dapat memiliki
kesamaan makna menunjuk arti pengetahuan, seperti kata al-fikr, al-nazhr,

male-bnagsahnadru, nagl-atartdia"bpbeunrg,eatal-
hduzaiknr.akKaantahialkmikmatesneusruuat tpua"r. aDaahrlii
kbaathaaksua nAcil-iqnuilrahn kita dapat mulai melacak bagaimana Al-quran,
khususnya dan agama Islam pada umumnya memberikan perhatian terhadap
ilmu pengetahuan. Di antaranya sebagai berikut.

1. Wahyu Al-Quran yang Turun Pada Masa Awal Mendorong


Manusia untuk Memperoleh Ilmu Pengetahuan
Mayoritas ulama khususnya ulama Al-quran sepakat bahwa wahyu Al-
quran yang turun pertama kali adalah lima ayat di surat al- ‘Alaq (QS. 68:1-
5), kemudian disusul awal ayat di surat Al-Qalam QS. 68:1-5.

7.4 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •


Artinya: 1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah.


4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Artinya: 1. Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis.


2. Berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan
orang gila.
3. Dan Sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar
yang tidak putus-putusnya.
4. Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung.
5. Maka kelak kamu akan melihat dan mereka (orang-orang kafir)
pun akan melihat.

Dalam ayat-ayat yang pertama kali turun Al- ‘Alaq/96: 1-5 tergambar
dengan jelas betapa kitab suci Al-quran memberi perhatian yang sangat serius
kepada perkembangan ilmu pengetahuan. Sehingga Allah SWT menurunkan
petunjuk pertama kali adalah terkait dengan salah satu cara untuk
memperoleh ilmu pengetahuan yang dalam redaksi ayat tersebut
menggunakan redaksi "iqra". Makna perintah tersebut bukanlah hanya
sebatas membaca dalam arti membaca teks, tetapi makna iqra' adalah
membaca dengan melibatkan pemikiran dan pemahaman dan itulah kunci
perkembangan ilmu pengetahuan dalam sepanjang sejarah kemanusiaan.
Dalam konteks modem sekarang makna iqra' dekat dengan makna reading
with understanding (membaca disertai dengan pemahaman).
Dalam ayat pertama tersebut tidak dijelaskan obyek apa yang harus di-
iqra'. Hal ini mengandung arti bahwa apa saja yang dapat kita jangkau untuk

• MKDU4221/MODUL 7 7.5

diteliti maka hal tersebut dapat menjadi obyek iqra'. Di kalangan para
mufassir ada satu kaidah yang menyatakan bahwa "apa bila dalam suatu
perintah tidak disebutkan obyeknya maka objeknya apa saja yang
dapat dijangkau oleh perintah tersebut".
Dari pemahaman tersebut dapat juga disimpulkan Islam sejak awal tidak
membedakan antara ilmu umum dan ilmu agama atau ilmu dunia dan ilmu

akhirat. Apa sajasudah


hidup manusia obyeksewajarnya
yang dapatkalau
memberikan
dipelajarimanfaat bagi kemaslahatan
oleh manusia. Sehingga
yang menentukan baik tidaknya apa yang dipelajari bukan terletak kepada
obyeknya melainkan kepada motivasi atau niatnya. Hal inilah yang
diisyaratkan dalam penggalan ayat selanjutnya bismirabbik.
Yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa apa pun aktivitas iqra'
yang kita kerjakan maka syarat yang ditekankan oleh Al-quran adalah harus
bismirabbik, (dengan nama Tuhan). Hal ini mengandung arti seperti yang
diungkapkan oleh Syaikh Abdul Halim Mahmud (Mantan pemimpin tertinggi
Al-Azhar Mesir); "Dengan kalimat iqra' birmirabbik, Al-quran tidak sekedar
memerintahkan untuk membaca, tetapi membaca adalah lambang dari segala
yang dilakukan oleh manusia, baik yang sifatnya aktif maupun pasif. Kalimat
tersebut dalam pengertian dan jiwanya ingin menyatakan "Bacalah demi
Tuhanmu, bergeraklah demi Tuhan mu, bekerjalah demi Tuhanmu".
Demikian juga apabila Anda berhenti bergerak atau berhenti melakukan
aktivitas, maka hal tersebut hendaklah juga didasarkan kepada bismirabbik.
Sehingga pada akhirnya ayat tersebut berarti "Jadikanlah seluruh
kehidupanmu, wujudmu, dalam cara dan tujuannya, kesemuanya demi Allah
SWT.
Kalau dalam kelompok ayat yang pertama turun berkaitan dengan
perintah membaca maka kelompok ayat yang kedua yaitu di surat al-Qalam
menekankan pentingnya alat yang harus digunakan untuk menunjang
aktivitas membaca yaitu qalam (pena) dan hasilnya yaitu tulisan. Dalam ayat
tersebut seakan Allah SWT bersumpah dengan manfaat dan kebaikan yang
dapat diperoleh dari tulisan. Hal ini secara tidak langsung merupakan anjuran
untuk membaca karena dengan membaca seseorang dapat memperoleh
manfaat yang banyak khususnya adalah wawasan hidup dan pengetahuannya.
Hal tersebut akan sangat bermanfaat bagi kesuksesan hidupnya. Atau dengan
kata lain ilmu pengetahuan akan dapat terus berkembang dengan baik apabila
budaya baca-tulis telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam
kehidupan manusia. Budaya baca disimpulkan dalam perintah iqra',

7.6 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

sementara budaya tulis disimpulkan dalam wahyu yang kedua yaitu al-qalam
(pena).

2. Tugas manusia sebagai khalifah Allah di bumi akan sukses kalau


memiliki ilmu pengetahuan
Hal ini ditegaskan dalam surat Al-Baqarah/2: 30-31

Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:


"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." mereka berkata: "Apakah Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui." Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-
benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepadaPara
Malaikat lain berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-
benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!"

Dari ayat di atas nampak jelas bahwa untuk suksesnya tugas


kekhalifahan manusia di muka bumi maka Allah SWT menganugerahkan
kepada manusia potensi untuk dapat mengetahui dan memahami segala
sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupannya. Dari rangkaian ayat di atas juga
terlihat bahwa dengan kemampuan untuk memahami dan mengetahui itulah
sumber dan cara mendapatkan ilmu pengetahuan, menjadikan manusia
memiliki kelebihan dibandingkan dengan malaikat.
Pada ayat 31 pengajaran yang diterima oleh manusia pertama tersebut
yaitu Adam dari Allah SWT adalah tentang nama-nama benda. Hal ini
menjadi pelajaran bahwa pengetahuan dasar yang harus didapatkan oleh
manusia adalah tentang nama-nama benda, bukan kata kerja. Maka hal
pertama yang harus kita ajarkan kepada anak-anak kita yang masih kecil

• MKDU4221/MODUL 7 7.7

(balita) semestinya adalah nama-nama benda misalnya memperkenalkan


ayah, ibu kemudian nama-nama benda di sekelilingnya dan lain-lain.
Penggalan ayat 31 yang berbunyi "Dia mengajarkan kepada Adam
Nama-nama (benda-benda) seluruhnya", juga mengandung arti bahwa salah
satu keistimewaan manusia adalah kemampuannya mengekspresikan apa
yang terlintas dalam benaknya serta kemampuannya menangkap bahasa

sehingga ini mengantarnya


merumuskan mengetahui.
ide dan memberikan namaDibagi
sisi segala
lain kemampuan manusia
sesuatu merupakan
langkah menuju terciptanya manusia yang berpengetahuan dan lahirnya ilmu
pengetahuan.

3. Muslim yang baik tidak pernah berhenti untuk menambah ilmu


Ajaran ini tertuang dalam surat Thaha/20: 114.

Artinya: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."

Inilah salah satu doa yang harus dipanjatkan oleh seorang muslim yang
diajarkan oleh Al-quran. Bahwa memohon kepada Allah SWT agar
ditambahkan ilmu pengetahuan adalah bagian dari kebutuhan hidup. Dari
ayat ini juga dapat dipetik pelajaran bahwa Islam mengajarkan menuntut ilmu
adalah salah satu bentuk ibadah yang bernilai tinggi dan harus dilakukan oleh
setiap muslim sepanjang hidupnya. Maka kalau pada masa modern dikenal
istilah pendidikan seumur hidup (long live education), maka Islam sejak awal
menekankan kepada umatnya untuk terus menambah ilmu pengetahuan.
Etos untuk terus menambah ilmu pengetahuan dapat diterjemahkan
bahwa yang disebut belajar atau menuntut ilmu bukan hanya pada usia
tertentu atau dalam formalitas satuan pendidikan tertentu, melainkan
sepanjang hayat masih dikandung badan maka kewajiban untuk terus
menuntut ilmu tetap melekat dalam diri setiap muslim. Salah satu hikmahnya
adalah bahwa kehidupan terus mengalami perubahan dan perkembangan
menuju kemajuan, maka kalau seorang muslim tidak terus menambah
pengetahuannya jelas akan tertinggal oleh perkembangan zaman yang pada
gilirannya tidak dapat memberikan kontribusi bagi kehidupan. Al-quran jelas
membedakan antara orang yang berpengetahuan dengan orang yang tidak
berpengetahuan. Hal ini dijelaskan dalam surat Az-Zumar/39: 9.

7.8 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

Artinya: Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan


orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran.

Ayat tersebut jelas menegaskan bahwa tentu berbeda antara yang


berp engetahuan de ngan yang tidak memiliki penget ahuan. Yang dimaksud
pengetahuan dalam ayat ini adalah pengetahuan yang membawa manfaat bagi
kehidupannya di dunia dan akhirat. Maka bagi yang tidak memiliki
pengetahuan jelas nilainya akan jauh berbeda dengan orang yang memiliki
pengetahuan. Hal inilah yang juga diisyaratkan dalam poin berikut.

4. Orang yang Berilmu Akan Dimuliakan oleh Allah SWT


Hal ini diisyaratkan dalam surat Al-Mujaadilah/58: 11.

Artinya: Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan


orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.

Dari ayat tersebut jelas bahwa kemuliaan dan kesuksesan hidup hanya
milik orang yang berilmu dan beriman. Orang yang beriman tetapi tidak
memiliki ilmu pengetahuan maka tidak akan memperoleh kemuliaan di sisi
Allah SWT. Sebaliknya bagi orang yang hanya berilmu saja tanpa disertai
iman maka juga tidak akan membawa manfaat bagi kehidupannya khususnya
di akhirat kelak.
Dan ayat tersebut juga terlihat bahwa secara garis besar manusia dapat
dibedakan ke dalam dua kelompok besar; pertama, orang yang sekedar
beriman dan beramal, dan yang kedua adalah orang yang beriman dan
beramal shalih serta memiliki pengetahuan. Posisi atau derajat kelompok
kedua ini lebih tinggi bukan saja karena nilai ilmu yang dimiliki, tetapi juga
amal dan usahanya untuk mengajarkan ilmu yang dimiliki tersebut, baik
melalui lisan, tulisan atau bahkan tindakan.
Ilmu yang dimaksud tentu saja bukan hanya ilmu agama tetapi ilmu
apapun yang membawa maslahat bagi kehidupan manusia. Hal ini ditegaskan
dalam surat Faathir/35: 27-28.

• MKDU4221/MODUL 7 7.9
Artinya: Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari
langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang
beraneka macam jenisnya. dan di antara gunung-gunung itu ada
garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan
ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia,
binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang
bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang
takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

Dan ayat di atas jelas bahwa setelah Allah SWT menjelaskan tentang
banyak makhluk-Nya juga fenomena alam kemudian di penghujung ayat
ditutup dengan ungkapan "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama". Hal ini sekali lagi menegarkan bahwa
ilmu dalam pandangan Islam bukan hanya ilmu agama. Namun di sisi lain
juga terlihat bahwa ilmu yang dimiliki oleh setiap orang semestinya
menghasilkan rasa khasyah (takut atau kagum) kepada Allah SWT. Karena
kalau ilmu tersebut tidak menghasilkan kedekatan kepada Allah justru hal ini
akan membawa kecelakaan bagi orang tersebut. Maka ilmu apapun yang
dipelajari dan dimiliki oleh manusia semestinya menghantarkannya pada
sikap semakin dekat kepada Allah SWT. Maka kalau ada sementara orang
baik berilmu apalagi tidak berilmu yang kemudian melalaikan Allah SWT
dalam hidupnya maka akan berakibat kebinasaan bagi kehidupannya terlebih
di akhirat nanti. Hal ini ditegaskan dalam surat Al-A'raaf/ 7: 179.

7.10 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

Artinya: Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahanam)


kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi
tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan
mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat

Allah). mereka
sesat lagi. merekaituItulah
sebagai binatangyang
orang-orang ternak,
lalai.bahkan mereka lebih

Ayat ini menjelaskan tentang manusia yang lalai dan kemudian


dipersamakan dengan binatang, bahkan jauh lebih sesat dibanding binatang.
Mengapa? Karena manusia 'diberi potensi lebih banyak dibanding binatang.
Maka tatkala potensi-potensi yang semestinya dapat menjadikan hidupnya
mulia ternyata justru menghantarkannya menuju kebinasaan. Hal ini bukan
karena mereka tidak memiliki kecerdasan dan pengetahuan tetapi ilmu
pengetahuan yang dimilikinya tidak menghantarkannya menjadi semakin
dekat kepada Allah SWT.
Binatang tidak dikecam kalau tidak dapat mencapai derajat yang tinggi
karena potensi yang dimiliki oleh binatang tidak sebanyak yang dimiliki oleh
manusia. Di sisi lain potensi yang dimiliki oleh binatang berupa insting tidak
akan pernah dilanggarnya dan cenderung menghantarkannya untuk
melakukan sesuatu yang positif Sementara manusia maka dikatakan lebih
sesat dan binatang kalau potensi-potensi yang dimilikinya itu tidak dapat
digunakan untuk meraih kemuliaan hidup di dunia dan akhirat.

B. KOKOHNYA IMAN DAN BAIKNYA AMAL


TERGANTUNG KEPADA ILMU

Seperti yang telah diuraikan di bagian awal bahwa dalam Islam tidak
dikenal dikotomi antara ilmu umum dan ilmu agama atau ilmu dunia dengan
ilmu akhirat. Pada dasarnya masalah agama atau keimanan hanya dapat
kokoh apabila ditopang oleh pengetahuan atau ilmu. Demikian halnya dengan
amal shalih hanya akan sempurna apabila dilandasi dengan ilmu dan
pengetahuan yang benar. Maka begitu banyak ayat yang mengecam perilaku
sementara orang yang beriman atau beragama tetapi hanya mbebek atau ikut-
ikutan tanpa disertai dengan penalaran dan pemahaman yang benar tentang
keyakinannya. Hal ini diungkapkan dalam beberapa ayat, di antaranya
sebagai berikut.

• MKDU4221/MODUL 7 7.11

Q.S. Al-Baqarah/2: 170


Artinya: Ayat 170. Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang

telah
hanya diturunkan Allah,"
mengikuti apa yangmereka menjawab:
telah Kami "(Tidak),
dapati dari tetapi nenek
(perbuatan) Kami

moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun


nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak
mendapat petunjuk?"

Seorang anak kemudian mengikuti perilaku orang tuanya atau nenek


moyangnya tentu sangat wajar. Tetapi kemudian kalau menurut
perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan yang memang terus akan main
terlebih menurut akal sehat dan ajaran yang benar, ternyata apa yang
dilakukan oleh orang tua atau nenek moyang tersebut keliru tentu orang yang
berpengetahuan akan meninggalkan apa yang dilakukan oleh nenek
moyangnya dan beralih kepada hal yang lebih benar.
Di sisi lain salah satu kepastian yang tidak diragukan lagi adalah adanya
hukum perubahan dalam kehidupan manusia. Artinya manusia dalam
menjalani kehidupannya akan mengalami perkembangan dalam pemikiran
dan kondisi sosialnya. Ilmu pengetahuan yang dimilikinya pun tentu akan
bertambah sehingga boleh jadi akan ada pandangan hidup atau pengetahuan
yang harus dikoreksi dan diluruskan. Hal itulah sebuah keniscayaan dalam
hidup yaitu adanya perubahan. Maka kalau ada orang yang tidak mau
berubah dan hanya bertahan dengan keyakinannya yang usang hal inilah yang
dikecam oleh Al-quran. Hal ini juga diisyaratkan dalam surat Al-Maai ’dah/5:
104.

Artinya: Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang


diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". mereka menjawab:
"Cukuplah untuk Kami apa yang Kami dapati bapak-bapak Kami
mengerjakannya". dan Apakah mereka itu akan mengikuti nenek
moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?

7.12 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

Firman Allah SWT di atas dengan jelas menyatakan keburukan


sementara orang yang memiliki keyakinan tetapi tidak didasarkan kepada
pertimbangan akal sehat melainkan hanya membebek saja tanpa disertai
usaha penilaian terhadap kepercayaan yang telah ada. Potongan firman Allah
(pula) mendapat petunjuk", mengandung arti bahwa mereka tidak mampu

memanfaatkannya karenaapabila
ini bukan berarti bahwa mata hati dan memiliki
mereka pikiran mereka telah tertutup.
pengetahuan Ayat
maka mereka
boleh mengikuti kesesatan nenek moyang mereka.
Ilmu pengetahuan dan kesesatan adalah dua hal yang berbeda dan tidak
mungkin dapat bertemu, sehingga apabila mereka mengikuti nenek moyang
mereka yang berkeyakinan salah tersebut, pastilah karena mereka tidak
memiliki ilmu pengetahuan. Ayat ini ingin menegaskan keadaan sementara
orang yang diselubungi oleh kebodohan dan ketiadaan petunjuk, tetapi
mereka berlindung di batik jubah adat istiadat dan tradisi nenek moyang
mereka.
Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa Al-quran tidak mengecam
tradisi tetapi yang dikecam Al-quran adalah tradisi yang tidak sejalan dengan
ilmu pengetahuan, akal sehat, hati'nurani dan terlebih tuntunan Allah SWT.
Apabila suatu tradisi memang baik yaitu tidak bertentangan dengan nilai-nilai
tersebut maka Al-quran tetap menerimanya. Beberapa contoh tradisi yang ada
sebelum Al-quran turun dan tetap dilestarikan di antaranya adalah; tentang
beberapa praktek ibadah haji dan umrah dan lain-lain. Dari sini sungguh tepat
sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa "al-muhafadzatu 'ala
qadimishshalih wal 'akhdzu bil jadidil ashlah", (Memelihara yang lama
selama masih baik lagi sesuai dan mengambil yang baru jika lebih baik).
Apalagi kalau memang bersumber kepada wahyu yang dibawa oleh Nabi
SAW tentu harus tetap diamalkan, seperti yang diisyaratkan dalam surat Ali
Imran/3: 31.

Artinya: Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah


Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu."
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

• MKDU4221/MODUL 7 7.13

Sikap sementara orang yang hanya membebek itu dilukiskan dengan


sangat baik oleh Al-quran dalam surat an-Najm/53: 23.
Artinya: Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak
kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan
pun untuk (menyembah)-nya, mereka tidak lain hanyalah mengikuti
sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka
dan Sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan
mereka.

Ayat ini sekali lagi mengecam sementara orang yang mendasarkan


keyakinan (iman-nya) kepada sangkaan bahkan hawa nafsunya semata
Padahal ajaran agama yang prinsip yaitu tentang iman dan kepercayaan
kepada Tuhan tentu tidak dapat disandarkan kepada dugaan-dugaan semata
melainkan harus didasarkan kepada argumen yang rasional dan objektif. Dan
mereka dikecam karena sangkaan mereka tidak didasarkan kepada
rasionalitas dan objektivitas argumen, melainkan kepada hawa nafsu mereka.
Dari sinilah dapat dipahami mengapa orang yang beriman dan beramal harus
didasari oleh pengetahuan yang mendalam tentang hakikat keduanya bukan
disandarkan dugaan-dugaan yang tidak berdasar.

C. ISLAM MENUNTUT AGAR MANUSIA MENGGUNAKAN


BUDAYA AKADEMIK

Berpikir rasional adalah ciri utama ajaran Islam maka Al-quran


menantang setiap orang yang meragukan ajaran Islam untuk menggunakan
budaya akademik, yaitu menggunakan tradisi keilmuan yang didasarkan
prinsip-prinsip rasionalitas yang lurus. Di antara pernyataan Al-quran yang
menunjukkan hal tersebut adalah Q.S. Al-Baqarah/2: 111.

Artinya: Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah


orang yang benar".

7.14 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

Bukti kebenaran yang diminta oleh ayat tersebut bukan untuk


kepentingan Allah karena Allah tidak perlu bukti apapun atas apa yang
dilakukan manusia. Bukti tersebut diminta oleh Allah untuk manusia, karena
yang perlu bukti adalah manusia. Kesan yang dapat ditangkap dari ayat
tersebut adalah jangan sampai manusia menyangkut prinsip-prinsip
kehidupannya hanya mendasarkan kepada klaim-klaim yang tidak berdasar,

m e l a in k a n ha r u s d i d a sarkan kepada bukti yang jelas hasil


r as i o n a l d an o b y e k t if .
dan pemikiran yang Dari ayat tersebut terlihat bahwa Islam menuntut kepada
manusia untuk mengedepankan rasionalitas ilmiah dalam setiap
tindakannya. Inilah yang dalam era modem sering disebut dengan budaya
akademik. Termasuk dalam konteks ini Islam tidak mentolerir tindakan
pemaksaan dan anarkisme dalam mengajak manusia menuju jalan Allah. Yang
harus dilakukan adalah dengan pendekatan rasional dengan cara yang bijak.
Hal ini antara lain ditegaskan
dalam surat An-Nahl/16: 125

Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan


pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.

Ayat tersebut dipahami para ulama sebagai tahapan yang harus


dilakukan dalam berdakwah dengan melihat dan memperhatikan obyek
dakwahnya. Ketiga tahap tersebut yaitu; pertama, dengan hikmah, kedua,
nasihat yang baik dan ketiga berargumentasi dengan cara yang paling baik.
Ketiga tahap tersebut jelas sekali harus mengoptimalkan kemampuan
akademis setiap orang yang ingin terjun berdakwah.
Tuntutan Al-quran untuk mengoptimalkan kemampuan akademis
manusia tidak pernah disertai keraguan sedikit pun. Karena sepanjang
manusia menggunakan kemampuan nalarnya dengan baik dan benar maka
hal tersebut tidak akan mungkin menggoyahkan keimanannya. Yang terjadi
justru akan sebaliknya semakin optimal manusia menggunakan akalnya maka
akan semakin kokoh iman seseorang. Sekali lagi dengan nalar yang

• MKDU4221/MODUL 7 7.15

digunakan adalah disertai hati yang bersih. Dalam Islam tidak akan ditemui
pertentangan antara iman dengan ilmu pengetahuan. Mengapa? Karena
kedua-duanya sumbernya adalah satu; Iman bersumber dari wahyu yang
berasal dari Allah SWT. Ilmu pengetahuan bersumber dari akal yang juga
berarti ada salah satu yang keliru atau lemah. Dengan kata lain seperti yang

ju g a t e la h d is i ng g u ng d i b gi an aw a l
m e n g h a n tar k a n p e m ili k ny a m em pu n
b a hw a p en g e ta hu a n y a ng b e n a r a k a n sebaliknya
y a i im a n y a n g k o ko h . B e g it u j u g a
salah satu ciri iman yang kokoh akan semakin mendorong pemiliknya untuk
memiliki pengetahuan yang luas. Hal ini antara lain dijelaskan dalam surat Al-
Hajj/22: 54

Artinya: Ayat 54. Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini
bahwasanya Al Quran Itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka
beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan Sesungguhnya
Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman
kepada jalan yang lurus.
Ada tiga rangkaian yang tidak terpisahkan; ilmu pengetahuan, iman yang
kokoh dan hati yang tunduk. Dalam Islam ketiganya tidak boleh dipisahkan
dan saling berkait. Artinya bukti seseorang memiliki pengetahuan adalah
imannya yang kokoh, dan sebagai bukti bahwa iman tersebut adalah kokoh
maka hatinya selalu tunduk (kepada kebenaran yang bersumber dari petunjuk
Allah SWT). Inilah trilogi yang tidak terpisahkan sehingga budaya akademik
yang ingin dibangun oleh Islam bukan sekedar menjadikan manusia cerdas,
tetapi juga manusia yang selain cerdas juga memiliki kehangatan iman yang
disertai kerendahan hati (tawadzu').
Sebuah tradisi akademis yang hanya mengasah kecerdasan otak maka
hanya akan melahirkan robot-robot yang tidak memiliki empati terhadap
sesama. Sebaliknya budaya akademis yang terlalu menitik beratkan
pembangunan keimanan dengan mengesampingkan rasionalitas akan
melahirkan manusia-manusia yang gagap bahkan gagal menghadapi
tantangan zaman. Juga sebaliknya orang-orang yang cerdas akalnya, kokoh
imannya, tetapi tidak disertai kerendahan hati hanya akan melahirkan

7.16 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

manusia-manusia tinggi hal yang tidak peduli terhadap sekelilingnya. Maka


budaya akademik yang ingin dibangun oleh Al-quran adalah yang
menggabungkan ketiganya.
Al-quran merekam sosok orang yang dapat menggabungkan ketiga hal
tersebut dalam diri seorang tokoh Dzul Qamain yang memiliki kekuatan
sehingga dapat menaklukkan musuh dan memiliki kecerdasan yang tinggi

s e h i n g ga d ap at m e m b a n g u n te m b o k y a n g
d e n g a n ren d ah h at i se p e r ti y an g d ij e las k a n
k o k oh k e m u d i an d i a m e n gatakan
d a la m su r a t al - K ah f/ 1 8 : 9 8 .

Artinya: Dzulkamain berkata: "Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku.

Demikian juga dengan tokoh Sulaiman, as. Yang diberi kekayaan yang
melimpah, kekuasaan yang tinggi sebagai seorang raja pada masanya bagi
kaumnya, juga ilmu yang luas dan dalam, bahkan dapat berinteraksi dan
berkomunikasi dengan makhluk-makhluk selain manusia, di antaranya adalah
jin dan binatang. Atas seluruh anugerah tersebut dengan rendah hati dia
mengatakan, seperti yang direkam dalam surat An-Naml/27:40.

Artinya: Sulaiman pun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk


mencoba aku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan
nikmat-Nya) dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya
Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa
yang ingkar maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha
Mulia".

D. KARAKTERISTIK MUSLIM YANG BERBUDAYA AKADEMIK

Setelah melihat penjelasan Al-quran di atas kini tibalah pada bagian


akhir dalam KB I ini yang akan menjelaskan tentang karakteristik seorang
muslim yang berbudaya akademik. Ayat pokok yang menjelaskan hal ini
adalah surat Ali-Imran/3: 190-191.

• MKDU4221/MODUL 7 7.17
Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):
"Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,
Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.

Dalam ayat tersebut seorang muslim yang memiliki karakter berbudaya


akademik disebut dengan istilah ulul albab yang secara kebahasaan
mengandung arti "orang-orang yang memiliki akal yang mumi". Dalam ayat
tersebut jelas dinyatakan bahwa mereka memiliki paling tidak dua karakter
yaitu:
1. orang yang selalu mengingat Allah SWT dalam keadaan berdiri, duduk
atau dalam keadaan berbaring;
2. mereka selalu memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi.

Dari dua karakter tersebut dapat ditarik beberapa pelajaran di antaranya


adalah; pertama, karakter orang yang memiliki budaya akademik dalam
pandangan Al-quran adalah orang yang mampu mengoptimalkan kemampuan
spiritualnya untuk selalu ingat kepada Allah SWT dalam setiap keadaan.
Dalam ayat tersebut dijelaskan dengan ungkapan "selalu mengingat Allah
dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring". Keadaan manusia hanya terdiri
dari tiga keadaan; kalau tidak berdiri mungkin duduk kalau tidak keduanya
pasti berbaring. Dan sebagai bukti dari aktivitas zikir tersebut adalah
kemampuannya untuk menggunakan pikirannya secara maksimal untuk
memikirkan semua ciptaan Allah yang tergelar di alam semesta.
Kedua, Ayat-ayat atau tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang ada di
alam raya ini hanya akan dapat ditangkap oleh orang-orang yang mau
mencurahkan akal dan pikirannya dan disertai dengan kebersihan hati untuk

7.18 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

selalu mengingat Allah SWT. Kalau ada orang yang mampu memikirkan
ciptaan Allah tetapi tanpa disertai usaha mengingat Allah SWT maka tidak
akan menghasilkan sikap budaya akademik yang diidealkan oleh Islam. Al-
quran mengajarkan untuk selalu mengaitkan aktivitas berpikir ilmiah yang
kita lakukan dengan usaha untuk selalu mengingat Allah SWT.
Dari usaha tersebut maka lahirlah sebuah kesadaran yang tulus untuk

m e n g a k ui b e ta p a ag u n g n ya A ll ah S W T
ha d a p a n k e- M a h ak u as a a n A lla h S W T .
da n b e t ap a l m ah y a m an u s i a d i
E k sp re s i s ep e rti in i di un g k a p ka n dalam lanjutan
ayat di surat Ali-Imran/3: 192.

Artinya: Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Barang siapa yang Engkau


masukkan ke dalam neraka, Maka sungguh telah Engkau hinakan ia,
dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun.

Hal ini bukan berarti Allah SWT akan semena-mena memasukkan orang
ke dalam siksa neraka, karena kalau itu terjadi akan berlawanan dengan sifat
Allah SWT yang Maha Rahman dan Maha Rahim. Pernyataan dalam doa
tersebut lebih sebagai bentuk ekspresi sikap seorang hamba yang mengakui
bahwa telah banyak anugerah yang diberikan oleh Allah SWT namun
ternyata tidak menjadikan manusia sadar akan jati dirinya yang hanya juga
sebagai ciptaan (hamba), maka doa tersebut adalah pengakuan kalau pada
akhirnya ada orang yang masuk neraka itu karena semata-mata sikap orang
tersebut yang tidak mau menggunakan akalnya secara benar atau tidak mau
mengikuti tradisi akademik yang diajarkan Allah SWT. Maka
konsekuensinya adalah siksa di neraka.
Karakter ketiga, orang yang berbudaya akademik disebutkan dalam surat
Az-Zumar/39: 18.

Artinya: Yang mendengarkan Perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik
di antaranya. mereka Itulah orang-orang yang telah diberi Allah
petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.

• MKDU4221/MODUL 7 7.19

Dari ayat tersebut jelas terbaca bahwa karakter orang yang memiliki
budaya akademik yang baik adalah orang yang secara sungguh-sungguh dan
konsisten selalu mau mendengarkan hal-hal atau informasi yang baik.
Kemudian dari sekian banyak informasi baik yang mereka terima kemudian
dipilihlah informasi terbaik dan kemudian dengan sepenuh hati melaksanakan
informasi tersebut. Informasi terbaik menurut ayat tersebut bukan tanpa
kriteria. Kriteria yang dijadikan pegangan adalah petunjuk Allah SWT dan
Rasul-Nya serta berdasarkan logika yang lurus dan hati nurani yang bersih.
Mereka itulah yang dalam ayat tersebut kemudian juga disebut dengan ulul
albab.
Namun demikian, seorang muslim meskipun telah memperoleh
kemampuan tersebut' tetap bersikap rendah hati dengan mengakui bahwa
perolehan tersebut merupakan semata-mata karunia dan petunjuk Allah SWT.
Hal ini diisyaratkan dalam ayat di atas dengan redaksi "mereka Itulah orang-
orang yang telah diberi Allah petunjuk". Petunjuk tersebut tentu hanya akan
diperoleh bagi yang bersungguh-sungguh ingin meraihnya. Orang yang tidak
pernah berikhtiar untuk meraih petunjuk maka jangan pernah berharap dapat

memperoleh petunjuk.
Memberi petunjuk Di usaha
dengan sini bertemu antaraingin
manusia yang anugerah
meraihAllah yang Maha
petunjuk.

L A T I H A N

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,


kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan pengertian budaya akademik!
2) Jelaskan tentang bagaimana apresiasi atau penghargaan Al-quran
terhadap orang-orang yang berilmu (berbudaya akademik)?
3) Terangkan tentang karakteristik orang yang berbudaya akademik
menurut Islam!

Petunjuk Jawaban Latihan

1) Untuk menjawab pertanyaan pertama terlebih dahulu yang harus Anda


pahami adalah pengertian budaya dan juga pengertian akademik. Setelah
Anda pahami dengan baik maka tugas selanjutnya adalah mengaitkan
pengertian kedua term tersebut dalam satu kesatuan pengertian. Dan
yang terakhir untuk pertanyaan nomor satu ini adalah Anda coba pahami
pengertian budaya akademik dalam perspektif atau pandangan Islam.

7.20 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

2) Untuk menjawab pertanyaan kedua, sebaiknya Anda memulainya


dengan memahami poin-poin yang ada dalam Kegiatan Belajar 1
tersebut dalam subbab apresiasi Al-quran terhadap orang yang berilmu.
Setelah poin-poinnya berhasil Anda pahami dengan baik tugas
selanjutnya adalah mendalami masing-masing poin tersebut berdasarkan
keterangan-keterangan di atas.

3) Ukanrteunka n d a t i d k ak a m e ra s k e s
p e nj e l as an t ent an g k ar a k te
pdeartlanmyaKanegyiantagn saBtuelain u l ta n ,
r is ti k
i te ntu
ja r 1 in iA
orang yang berbudaya akademik dijelaskan secara sederhana dan
ringkas. Anda hanya perlu sedikit cermat supaya tidak keliru mengambil
kesimpulan dari poin tersebut.

R A N G K U M A N

Budaya akademik dalam pandangan Islam adalah suatu tradisi atau


kebiasaan yang berkembang dalam dunia Islam menyangkut persoalan
keilmuan. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana adalah tradisi ilmiah
yang dikembangkan Islam. Di antara poin-poin pentingnya adalah
pertama, tentang penghargaan Al-quran terhadap orang-orang yang
berilmu, di antaranya adalah:
1. Wahyu Al-quran yang turun pada masa awal mendorong manusia
untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
2. Tugas Manusia sebagai khalifah Allah di Bumi akan sukses kalau
memiliki ilmu pengetahuan.
3. Muslim yang baik tidak pernah berhenti untuk menambah ilmu.
4. Orang yang berilmu akan dimuliakan oleh Allah SWT.

D i s a m p in g m e m b e r ik an a p
p e n t i n g l a in y a ng d i je la s k an A l -
re s i a si t e r h a da p o ra n g yang berilmu poin
q u r a n a d a l a h b ah w a :
l. Iman seorang muslim tidak akan kokoh kalau tidak ditopang dengan
ilmu, demikian juga dengan amal shalih.
2. Tugas kekhalifahan manusia tidak akan dapat sukses kalau tidak
dilandasi dengan ilmu.
3. Karakter seorang muslim yang berbudaya akademik adalah; orang
yang selalu mengingat Allah yang disertai dengan ikhtiar untuk
selalu menggunakan akalnya untuk memikirkan ciptaan Allah SWT.
Serta selalu berusaha menambah ilmu dengan membuka diri
terhadap setiap informasi yang baik dan kemudian memilih yang
terbaik untuk dijadikan pegangan dan diikutinya.

• MKDU4221/MODUL 7 7.21
T E S F O R M A T I F 1

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Budaya akademik dalam Islam mengandung arti ....


A. kebiasaan menyangkut masalah keilmuan dalam Islam
B. kebiasaan tentang tata cara beribadah dalam Islam
C. tradisi yang berkaitan dengan masalah ketuhanan
D. tradisi yang berhubungan dengan masalah keimanan

2) Ayat Al-quran yang pertama kali turun adalah ....


A. Surat al-Qalam: 1-7
B. Surat al-Fatihah
C. Surat al-'Alaq: 1-5
D. Surat al-Kafirun

3) Terjemah ayat yang berbunyi "Bacalah dengan nama Tuhanmu"


adalah ....

AB. al-'Alaq ayat 13


C. al-'Alaq ayat 2
D. al-Qalam ayat 3

4) Di antara apresiasi Al-quran terhadap pentingnya ilmu pengetahuan


adalah semua benar, kecuali ....
A. wahyu yang pertama berisi perintah membaca
B. tugas sebagai khalifah di bumi akan sukses kalau berilmu
C. Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu
D. diwajibkannya seorang muslim mengerjakan shalat

5) Al-quran mengecam orang-orang yang beragama hanya karena ikut-


ikutan, tidak didasarkan kepada ilmu, hal ini dijelaskan dalam ....
A. Suarat al-Baqarah ayat 170 dan al-Maidah ayat 104
B. Surat al-Baqarah ayat 107 dan al-Maidah ayat 140
C. Surat al-Baqarah ayat 117 dan al-Maidah ayat 114
D. Surat al-Baqarah ayat 77 dan al-Maidah ayat 40

6) Tiga tahapan yang diajarkan Al-quran seperti dijelaskan dalam surat an-
Nahl/16: 125 untuk mengajak manusia ke jalan Allah adalah dengan....
A. diplomasi, dagang, dan perang
B. perkawinan, perdagangan, dan perdamaian

7.22 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

C. hikmah, nasihat yang baik, dan adu argumentasi yang lebih baik
D. membaca ayat Al-quran, terjemahnya, dan tafsirnya

7) Muslim yang memiliki budaya akademik berarti harus menggabungkan


tiga unsur yaitu ....
Allah SWT

BC. agmelalr syhaanlgihb, aInbyaadka,hsrearjingdbaenrhseakjiodl ahn yrajning

stihnaglgati
D. jabatan yang tinggi, harta yang banyak dan status sosial yang mapan

8) Karakteristik seorang muslim yang berbudaya akademik dijelaskan


dalam Al-quran: dalam ....
A. Surat al-Baqarah ayat 30
B. Surat Ali 'Imran ayat 191-193
C. Surat All 'Imran ayat 91-93
D. Surat al-Baqarah ayat 170-173

9) Karakteristik orang yang memiliki budaya akademik menurut al-Quran


adalah selalu....
A. beribadah dengan tekun
B. menuntut ilmu
C. berusaha mencari rezeki
D. mengingat Allah dan Memikirkan ciptaan Allah

10) Dalam surat az-Zumar ayat 18 dijelaskan salah satu karakter orang yang
berbudaya akademik, yaitu ....
A. konsisten menghadiri undangan
B. istiqomah mengerjakan shalat jamaah
C. konsisten mendengarkan ajaran yang lebih baik dan kemudian

D. mtideankgimkuemtinikyiarkan zat Allah

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.

Jumlah Jawaban yang Benar


Tingkat penguasaan = 100%
Jumlah Soal

• MKDU4221/MODUL 7 7.23

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang
belum dikuasai.

7.24 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

KEg I A TA N B EL A JA
R 2

Etos Kerja, Sikap Terbuka, dan


Keadilan dalam Islam
etelah Anda dapat memahami dengan baik Kegiatan Belajar 1,

S selanjutnya Anda akan diajak untuk memasuki bagian Kegiatan Belajar 2


akan dibahas tentang sikap-sikap positif yang semestinya dimiliki oleh orang-
orang yang berbudaya akademik. Untuk dapat memahami dengan baik Anda
tentu harus berusaha mengaitkan masalah yang Anda pahami dengan
persoalan utama yang dijelaskan dalam pendahuluan model ini. Sikap-sikap
tersebut adalah:
1. mempunyai etos kerja yang tinggi;
2. memiliki sikap terbuka;
3. bersikap adil.

Ketiga sikap positif tersebut dalam Kegiatan Belajar 2 mi akan


dijelaskan tentu saja dalam pandangan atau perspektif Islam. Kita akan
memulainya secara berurutan dari nomor yang terkecil, meskipun demikian
ketiganya sebenarnya bukan sesuatu yang terpisah-pisah, melainkan suatu
yang saling berkaitan.

A. ETOS KERJA

Ilustrasi: Ada dua orang pekerja, dengan kemampuan yang relatif sama
baik menyangkut tenaga, tingkat pendidikannya maupun waktu yang mereka
miliki untuk menyelesaikan pekerjaan. Dalam faktanya pekerja yang satu
dapat jauh lebih banyak menyelesaikan pekerjaannya, sementara pekerja
kedua menyelesaikan pekerjaannya dengan jumlah yang lebih sedikit.
Pertanyaan yang muncul adalah mengapa bisa terjadi perbedaan hasil
pekerjaan keduanya? Jawaban yang mungkin dapat diberikan adalah
perbedaan hasil dari kedua pekerja tersebut disebabkan semangat dalam
bekerja yang berbeda. Semangat inilah yang kemudian populer disebut
dengan istilah etos kerja.
Setelah Anda membaca ilustrasi di atas cobalah Anda membuat contoh-
contoh sendiri mungkin dalam kasus yang Anda alami.

• MKDU4221/MODUL 7 7.25

Untuk menjelaskan pandangan Islam tentang etos kerja maka harus


dimulai terlebih dahulu penjelasan tentang tugas manusia menurut Al-quran.
Paling tidak ada tiga tugas pokok manusia yaitu:

1. Manusia Bertugas sebagai Khalifah di Muka Bumi


Hal ini secara tegas disebutkan dalam surat Al-Baqarah/2: 30.

Artinya: Ayat 30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi" mereka berkata: "Apakah Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui."

Ayat tersebut menjelaskan tentang rencana Allah SWT menciptakan


manusia adalah diberi mandat sebagai khalifah atau wakil Allah SWT untuk
mengelola bumi. Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut dengan baik
maka yang harus dilakukan adalah bekerja dengan baik, bekerja dengan baik
saja tentu tidak cukup tetapi juga harus dengan semangat yang tinggi.
Semangat inilah yang menjadi fokus kita untuk ditingkatkan dan itulah yang
disebut etos.
Ayat lain yang juga menjelaskan tentang tugas manusia sebagai khalifah
dijelaskan dalam surat Faathir/35: 39.

Artinya: Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi.


Barang siapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa
dirinya sendiri. dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain

7.26 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan


kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan
menambah kerugian mereka belaka.

Ayat ini mengisyaratkan bahwa setiap orang bertugas membangun dunia


dan berusaha memakmurkannya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
petunjuk Allah SWT. Apapun fungsi dan kedudukannya dalam kehidupan
sosialnya; apakah dia penguasa atau rakyat biasa, pengusaha atau pekerja,
dan lain-lain. Manusia sejak awal telah diberi potensi oleh Allah SWT untuk
dapat melakukan tugas tersebut. Dan potensi itu tidak diberikan kepada
makhluk selain manusia. Inilah yang menjadikan manusia memperoleh
kehormatan dibandingkan dengan makhluk yang lain.
Dalam redaksi ayat lainnya sangat jelas bahwa tugas kekhalifahan
tersebut dikaitkan dengan aktivitas bekerja atau yang kemudian populer
dengan etos kerja. Hal ini diisyaratkan dalam surat Al-A'raaf/7: 129.

Artinya: ... Musa menjawab: "Mudah-mudahan Allah membinasakan


musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi-(Nya), maka
Allah akan melihat bagaimana kamu bekerja.

Dari ayat-ayat tersebut di atas dapat juga dipahami bahwa nilai kualitas
kemanusiaan seseorang salah satu tolok ukurnya adalah, seberapa sungguh-
sungguh seseorang menjalankan tugas tersebut dalam kehidupannya yaitu
membangun etos untuk bekerja. Karena kalau manusia tidak memiliki etos
dalam bekerja atau etosnya rendah berarti dia telah menyia-nyiakan tugas
yang diamanatkan Allah SWT kepadanya.

2. Manusia Bertugas untuk Mengabdi (Beribadah) kepada Allah


Ayat yang secara tegas menyebutkan hal ini adalah surat Az-
Dzaariyaat/51: 56.

• MKDU4221/MODUL 7 7.27

Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.

Ayat ini mengisyaratkan bahwa tugas lain yang diemban oleh manusia
dalam hidup di dunia ini adalah untuk menjadikan segala aktivitas hidupnya
bernilai ibadah. Tentu saja dalam hal ini termasuk bekerja dalam kapasitas
apapun. Kalau bekerja adalah sebagai salah satu ekspresi beribadah maka
sebagai seorang muslim tentunya tidak akan menyia-nyiakan setiap
kesempatan dan waktu yang ada kecuali akan diisi dengan usaha yang
sungguh-sungguh untuk dapat menghasilkan karya-karya terbaik sebagai
persembahan pengabdiannya kepada Tuhannya (Allah SWT).
Secara lebih rinci lagi dalam ayat lain dikemukakan bahwa ibadah yang
dilakukan tersebut harus benar-benar dilandasi niat yang ikhlas. Ini
diisyaratkan dalam surat Al-Bayyinah/98: 5.

Artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah


dengan menunaikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.

Kalau ibadah sarat diterimanya adalah harus ikhlas maka bekerja karena
sebagai ekspresi ibadah juga sudah sewajarnya kalau harus dilandasi dengan
hati yang ikhlas. Bekerja dengan ikhlas berarti memaksimalkan seluruh
potensi dan kemampuan untuk dapat mencapai hasil yang maksimal sesuai
dengan petunjuk Allah SWT. Dari perspektif ini terlihat bahwa dalam Islam
tidak ada istilah pekerjaan rendahan atau bergengsi. Semua bentuk kerja
akan dinilai baik tergantung niat dan cara melaksanakannya. Sekedar contoh;
Seorang office boy (pelayan kantor), kalau bekerja dengan baik, niat yang
baik maka tidak akan kalah mulia di sisi Allah dengan seorang direktur
sekalipun.

Petunjuk Al-quran untuk Meningkatkan Etos Kerja


Dalam Al-quran ditemukan sekian ayat yang dapat memberi petunjuk
agar kita dapat meningkatkan etos kerja, di antaranya adalah:

7.28 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

Pertama, Manajemen waktu; seorang muslim dituntut untuk dapat


mempergunakan waktu seefektif mungkin untuk dapat diisi dengan segala
bentuk aktivitas yang baik, terlebih apabila sedang mengerjakan satu
pekerjaan. Berkali-kali kita temukan ayat yang berisi sumpah Allah SWT
dengan menggunakan waktu seperti, wal 'ashri, wadh-dhuha, wal-laili, wan-
nahari. Hal ini mengandung pesan bahwa setiap orang yang ingin sukses
harus dapat mempergunakan waktu sebaik mungkin. Karena waktu adalah
modal terbaik.
Ilustrasi: Mengapa sebuah tim sepak bola apabila sedang bermain
mereka secara umum begitu ngotot dan bersemangat? Mungkin jawabannya
bisa macam-macam, di antaranya; mereka ingin meraih kemenangan,
sehingga menjadi juara. Jawaban tersebut tentu tidak keliru, tetapi dalam
perspektif orang yang berusaha salah satu sebab makna mengapa mereka
begitu bersemangat adalah kesadaran akan terbatasnya waktu permainan,
sehingga apabila mereka tidak bersemangat sementara waktu pertandingan
sangat terbatas kemungkinan besar mereka akan menderita kekalahan dan itu
berarti kehilangan kesempatan untuk menjadi juara.
Maka dalam ayat lain Al-quran memberi petunjuk dalam surat Al-
Insyirah/94: 7-8.

Artinya: Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain (ayat 7). Dan hanya
kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap (ayat 8).

Ayat tersebut memberi isyarat seorang yang ingin meraih keberhasilan


dalam usahanya maka tidak ada waktu yang disia-siakan untuk berlalu begitu
saja tanpa menghasilkan suatu karya yang bermanfaat. Karena apabila selesai
suatu pekerjaan segera susul dengan mengerjakan pekerjaan lain yang baik
dengan sungguh-sungguh Ayat tersebut juga memberi isyarat tentang
pentingnya sebuah perencanaan dalam satu pekerjaan. Ayat tersebut seakan
ingin mengajarkan bahwa sebelum kalian melakukan satu pekerjaan cobalah
membuat perencanaan yang baik dalam tahapan-tahapan pekerjaan yang
sistematis dengan target-target yang dapat diukur. Dan apabila satu tahap
telah selesai maka segera kerjakan tahap selanjutnya dengan bersungguh-

• MKDU4221/MODUL 7 7.29

sungguh. Inilah salah satu petunjuk yang amat jelas bahwa seorang muslim
dalam bekerja harus memiliki etos yang tinggi.
Namun, yang perlu diingat bahwa kunci keberhasilan pekerjaan yang
kita lakukan buka hanya terletak kepada etos kerja saja melakukan harus juga
disandarkan kepada ridha Allah SWT. Inilah yang diisyaratkan dalam ayat 8
surat di atas. "Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap" .
Hal inilah yang juga membedakan antara etos kerja yang diajarkan oleh Al-
quran dengan etos kerja yang diajarkan lainnya.
Kedua, bekerja sesuai bidang dan kompetensinya. Etos kerja seseorang
akan berlipat apabila pekerjaan yang dia lakukan memang pekerjaan yang
sesuai dengan bidang dan kompetensinya. Apabila seseorang melakukan
peredaan yang bukan bidangnya, apalagi kalau tidak memiliki kompetensi
jangan harap akan dapat memperoleh hasil yang maksimal, yang ada justru
kegagalan. Hal ini diisyaratkan dengan sangat dalam Al-quran surat Al-
Israa'/17: 84.

Artinya: Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-


masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar
jalan-Nya.

Ayat ini memberi isyarat bahwa setiap orang telah dianugerahi oleh
Allah potensi dan kecenderungan tertentu, dalam bahasa modern bisa disebut
dengan talenta atau bakat. Maka seseorang yang dapat dengan baik
mengenali dan menggali potensi anugerah Allah tersebut kemudian dapat
diwujudkan dalam bentuk kecakapan dan kompetensi dalam bidang tertentu
maka bukan suatu yang sulit bagi orang tersebut untuk dapat meningkatkan
etos kerja dan meraih hasil yang maksimal.
Hal yang tidak kalah pentingnya dalam peningkatan etos kerja ini,
seorang muslim harus tetap mengikuti petunjuk Allah SWT dalam bekerja.
Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut.
a. Pekerjaan yang dilakukan tidak boleh menjadikan lupa kepada Allah;
Sekeras apapun orang bekerja setinggi apapun etos kerja yang dimiliki
maka tidak boleh menjadikan lupa kepada Allah SWT. Hal ini
ditegaskan dalam surat Al-Jumu'ah/62: 9.

7.30 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

Artinya: Hai orang-orang beriman, apabila di seru untuk menunaikan


shalat Jumat maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah
dan tinggalkanlah jual beli yang demikian itu lebih baik bagimu
jika kamu mengetahui.

Yang dimaksud jual beli dalam ayat tersebut adalah mencakup seluruh
aktivitas atau pekerjaan manusia. Maka apapun aktivitas atau pekerjaan
yang dilakukannya tidak boleh melupakan Allah SWT. Ayat tersebut
ditutup dengan statement Allah "Yang demikian itu lebih baik bagimu
jika kamu mengetahui" Hal ini mengisyaratkan bahwa boleh jadi ada
orang yang tetap bekerja dengan etos yang tinggi tanpa peduli dengan
aturan-aturan Allah, maka hal ini jelas akan merugikan dirinya sendiri.
Karena hasil pekerjaan tersebut tidak akan membawa kebahagiaan
hidupnya di dunia apalagi di akhirat. Yang terjadi justru akan sebaliknya
orang akan mengalami kecanduan kerja, dan itu akan berakibat tidak
baik bagi keseimbangan hidupnya.

b. Etos Kerja yang tinggi tidak boleh melupakan shalat dan zakat; ibadah
shalat adalah bagian dari teknis dan mekanisme yang diciptakan oleh
Allah SWT agar manusia tetap dapat memelihara komunikasi dengan
Allah SWT. Maka sesibuk apapun seseorang kalau ingin hidupnya
diberkahi dan bahagia maka harus tetap memelihara shalatnya. Dan
setelah memperoleh hasil dari pekerjaannya dituntut untuk memberikan
hak-hak saudaranya yang kurang beruntung (fakir-miskin) dengan
membayar zakat. Ini diisyaratkan dalam surat An-Nuur/24: 37.

Artinya: Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula)
oleh jual beli dan mengingati Allah, dan (dari) mendirikan
sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut
kepada suatu hal yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi
guncang.

• MKDU4221/MODUL 7 7.31

Rambu-rambu di atas yang paling penting untuk diperhatikan adalah


tidak boleh melakukan pekerjaan yang diharamkan oleh Allah SWT. Kalau
yang dilarang oleh Allah SWT tetap dikerjakan maka akan membawa
kehancuran bagi individu orang tersebut juga bagi masyarakatnya; misalnya
dengan melakukan perjudian dan bentuk-bentuk kecurangan lainnya. Salah
satu ayat yang menjelaskan hal ini adalah surat Al-Maai’dah/5: 90-91.

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar,


berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah,
adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan (ayat 90).
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum)
khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat
Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan
pekerjaan itu) (ayat 91).

Penghargaan Al-Quur'an terhadap Orang yang Memiliki Etos Kerja


Etos kerja yang diartikan sebagai sebuah spirit atau semangat untuk
mengerjakan suatu aktivitas baik yang maksimal. Salah satu ungkapan yang
dapat kita samakan dengan ungkapan Al-quran adalah 'amal atau juga 'amal
shalih. Banyak ayat yang dapat kita rujuk untuk menunjukkan betapa tinggi
penghargaan Al-quran terhadap orang-orang yang mempunyai etos kerja
('amat yang baik). Di antaranya adalah:
a. Surat Saba'/34: 13.

Artinya: Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah)


dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.

7.32 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

Dari ayat tersebut jelas bahwa bekerja adalah sebagai ekspresi tanda
bersyukur. Salah satu makna syukur adalah menggunakan semua karma
Allah SWT sesuai tujuan penganugerahannya. Dari penjelasan tersebut
dapat kita tarik pemahaman bahwa orang yang tidak mau bekerja
dengan baik berarti tidak bersyukur atas seluruh anugerah Allah
SWT.
Sebaliknya orang yang mau bekerja dengan baik atau orang memiliki
etos kerja berarti orang tersebut telah masuk ke dalam kelompok orang
yang bersyukur. Sehingga Sungguh tepat kalau Allah menjanjikan alas
orang yang bersyukur akan ditambah nikmat karunia-Nya. Hal ini
dengan jelas disebutkan dalam surat Ibrahim/l4: 7.

Artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;


"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

Seorang muslim mutlak harus memiliki keras kerja yang tinggi, sebab
kalau tidak berarti dia akan termasuk orang yang tidak bersyukur dan ini
berarti hanya akan mendatangkan kemurkaan Allah SWT. Dalam
perspektif modern orang yang tidak cerdas bersyukur, berarti tidak
memiliki etos dalam bekerja pada gilirannya hanya akan mendatangkan
kegagalan.

b. Surat An-Nahl/16: 97.

Artinya: Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki


maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik dan Sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.

• MKDU4221/MODUL 7 7.33

Ungkapan yang secara jelas menunjukkan pekerjaan yang baik adalah


amal shalih, yang dalam ayat tersebut dijanjikan akan diberikan
penghidupan yang baik, sukses, dan di akhirat masih akan
disempurnakan karunia-Nya berupa pahala di surga. Hal itu semua akan
diberikan kepada orang yang memiliki etos kerja atau amal yang baik.
Salah satu prasyarat yang penting untuk dapat memiliki etos kerja yang
tinggi adalah seseorang harus memiliki sikap terbuka, dan inilah yang
akan dibahas dalam subbab berikut ini.

B. SIKAP TERBUKA (JUJUR)

Sikap positif selanjutnya yang harus dimiliki oleh seseorang yang ingin
berhasil "dalam kehidupannya adalah sikap terbuka atau jujur. Seseorang
tidak akan mungkin memiliki sikap terbuka kalau tidak bersikap jujur
terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Karena orang yang bersikap
tidak jujur pasti akan berusaha mati-matian untuk menutupi
ketidakjujurannya. Bagaimana seseorang dapat bersikap terbuka kalau dia
harus berbohong untuk menutupi kebohongan yang dia lakukan. Maka yang
akan terjadi adalah kebohongan di atas kebohongan
Islam sangat menekankan supaya manusia bersikap jujur. Di antara ayat-
ayat yang memerintahkan supaya bersikap jujur di antaranya sebagai berikut.

1. Surat Al-Ahzab/33: 70

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
Katakanlah Perkataan yang benar.

Yang dipanggil dalam ayat tersebut adalah orang yang beriman, hal ini
berarti salah satu prasyarat orang-orang yang kokoh imannya adalah selalu
berkata benar dan jujur dan ini menjadi prasyarat utama untuk memiliki
sikap terbuka. Seseorang tidak mungkin akan dapat memiliki sikap terbuka
apabila belum dapat bersikap jujur terhadap dirinya sendiri.
Sikap terbuka yang dimiliki seseorang akan menjadikan hidupnya
merasa nyaman, karena tidak ada yang perlu ditutupi, sehingga etos kerja
dan kinerjanya akan menjadi maksimal. Beberapa hasil penelitian
menyebutkan

7.34 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

bahwa salah satu yang menyita dan mencuri tenaga, stamina dan energi kita
adalah sikap tidak terbuka dan tidak jujur baik kepada diri sendiri maupun
orang lain. Sehingga apabila kita dapat selalu bersikap jujur dan terbuka
maka akan menjadikan semangat dan stamina kita dalam menjalani hidup,
khususnya dalam pekerjaan akan menjadi berlipat ganda dan optimal.
Contoh: Seorang karyawan telah berbuat curang di tempat kerjanya.
Maka yang akan dia lakukan adalah sedapat mungkin mengamankan dan
merahasiakan kecurangannya itu, Maka untuk menutupi kecurangannya
tersebut di pasti akan berbuat bohong. Selama orang ini belum mau mengaku
dan bersikap jujur dan terbuka terhadap dirinya sendiri maka selama itu pula
rasa bersalah akan terus melanda hatinya, meskipun terkadang itu berusaha
untuk ditutupinya. Dan selama itu pula pasti orang tersebut tidak akan dapat
fokus kepada pekerjaannya. Dan pada gilirannya prestasi kerjanya pun akan
menurun, sehingga yang rugi adalah dirinya sendiri.

2. Surat At-Taubah/9: 119

Artinya: Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan


hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.

Ayat ini memberi petunjuk bagaimana cara menjadi orang yang selalu
bersikap jujur dan terbuka yaitu dengan cara bergabung dengan lingkungan
yang kondusif yang dapat memberi pengaruh dan dampak positif bagi
kepribadiannya. Hal ini juga menjadi isyarat bahwa lingkungan yang tidak
baik akan berpengaruh bagi kepribadian seseorang. Seseorang yang bergaul
dengan orang-orang yang tidak jujur dan tidak terbuka maka cepat atau
lambat orang tersebut juga akan terpengaruh. Sebaliknya kalau kawan-kawan
dekatnya adalah orang-orang yang jujur dan terbuka maka akan berpengaruh
positif bagi kepribadiannya. Redaksi yang digunakan ayat tersebut adalah
maka yang berarti bersama.
Dalam satu kesempatan Nabi SAW membuat ilustrasi betapa pentingnya
memilih teman yang baik itu penting. Apabila seseorang bergaul dengan
penjual parfum maka meskipun dia tidak membelinya pasti akan ke bagian
bau harumnya. Sebaliknya kalau seseorang bergaul dengan tukang pandai
besi maka pasti akan mendapat bagian panasnya.

• MKDU4221/MODUL 7 7.35

Dalam sebuah hadis Nabi SAW berpesan: "Sesungguhnya kejujuran


membawa kepada kebajikan dan kebajikan membawa ke surga, dan
sesungguhnya seseorang berlaku jujur hingga ditulis di sisi Allah sebagai
orang yang sangat jujur dan sesungguhnya dusta membawa kepada
kemaksiatan dan kemaksiatan membawa ke neraka, dan sesungguhnya
seseorang berlaku dusta hingga ditulis di sisi Allah sebagai pendusta. (HR.
Bukhari dan Muslim).
Dan sabda Nabi SAW di alas yang perlu digarisbawahi adalah bahwa
bersikap jujur dan terbuka itu sebenarnya tidak sulit yang sulit adalah
bersikap jujur dan terbuka secara konsisten. Seseorang yang telah
menjadikan sikap terbuka adalah bagian dari sikap mama dalam hidupnya,
maka sebenarnya dia telah meraih separuh kesuksesan hidupnya baik untuk
prestasi dunianya maupun akhiratnya.
Sikap positif lain yang seharusnya menjadi budaya atau kebiasaan kita
adalah sikap adil. Inilah yang akan dibahas dalam tulisan di bawah ini.

C. SIKAP ADIL

Ilustrasi: dalam sebuah riwayat yang sahih dikisahkan: bahwa Seorang


sahabat yang bernama Abu Darda al-Anshari, selalu puasa di siang ban dan
selalu shalat malam semalam suntuk sehingga keluarganya kurang mendapat
perhatian. Melihat hal tersebut saudara angkatnya yaitu sahabat Salman al-
Farisi datang mengingatkan bahwa tindakan tersebut keliru. Yang benar
adalah bahwa badan kita punya hak untuk diistirahatkan, keluarga kita punya
hak untuk diperhatikan, masing-masing harus seimbang ditunaikan haknya.
Itulah salah satu makna adil dalam Islam. Apa makna sikap adil yang lain?
Inilah yang akan menjadi fokus bahasan dalam tulisan ini.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata "adil" diartikan: (1) tidak
berat sebelah/tidak memihak, (2) berpihak kepada kebenaran dan (3) se-
patutnya/tidak sewenang-wenang.
Bersikap adil yang dibicarakan Al-quran, khususnya dan Islam pada
umumnya mengandung berbagai spektrum makna, tidak hanya pada proses
penetapan hukum atau terhadap pihak yang berselisih melainkan
menyangkut segala aspek kehidupan beragama. Di antaranya adalah:
Pertama, Adil dalam aspek Aqidah; Untuk menelusuri makna adil dalam
aqidah ini dapat digunakan antonim dari keadilan yaitu kezaliman. Al-quran
menyebut bahwa syirik adalah kezaliman yang terbesar, hal ini antara
lain disebutkan dalam Q.S. Luqman/3l: 13.

7.36 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

Artinya: Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia


memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah
adalah benar-benar kezaliman yang besar.

Hal senada dapat dijumpai dalam Q.S. Al-Naml/27: 44

Artinya: Dikatakan kepadanya (ratu); "masuklah ke dalam istana", maka


tatkala dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar
dan disingkapkannya kedua betisnya. Sulaiman, as. Berkata:
Sesungguhnya ia adalah istana licin yang terbuat dari kaca, Ratu
tersebut berkata; Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah berbuat zalim
terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada
Allah Tuhan semesta Alam.

Termasuk dalam aspek aqidah adalah bahwa Allah SWT. mengutus para
Rasul dengan membawa wahyu untuk dapat menegakkan sistem
kemanusiaan yang adil. Hal ini dijelaskan dalam Q. S. Al-Hadiid /57: 25.

Artinya: Sesungguhnya kami telah mengutus Rasul-Rasul Kami dengan


membawa bukti-bukti yang nyata dan telah kami turunkan bersama
mereka Al-kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat
melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya
terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia,
(supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah
mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya,
padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi
Maha Perkasa.

• MKDU4221/MODUL 7 7.37

Keadilan tidak hanya berlaku bagi makhluk manusia termasuk alam


semesta ini ditegakkan oleh Allah SWT atas dasar keadilan, Q.S. Ar-
Rahmaan /55: 7-8 menjelaskan hal ini.
Artinya: Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan al-mizan
(neraca kesetimbangan) * Agar kamu tidak melampaui batas tentang
neraca itu* Dan tegakkanlah timbangan itu dengan qis dan
janganlah kamu mengurangi neraca itu.

Kedua, dalam aspek syari'ah khususnya yang berkaitan dengan


muamalah Al-quran menekankan perlunya manusia berlaku adil. Sebagai
contoh Q.S. Al-Baqarah/2: 282.

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian bermuamalah tidak


secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kalian
menuliskannya dengan adil. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
menginfakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia
bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi

7.38 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

sedikit pun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu lemah


akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
menginfakkan, maka hendaklah walinya menginfakkan dengan
jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang laki-
laki di antara kalian . Jika tidak ada dua orang laki-laki, maka boleh
seorang lelaki dengan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang
kalian ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi
mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi
keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kalian jemu
menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu
membayarnya. Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah dan lebih
dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu, (tulislah muamalahmu itu), kecuali
jika muamalah itu perdagangan tunai yang kalian jalankan di antara
kalian, maka tidak ada dosa bagi kalian (jika) kalian tidak
menuliskannya. Dan persaksikanlah apabila kalian berjual beli; dan
janganlah penulis dan saksi saling menyulitkan. Jika kalian

msmsuealtaukkuekfansiykangpadeamdikiriiamn ui.tuD, amn


abkeartaseqswuanlgaghukhenpyadahaAl liltauh ;a Ad al l a h
mengajarmu dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Dalam kaitannya dengan aspek syari’ah ini termasuk di dalamnya adalah


adil dalam menetapkan hukum, yang nanti akan diberikan penjelasan dalam
pembahasan khusus hal tersebut.
Ketiga, dalam aspek akhlak keadilan dituntut bukan hanya kepada orang
lain namun juga kepada diri sendiri. Ayat-ayat di bawah ini memberikan
gambaran hal tersebut:
Q.S. Al-An'aam/6: 152.

Artinya: Janganlah kamu dekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang
lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah
takaran dan timbangan dengan adil, Kami tidak memikulkan beban
kecuali sesuai dengan kemampuannya. Dan apabila kamu berkata
hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabatmu dan
penuhilah janji Allah yang demikian itu diperintahkan Allah
kepadamu agar kamu ingat.

• MKDU4221/MODUL 7 7.39

Dalam memberikan penafsiran ayat tersebut khususnya dalam frase


"apabila kamu berkata hendaklah berlaku adil", Quraish Shihab menyatakan
bahwa ucapan seseorang terdiri dari tiga kemungkinan; pertama, jujur atau
benar ini bisa saja bermakna positif atau negatif, serius atau berbanda; kedua,
ucapan yang salah, ada yang disengaja (bohong) ada juga yang tidak
disengaja (keliru); dan ketiga, omong kosong, ini ada yang dimengerti tetapi
tidak berfaedah sama sekali, namun ada juga yang tidak dimengerti.
Perintah berkata dalam ayat tersebut menyangkut ketiga makna
tersebut, dalam anti ucapan bohong dan omong kosong tidak dibenarkan
sama sekali untuk diucapkan. Adapun ucapan yang benar tetapi tidak adil
yaitu bukan pada tempatnya maka ucapan seperti ini tidak dibenarkan. Yang
dituntut dari ayat ini adalah bahwa ucapan tersebut jujur atau benar
sekaligus adil dalam arti sesuai pada tempatnya meskipun tertuju kepada
kerabat sendiri.
Dari pemaparan aneka ragam makna keadilan yang disebut oleh Al-
quran sebagaimana tersebut di atas maka dapat dirangkum dalam beberapa
bagian yang dapat disebut sebagai dimensi keadilan, yaitu:

1. "Kesamaan" sebagai Dimensi


Keadilan Ayat-ayat yang menjelaskan masalah ini cukup banyak
terutama yang terkait dengan masalah penetapan hukum, beberapa ayat
tersebut antara lain.
Q.S. Al-Nisaa'/4: 58

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat-


amanat kepada pemiliknya, dan apabila kamu menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepada kamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi
Maha Melihat.

Menurut sebagian besar mufassir, seperti Ibn Kasir dan juga al-Suyuti,
asbab al-nuzul dari ayat di atas adalah berkenaan dengan kasus kunci Ka'bah
yang ada dalam kekuasaan 'Usman ibn Talhah yang terjadi pada hari
penaklukan kota Makkah pada tahun 8 H. Peristiwa tersebut bermula ketika

7.40 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

Rasulullah SAW meminta kunci Ka'bah dari 'Usman. Ketika kunci hendak
diserahkan, al-'Abbas meminta kepada Nabi SAW agar kekuasaan atas kunci
itu diserahkan kepadanya sehingga ia dapat menghimpun kekuasaan tersebut
dengan kekuasaan memberi air minum kepada jam'ah haji ( siqayat). Karena
permintaan ini `Usman pun menahan kunci tersebut, meskipun Nabi SAW
Nabi SAW meminta untuk yang ketiga kalinya. 'Usman menyerahkan kunci
tersebut sambil berkata; "Inilah dia dengan amanat". Nabi SAW kemudian
memasuki Ka'bah dan setelah keluar, beliau thawaf, kemudian turunlah Jibril
membawa wahyu. Nabi SAW memanggil 'Usman dan menyerahkan kembali
kunci Ka'bah kepadanya.
Ungkapan yang terkait langsung dengan pembahasan ini adalah ' Apabila
kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu menetapkan
hukum dengan adil'. Yang dimaksud dengan menetapkan hukum dalam ayat
tersebut bukan hanya berkisar dalam apabila terjadi persengketaan. Hal ini
didasarkan kepada penelusuran makna hukm yang dikandung oleh Al-quran.
Secara etimologis akar kata yang terdiri dari huruf ha, kaf dan mim
mengandung arti "mencegah", yang secara leksikal kemudian bermakna
"menyelesaikan atau memutuskan suatu urusan, memberi kekang dan
mencegah seseorang dari yang diingininya". Kata al-hukm ketika terserap ke
dalam bahasa Indonesia mengalami sedikit reduksi dengan diberikan makna
sebagai peraturan, ketentuan dan keputusan, sementara dalam
penggunaannya dalam Al-quran kata tersebut tidak hanya mengacu kepada
hasil atau obyek namun juga menyangkut pembuatan dan cam menjalankan
keputusan tersebut.
Bertolak dari pemahaman makna hukm di atas maka pengertian
ungkapan "apabila kamu menetapkan hukum" dalam ayat di alas mencakup
pengertian "membuat dan menerapkan hukum". Ini berarti secara kontekstual
perintah dalam ayat tersebut tidak hanya ditujukan kepada kelompok sosial
tertentu dalam masyarakat muslim, tetapi ditujukan kepada setiap orang
yang mempunyai kekuasaan memimpin orang-orang lain termasuk dalam hal
ini adalah kepemimpinan dalam rumah tangga yang dipegang oleh seorang
suami. Ini antara lain disebutkan dalam.
Q.S. An-Nisaa'/4 : 34

• MKDU4221/MODUL 7 7.41

Artinya: Kaum laki-laki (suami) adalah pemimpin bagi kaum perempuan


(istri-istri), oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka
(suami) atas sebagian yang lain (istri), dan karena mereka (suami)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka ...

Dalam Al-quran dan terjemah yang diterbitkan Departemen Agama ayat


tersebut diberi subjudul beberapa peraturan hidup bersuami istri. Dalam ayat
tersebut kepemimpinan seorang suami dijelaskan dengan kata qawwam yang
mengindikasikan bahwa kepemimpinan tersebut harus dijalankan dengan
seadil-adilnya. Pengertian ini didasarkan kepada penggunaan istilah gawwam
yang disebut dalam Al-quran; dalam ayat 135 surat yang sama kata gawwam
dirangkai dengan kata gist:

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jadilah penegak-penegak


keadilan, menjadi saksi-saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu
sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun
miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang. Dan jika
kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau berpaling, maka
sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang
kamu kerjakan.

Ayat ini secara tegas memerintahkan kepada orang-orang yang beriman


untuk menegakkan keadilan secara total dalam semua kondisi dan dalam
semua bidang. Terhadap obyek di mana keadilan harus ditegakkan penegak
keadilan harus dapat bersikap adil dalam arti sama memberikan
perlakuannya. Dengan pemahaman seperti inilah seorang hakim yang sedang
mengadili suatu perkara harus memperlakukan yang beperkara tersebut
dengan perlakuan yang sama khususnya dalam proses pengambilan
keputusan. Namun kesamaan ini tidak mencakup dalam hal apa yang mereka
terima dari keputusan hukum tersebut.

7.42 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

2. "Keseimbangan" sebagai Dimensi Keadilan


Adil dalam konteks ini tidak mengharuskan kesamaan di antara masing-
masing unsur, namun yang terpenting adalah bahwa terjadi keseimbangan
meskipun kadarnya berbeda. Keseimbangan tersebut diperlukan untuk
tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan. Ayat yang menginformasikan
hal ini antara lain Q S Al-Infithar/82: 6-7
Artinya: Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat
durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah * Yang telah
menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan
menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang.

Dalam ayat tersebut diinformasikan kepada manusia bahwa salah satu


sifat kemuliaan Allah SWT adalah telah menciptakan (tubuh) manusia yang
secara ke seluruhan mengikuti prinsip-prinsip keseimbangan. Dengan
prinsip-prinsip tersebut manusia mencapai susunan yang sempurna.
Pengertian ini juga terdapat dalam Q.S. Al-Israa'/17: 35.

Artinya: Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan


timbanglah dengan timbangan yang benar. Itulah yang lebih utama
bagimu dan lebih bagus akibatnya.

Kata al-gist yang dalam ayat tersebut dirangkai dengan kata al-
mustagim, ada yang memahaminya dalam arti neraca timbangan sebagaimana
dalam terjemahan di atas, namun ada juga yang mengartikan adil. Kata ini
menurut Ibn Mujahid merupakan kata serapan dari bahasa Romawi yang
masuk berakulturasi dalam perbendaharaan bahasa Arab yang digunakan Al-
quran. Sebenarnya kedua makna yang dikemukakan di atas dapat
dipertemukan dengan pertimbangan bahwa untuk mewujudkan keadilan
maka diperlukan tolak ukur yang pasti yaitu timbangan, dan sebaliknya
apabila penggunaan timbangan itu dilakukan secara baik dan benar pasti akan
melahirkan keadilan.
Keadilan dalam dimensi keseimbangan ini juga diekspresikan dengan
menggunakan kata gawwama sebagaimana disebut dalam Q.S. Al-Furqan/25.

• MKDU4221/MODUL 7 7.43

Artinya: Orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak


berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan
itu) di tengah-tengah antara yang demikian.
Sikap tengah-tengah (adil) ini sangat dianjurkan oleh agama, sebenarnya
tidak hanya dalam hal harta namun mencakup berbagai bidang dengan
catatan bahwa hal tersebut dalam keadaan normal. Dalam keadaan yang tidak
normal di mana situasi menghendaki untuk menafkahkan semua harta atau
sebagian harta, adalah kemuliaan. Inilah yang dilakukan oleh sahabat Abu
Bakar ra. Yang menafkahkan seluruh hartanya dan 'Usman ibn 'Affan yang
menafkahkan separuh dari miliknya pada saat terjadi mobilisasi umum dalam
rangka persiapan perang.
Keseimbangan sebagai salah satu dimensi keadilan tidak hanya berlaku
bagi manusia, namun juga bagi alam raya beserta ekosistemnya. Hal ini
diisyaratkan dalam surat Al-Mulk/67: 3.

Artinya: (Allah) Yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu tidak


melihat pada ciptaan Yang Maha Pemurah itu sesuatu yang tidak
seimbang. Amatilah berulang-ulang adakah kamu melihat sesuatu
yang tidak seimbang?

Keseimbangan dalam konteks ini jelas berbeda dengan kesamaan,


sehingga tidak dibutuhkan sama sekali kesamaan untuk dapat mencapai
keseimbangan. Catatan ini perlu diberikan mengingat banyak petunjuk Al-
quran yang terkesan membedakan satu dengan yang lain, yang kemudian
oleh sementara orang secara sembrono dikatakan bahwa Al-quran tidak
menganut prinsip keadilan. Sebagai contoh adalah pembedaan antara laki-
laki dan perempuan dalam hal waris maupun dalam persaksian. Dalam hal ini
keadilan harus diartikan sebagai keseimbangan bukan kesamaan.
Pemahaman seperti ini akan menghantarkan kepada keyakinan bahwa
segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah SWT adalah adil karena
Allah adalah Maha Mengetahui segala sesuatu. Hal ini antara lain
diisyaratkan dalam surat Al-Qamar/54: 49
(Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukurannya)

7.44 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

3. Lawan Kezaliman sebagai Dimensi Keadilan


Keadilan dalam konteks ini biasa juga diberi arti dengan "menempatkan
segala sesuatu pada tempatnya atau memberikan setiap hak kepada
pemiliknya." Untuk mengurai dimensi keadilan yang merupakan lawan dari
kezaliman yang disebut oleh Al-quran bukanlah perkara yang mudah. Salah
cukup banyak dalam Al-quran yaitu sebanyak 315 kali. Mengingat frekuensi
penyebutan kata zalim yang cukup banyak maka di bawah ini akan
dikemukakan beberapa contoh saja yang diharapkan dapat memberikan
penjelasan makna zalim sebagai salah satu makna ketidakadilan.
Contoh 1; kata dhalama umpamanya yang salah satunya disebut dalam
Q.S. Al-Baqarah/2 : 54 mengandung makna sebuah keyakinan yang keliru
menyangkut aqidah:

Artinya: Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku,
sesungguhnya kalian telah menganiaya dirimu sendiri karena kalian
telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah
kepada Tuhan yang menjadikan kalian dan bunuhlah dirimu. Hal itu
adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kalian,
maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

Yang dimaksud dengan telah menganiaya diri kamu sendiri n dalam ayat
tersebut adalah penyembahan terhadap anak sapi yang dilakukan oleh Bani
Israil, ketika mereka ditinggalkan oleh Nabi Musa as. Karena memenuhi
panggilan Allah. Pada waktu itu oleh Musa as. Bani Israil dipasrahkan
kepada saudaranya yaitu Nabi Harun, as. Dalam realitasnya Harun as. Tidak
kuasa mencegah perbuatan Bani Israil tersebut yaitu menyembah anak sapi.
Perbuatan tersebut dimotori oleh seorang tokoh yang bernama Samiriy. Kisah
ini antara lain disebutkan dalam Q.S. Thoha /20 : 85 - 98.
Jadi yang dimaksud dengan men-dhalimi diri sendiri dalam ayat tersebut
adalah kemusyrikan. Beberapa ayat yang lain juga menegaskan tentang hal
serupa, bahkan dalam Q.S. Luqman/31: 13, ditegaskan bahwa kemusyrikan
adalah kezaliman yang paling besar.

• MKDU4221/MODUL 7 7.45

Kezaliman yang disebut Al-quran tidak terbatas dalam soal aqidah -hal
ini telah disinggung dalam penjelasan terdahulu dalam pemakaiannya secara
umum lebih kepada makna pelanggaran hak atau tidak memberikan hak
kepada pemiliknya. Dalam konteks ini pulalah Ayat-ayat Al-quran juga
menjelaskan bahwa Allah SWT. tidak men-dzalami sedikit pun hamba-
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar
dzarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan
dari sisi-Nya pahala yang besar.

Pemahaman terhadap ayat di alas dan juga ayat-ayat lain yang semakna
akan menghantarkan kepada keyakinan akan keadilan Allah SWT terhadap
hamba-Nya. Bahwa sekecil apapun perbuatan baik manusia akan
mendapatkan pahala di sisi Allah, bahkan pahala tersebut berlipat ganda. Hal
ini berbeda dengan keadilan yang berlaku bagi manusia yang biasanya
diartikan dengan memberikan sepadan dari yang dia terima atau kewajiban
yang dilakukan oleh manusia akan berimplikasi kepada hak -yang sebanding
dengan kewajibannya yang akan diterima.
Pemahaman seperti ini juga akan menghantarkan kepada keyakinan
bahwa apa pun yang telah diputuskan oleh Allah SWT pada dasarnya adalah
demi kebaikan manusia. Q.S. As-Sajdah/32: 7.

Artinya: Dialah yang membuat segala sesuatu dengan sebaik-baiknya".

Kalau ada keburukan maka keburukan tersebut berasal dari manusia,


Q.S. Al-Nisaa'/4: 79 menegaskan tentang ini.

Artinya: Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja
keburukan yang menimpamu, maka itu dari (kesalahan) dirimu
sendiri ...

7.46 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

Tidak ada keputusan dan ketetapan Allah yang jelek meskipun terkadang
manusia sulit memahaminya. Maka manusia harus selalu berprasangka baik
kepada Allah, karena Allah telah menegaskan dalam Q.S. al-Baqarah/2: 216.
Artinya: Boleh jadi kalian membenci sesuatu padahal ia baik bagi kalian, dan
boleh jadi kalian menyenangi sesuatu padahal ia buruk bagimu,
Allah mengetahui dan kalian tidak mengetahui.

Bahwa perintah untuk menegakkan keadilan dan menghilangkan


kezaliman adalah sebuah keniscayaan dalam hidup bermasyarakat, terlebih
bagi orang-orang yang beriman. Sikap adil ini lebih dekat kepada taqwa. Hal
ini diisyaratkan secara jelas dalam Q.S. Al-Maai’dah/5: 8.

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi


qawwamun karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil, berlaku adillah karena ia lebih dekat
kepada taqwa, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Yang perlu digarisbawahi dalam ayat ini adalah bahwa keadilan adalah
salah satu sifat yang dekat kepada taqwa, sementara taqwa secara sederhana
dapat diartikan melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi setiap
larangan-Nya. Untuk dapat memilih mana yang merupakan perintah Allah
yang harus dilaksanakan, dan apa yang merupakan larangan Allah yang harus
ditinggalkan sangat membutuhkan pertimbangan-pertimbangan yang adil.

• MKDU4221/MODUL 7 7.47

L A T I H A N

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,


kerjakanlah latihan berikut!
1) Bagaimana petunjuk Al-quran untuk meningkatkan etos kerja?

2) Jelaskan tentang arti penting sikap terbuka dan jujur sebagai bagian dari
cara meningkatkan etos kerja dan meraih keberhasilan!
3) Jelaskan tentang makna sikap adil dalam Islam!

Petunjuk Jawaban Latihan

1) Untuk menjawab pertanyaan nomor satu ini yang perlu Anda lakukan
adalah memahami terlebih dahulu tugas-tugas pokok manusia yang
diajarkan oleh Islam. Setelah itu coba Anda perhatikan dengan baik pada
poin-poin yang menjelaskan tentang petunjuk Al-quran untuk
meningkatkan etos kerja. Untuk lebih cepat memahami mulailah dengan
melihat poin-poinnya dan yang tidak kalah pentingnya adalah renungi
ayat-ayat Al-qurannya dengan baik.
2) Untuk soal yang kedua insya Allah tidak terlalu sulit karena Anda hanya
diminta untuk menjelaskan tentang pentingnya kejujuran. Sifat jujur
adalah salah satu sifat yang memang sebenarnya ada dan yang dinginkan
oleh hati nurani setiap orang. Yang harus Anda lakukan hanyalah
menambahkan penjelasan-penjelasan dengan dukungan ayat-ayat Al-
quran.
3) Untuk soal nomor tiga ini Anda harus memulai terlebih dahulu dari
menjelaskan tentang pengertian adil baik menurut kamus maupun yang
Anda pahami sendiri. Setelah itu Anda hanya perlu menjelaskan macam-
macam keadilan yang diperkenalkan oleh Al-quran.

R A N G K U M A N

Budaya akademik akan dapat terwujud dengan syarat sikap-sikap


positif juga dimiliki. Di antara sikap positif yang harus dimiliki adalah
etos kerja yang tinggi, sikap terbuka dan berlaku adil. Arti penting dari
ketiga sikap tersebut dapat diringkas sebagai berikut.

7.48 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

Untuk dapat meningkatkan etos kerja seorang muslim harus terlebih


dahulu memahami tugasnya sebagai manusia yaitu sebagai khalifah
Allah SWT di muka dan juga sebagai hamba yang berkewajiban untuk
beribadah kepada Allah SWT. Beberapa petunjuk Al-quran agar dapat
meningkatkan etos kerja antara lain sebagai berikut.
1. Mengatur waktu dengan sebaik-baiknya.
bahwa etos kerja yang tinggi tidak boleh menjadikan orang tersebut
lupa kepada Allah SWT.

Sikap positif selanjutnya adalah sikap terbuka atau jujur; Seseorang


tidak mungkin akan dapat meraih keberhasilan dengan cara mempunyai
etos kerja yang tinggi kalau tidak memiliki sikap terbuka dan jujur.
Karena orang yang tidak terbuka maka akan cenderung menutup diri
sehingga tidak dapat bekerja sama dengan yang lain. Apalagi kalau tidak
jujur maka energinya akan tersita untuk menutupi ketidakjujuran yang
dilakukan. Maka Al-quran dan Hadis memberi apresiasi yang tinggi
terhadap orang yang terbuka dan jujur.
Buah dari keterbukaan seseorang maka akan melahirkan sikap adil.
Makna adil yang diperkenalkan Al-quran bukan hanya dalam aspek
hukum melainkan dalam spektrum yang luas. Dari segi kepada siapa
sikap adil itu harus ditujukan Al-quran memberi petunjuk bahwa sikap
adil di samping kepada Allah SWT dan orang lain atau sesama makhluk
juga kepada diri sendiri.

T E S F O R M A T I F 2

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Tujuan utama Allah menciptakan manusia seperti yang disebutkan Al-


quran adalah ....
A. sebagai Penghargaan terhadap kehidupan
B. sebagai pelengkap bagi makhluk yang lain
C. sebagai penyempurna proses penciptaan
D. sebagai khalifah dan hamba

2) Ayat yang menjelaskan tentang tugas manusia antara lain ....


A. al-Baqarah ayat 30 dan az-dzariyat ayat 56
B. al-Baqarah ayat 130 dan adz-dzariyat ayat 65
C. al-Imran ayat 191 dan al-Maidah ayat 104
D. Fathir ayat 12 dan Yasin ayat 62

• MKDU4221/MODUL 7 7.49

3) Al-quran sangat menganjurkan agar setiap muslim memiliki etos kerja


yang tinggi di antaranya dengan ....
A. ibadah yang tekun
B. mengatur waktu secara baik
C. melaksanakan puasa shunnah
D. banyak membaca Al-quran
4) Di antara ajaran Al-quran agar seseorang memiliki etos kerja yang tinggi
adalah dengan bekerja sesuai dengan kompetensi, hal ini diisyaratkan
dalam ....
A. Surat al-Baqarah ayat 28
B. Surat al-Imran ayat 110
C. Surat al-Isra ayat 84
D. Surat al-Jumu'ah ayat 9

5) Etika seorang muslim yang memiliki etos kerja yang tinggi, adalah ....
A. tidak boleh melalaikan Allah dan meninggalkan shalat
B. harus memiliki modal yang cukup
C. harus memiliki koneksi atau hubungan
D. bersikap mengalah apabila terjadi konflik

6) Di bawah ini adalah arti adil dalam kamus, kecuali ....


A. tidak berat sebelah/tidak memihak
B. berpihak kepada kebenaran
C. sepatutnya/tidak sewenang-wenang
D. bersikap apa adanya

7) Salah satu sikap positif bagi orang yang memiliki etos kerja yang tinggi
adalah ....
A. bersikap mengikuti keadaan yang berlaku (ke mana angin bertiup)
B. selalu bersikap jujur
C. selalu mengutamakan teman sejawat
D. harus selalu patuh terhadap atasan

8) Ayat Al-quran yang berbicara tentang kewajiban seorang mukmin untuk


menegakkan keadilan dalam segala aspeknya adalah ....
A. Surat al-Maidah ayat 135
B. Surat al-Maidah ayat 2
C. Surat an-Nisa' ayat 135
D. Surat an-Nisa' ayat 153

7.50 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

9) Salah satu cara agar etos kerja tetap terjaga (tidak mudah putus asa)
adalah dengan selalu berprasangka baik terhadap Allah yaitu semua
pernyataan benar, kecuali ....
A. semua yang ditetapkan Allah pasti baik
B. boleh jadi yang kita anggap baik sebenarnya buruk bagi kita
C. Allah tidak akan membebani hamba-Nya di luar kemampuannya
D. manusia suka mengeluh
10) Orang yang mempunyai etos kerja akan selalu bersikap adil dan sikap
adil itu dekat sekali dengan sikap....
A. pasrah
B. pasif dan mengalah
C. mengurung diri dan pesimis
D. ketakwaan dan kebaikan

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.

Jumlah Jawaban yang Benar


Tingkat penguasaan = 100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang
belum dikuasai.

• MKDU4221/MODUL 7 7.51

Kunci Jawaban Tes Formati f

Tes Formatif 1 Tes Formatif 2


1) A 1) D
2) C 2) A
3) B 3) B
4) D 4) C
5) A 5) A
6) C 6) D
7) A 7) B
8) B 8) C
9) D 9) D
10) C 10) D

7.52 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

Glosarium

Akademik : bersifat ilmiah.


Amal shalih : aktivitas baik yang bermanfaat bagi diri
sendiri, keluarga dan masyarakat.
Apresiasi : penghargaan atau penilaian terhadap
sesuatu.
Budaya : sesuatu yang sudah menjadi tradisi.
Etos : pandangan hidup yang khas dari suatu
golongan sosial.
Etos kerja : semangat kerja yang menjadi ciri khas dan
keyakinan seseorang atau suatu kelompok.
Fikr : pikiran atau akal.
Hikmah : kebaikan yang ada di balik suatu peristiwa.
Kompetensi : kewenangan untuk menentukan sesuatu.
Khalifah : wakil dari seseorang atau pemimpin.

Khasyah : rasa takut atau khawatir.


Manajemen : seni untuk mengatur sesuatu.
Mau'idhah hasanah : nasihat yang baik.
Ulul albab : orang yang berakal.

• MKDU4221/MODUL 7 7.53

Daft ar Pustaka

Al-quran al-Karim.

'Abd al-Bagi, Muhammad Fu'ad. (t.th.) Mu jam li Alfazh Al-quran al-Karim.



(t.t.): Dar al-Sya b.

Ashfahani, Abu al-Qasim Abu al-Husain bin Muhammad at Raghib, al-.


(1961/1381). Al-Mufradat fi Gharib Al-quran. Mishr: Mushthafa al-Bab
al-Halabi.

Bint Syathi', 'Aisyah 'Abd al-Rahman. (1978). Al-quran wa qadhaya al-


Insan. Beirut: Din al'Ilm li al-Malayin.

Bukhari, Abu `Abdullab Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin al-Mughirat
bin Bardizbat al. (t.th.) Shahih al-Bukhari. (t.t): Dar wa Mathabi' al-

Sya'b.

Ghazali, Abu Humid Muhammad bin Muhammad al-. (t.th.). Ihya' 'Ulum al-
Din. Al-Qahirat: Maktabah al-Masyad al-Husaini.

Hamka. (1980). Tafsir Al-Azhar. Surabaya: Yayasan Latimojong.

Ibn Hanbal, Ahmad. (t.th.). Musnad al-Imam bin Hanbal. Barut: AI-Maktab
al-Islami.

Ibn Kasir, Abu al-Fida' Isma’il. (t.th.) Tafsir Al-quran al-'Azhim. Singapura:
Al-Haramain.

Ibis Majah, Abu `Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwaini. (t.th.). Sunan
Ibn Majah. Bairut: Dar al-Fikr.

Jazuli, Ahzami Sami'un. (1418 H). Al-Hayat fi-Al-quran. Riyadh: Dar


Thawiq li al-Nasyr wa atTauzi'.

7.54 PENDIDIKAN AgAMA ISLAM •

Mahalli, Jalal-al-Din Muhammad bin Ahmad al-, dan Jalal al-Din 'Abd al-
Rahman bin Abi Bakr al-Suyuthi. (t.th.). Tafsir Al-quran al-'Azhim.
Jakarta: Jaya Mumi.

Maraghi, Ahmad Musthafa al-. (1974/1394). Tafsir al-Maraghi. (t.t.): Dar al-
Fikr.
Munawwir, Abmad Warson. (1984). Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia.
Yogyakarta: Pondok Pesantren al-Munawwir.

Muslim, Imam. (t.th.). Shahih Muslim. Al-Qahirat: Al-Masyad al-Husain.

Nasution, Harun. (1978). Filsafat dan Misticisme dalam Islam. Jakarta:


Bulan Bintang.

. (1978). Islam: Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press.

. dan Azyumardi Azra. (ed.). (1985). Perkembangan Modern dalam


Islam. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Nawawi, Al-Imam al-. (t.th.). Shahih Muslim bi al-Syarh al-Nawawi. Mishr:


A1-Mathba'at alMishriyat.

Quthb, Sayyid. (1386/1967). Fi Zhilal Al-quran. Bairut: Dar al-lhya' al-


Turas al-'Arabi.

Raharjo, M. Dawam. (1999). Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah


dan Perubahan Sosial. Jakarta: LP3ES.

Ridha, Muhammad Rasyid. (1379/1960). Tafsir Al-quran al-Hakim (Tafsir


al-Manar). Mishr: Makatabat al-Qahirat.

Salim, Abd. Muin. (1994). Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-quran.


Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Shihab, H.M. Quraish. (1995). Membumikan Al-quran. Bandung: Mizan.

• MKDU4221/MODUL 7 7.55

. (1996). Wawasan Al-quran. Bandung: Mizan.

. (1998). Tafsir Al-quran al-Karim. Bandung: Pustaka Hidayat.

. (2005). Tafsir al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.


Sijistani, Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy'as al-
Azadi al-. (t.th.). Sunan Abi Dawud. Bairut:
Dar-al-Fikr.

Suyuthi, 'Abd al-Rahman bin Jalal al-Din al-.


(1403/1983).
Al-Durr al- Mansur fl Tafsir al-Ma'sur.
Bairut: Dar al-Fikr.

. (t.th.). Lubab al-Nuqul fi Asbab al-


Nuzul. A1-Riyadh: Maktabat al-
Riyadh.

. (1348/1930). Sunan al-Nasai. Bairut: Dar al-Fikr.

Al-Tirmizi, Abu 'Isa Muhammad bin `Isa bin


Surat. (1400/1980). Al-Jami' al- Shahih.
Bairut: Dar alFikr.

Al-Wahidi, Abu al-Hasan bin Ahmad. (1386/1968).


Asbab al-Nuzul. Mishr: Mushthafa al-Bab
alHalabi.

Anda mungkin juga menyukai