Mo Dul 7
Mo Dul 7
P E N D A H U L U
A N
U
ntuk mengawali pembahasan model kali ini Anda terlebih dahulu harus
dapat memahami beberapa kata kunci supaya tidak menimbulkan salah
pengertian. Beberapa kata kunci tersebut seperti yang digariskan dalam garis-
garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) adalah: budaya akademik, etos
kerja, sikap terbuka dan keadilan. Tentunya pembahasan tema-tema tersebut
akan disesuaikan dengan pandangan dalam Islam.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia kata "budaya" paling tidak
mengandung empat arti: 1) pikiran, akal budi, 2) adat istiadat, 3) sesuatu
mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab atau maju), 4) se-
suatu yang sudah menjadi kebiasaan sehingga sukar diubah. Pada poin
keempat dalam kamus tersebut diberi catatan makna tersebut bukanlah
bahasa baku melainkan bahasa percakapan.
Sementara kata akademik yang berasal dari kata akademi dalam kamus
tersebut diberi beberapa arti: 1) lembaga pendidikan tinggi, kurang lebih tiga
tahun lamanya yang mendidik tenaga profesional, 2) perkumpulan orang
terkenal yang dianggap arif bijaksana untuk memajukan ilmu, kesusastraan,
atau bahasa. Sementara etos mengandung arti "pandangan hidup yang khas
dan suatu golongan sosial". Sehingga etos kerja berarti "semangat kerja yang
menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok”.
Dari pengertian kebahasaan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan budaya akademik adalah suatu kebiasaan yang
berhubungan dengan dunia akademis yaitu dunia keilmuan. Di antara budaya
akademik yang menjadi fokus pembahasan modul kita kali ini adalah sikap
terbuka dan keadilan yang akan dibahas dalam Kegiatan Belajar 2.
Setelah mempelajari modul ini Anda diharapkan dapat memahami
dengan baik tentang budaya akademik yang positif, menghayati dan
menerapkan etos kerja, serta sikap terbuka dan adil. Dan yang lebih penting
dari itu semua adalah tumbuhnya semangat budaya akademik yang baik, juga
etos kerja yang terus meningkat serta perilaku yang menunjukkan sikap
terbuka dan adil. Secara khusus setelah menyelesaikan modul ini Anda
diharapkan mampu:
1. menjelaskan tentang pengertian budaya akademik dalam Islam dengan
• MKDU4221/MODUL 7 7.3
KEg I A TA N
B EL A JA R 1
S menangkap alur pikiran dalam modul ini. Seperti telah disinggung dalam
pendahuluan bahwa yang dimaksud dengan budaya akademik adalah sesuatu
yang sudah menjadi kebiasaan yang berkaitan dengan akademis. Apabila
dikaitkan dalam pandangan Islam maka budaya akademik dapat diartikan
sebagai sebuah tradisi keilmuan yang diajarkan oleh Islam. Bagaimana Islam
memberikan wawasan tentang persoalan keilmuan inilah yang akan menjadi
fokus bahasan dalam Kegiatan Belajar 1 ini.
Sumber utama ajaran Islam adalah Al-quran. Maka kalau kita ingin
melihat bagaimana konsep yang diajarkan Islam tentang apa pun maka yang
pertama-tama dilakukan adalah melihat dalam Al-quran. Demikian halnya
kalau kita ingin mengetahui bagaimana wawasan Islam tentang ilmu
pengetahuan maka yang pertama harus dibedah adalah Al-quran.
Apresiasi atau perhatian Al-quran terhadap ilmu pengetahuan ini dapat
kita mulai dari melihat betapa seringnya Al-quran menyebut kata ‘ilm (yang
berarti pengetahuan) dengan segala derivasinya (pecahannya) yang mencapai
lebih dari 800-an kali. Belum lagi ungkapan lain yang dapat memiliki
kesamaan makna menunjuk arti pengetahuan, seperti kata al-fikr, al-nazhr,
male-bnagsahnadru, nagl-atartdia"bpbeunrg,eatal-
hduzaiknr.akKaantahialkmikmatesneusruuat tpua"r. aDaahrlii
kbaathaaksua nAcil-iqnuilrahn kita dapat mulai melacak bagaimana Al-quran,
khususnya dan agama Islam pada umumnya memberikan perhatian terhadap
ilmu pengetahuan. Di antaranya sebagai berikut.
Dalam ayat-ayat yang pertama kali turun Al- ‘Alaq/96: 1-5 tergambar
dengan jelas betapa kitab suci Al-quran memberi perhatian yang sangat serius
kepada perkembangan ilmu pengetahuan. Sehingga Allah SWT menurunkan
petunjuk pertama kali adalah terkait dengan salah satu cara untuk
memperoleh ilmu pengetahuan yang dalam redaksi ayat tersebut
menggunakan redaksi "iqra". Makna perintah tersebut bukanlah hanya
sebatas membaca dalam arti membaca teks, tetapi makna iqra' adalah
membaca dengan melibatkan pemikiran dan pemahaman dan itulah kunci
perkembangan ilmu pengetahuan dalam sepanjang sejarah kemanusiaan.
Dalam konteks modem sekarang makna iqra' dekat dengan makna reading
with understanding (membaca disertai dengan pemahaman).
Dalam ayat pertama tersebut tidak dijelaskan obyek apa yang harus di-
iqra'. Hal ini mengandung arti bahwa apa saja yang dapat kita jangkau untuk
• MKDU4221/MODUL 7 7.5
diteliti maka hal tersebut dapat menjadi obyek iqra'. Di kalangan para
mufassir ada satu kaidah yang menyatakan bahwa "apa bila dalam suatu
perintah tidak disebutkan obyeknya maka objeknya apa saja yang
dapat dijangkau oleh perintah tersebut".
Dari pemahaman tersebut dapat juga disimpulkan Islam sejak awal tidak
membedakan antara ilmu umum dan ilmu agama atau ilmu dunia dan ilmu
sementara budaya tulis disimpulkan dalam wahyu yang kedua yaitu al-qalam
(pena).
• MKDU4221/MODUL 7 7.7
Inilah salah satu doa yang harus dipanjatkan oleh seorang muslim yang
diajarkan oleh Al-quran. Bahwa memohon kepada Allah SWT agar
ditambahkan ilmu pengetahuan adalah bagian dari kebutuhan hidup. Dari
ayat ini juga dapat dipetik pelajaran bahwa Islam mengajarkan menuntut ilmu
adalah salah satu bentuk ibadah yang bernilai tinggi dan harus dilakukan oleh
setiap muslim sepanjang hidupnya. Maka kalau pada masa modern dikenal
istilah pendidikan seumur hidup (long live education), maka Islam sejak awal
menekankan kepada umatnya untuk terus menambah ilmu pengetahuan.
Etos untuk terus menambah ilmu pengetahuan dapat diterjemahkan
bahwa yang disebut belajar atau menuntut ilmu bukan hanya pada usia
tertentu atau dalam formalitas satuan pendidikan tertentu, melainkan
sepanjang hayat masih dikandung badan maka kewajiban untuk terus
menuntut ilmu tetap melekat dalam diri setiap muslim. Salah satu hikmahnya
adalah bahwa kehidupan terus mengalami perubahan dan perkembangan
menuju kemajuan, maka kalau seorang muslim tidak terus menambah
pengetahuannya jelas akan tertinggal oleh perkembangan zaman yang pada
gilirannya tidak dapat memberikan kontribusi bagi kehidupan. Al-quran jelas
membedakan antara orang yang berpengetahuan dengan orang yang tidak
berpengetahuan. Hal ini dijelaskan dalam surat Az-Zumar/39: 9.
Dari ayat tersebut jelas bahwa kemuliaan dan kesuksesan hidup hanya
milik orang yang berilmu dan beriman. Orang yang beriman tetapi tidak
memiliki ilmu pengetahuan maka tidak akan memperoleh kemuliaan di sisi
Allah SWT. Sebaliknya bagi orang yang hanya berilmu saja tanpa disertai
iman maka juga tidak akan membawa manfaat bagi kehidupannya khususnya
di akhirat kelak.
Dan ayat tersebut juga terlihat bahwa secara garis besar manusia dapat
dibedakan ke dalam dua kelompok besar; pertama, orang yang sekedar
beriman dan beramal, dan yang kedua adalah orang yang beriman dan
beramal shalih serta memiliki pengetahuan. Posisi atau derajat kelompok
kedua ini lebih tinggi bukan saja karena nilai ilmu yang dimiliki, tetapi juga
amal dan usahanya untuk mengajarkan ilmu yang dimiliki tersebut, baik
melalui lisan, tulisan atau bahkan tindakan.
Ilmu yang dimaksud tentu saja bukan hanya ilmu agama tetapi ilmu
apapun yang membawa maslahat bagi kehidupan manusia. Hal ini ditegaskan
dalam surat Faathir/35: 27-28.
• MKDU4221/MODUL 7 7.9
Artinya: Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari
langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang
beraneka macam jenisnya. dan di antara gunung-gunung itu ada
garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan
ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia,
binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang
bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang
takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
Dan ayat di atas jelas bahwa setelah Allah SWT menjelaskan tentang
banyak makhluk-Nya juga fenomena alam kemudian di penghujung ayat
ditutup dengan ungkapan "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama". Hal ini sekali lagi menegarkan bahwa
ilmu dalam pandangan Islam bukan hanya ilmu agama. Namun di sisi lain
juga terlihat bahwa ilmu yang dimiliki oleh setiap orang semestinya
menghasilkan rasa khasyah (takut atau kagum) kepada Allah SWT. Karena
kalau ilmu tersebut tidak menghasilkan kedekatan kepada Allah justru hal ini
akan membawa kecelakaan bagi orang tersebut. Maka ilmu apapun yang
dipelajari dan dimiliki oleh manusia semestinya menghantarkannya pada
sikap semakin dekat kepada Allah SWT. Maka kalau ada sementara orang
baik berilmu apalagi tidak berilmu yang kemudian melalaikan Allah SWT
dalam hidupnya maka akan berakibat kebinasaan bagi kehidupannya terlebih
di akhirat nanti. Hal ini ditegaskan dalam surat Al-A'raaf/ 7: 179.
Allah). mereka
sesat lagi. merekaituItulah
sebagai binatangyang
orang-orang ternak,
lalai.bahkan mereka lebih
Seperti yang telah diuraikan di bagian awal bahwa dalam Islam tidak
dikenal dikotomi antara ilmu umum dan ilmu agama atau ilmu dunia dengan
ilmu akhirat. Pada dasarnya masalah agama atau keimanan hanya dapat
kokoh apabila ditopang oleh pengetahuan atau ilmu. Demikian halnya dengan
amal shalih hanya akan sempurna apabila dilandasi dengan ilmu dan
pengetahuan yang benar. Maka begitu banyak ayat yang mengecam perilaku
sementara orang yang beriman atau beragama tetapi hanya mbebek atau ikut-
ikutan tanpa disertai dengan penalaran dan pemahaman yang benar tentang
keyakinannya. Hal ini diungkapkan dalam beberapa ayat, di antaranya
sebagai berikut.
• MKDU4221/MODUL 7 7.11
telah
hanya diturunkan Allah,"
mengikuti apa yangmereka menjawab:
telah Kami "(Tidak),
dapati dari tetapi nenek
(perbuatan) Kami
memanfaatkannya karenaapabila
ini bukan berarti bahwa mata hati dan memiliki
mereka pikiran mereka telah tertutup.
pengetahuan Ayat
maka mereka
boleh mengikuti kesesatan nenek moyang mereka.
Ilmu pengetahuan dan kesesatan adalah dua hal yang berbeda dan tidak
mungkin dapat bertemu, sehingga apabila mereka mengikuti nenek moyang
mereka yang berkeyakinan salah tersebut, pastilah karena mereka tidak
memiliki ilmu pengetahuan. Ayat ini ingin menegaskan keadaan sementara
orang yang diselubungi oleh kebodohan dan ketiadaan petunjuk, tetapi
mereka berlindung di batik jubah adat istiadat dan tradisi nenek moyang
mereka.
Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa Al-quran tidak mengecam
tradisi tetapi yang dikecam Al-quran adalah tradisi yang tidak sejalan dengan
ilmu pengetahuan, akal sehat, hati'nurani dan terlebih tuntunan Allah SWT.
Apabila suatu tradisi memang baik yaitu tidak bertentangan dengan nilai-nilai
tersebut maka Al-quran tetap menerimanya. Beberapa contoh tradisi yang ada
sebelum Al-quran turun dan tetap dilestarikan di antaranya adalah; tentang
beberapa praktek ibadah haji dan umrah dan lain-lain. Dari sini sungguh tepat
sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa "al-muhafadzatu 'ala
qadimishshalih wal 'akhdzu bil jadidil ashlah", (Memelihara yang lama
selama masih baik lagi sesuai dan mengambil yang baru jika lebih baik).
Apalagi kalau memang bersumber kepada wahyu yang dibawa oleh Nabi
SAW tentu harus tetap diamalkan, seperti yang diisyaratkan dalam surat Ali
Imran/3: 31.
• MKDU4221/MODUL 7 7.13
• MKDU4221/MODUL 7 7.15
digunakan adalah disertai hati yang bersih. Dalam Islam tidak akan ditemui
pertentangan antara iman dengan ilmu pengetahuan. Mengapa? Karena
kedua-duanya sumbernya adalah satu; Iman bersumber dari wahyu yang
berasal dari Allah SWT. Ilmu pengetahuan bersumber dari akal yang juga
berarti ada salah satu yang keliru atau lemah. Dengan kata lain seperti yang
ju g a t e la h d is i ng g u ng d i b gi an aw a l
m e n g h a n tar k a n p e m ili k ny a m em pu n
b a hw a p en g e ta hu a n y a ng b e n a r a k a n sebaliknya
y a i im a n y a n g k o ko h . B e g it u j u g a
salah satu ciri iman yang kokoh akan semakin mendorong pemiliknya untuk
memiliki pengetahuan yang luas. Hal ini antara lain dijelaskan dalam surat Al-
Hajj/22: 54
Artinya: Ayat 54. Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini
bahwasanya Al Quran Itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka
beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan Sesungguhnya
Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman
kepada jalan yang lurus.
Ada tiga rangkaian yang tidak terpisahkan; ilmu pengetahuan, iman yang
kokoh dan hati yang tunduk. Dalam Islam ketiganya tidak boleh dipisahkan
dan saling berkait. Artinya bukti seseorang memiliki pengetahuan adalah
imannya yang kokoh, dan sebagai bukti bahwa iman tersebut adalah kokoh
maka hatinya selalu tunduk (kepada kebenaran yang bersumber dari petunjuk
Allah SWT). Inilah trilogi yang tidak terpisahkan sehingga budaya akademik
yang ingin dibangun oleh Islam bukan sekedar menjadikan manusia cerdas,
tetapi juga manusia yang selain cerdas juga memiliki kehangatan iman yang
disertai kerendahan hati (tawadzu').
Sebuah tradisi akademis yang hanya mengasah kecerdasan otak maka
hanya akan melahirkan robot-robot yang tidak memiliki empati terhadap
sesama. Sebaliknya budaya akademis yang terlalu menitik beratkan
pembangunan keimanan dengan mengesampingkan rasionalitas akan
melahirkan manusia-manusia yang gagap bahkan gagal menghadapi
tantangan zaman. Juga sebaliknya orang-orang yang cerdas akalnya, kokoh
imannya, tetapi tidak disertai kerendahan hati hanya akan melahirkan
s e h i n g ga d ap at m e m b a n g u n te m b o k y a n g
d e n g a n ren d ah h at i se p e r ti y an g d ij e las k a n
k o k oh k e m u d i an d i a m e n gatakan
d a la m su r a t al - K ah f/ 1 8 : 9 8 .
Demikian juga dengan tokoh Sulaiman, as. Yang diberi kekayaan yang
melimpah, kekuasaan yang tinggi sebagai seorang raja pada masanya bagi
kaumnya, juga ilmu yang luas dan dalam, bahkan dapat berinteraksi dan
berkomunikasi dengan makhluk-makhluk selain manusia, di antaranya adalah
jin dan binatang. Atas seluruh anugerah tersebut dengan rendah hati dia
mengatakan, seperti yang direkam dalam surat An-Naml/27:40.
• MKDU4221/MODUL 7 7.17
Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):
"Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,
Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.
selalu mengingat Allah SWT. Kalau ada orang yang mampu memikirkan
ciptaan Allah tetapi tanpa disertai usaha mengingat Allah SWT maka tidak
akan menghasilkan sikap budaya akademik yang diidealkan oleh Islam. Al-
quran mengajarkan untuk selalu mengaitkan aktivitas berpikir ilmiah yang
kita lakukan dengan usaha untuk selalu mengingat Allah SWT.
Dari usaha tersebut maka lahirlah sebuah kesadaran yang tulus untuk
m e n g a k ui b e ta p a ag u n g n ya A ll ah S W T
ha d a p a n k e- M a h ak u as a a n A lla h S W T .
da n b e t ap a l m ah y a m an u s i a d i
E k sp re s i s ep e rti in i di un g k a p ka n dalam lanjutan
ayat di surat Ali-Imran/3: 192.
Hal ini bukan berarti Allah SWT akan semena-mena memasukkan orang
ke dalam siksa neraka, karena kalau itu terjadi akan berlawanan dengan sifat
Allah SWT yang Maha Rahman dan Maha Rahim. Pernyataan dalam doa
tersebut lebih sebagai bentuk ekspresi sikap seorang hamba yang mengakui
bahwa telah banyak anugerah yang diberikan oleh Allah SWT namun
ternyata tidak menjadikan manusia sadar akan jati dirinya yang hanya juga
sebagai ciptaan (hamba), maka doa tersebut adalah pengakuan kalau pada
akhirnya ada orang yang masuk neraka itu karena semata-mata sikap orang
tersebut yang tidak mau menggunakan akalnya secara benar atau tidak mau
mengikuti tradisi akademik yang diajarkan Allah SWT. Maka
konsekuensinya adalah siksa di neraka.
Karakter ketiga, orang yang berbudaya akademik disebutkan dalam surat
Az-Zumar/39: 18.
Artinya: Yang mendengarkan Perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik
di antaranya. mereka Itulah orang-orang yang telah diberi Allah
petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.
• MKDU4221/MODUL 7 7.19
Dari ayat tersebut jelas terbaca bahwa karakter orang yang memiliki
budaya akademik yang baik adalah orang yang secara sungguh-sungguh dan
konsisten selalu mau mendengarkan hal-hal atau informasi yang baik.
Kemudian dari sekian banyak informasi baik yang mereka terima kemudian
dipilihlah informasi terbaik dan kemudian dengan sepenuh hati melaksanakan
informasi tersebut. Informasi terbaik menurut ayat tersebut bukan tanpa
kriteria. Kriteria yang dijadikan pegangan adalah petunjuk Allah SWT dan
Rasul-Nya serta berdasarkan logika yang lurus dan hati nurani yang bersih.
Mereka itulah yang dalam ayat tersebut kemudian juga disebut dengan ulul
albab.
Namun demikian, seorang muslim meskipun telah memperoleh
kemampuan tersebut' tetap bersikap rendah hati dengan mengakui bahwa
perolehan tersebut merupakan semata-mata karunia dan petunjuk Allah SWT.
Hal ini diisyaratkan dalam ayat di atas dengan redaksi "mereka Itulah orang-
orang yang telah diberi Allah petunjuk". Petunjuk tersebut tentu hanya akan
diperoleh bagi yang bersungguh-sungguh ingin meraihnya. Orang yang tidak
pernah berikhtiar untuk meraih petunjuk maka jangan pernah berharap dapat
memperoleh petunjuk.
Memberi petunjuk Di usaha
dengan sini bertemu antaraingin
manusia yang anugerah
meraihAllah yang Maha
petunjuk.
L A T I H A N
3) Ukanrteunka n d a t i d k ak a m e ra s k e s
p e nj e l as an t ent an g k ar a k te
pdeartlanmyaKanegyiantagn saBtuelain u l ta n ,
r is ti k
i te ntu
ja r 1 in iA
orang yang berbudaya akademik dijelaskan secara sederhana dan
ringkas. Anda hanya perlu sedikit cermat supaya tidak keliru mengambil
kesimpulan dari poin tersebut.
R A N G K U M A N
D i s a m p in g m e m b e r ik an a p
p e n t i n g l a in y a ng d i je la s k an A l -
re s i a si t e r h a da p o ra n g yang berilmu poin
q u r a n a d a l a h b ah w a :
l. Iman seorang muslim tidak akan kokoh kalau tidak ditopang dengan
ilmu, demikian juga dengan amal shalih.
2. Tugas kekhalifahan manusia tidak akan dapat sukses kalau tidak
dilandasi dengan ilmu.
3. Karakter seorang muslim yang berbudaya akademik adalah; orang
yang selalu mengingat Allah yang disertai dengan ikhtiar untuk
selalu menggunakan akalnya untuk memikirkan ciptaan Allah SWT.
Serta selalu berusaha menambah ilmu dengan membuka diri
terhadap setiap informasi yang baik dan kemudian memilih yang
terbaik untuk dijadikan pegangan dan diikutinya.
• MKDU4221/MODUL 7 7.21
T E S F O R M A T I F 1
6) Tiga tahapan yang diajarkan Al-quran seperti dijelaskan dalam surat an-
Nahl/16: 125 untuk mengajak manusia ke jalan Allah adalah dengan....
A. diplomasi, dagang, dan perang
B. perkawinan, perdagangan, dan perdamaian
C. hikmah, nasihat yang baik, dan adu argumentasi yang lebih baik
D. membaca ayat Al-quran, terjemahnya, dan tafsirnya
stihnaglgati
D. jabatan yang tinggi, harta yang banyak dan status sosial yang mapan
10) Dalam surat az-Zumar ayat 18 dijelaskan salah satu karakter orang yang
berbudaya akademik, yaitu ....
A. konsisten menghadiri undangan
B. istiqomah mengerjakan shalat jamaah
C. konsisten mendengarkan ajaran yang lebih baik dan kemudian
• MKDU4221/MODUL 7 7.23
KEg I A TA N B EL A JA
R 2
A. ETOS KERJA
Ilustrasi: Ada dua orang pekerja, dengan kemampuan yang relatif sama
baik menyangkut tenaga, tingkat pendidikannya maupun waktu yang mereka
miliki untuk menyelesaikan pekerjaan. Dalam faktanya pekerja yang satu
dapat jauh lebih banyak menyelesaikan pekerjaannya, sementara pekerja
kedua menyelesaikan pekerjaannya dengan jumlah yang lebih sedikit.
Pertanyaan yang muncul adalah mengapa bisa terjadi perbedaan hasil
pekerjaan keduanya? Jawaban yang mungkin dapat diberikan adalah
perbedaan hasil dari kedua pekerja tersebut disebabkan semangat dalam
bekerja yang berbeda. Semangat inilah yang kemudian populer disebut
dengan istilah etos kerja.
Setelah Anda membaca ilustrasi di atas cobalah Anda membuat contoh-
contoh sendiri mungkin dalam kasus yang Anda alami.
• MKDU4221/MODUL 7 7.25
Artinya: Ayat 30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi" mereka berkata: "Apakah Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui."
Dari ayat-ayat tersebut di atas dapat juga dipahami bahwa nilai kualitas
kemanusiaan seseorang salah satu tolok ukurnya adalah, seberapa sungguh-
sungguh seseorang menjalankan tugas tersebut dalam kehidupannya yaitu
membangun etos untuk bekerja. Karena kalau manusia tidak memiliki etos
dalam bekerja atau etosnya rendah berarti dia telah menyia-nyiakan tugas
yang diamanatkan Allah SWT kepadanya.
• MKDU4221/MODUL 7 7.27
Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.
Ayat ini mengisyaratkan bahwa tugas lain yang diemban oleh manusia
dalam hidup di dunia ini adalah untuk menjadikan segala aktivitas hidupnya
bernilai ibadah. Tentu saja dalam hal ini termasuk bekerja dalam kapasitas
apapun. Kalau bekerja adalah sebagai salah satu ekspresi beribadah maka
sebagai seorang muslim tentunya tidak akan menyia-nyiakan setiap
kesempatan dan waktu yang ada kecuali akan diisi dengan usaha yang
sungguh-sungguh untuk dapat menghasilkan karya-karya terbaik sebagai
persembahan pengabdiannya kepada Tuhannya (Allah SWT).
Secara lebih rinci lagi dalam ayat lain dikemukakan bahwa ibadah yang
dilakukan tersebut harus benar-benar dilandasi niat yang ikhlas. Ini
diisyaratkan dalam surat Al-Bayyinah/98: 5.
Kalau ibadah sarat diterimanya adalah harus ikhlas maka bekerja karena
sebagai ekspresi ibadah juga sudah sewajarnya kalau harus dilandasi dengan
hati yang ikhlas. Bekerja dengan ikhlas berarti memaksimalkan seluruh
potensi dan kemampuan untuk dapat mencapai hasil yang maksimal sesuai
dengan petunjuk Allah SWT. Dari perspektif ini terlihat bahwa dalam Islam
tidak ada istilah pekerjaan rendahan atau bergengsi. Semua bentuk kerja
akan dinilai baik tergantung niat dan cara melaksanakannya. Sekedar contoh;
Seorang office boy (pelayan kantor), kalau bekerja dengan baik, niat yang
baik maka tidak akan kalah mulia di sisi Allah dengan seorang direktur
sekalipun.
Artinya: Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain (ayat 7). Dan hanya
kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap (ayat 8).
• MKDU4221/MODUL 7 7.29
sungguh. Inilah salah satu petunjuk yang amat jelas bahwa seorang muslim
dalam bekerja harus memiliki etos yang tinggi.
Namun, yang perlu diingat bahwa kunci keberhasilan pekerjaan yang
kita lakukan buka hanya terletak kepada etos kerja saja melakukan harus juga
disandarkan kepada ridha Allah SWT. Inilah yang diisyaratkan dalam ayat 8
surat di atas. "Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap" .
Hal inilah yang juga membedakan antara etos kerja yang diajarkan oleh Al-
quran dengan etos kerja yang diajarkan lainnya.
Kedua, bekerja sesuai bidang dan kompetensinya. Etos kerja seseorang
akan berlipat apabila pekerjaan yang dia lakukan memang pekerjaan yang
sesuai dengan bidang dan kompetensinya. Apabila seseorang melakukan
peredaan yang bukan bidangnya, apalagi kalau tidak memiliki kompetensi
jangan harap akan dapat memperoleh hasil yang maksimal, yang ada justru
kegagalan. Hal ini diisyaratkan dengan sangat dalam Al-quran surat Al-
Israa'/17: 84.
Ayat ini memberi isyarat bahwa setiap orang telah dianugerahi oleh
Allah potensi dan kecenderungan tertentu, dalam bahasa modern bisa disebut
dengan talenta atau bakat. Maka seseorang yang dapat dengan baik
mengenali dan menggali potensi anugerah Allah tersebut kemudian dapat
diwujudkan dalam bentuk kecakapan dan kompetensi dalam bidang tertentu
maka bukan suatu yang sulit bagi orang tersebut untuk dapat meningkatkan
etos kerja dan meraih hasil yang maksimal.
Hal yang tidak kalah pentingnya dalam peningkatan etos kerja ini,
seorang muslim harus tetap mengikuti petunjuk Allah SWT dalam bekerja.
Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut.
a. Pekerjaan yang dilakukan tidak boleh menjadikan lupa kepada Allah;
Sekeras apapun orang bekerja setinggi apapun etos kerja yang dimiliki
maka tidak boleh menjadikan lupa kepada Allah SWT. Hal ini
ditegaskan dalam surat Al-Jumu'ah/62: 9.
Yang dimaksud jual beli dalam ayat tersebut adalah mencakup seluruh
aktivitas atau pekerjaan manusia. Maka apapun aktivitas atau pekerjaan
yang dilakukannya tidak boleh melupakan Allah SWT. Ayat tersebut
ditutup dengan statement Allah "Yang demikian itu lebih baik bagimu
jika kamu mengetahui" Hal ini mengisyaratkan bahwa boleh jadi ada
orang yang tetap bekerja dengan etos yang tinggi tanpa peduli dengan
aturan-aturan Allah, maka hal ini jelas akan merugikan dirinya sendiri.
Karena hasil pekerjaan tersebut tidak akan membawa kebahagiaan
hidupnya di dunia apalagi di akhirat. Yang terjadi justru akan sebaliknya
orang akan mengalami kecanduan kerja, dan itu akan berakibat tidak
baik bagi keseimbangan hidupnya.
b. Etos Kerja yang tinggi tidak boleh melupakan shalat dan zakat; ibadah
shalat adalah bagian dari teknis dan mekanisme yang diciptakan oleh
Allah SWT agar manusia tetap dapat memelihara komunikasi dengan
Allah SWT. Maka sesibuk apapun seseorang kalau ingin hidupnya
diberkahi dan bahagia maka harus tetap memelihara shalatnya. Dan
setelah memperoleh hasil dari pekerjaannya dituntut untuk memberikan
hak-hak saudaranya yang kurang beruntung (fakir-miskin) dengan
membayar zakat. Ini diisyaratkan dalam surat An-Nuur/24: 37.
Artinya: Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula)
oleh jual beli dan mengingati Allah, dan (dari) mendirikan
sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut
kepada suatu hal yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi
guncang.
• MKDU4221/MODUL 7 7.31
Dari ayat tersebut jelas bahwa bekerja adalah sebagai ekspresi tanda
bersyukur. Salah satu makna syukur adalah menggunakan semua karma
Allah SWT sesuai tujuan penganugerahannya. Dari penjelasan tersebut
dapat kita tarik pemahaman bahwa orang yang tidak mau bekerja
dengan baik berarti tidak bersyukur atas seluruh anugerah Allah
SWT.
Sebaliknya orang yang mau bekerja dengan baik atau orang memiliki
etos kerja berarti orang tersebut telah masuk ke dalam kelompok orang
yang bersyukur. Sehingga Sungguh tepat kalau Allah menjanjikan alas
orang yang bersyukur akan ditambah nikmat karunia-Nya. Hal ini
dengan jelas disebutkan dalam surat Ibrahim/l4: 7.
Seorang muslim mutlak harus memiliki keras kerja yang tinggi, sebab
kalau tidak berarti dia akan termasuk orang yang tidak bersyukur dan ini
berarti hanya akan mendatangkan kemurkaan Allah SWT. Dalam
perspektif modern orang yang tidak cerdas bersyukur, berarti tidak
memiliki etos dalam bekerja pada gilirannya hanya akan mendatangkan
kegagalan.
• MKDU4221/MODUL 7 7.33
Sikap positif selanjutnya yang harus dimiliki oleh seseorang yang ingin
berhasil "dalam kehidupannya adalah sikap terbuka atau jujur. Seseorang
tidak akan mungkin memiliki sikap terbuka kalau tidak bersikap jujur
terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Karena orang yang bersikap
tidak jujur pasti akan berusaha mati-matian untuk menutupi
ketidakjujurannya. Bagaimana seseorang dapat bersikap terbuka kalau dia
harus berbohong untuk menutupi kebohongan yang dia lakukan. Maka yang
akan terjadi adalah kebohongan di atas kebohongan
Islam sangat menekankan supaya manusia bersikap jujur. Di antara ayat-
ayat yang memerintahkan supaya bersikap jujur di antaranya sebagai berikut.
1. Surat Al-Ahzab/33: 70
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
Katakanlah Perkataan yang benar.
Yang dipanggil dalam ayat tersebut adalah orang yang beriman, hal ini
berarti salah satu prasyarat orang-orang yang kokoh imannya adalah selalu
berkata benar dan jujur dan ini menjadi prasyarat utama untuk memiliki
sikap terbuka. Seseorang tidak mungkin akan dapat memiliki sikap terbuka
apabila belum dapat bersikap jujur terhadap dirinya sendiri.
Sikap terbuka yang dimiliki seseorang akan menjadikan hidupnya
merasa nyaman, karena tidak ada yang perlu ditutupi, sehingga etos kerja
dan kinerjanya akan menjadi maksimal. Beberapa hasil penelitian
menyebutkan
bahwa salah satu yang menyita dan mencuri tenaga, stamina dan energi kita
adalah sikap tidak terbuka dan tidak jujur baik kepada diri sendiri maupun
orang lain. Sehingga apabila kita dapat selalu bersikap jujur dan terbuka
maka akan menjadikan semangat dan stamina kita dalam menjalani hidup,
khususnya dalam pekerjaan akan menjadi berlipat ganda dan optimal.
Contoh: Seorang karyawan telah berbuat curang di tempat kerjanya.
Maka yang akan dia lakukan adalah sedapat mungkin mengamankan dan
merahasiakan kecurangannya itu, Maka untuk menutupi kecurangannya
tersebut di pasti akan berbuat bohong. Selama orang ini belum mau mengaku
dan bersikap jujur dan terbuka terhadap dirinya sendiri maka selama itu pula
rasa bersalah akan terus melanda hatinya, meskipun terkadang itu berusaha
untuk ditutupinya. Dan selama itu pula pasti orang tersebut tidak akan dapat
fokus kepada pekerjaannya. Dan pada gilirannya prestasi kerjanya pun akan
menurun, sehingga yang rugi adalah dirinya sendiri.
Ayat ini memberi petunjuk bagaimana cara menjadi orang yang selalu
bersikap jujur dan terbuka yaitu dengan cara bergabung dengan lingkungan
yang kondusif yang dapat memberi pengaruh dan dampak positif bagi
kepribadiannya. Hal ini juga menjadi isyarat bahwa lingkungan yang tidak
baik akan berpengaruh bagi kepribadian seseorang. Seseorang yang bergaul
dengan orang-orang yang tidak jujur dan tidak terbuka maka cepat atau
lambat orang tersebut juga akan terpengaruh. Sebaliknya kalau kawan-kawan
dekatnya adalah orang-orang yang jujur dan terbuka maka akan berpengaruh
positif bagi kepribadiannya. Redaksi yang digunakan ayat tersebut adalah
maka yang berarti bersama.
Dalam satu kesempatan Nabi SAW membuat ilustrasi betapa pentingnya
memilih teman yang baik itu penting. Apabila seseorang bergaul dengan
penjual parfum maka meskipun dia tidak membelinya pasti akan ke bagian
bau harumnya. Sebaliknya kalau seseorang bergaul dengan tukang pandai
besi maka pasti akan mendapat bagian panasnya.
• MKDU4221/MODUL 7 7.35
C. SIKAP ADIL
Termasuk dalam aspek aqidah adalah bahwa Allah SWT. mengutus para
Rasul dengan membawa wahyu untuk dapat menegakkan sistem
kemanusiaan yang adil. Hal ini dijelaskan dalam Q. S. Al-Hadiid /57: 25.
• MKDU4221/MODUL 7 7.37
Artinya: Janganlah kamu dekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang
lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah
takaran dan timbangan dengan adil, Kami tidak memikulkan beban
kecuali sesuai dengan kemampuannya. Dan apabila kamu berkata
hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabatmu dan
penuhilah janji Allah yang demikian itu diperintahkan Allah
kepadamu agar kamu ingat.
• MKDU4221/MODUL 7 7.39
Menurut sebagian besar mufassir, seperti Ibn Kasir dan juga al-Suyuti,
asbab al-nuzul dari ayat di atas adalah berkenaan dengan kasus kunci Ka'bah
yang ada dalam kekuasaan 'Usman ibn Talhah yang terjadi pada hari
penaklukan kota Makkah pada tahun 8 H. Peristiwa tersebut bermula ketika
Rasulullah SAW meminta kunci Ka'bah dari 'Usman. Ketika kunci hendak
diserahkan, al-'Abbas meminta kepada Nabi SAW agar kekuasaan atas kunci
itu diserahkan kepadanya sehingga ia dapat menghimpun kekuasaan tersebut
dengan kekuasaan memberi air minum kepada jam'ah haji ( siqayat). Karena
permintaan ini `Usman pun menahan kunci tersebut, meskipun Nabi SAW
Nabi SAW meminta untuk yang ketiga kalinya. 'Usman menyerahkan kunci
tersebut sambil berkata; "Inilah dia dengan amanat". Nabi SAW kemudian
memasuki Ka'bah dan setelah keluar, beliau thawaf, kemudian turunlah Jibril
membawa wahyu. Nabi SAW memanggil 'Usman dan menyerahkan kembali
kunci Ka'bah kepadanya.
Ungkapan yang terkait langsung dengan pembahasan ini adalah ' Apabila
kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu menetapkan
hukum dengan adil'. Yang dimaksud dengan menetapkan hukum dalam ayat
tersebut bukan hanya berkisar dalam apabila terjadi persengketaan. Hal ini
didasarkan kepada penelusuran makna hukm yang dikandung oleh Al-quran.
Secara etimologis akar kata yang terdiri dari huruf ha, kaf dan mim
mengandung arti "mencegah", yang secara leksikal kemudian bermakna
"menyelesaikan atau memutuskan suatu urusan, memberi kekang dan
mencegah seseorang dari yang diingininya". Kata al-hukm ketika terserap ke
dalam bahasa Indonesia mengalami sedikit reduksi dengan diberikan makna
sebagai peraturan, ketentuan dan keputusan, sementara dalam
penggunaannya dalam Al-quran kata tersebut tidak hanya mengacu kepada
hasil atau obyek namun juga menyangkut pembuatan dan cam menjalankan
keputusan tersebut.
Bertolak dari pemahaman makna hukm di atas maka pengertian
ungkapan "apabila kamu menetapkan hukum" dalam ayat di alas mencakup
pengertian "membuat dan menerapkan hukum". Ini berarti secara kontekstual
perintah dalam ayat tersebut tidak hanya ditujukan kepada kelompok sosial
tertentu dalam masyarakat muslim, tetapi ditujukan kepada setiap orang
yang mempunyai kekuasaan memimpin orang-orang lain termasuk dalam hal
ini adalah kepemimpinan dalam rumah tangga yang dipegang oleh seorang
suami. Ini antara lain disebutkan dalam.
Q.S. An-Nisaa'/4 : 34
• MKDU4221/MODUL 7 7.41
Kata al-gist yang dalam ayat tersebut dirangkai dengan kata al-
mustagim, ada yang memahaminya dalam arti neraca timbangan sebagaimana
dalam terjemahan di atas, namun ada juga yang mengartikan adil. Kata ini
menurut Ibn Mujahid merupakan kata serapan dari bahasa Romawi yang
masuk berakulturasi dalam perbendaharaan bahasa Arab yang digunakan Al-
quran. Sebenarnya kedua makna yang dikemukakan di atas dapat
dipertemukan dengan pertimbangan bahwa untuk mewujudkan keadilan
maka diperlukan tolak ukur yang pasti yaitu timbangan, dan sebaliknya
apabila penggunaan timbangan itu dilakukan secara baik dan benar pasti akan
melahirkan keadilan.
Keadilan dalam dimensi keseimbangan ini juga diekspresikan dengan
menggunakan kata gawwama sebagaimana disebut dalam Q.S. Al-Furqan/25.
• MKDU4221/MODUL 7 7.43
Artinya: Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku,
sesungguhnya kalian telah menganiaya dirimu sendiri karena kalian
telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah
kepada Tuhan yang menjadikan kalian dan bunuhlah dirimu. Hal itu
adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kalian,
maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Yang dimaksud dengan telah menganiaya diri kamu sendiri n dalam ayat
tersebut adalah penyembahan terhadap anak sapi yang dilakukan oleh Bani
Israil, ketika mereka ditinggalkan oleh Nabi Musa as. Karena memenuhi
panggilan Allah. Pada waktu itu oleh Musa as. Bani Israil dipasrahkan
kepada saudaranya yaitu Nabi Harun, as. Dalam realitasnya Harun as. Tidak
kuasa mencegah perbuatan Bani Israil tersebut yaitu menyembah anak sapi.
Perbuatan tersebut dimotori oleh seorang tokoh yang bernama Samiriy. Kisah
ini antara lain disebutkan dalam Q.S. Thoha /20 : 85 - 98.
Jadi yang dimaksud dengan men-dhalimi diri sendiri dalam ayat tersebut
adalah kemusyrikan. Beberapa ayat yang lain juga menegaskan tentang hal
serupa, bahkan dalam Q.S. Luqman/31: 13, ditegaskan bahwa kemusyrikan
adalah kezaliman yang paling besar.
• MKDU4221/MODUL 7 7.45
Kezaliman yang disebut Al-quran tidak terbatas dalam soal aqidah -hal
ini telah disinggung dalam penjelasan terdahulu dalam pemakaiannya secara
umum lebih kepada makna pelanggaran hak atau tidak memberikan hak
kepada pemiliknya. Dalam konteks ini pulalah Ayat-ayat Al-quran juga
menjelaskan bahwa Allah SWT. tidak men-dzalami sedikit pun hamba-
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar
dzarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan
dari sisi-Nya pahala yang besar.
Pemahaman terhadap ayat di alas dan juga ayat-ayat lain yang semakna
akan menghantarkan kepada keyakinan akan keadilan Allah SWT terhadap
hamba-Nya. Bahwa sekecil apapun perbuatan baik manusia akan
mendapatkan pahala di sisi Allah, bahkan pahala tersebut berlipat ganda. Hal
ini berbeda dengan keadilan yang berlaku bagi manusia yang biasanya
diartikan dengan memberikan sepadan dari yang dia terima atau kewajiban
yang dilakukan oleh manusia akan berimplikasi kepada hak -yang sebanding
dengan kewajibannya yang akan diterima.
Pemahaman seperti ini juga akan menghantarkan kepada keyakinan
bahwa apa pun yang telah diputuskan oleh Allah SWT pada dasarnya adalah
demi kebaikan manusia. Q.S. As-Sajdah/32: 7.
Artinya: Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja
keburukan yang menimpamu, maka itu dari (kesalahan) dirimu
sendiri ...
Tidak ada keputusan dan ketetapan Allah yang jelek meskipun terkadang
manusia sulit memahaminya. Maka manusia harus selalu berprasangka baik
kepada Allah, karena Allah telah menegaskan dalam Q.S. al-Baqarah/2: 216.
Artinya: Boleh jadi kalian membenci sesuatu padahal ia baik bagi kalian, dan
boleh jadi kalian menyenangi sesuatu padahal ia buruk bagimu,
Allah mengetahui dan kalian tidak mengetahui.
Yang perlu digarisbawahi dalam ayat ini adalah bahwa keadilan adalah
salah satu sifat yang dekat kepada taqwa, sementara taqwa secara sederhana
dapat diartikan melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi setiap
larangan-Nya. Untuk dapat memilih mana yang merupakan perintah Allah
yang harus dilaksanakan, dan apa yang merupakan larangan Allah yang harus
ditinggalkan sangat membutuhkan pertimbangan-pertimbangan yang adil.
• MKDU4221/MODUL 7 7.47
L A T I H A N
2) Jelaskan tentang arti penting sikap terbuka dan jujur sebagai bagian dari
cara meningkatkan etos kerja dan meraih keberhasilan!
3) Jelaskan tentang makna sikap adil dalam Islam!
1) Untuk menjawab pertanyaan nomor satu ini yang perlu Anda lakukan
adalah memahami terlebih dahulu tugas-tugas pokok manusia yang
diajarkan oleh Islam. Setelah itu coba Anda perhatikan dengan baik pada
poin-poin yang menjelaskan tentang petunjuk Al-quran untuk
meningkatkan etos kerja. Untuk lebih cepat memahami mulailah dengan
melihat poin-poinnya dan yang tidak kalah pentingnya adalah renungi
ayat-ayat Al-qurannya dengan baik.
2) Untuk soal yang kedua insya Allah tidak terlalu sulit karena Anda hanya
diminta untuk menjelaskan tentang pentingnya kejujuran. Sifat jujur
adalah salah satu sifat yang memang sebenarnya ada dan yang dinginkan
oleh hati nurani setiap orang. Yang harus Anda lakukan hanyalah
menambahkan penjelasan-penjelasan dengan dukungan ayat-ayat Al-
quran.
3) Untuk soal nomor tiga ini Anda harus memulai terlebih dahulu dari
menjelaskan tentang pengertian adil baik menurut kamus maupun yang
Anda pahami sendiri. Setelah itu Anda hanya perlu menjelaskan macam-
macam keadilan yang diperkenalkan oleh Al-quran.
R A N G K U M A N
T E S F O R M A T I F 2
• MKDU4221/MODUL 7 7.49
5) Etika seorang muslim yang memiliki etos kerja yang tinggi, adalah ....
A. tidak boleh melalaikan Allah dan meninggalkan shalat
B. harus memiliki modal yang cukup
C. harus memiliki koneksi atau hubungan
D. bersikap mengalah apabila terjadi konflik
7) Salah satu sikap positif bagi orang yang memiliki etos kerja yang tinggi
adalah ....
A. bersikap mengikuti keadaan yang berlaku (ke mana angin bertiup)
B. selalu bersikap jujur
C. selalu mengutamakan teman sejawat
D. harus selalu patuh terhadap atasan
9) Salah satu cara agar etos kerja tetap terjaga (tidak mudah putus asa)
adalah dengan selalu berprasangka baik terhadap Allah yaitu semua
pernyataan benar, kecuali ....
A. semua yang ditetapkan Allah pasti baik
B. boleh jadi yang kita anggap baik sebenarnya buruk bagi kita
C. Allah tidak akan membebani hamba-Nya di luar kemampuannya
D. manusia suka mengeluh
10) Orang yang mempunyai etos kerja akan selalu bersikap adil dan sikap
adil itu dekat sekali dengan sikap....
A. pasrah
B. pasif dan mengalah
C. mengurung diri dan pesimis
D. ketakwaan dan kebaikan
• MKDU4221/MODUL 7 7.51
Glosarium
• MKDU4221/MODUL 7 7.53
Daft ar Pustaka
Al-quran al-Karim.
Bukhari, Abu `Abdullab Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin al-Mughirat
bin Bardizbat al. (t.th.) Shahih al-Bukhari. (t.t): Dar wa Mathabi' al-
Sya'b.
Ghazali, Abu Humid Muhammad bin Muhammad al-. (t.th.). Ihya' 'Ulum al-
Din. Al-Qahirat: Maktabah al-Masyad al-Husaini.
Ibn Hanbal, Ahmad. (t.th.). Musnad al-Imam bin Hanbal. Barut: AI-Maktab
al-Islami.
Ibn Kasir, Abu al-Fida' Isma’il. (t.th.) Tafsir Al-quran al-'Azhim. Singapura:
Al-Haramain.
Ibis Majah, Abu `Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwaini. (t.th.). Sunan
Ibn Majah. Bairut: Dar al-Fikr.
Mahalli, Jalal-al-Din Muhammad bin Ahmad al-, dan Jalal al-Din 'Abd al-
Rahman bin Abi Bakr al-Suyuthi. (t.th.). Tafsir Al-quran al-'Azhim.
Jakarta: Jaya Mumi.
Maraghi, Ahmad Musthafa al-. (1974/1394). Tafsir al-Maraghi. (t.t.): Dar al-
Fikr.
Munawwir, Abmad Warson. (1984). Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia.
Yogyakarta: Pondok Pesantren al-Munawwir.
• MKDU4221/MODUL 7 7.55