Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH BIOKIMIA

PROTEIN

OLEH
KELOMPOK 2

1. Dian Satrina Ina


2. Dwilty Stifani Charolina Edon
3. Ebsan Umbu Zogara
4. Elsarani Keretana
5. Evita Margareth Amaheka
6. Flistiana Lobain
7. Florensia Filia Saridan Duris

POLTEKKES KEMENKES KUPANG


PRODI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena bimbingan, dan
penyertaan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Judul
makalah ini adalah” PROTEIN”. Makalah ini berisi tentang ciri dan struktur, sifat ikatan
peptida denaturasi, pemisahan dan deteksi protein.

Penulis menyadari bahwa pembahasan hanya pada batasan permasalahan pada makalah
ini, sehingga kritik dan saran sangat dibutuhkan penulis untuk melengkapi makalah ini baik
dari segi teori, metode, dan analisis sehingga dapat menjadi acuan referensi bagi penulis
selanjutnya.

Kupang, 27 April 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................1

A. Latar Belakang .........................................................................................................2

B. Rumusan Masalah ....................................................................................................2

C. Tujuan ......................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................2

A. Ciri-ciri Protein .......................................................................................................3

B. Struktur Protein ........................................................................................................3

C. Sifat Ikatan Peptida ..................................................................................................9

D. Denaturasi ..............................................................................................................11

E. Deteksi Protein .......................................................................................................13

BAB III PENUTUP ...........................................................................................................14

A. Kesimpulan ............................................................................................................14

B. Saran ......................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, antara lain
sebagai bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh, pada
masa pertumbuhan dalam proses pembentukan jaringan, membentuk jaringan janin dan
pertumbuhan embrio pada masa kehamilan, sebagai energi, serta protein juga dapat
berfungsi sebagai pertahanan tubuh dari benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh
seperti virus, bakteri dan parasit (Afifah, 2013). Sumber protein bisa berasal dari protein
nabati dan protein hewani.
Salah satu sumber protein hewani yang penting bagi manusia disamping daging
dan ikan adalah telur. Telur banyak dikonsumsi oleh masyarakat umum karena mudah
didapat dan harganya terjangkau dibandingkan daging dan ikan (Afifah, 2013). Telur
juga mempunyai beberapa keunggulan, yakni selain mengandung zat gizi yang
diperlukan oleh tubuh, telur juga memiliki rasa yang enak, mudah dicerna, dan dapat
diolah menjadi berbagai macam produk makanan. Keunggulan telur ini akan bertahan
lama apabila ditunjang oleh kualitas telur itu sendiri (Dian, 2012).

B. Rumusan masalah
1. Apa ciri-ciri dari protein?
2. Apa struktur dari protein?
3. Apa ikatan dari peptide?
4. Apa itu denaturasi, pemisahan dan deteksi dari protein?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui ciri-ciri dari protein
2. Untuk mengetahui struktur dari protein
3. Untuk mengetahui ikatan dari peptide
4. Untuk mengetahui denaturasi, pemisahan dan deteksi dari protein

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ciri-ciri protein
Ciri- ciri utama protein adalah :
1. Memiliki massa utama molekul relatif yang cukup besar mencapai jutaan.
2. Disusun oleh 20 macam asam amino, asam-asam amino penyusun protein
membentuk ikatan konvalen yang relatif kuat dengan membentuk ikatan peptida.
3. Terdapat ikatan kimia selain ikatan peptida. Hal ini menyebabkan protein mampu
membentuk struktur tiga dimensi.
4. Struktur tidak stabil. Kestabilan struktur protein sangat ditentukan oleh kondisi
lingkungannya, misalnya Ph, suhu, pelarut, garam, logam, dan lain sebgainya.
5. Bersifat reaktif dan spesifik, sifat protein yang demikiab ini disebabkan adanya
gugus yang sangat spesifik yang dimiliki oleh protein.
6. Bersifat amfoter
7. Bermuatan listrik

B. Struktur Protein
Pada pembahasan arsitektur protein digunakan pembagian empat tingkatan
struktur. Struktur primer adalah urutan asam amino. Struktur sekunder berhubungan
dengan pengaturan kedudukan ruang residu asam amino yang berdekatan dalam urutan
linier. Pengaturan sterik ini memberi struktur periodik. Heliks- α dan untai- 
menunjukkan struktur sekunder. Struktur tersier menggambarkan pengaturan ruang
residu asam amino yang berjauhan dalam urutan linier dan pola ikatan-ikatan sulfida.
Perbedaan antara struktur sekunder dan struktur tersier tidaklah terlalu jelas. Di samping
itu dikenal juga adanya struktur kuarterner dan struktur supersekunder yang akan
dibahas sekilas di bagian ini.

1. Struktur Primer
Pada tahun 1953, Frederick Sanger menentukan urutan asam amino insulin,
suatu hormon protein. Hal ini merupakan peristiwa penting karena pertama kali
memperlihatkan dengan tegas bahwa protein mempunyai urutan asam amino yang
tertentu yang tepat. Urutan asam amino inilah yang kemudian dikenal sebagai struktur
primer. Selain itu juga diperlihatkan bahwa insulin terdiri dari hanya asam amino L yang
saling berhubungan melalui ikatan peptida antara gugus amino- α dan gugus karboksil-
α prestasi ini merangsang peneliti lain untuk mempelajari urutan asam amino berbagai
protein. Saat ini telah diketahui urutan asam amino yang lengkap lebih dari 10.000
protein. Fakta yang menyolok menyatakan bahwa tiap protein mempunyai urutan asam
amino yang khas dengan urutan yang sangat tepat. Pada protein, gugus karboksil- α asam
amino terikat pada gugus amino-α asam amino lain dengan ikatan peptida (disebut juga
ikatan amida). Pada pembentukan suatu dipeptida dari dua asam amino terjadi
pengeluaran satu molekul air yang dapat dilihat pada Gambar 2.5. Keseimbangan reaksi
ini adalah ke arah hidrolisis tidak pada sintesis. Oleh sebab itu, biosintesis ikatan peptida

3
memerlukan energi bebas, sebaliknya hidrolisis ikatan peptida secara termodinamika
bersifat eksergonik.

Gambar 2.6. Pembentukan ikatan peptid.


Banyak asam amino yang berikatan melalui ikatan peptida membentuk rantai
polipeptida yang tidak bercabang (Gambar 2.7). Satu unit asam amino dalam rantai
polipeptida disebut residu. Rantai polipeptida mempunyai arah sebab unit penyusun
mempunyai ujung yang berbeda, yaitu gugus amino- α dan gugus karboksil- α .
Berdasarkan kesepakatan, ujung amino diletakkan pada awal rantai polipeptida; berarti
urutan asam amino dalam rantai polipeptida ditulis dengan diawali oleh residu
aminoterminal. Pada suatu tripeptida Ala-Gly-Trp (AGW), alanin merupakan residu
aminoterminal dan Triptofan merupakan residu karboksil-terminal. Harus diperhatikan
bahwa Trp-Gly-Ala (WGA) merupakan tripeptida yang berbeda.

Gambar 2.7. Residu asam amino terdapat dalam kotak, rantai dimulai pada ujung
amino.
Rantai polipeptida terdiri dari bagian yang berulang secara beraturan yang disebut
rantai utama, dan bagian yang bervariabel yang membentuk rantai samping (). Rantai
utama kadang-kadang disebut tulang punggung. Kebanyakan rantai polipeptida di alam
mengandung antara 50 sampai 2000 residu asam amino. Berat molekul rata-rata residu
asam amino adalah 110, berarti berat molekul rantai polipeptida adalah antara 5.500
dan 220.000. Massa protein dapat juga dinyatakan dalam dalton; satu dalton sama
dengan satu unit massa atom. Suatu protein dengan berat molekul 50.000 mempunyai
massa 50 kd (kilodalton).

Gambar 2.8. Rantai polipeptida dibentuk dari rantai utama yang berulangulang secara teratur
(tulang punggung) dan rantai samping tertentu (R1, R2, R3 yang berwarna kuning).

4
Sejumlah protein mempunyai ikatan disulfida. Ikatan disulfida antarrantai maupun di
dalam rantai terbentuk oleh oksidasi residu sistein. Disulfida yang dihasilkan adalah
sistein (Gambar 2.8). Protein intra sel umumnya tidak mempunyai ikatan disulfida,
sedangkan protein ekstrasel sering mempunyai beberapa.
Ikatan lintas non-belerang yang berasal dari rantai samping lisin ditemukan pada
beberapa protein. Misalnya, serat kolagen dalam jaringan ikat diperkuat dengan cara
ini, sama seperti fibrin pada pengumpulan darah.

Gambar 2.9a Jembatan disulfide Gambar 2.9b Model ikatan sulfida


(-S-S-) dibentuk dari gugus sulfhidril pada struktur primer.
(-SH) dua residu sistein dan akan
menghasilkan satu residu sistin.
2. Struktur Sekunder
Dapatkah suatu rantai polipeptida berlipat membentuk struktur reguler yang
berulang? Untuk menjawab pertanyaan ini, Pauling dan Corey mempelajari berbagai
kemungkinan konformasi polipeptida dengan membuat model-model molekul. Mereka
sangat mentaati hasil pengamatan sudut ikatan dan jarak pada asam amino dan peptida
kecil. Pada tahun 1951, mereka mengemukakan dua struktur polipeptida yang disebut
heliks α dan lembar berlipat β. Struktur ini berhubungan dengan pengaturan kedudukan
ruang residu asam amino dalam urutan linier. Heliks α merupakan struktur berbentuk
batang. Rantai polipeptida utama yang bergelung membentuk bagian dalam batang dan
rantai samping mengarah ke luar dari heliks.

Gambar 2.10. Heliks α .

5
Bentuk heliks α dimantapkan oleh ikatan hidrogen antara gugus NH dan gugus CO pada
rantai utama. Gugus CO setiap asam amino membentuk ikatan hidrogen dengan gugus
NH asam amino terletak pada empat residu di depannya pada urutan linier. Berarti
semua gugus CO dan gugus NH pada rantai utama membentuk ikatan hidrogen. Tiap
residu asam dengan residu berikutnya sepanjang aksis heliks Gambar 2.10. Heliks α
mempunyai jarak 1,5 o A dengan rotasi 100°, sehingga terdapat 3,6 residu asam amino
tiap putaran heliks. Pada heliks α asam amino yang berjarak tiga dan empat pada urutan
linier akan terletak berseberangan dalam heliks sehingga tidak saling berhubungan.
Jarak antara dua putaran heliks α adalah perkalian jarak translasi (1,5 o A) dan jumlah
residu pada setiap putaran 3,6 yang sama dengan 5,4 o A . Arah putaran heliks seperti
pada skrup dapat bersifat putar kanan (searah jarum jam) dan putar kiri (berlawanan
arah jarum jam) Heliks protein α bersifat putar kanan. Kandungan heliks α dalam
protein bervariasi luas mulai dari hampir tidak ada sampai 100%. Misalnya, enzim
kimotripsin tidak mengandung heliks α. Kebalikannya, 75% protein mioglobin dan
hemoglobin berbentuk heliks α. Panjang untai tunggal heliks α biasanya kurang dari 45
o
A. Tetapi dua atau lebih heliks α dapat saling berpilin membentuk struktur yang stabil,
dengan panjang dapat mencapai 1000 o A (100 nm atau 0,1  m) atau lebih. Heliks α
yang saling berpilin ditemukan pada miosin dan tropomiosin otot, pada fibrin gumpalan
darah dan pada keratin rambut. Bentuk heliks pada protein ini mempunyai peran
mekanis dalam pembentukan berkas serat yang kaku seperti duri landak. Sitoskeleton
(penyangga bagian dalam) suatu sel mengandung banyak filamen yang merupakan dua
untai heliks α yang saling berpilin. Struktur heliks α telah disimpulkan oleh Pauling dan
Corey enam tahun sebelum struktur ini terbukti pada mioglobin dengan pemeriksaan
menggunakan sinar X. Uraian tentang struktur heliks α ini merupakan peristiwa penting
dalam sejarah biologi molekuler sebab memperlihatkan bahwa konformasi rantai
polipeptida dapat diperkirakan bila sifat komponennya diketahui dengan teliti dan tepat.

Gambar 2.11. Gambar 2.12.


Struktur utama asam amino. Pita peptide.

Gambar 2.13. Struktur berpilin pada heliks α .

6
Pauling dan Corey menemukan corak struktur periodik yang lain yang dinamakan
lembar berlipat β (disebut β sebab merupakan struktur kedua yang mereka temukan
sedangkan heliks α sebagai struktur pertama). Lembar berlipat 0 berbeda dengan heliks
a yang berbentuk batang. Rantai polipeptida lembar berlipat β disebut untai β ,
berbentuk lurus terentang tidak bergelung tegang seperti heliks α .
Jarak aksis antara asam amino yang bersebelahan adalah 3,5A sedangkan pada heliks α
adalah 1,5 A. Perbedaan lain ialah pada lembar berlipat β distabilkan oleh ikatan
hidrogen antara gugus NH dan CO pada rantai polipeptida berlainan, sedangkan pada
heliks α ikatan hidrogen terdapat antara gugus NH dan CO pada rantai yang sama.

Gambar 2.14. Lembar berlipat R.


Rantai polipeptida yang bersebelahan pada lembar berlipat β dapat searah (lembar β
paralel) atau berlawanan arah (lembar β antiparalel). Misalnya, fibroin sutra hampir
seluruhnya terdiri dari tumpukan lembar β antiparalel. Bagian lembar β seperti ini
merupakan struktur yang berulang pada banyak protein. Sering dijumpai unit struktur
yang terdiri dari dua sampai lima untai lembar β paralel atau antiparalel.
3. Struktur Tersier
Struktur tersier menggambarkan pengaturan ruang residu asam amino yang
berjauhan dalam urutan linier dan pola ikatan-ikatan disulfida. Perbedaan antara struktur
sekunder dan tersier tidaklah terlalu jelas (lihat Gambar 2.15). Kolagen memperlihatkan
tipe khusus suatu heliks dan merupakan protein yang paling banyak ditemukan pada
mamalia. Kolagen merupakan komponen serat utama dalam kulit, tulang, tendon, tulang
rawan dan gigi. Protein ekstrasel ini mengandung tiga rantai polipeptida berbentuk
heliks, yang masing-masing sepanjang hampir 1000 residu. Urutan asam amino dalam
kolagen sangat beraturan: tiap residu ketiga hampir selalu glisin. Dibanding dengan
protein lain kandungan prolin dalam kolagen juga tinggi. Selanjutnya, kolagen
mengandung 4-hidroksiprolin yang jarang ditemukan dalam protein lain. Urutan glisin-
prolin-hidroksiprolin (Gly-Pro-Hyp) sering kali dijumpai.

7
Gambar 2.15. Perbandingan antara struktur primer, sekunder dan tersier.
Kolagen merupakan molekul berbentuk batang, dengan panjang kira-kira 3000 o A
dengan diameter hanya 15 o A . Corak heliks dari gabungan ketiga rantai polipeptida,
sama sekali berbeda dengan heliks α dalam satu untai tidak ditemukan ikatan hidrogen.
Tetapi, masing-masing untai heliks kolagen distabilkan oleh daya tolak menolak cincin
pirolidin residu prolin dan hidroksiprolin. Dalam bentuk heliks ini yang lebih terbuka
daripada heliks yang terpilin tegang, cincin-cincin pirolidon berjauhan letaknya. Ketiga
untai polipeptida saling berbelit membentuk superheliks. Jarak aksis tiap residu dalam
superheliks adalah 2,9 o A dengan hampir tiga residu pada tiap putaran. Ketiga untai
heliks ini saling berikatan melalui ikatan hidrogen. Sebagai donor hidrogen adalah
gugus NH residu glisin dan gugus CO residu pada rantai yang berlainan bertindak
sebagai akseptor hidrogen. Gugus hidroksil residu hidroksiprolin juga berperan pada
pembentukan ikatan hidrogen. Dengan ini dapat dimengerti mengapa glisin
menempatkan diri pada tiap posisi ketiga pada rentangan seribu residu yang membentuk
heliks kolagen. Bagian dalam heliks tiga untai ini sangat padat. Ternyata glisin
merupakan satu-satunya residu yang cocok pada bagian dalam. Karena ada tiga residu
pada tiap putaran heliks, maka tiap residu ketiga pada setiap untai tersebut haruslah
glisin. Residu asam amino bersebelahan dengan glisin terletak pada bagian luar untai
dan ruang ini cukup untuk residu prolin dan hidroksiprolin yang besar. Protein yang
terdiri atas lebih dari satu rantai polipeptida mempunyai tingkat organisasi struktural
tambahan. Masing-masing rantai polipeptida disebut sub unit. Struktur kuarterner
menggambarkan pengaturan sub unit protein dalam ruang. Misalnya hemoglobin,
terdiri atas dua rantai α dan dua rantai β. Susunan sub unit hemoglobin pada tetramer
ini berperan pada komunikasi antartempat pengikatan O2, C O2, dan H+ yang
berjauhan. Virus sangat memanfaatkan informasi genetik yang terbatas dengan
membentuk selubung yang terdiri dari sub unit-sub unit yang sama secara berulang di
dalam susunan yang simetris.

8
Gambar 2.16. Model ruang mioglobin dengan orientasi yang sama.
C. Sifat Ikatan Peptide
1. Sifat fisik
Struktur ikatan peptida menunjukkan geometri planar yang mengarahkan
ikatan peptida untuk mencapai konformasi yang paling stabil. Ikatan peptida yang
terbentuk sebagian besar dalam konfigurasi trans. Di ikatan peptida, baik ikatan –
C=O dan –NH bersifat polar (karena perbedaan keelektronegatifan antara dua atom
yang terdiri) dan mengambil bagian dalam pembentukan ikatan hidrogen. Setiap
residu mengandung ikatan karbonil (-C=O), yang merupakan akseptor ikatan
hidrogen yang baik.

2. Sifat Stereo
kimiaSemua protein terbuat dari asam amino yang memiliki konfigurasi L. Ini
menentukan susunan sterik pada atom karbon . Ikatan peptida ( ikatan amida
tersubstitusi) memiliki struktur planar. Keenam atom yang berada pada bidang
yang sama terkait satu sama lain dengan panjang ikatan dan sudut ikatan yang
sedikit berbeda dari satu residu asam amino ke residu asam amino lainnya. Hanya
tiga dari enam panjang ikatan ini yang merupakan bagian dari rantai peptida.
Obligasi itu- Ikatan - karbon ke karbonil, ikatan CN dan nitrogen imida dengan
ikatan karbon . Sejak CN ikatan memiliki beberapa rangkap karakter ikatan (karena
delokalisasi pasangan elektron yang tidak digunakan bersama), rotasi pada ikatan
ini tidak dimungkinkan. Hanya ikatan pertama dan terakhir yang memungkinkan
rotasi tentangnya.

3. Sifat kimia
Adanya ikatan peptida dapat dibuktikan dengan eksperimen kimia. Larutan
basa peptida disiapkan dan kemudian setetes larutan tembaga sulfat encer akan
ditambahkan ke dalam larutan basa. Perubahan warna terjadi dari warna biru violet
menjadi warna pink. Intensitas warna, dan serapan pada 540nm adalah (λmax =540
nm) berbanding lurus dengan konsentrasi protein. Eksperimen ini dikenal dengan
“Uji Biuret”.

9
Gambar: Sifat Ikatan Peptida, Uji Biuret
4. Properti Spektral
Polipeptida menunjukkan frekuensi IR (Infra red) dekat 3300 dan 3100 cm-
1
yang merupakan karakteristik nu bar (bilangan gelombang) untuk NH (terikat
hidrogen) yang meregang dalam spektrum IR-nya. Kelompok pita lain diamati di
dekat 1650 cm-1 dan 1550 cm-1. Mereka bertanggung jawab untuk frekuensi
peregangan C=O. Kedua frekuensi ini juga terikat hidrogen. Ikatan peptida juga
menyerap radiasi UV ( ultra violet) pada daerah 180-220 nm.
5. Hidrolisis Ikatan Peptida
Ikatan peptida dapat diputuskan dengan reaksi hidrolisis ( reaksi dengan
air) amida. Ikatan peptida protein sangat stabil. Dengan demikian ikatan ini akan
putus secara spontan dalam proses yang sangat lambat. Pada proses hidrolisis ini
nilai energi bebas Gibbs sekitar 8-16 KJ/mol. Waktu paruh reaksi adalah antara
350-400 tahun per ikatan pada 298K.

Gambar: Pembelahan Ikatan Peptida

10
D. Denaturasi
Denaturasi protein adalah perubahan struktur sekunder, tersier dan kuartener
tanpa mengubah struktur primernya (tanpa memotong ikatan peptida).

Denaturasi mempunyai sisi negatif dan positif.


1) Sisi negatif denaturasi:
a. Protein kehilangan aktivitas biologi
b. Pengendapan protein
c. Protein kehilangan beberapa sifat fungsional
2) Sisi positif denaturasi:
a. Denaturasi panas pada inhibitor tripsin dalam legum dapat meningkatkan
tingkat ketercernaan dan ketersediaan biologis protein legum.
b. Protein yang terdenaturasi sebagian lebih mudah dicerna, sifat pembentuk
buih dan emulsi lebih baik daripada protein asli.
c. Denaturasi oleh panas merupakan prasyarat pembuatan gel protein yang
dipicu panas.
Denaturasi protein dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu oleh panas, tekanan, gaya
mekanik, pH, bahan kimia, dan lain-lain.
1) Cara fisik
a) Suhu
Denaturasi karena panas biasanya terjadi pada suhu 40 – 80 oC. Stabilitas protein
terhadap panas tergantung dari:
a. Komposisi asam amino Protein dengan residu asam amino hidrofobik lebih
stabil daripada protein hidrofilik.
b. Ikatan disulfida Adanya ikatan disulfida menyebabkan protein tahan terhadap
denaturasi pada suhu tinggi.
c. Jembatan garam Adanya jembatan garam menyebabkan protein tahan terhadap
denaturasi pada suhu tinggi.
d. Waktu pemanasan Waktu pemanasan pendek mengakibatkan denaturasi
reversibel, sedang waktu pemanasan panjang mengakibatkan denaturasi
irreversibel.

11
e. Kadar air Semakin tinggi kadar air maka protein menjadi semakin tidak stabil.
- Bahan tambahan Penambahan gula dan garam akan menstabilkan protein
Contoh lain:
f. Glisinin (protein cadangan pada kedelai) Pada suhu 2 oC menggumpal dan
mengendap, pada suhu kamar dapat larut kembali.
g. β-kasein (bagian dari misel kasein pada susu) Pada 4 oC terpisah dari misel
kasein.
h. Laktat dehidrogenase dan gliseraldehid fosfat dehydrogenase Pada 4 oC
aktivitas enzim hilang dan sub unitnya terpisah. Pada suhu kamar, enzim dapat
kembali aktif dan sub unitnya bergabung kembali.

2) Tekanan hidrostatis
Denaturasi karena protein dapat terjadi pada suhu 25 oC apabila tekanan cukup besar. Protein
yang terdenaturasi karena tekanan (< 2 kbar) umumnya bersifat reversibel setelah beberapa
jam. Tekanan hidrostatis yang tinggi digunakan untuk:
a) Inaktivasi mikrobia
a. Tekanan 2 – 10 kbar menyebabkan:
b. Membran sel rusak irreversibel
c. Organel lepas dari mikroorganisme
d. Mikroorganisme vegetatif tidak aktif
b) Pembentukan gel.
a. Pembentukan gel pada putih telur, larutan kedelai 16% dan larutan aktomiosin
3% dilakukan pada tekanan 1 – 7 kbar, suhu 25 oC selama 30 menit. Gel yang
terjadi karena tekanan umumnya lebih lunak daripada gel yang terjadi karena
panas.
c) Pelunak daging
a. Apabila daging sapi diberi tekanan 1 – 3 kbar maka miofibril sebagian akan
lepas sehingga daging menjadi lunak.
b. Kelebihan proses dengan tekanan dibanding dengan panas:
a. tidak merusak asam amino esensial
b. tidak merusak warna dan flavor alami
c. tidak menimbulkan komponen beracun Kekurangan proses dengan
tekanan adalah harganya mahal.
3) Gaya mekanik
Gaya mekanik (seperti pengocokan) menyebabkan denaturasi protein. Hal ini
disebabkan oleh pengikatan gelembung udara dan adsorpsi molekul protein pada
perbatasan (interface) udara-cairan. Contohnya adalah pada putih telur kocok.
Pengolahan makanan yang melibatkan tekanan, gaya mekanik dan suhu tinggi
adalah ekstrusi, pencampuran kecepatan tinggi, dan homogenisasi.
Kombinasi suhu dan gaya mekanik tinggi menyebabkan denaturasi protein
irreversibel. Contoh apabila larutan whey 10 – 20% pada pH 3,5 – 4,5 dan suhu 80 –
120 oC diberi gaya 7500 – 10000 per detik maka akan terbentuk partikel makrokoloid
dengan diameter 1 µm dengan organoleptik halus seperti emulsi.

12
4) Cara Kimia
a) pH
Denaturasi karena pH bersifat reversibel, kecuali terjadi:
a. hidrolisis sebagian pada ikatan peptide
b. rusaknya gugus sulfhidril
c. agregasi
b) Pada titik isoelektrik (pI) kelarutan protein akan berkurang sehingga protein akan
menggumpal dan mengendap.
c) Pelarut organik
d) Pada konsentrasi rendah, pelarut organik akan menstabilkan protein, sedang pada
konsentrasi tinggi, pelarut organik akan mendenaturasi protein.
e) Zat terlarut (solut) organik
f) Solut organik dapat memecah ikatan hidrogen yang akhirnya menyebabkan denaturasi
protein. Contoh solut organik adalah urea dan guanidin HCl.
g) Deterjen
h) Deterjen akan membentuk jembatan antara gugus hidrofobik dengan hidrofilik yang
menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi ini bersifat irreversibel. Contoh deterjen
adalah sodium dodecyl sulfate (SDS).
i) Garam Pada konsentrasi rendah, garam akan menstabilkan protein, sedang pada
konsentrasi tinggi, garam akan mendenaturasi protein.

D. Deteksi Protein

Deteksi protein digunakan untuk diagnosis klinis, pengobatan dan penelitian biologis.

1. Deteksi protein mengevaluasi konsentrasi dan jumlah protein yang berbeda


dalam spesimen tertentu.
2. Ada berbagai metode dan teknik untuk mendeteksi protein pada organisme yang
berbeda .Deteksi protein telah menunjukkan implikasi penting untuk diagnosis klinis,
pengobatan dan penelitian biologis.
3. Teknik deteksi protein telah digunakan untuk menemukan protein dalam berbagai
kategori makanan, seperti kedelai (kacang), kenari (nut), dan daging sapi (daging).
4. Metode pendeteksian protein untuk berbagai jenis pangan berbeda-beda berdasarkan
sifat pangan kacang-kacangan, kacang-kacangan dan daging. Deteksi protein memiliki
aplikasi yang berbeda di bidang yang berbeda.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Protein adalah salah satu nutrisi penting bagi kesehatan tubuh. Kebutuhan jumlahnya pada
setiap orang yang mengonsumsinya pun berbeda dan disesuaikan dengan usia hingga jenis
kelamin.

1. Protein memiliki beberapa ciri utama salah satunya disusun oleh 20 macam asam
amino, asam-asam amino penyusun protein membentuk ikatan konvalen yang relatif
kuat dengan membentuk ikatan peptida.
2. Struktur protein terdiri atas struktur primer, struktur sekunder dan struktur tersier.
3. Sifat ikatan peptide terdiri dari sifat fisik, stereokimia, kimia, property spektral,
hidrolisis ikatan peptide.
4. Denaturasi protein adalah perubahan struktur sekunder, tersier dan kuartener tanpa
mengubah struktur primernya (tanpa memotong ikatan peptida).
5. Deteksi protein digunakan untuk diagnosis klinis, pengobatan dan penelitian biologis.

B. Saran

Sebaiknya dalam mengonsumsi makanan tidak hanya yang mengandung protein


saja tetapi juga unsur yang lain harus dipenuhi agar dapat seimbang dan tidak
mengalami kerugian bagi tubuh.

14
DAFTAR PUSTAKA
Chayati Ichda. (2014) BAHAN AJAR ILMU PANGAN UNIVERSITAS NEGERI
YOGYAKARTA

Rosana, D. (2014). Modul 2 Struktur dan Fungsi Protein.

http://staffnew.uny.ac.id/upload/132058092/pendidikan/modul-2-struktur-dan-fungsi-

protein.pdf

Alit kurnia dewi. (2013). http://repository.poltekkes-

denpasar.ac.id/5872/2/BAB%20I_Alit%20Kurnia%20Dewi.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai