Anda di halaman 1dari 3

Pertanyaan Dra. Yulia Trisna, Apt, M.

Pharm, FISQua yang belum dijawab di Kelas Online Medication


Error tanggal 14 April 2023

Q : Nur Muslimah 11:02 AM

bagaimana trik untuk mengetahui dan memantau pasien rawat jalan dapat obat yg masuk kriteria tapering
dose

A : Obat yang ditapering down biasanya kortikosteroid dan psikotropika, beberapa obat kronis lain seperti
beta-blocker juga kadang ditaperig down. Karena pasien rawat jalan minum obatnya di rumah, maka utk
mengetahui dan memantaunya kita perlu wawancara pasien/keluarganya dan menanyakan bagaiamana
pasien minum obatnya, apakah sudah sesuai instruksi dokter. Juga dipantau apakah pasien mengalami
gejala rebound (seperti gejala putus obat). Sebagai contoh utk kortikosteroid:

Menghentikan obat kortikosteroid secara tiba-tiba setelah penggunaan jangka panjang dapat memiliki
dampak serius pada tubuh. Kortikosteroid adalah jenis obat yang digunakan untuk mengurangi
peradangan dalam tubuh dan mengontrol berbagai kondisi medis seperti asma, lupus, arthritis, penyakit
inflamasi usus, dan lain-lain. Penghentian tiba-tiba dapat mengganggu keseimbangan hormonal dalam
tubuh dan mempengaruhi berbagai sistem organ. Beberapa dampak potensial dari penghentian tiba-tiba
obat kortikosteroid jangka panjang termasuk:

1. Sindrom penarikan (withdrawal) kortikosteroid: Penghentian obat kortikosteroid secara tiba-tiba


dapat menyebabkan sindrom penarikan kortikosteroid, yang melibatkan gejala seperti
kelelahan, kelemahan otot, nyeri sendi, nyeri tubuh, demam, mual, muntah, dan gangguan
tidur.
2. Kelelahan adrenal: Penggunaan jangka panjang kortikosteroid dapat menghambat produksi
alami hormon kortisol dalam tubuh. Ketika obat kortikosteroid dihentikan tiba-tiba, kelenjar
adrenal mungkin belum siap untuk memproduksi kortisol yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh, yang dapat menyebabkan kelelahan adrenal atau insufisiensi adrenal.
3. Kambuhnya kondisi medis: Menghentikan obat kortikosteroid secara tiba-tiba dapat
menyebabkan kambuhnya kondisi medis yang sebelumnya dikendalikan oleh obat
kortikosteroid. Misalnya, pada pasien dengan asma yang mengandalkan kortikosteroid untuk
mengontrol peradangan saluran napas, penghentian tiba-tiba dapat memicu serangan asma
yang parah.
4. Gejala peradangan: Penghentian obat kortikosteroid secara tiba-tiba dapat menyebabkan gejala
peradangan yang parah, seperti peradangan sendi, ruam kulit, pembengkakan, dan nyeri otot.
5. Masalah hormonal: Penggunaan jangka panjang obat kortikosteroid dapat mengganggu
keseimbangan hormonal dalam tubuh, dan penghentian tiba-tiba dapat memperburuk
gangguan hormonal yang ada atau menyebabkan perubahan hormon yang tidak diinginkan.
Q : Triyoko Septio Marja 11:03 AM

bu Yulia ijin bertanya lagi untuk PKPO standar 4.1 EP 3 dokumen yang kita upload sebagai bukti apakah
hanya bukti resep tapering, ASO saja ? atau ada formulir lain ?

A : Resep dan contoh etiket obat (utk tapering down), dan bagaimana prores penerapannya (bentuk
komunikasi dan dokumentasi utk ASO)

Q : Iffah Qurratu Aini 11:03 AM

izin bertanya kepada ibu Yulia, di RS kami belum dilaksanakan e-resep/e-prescribing. apakah yang perlu
disiapkan? apakah software harus lengkap terintegrasi dengan retriksi BPJS, automatic stop order,
informasi interaksi obat dan efek samping, dan riwayat penggunaan obat dari dokter lainnya dsb? kalo
software belum terintegrasi secara lengkap apakah bisa dilaksanakan dengan pengecekan ulang manual?
siapakah yang berwenang menulis e-resep? bolehkah dilakukan oleh selain dokter? misal dibantu oleh
perawat atau farmasi. terima kasih

A : Pengembangan software/peresepan elektronik tentunya perlu disinkronkan dengan sistem inventory


(persediaan/stok). Untuk e-resep dapat dilengkapi dengan fitur2 yang dapat meningkatkan kualitas
peresepan, misalnya info/alert/peringatan tentang restriksi peresepan, ASO, IO, dll. Penambahan fitur2 ini
tidaklah mudah, sehingga memang pengembangannya bertahap. Jika belum dapat terintegrasi, maka
dilakukan secara “stand alone”/terpisah. Sama dengan persepan manual, e-resep pun merupakan
kewenangan dokter. Untuk implementasi awal harus dilakukan sosialisasi, edukasi dan pendampingan
kepada setiap dokter yang menulis resep, dan dilakukan monev apa kendala2 dalam implementasinya
utnuk dilakukan perbaikan, sehingga pada akhirnya dokter mandiri. Selain itu perlu dilakukan intervensi
manajemen, misalnya RS mmebuat kebijakan bahwa farmasi tidak menerima resep manual atau RS tidak
lagi menyediakan kertas/ lembar resep kecuali saat terjadi down time (sistem IT bermasalah).

Q : Apt. M. Ivan Diandy, M.Farm 11:04 AM

Dalam PKPO 4.1 EP3, farmasi diminta untuk melakukan pemantauan dan dokumentasi pemberian obat
dengan tappering, mohon arahannya bu contoh pelaksanaan dan dokumentasinya bu

A : Lihat jawaban saya sebelumnya utk Triyoko Septio Marja 11:03 AM

Q : Imelda Yulianti 11:09 AM

Singkatan yang digunakan oleh RS apakah harus dicantumkan di formularium RS atau dibuatkan dokumen
tersendiri?

A : Boleh dimasukkan juga di formularium supaya lebih mudah dilihat saat meresepkan (dokter) dan
dispensing (farmasi), tapi masternya dibuat khusus daftar singkatan baku RS.

Q : Afieda Rahmania 11:09 AM

Untuk hasil konfirmasi kepada dokter terkait dengan kesalahan peresepan/penyalinan apakah harus ditulis
di Rekam medis pasien? Apakah harus terdokumentasi dengan TBAK?
A : Tidak, tetapi di kertas resep, atau jika sudah presepan elektronik dapat diinput di sistem.
Dokumentasinya lihat slide presentasi saya topik pengkajian resep.

Q : Deby rizkian Nawawi 01:28 PM

1 . pedoman apa saja yang dibutuhkan saat aseptic disepsing ?? dan form apa saja yang biasa yang
dibutuhkan saat farmasi memulai aseptic dispensing??

A: Referensinya cukup banyak. Silakan email saya di trisna.yulia@gmail.com , saya akan share.

2. pencegahan dispensing eror salah satunya adalah disesuaikan dengan beban kerja. berapa idealnya
SDM farmasi jika dibandingkan dengan jumlah pasien nya??

A : Harus dilihat setting pelayanannya: rawat inap/rawat jalan, karakteristik pasien dan obat-obat yang
digunakan. Saran saya: lakukan time motion study untuk suatu setting pelayanan yang akan dicari ratio
idealnya. Caranya: buat ruang lingkup kegiatan, alur proses pelayanan. Hitung waktu yang dibutuhkan
untuk melakukan tiap tahap kegiatan per orang. Hitung waktu jam kerja tiap pegawai (40 jam per minggu).
Sehingga dapat dihitung berapa jumlah pegawai yang dibutuhkan per kualifikasi (apoteker, TTK)

Q : apt. Titania Miranda, S. Farm 01:39 PM

Izin bertanya ibu,

1. Obat LASA kan termasuk obat high alert, saat penyimpanan di ruangan dan juga pengemasan UDD,
stiker apa yg ditempelkan ? Stiker LASA, high alert atau keduanya ?

A: Kewaspadaan terhadap LASA bersifat dinamis, artinya potensi error salah ambil akan tinggi jika obat2
yang LASA disimpan berdekatan, sehingga berbeda dengan obat yang high risk, penempelan obat2 LASA
tidak perlu lagi ditempelkan stiker high alert di setiap obat, cukup di wadah penyimpanannya selama
dianggap potensi salah ambil tinggi. Jika sesudah di UDD potensi LASA sudah tidak ada, maka tidak perlu
ditempel stiker LASA. RS harus membuat regulasi ini secara tertulis.

2. Jika masih menggunakan resep non elektronik, dokumentasi hasil pengkajian resep bisa dibuat dalam
buku tersendiri dan disimpan di farmasi atau harus berdampingan dengan resep atau bagaimana ya bu ?

A: dapat di lembar resep. Selain itu temuan/deteksi prescribing error saat pengkajian resep sebaiknay
dilaporkan sebagai KNC dan secara periodik dianalisis untuk dilakukan tindaklanjut perbaikan. Mungkin
dari data KNC tsb ada proses yang perlu dilakukan FMEA dan dilaukan redesain proses.

3. Apakah verifikasi 5 benar boleh dilakukan oleh asisten apoteker ?

A : Kegiatan telaah obat setelah obat selesai disiapkan dan akan dikirim/diserahkan ke perawat (ranap)
atau ke pasien (rajal) boleh dilakukan oleh TTK

Anda mungkin juga menyukai