Anda di halaman 1dari 17

CASE REPORT

MENIERE’S SYNDROME

Pembimbing:
dr. Djokorijanto, Sp.S
dr. Al Edi Windarto, Sp.S
dr. Esdras Ardi Pramuditha, M.Sc, Sp.S

Penyusun:
Cindy Sanders 2015-061-160
Nicholas Pratama 2015-061-161
Melania Ilona Inviolata Tnano 2015-061-162

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA
PERIODE 2 MEI – 20 MEI 2017
I. Identifikasi pasien

Nama : Tn. D

Tanggal lahir : 01 Desember 1968

Alamat : Tegalan RT 03 RW 11 Sidomoyo Godean Sleman, Yogyakarta

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Wiraswasta

Status : Menikah

Agama : Islam

Suku : Jawa

Tanggal Masuk: 4 Mei 2017

II. Anamnesis

Keluhan utama: jatuh pingsan sejak 1 jam SMRS

Keluhan Tambahan: pusing berputar, mual dan muntah sejak 1 hari SMRS, telinga
kanan tidak dapat mendengar sejak 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien dibawa ke IGD RSPR setelah tidak sadarkan diri. Pasien mengeluh keluhan
pusing berputar sejak 1 hari SMRS yang disertai dengan rasa mual dan muntah yang
dirasakan sejak 1 hari SMRS. Sejak sore 1 hari SMRS pasien merasa telinga kanan
seperti tertutup tidak dapat mendengar, kemudian pasien berobat ke RS X. Telinga
kemudian dibersihkan dan diberikan obat, 2 jam setelah minum obat pasien merasa
pusing hebat, mual, muntah 5 kali, mata berkunang-kunang, dan gelap. Kemudian
pasien memeriksakan diri ke RS Y, diberikan obat suntik kemudian pasien tenang.
Pada hari MRS pasien kembali mengalami pusing dan muntah-muntah 5 kali lalu
tidak sadarkan diri, pasien kemudian dibawa ke RSPR dan diopname.

Riwayat penyakit dahulu: Riwayat trauma kepala 25 tahun lalu, Hipertensi (-),
Diabetes Melitus (-)

III. Pemeriksaan fisik (8/5/17)


Keadaan umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : GCS 15

Tanda-tanda vital

Tekanan Darah: 110/80 mmHg

Laju nadi: 74x/menit

Suhu: 36.0

SaO2: 98%

Berat Badan : 60 kg

Tinggi badan : 163 cm

Status Generalisata

Mata: Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-

Hidung: deviasi -

Telinga: simetris, nyeri tekan -/-, hiperemis -/-

Mulut: mukosa oral basah

Leher: KGB membesar -/-, kelenjar tiroid dalam batas normal

Paru:

Inspeksi : gerak napas tampak simetris

Perkusi : sonor +/+

Auskultasi : Bunyi napas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba di linea midclavicularis sinistra


Perkusi : kesan kardiomegali (-)

Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, murmur -, gallop –

Abdomen

Inspeksi : tampak datar

Auskultasi : bising usus

Palpasi : supel, nyeri tekan -

Perkusi : timpani

Ekstremitas : akral hangat CRT<2s

Pemeriksaan Neurologis

Tanda rangsang meningeal:

Kaku kuduk – Brudzinski I – Brudzinski II – Kernig –

Nervus Kranial

NI : tidak dinilai

N II : visus >1/60

N III, IV, VI : dbn

N V : motoric: dbn

Sensorik: dbn

N VII : dbn

N VIII : Romberg (-), tandem gait (+)

Tinitus (+), gesekan jari -/+

N IX-X : dbn

N XII : dbn
Motoric: ekstremitas atas dan bawah dbn

Reflex : Fisiologis : dbn

Patologis : -

Klonus : -

Tonus : normotonus

Koordinasi dan fungsi serebelar : dbn

Sensibilitas

Raba, nyeri : dbn

Gerak, sikap dan arah : dbn

System otonom : miksi, defekasi dan sekresi keringat tidak terganggu

Gangguan fungsi luhur: -

Tanda regresi :-

IV Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


HEMATOLOGI LENGKAP
Hemoglobin 15.7 g/dL 13,0-17,0
Eritrosit 5.54 juta/µL 4,50-6,50
Leukosit 12.7 H 10^3/µL 4,0-11,0
Hematokrit 45.4 % 40,0-54,0
Trombosit 301 ribu/µL 150-450
MCV 81.9 fL 80,0-96,0
MCH 28.3 pg/mL 27,0-31,0
MCHC 34.6 g/dL 32,0-36,0
RDW-CV 12.4 % 11,6-14,8
HITUNG JENIS
Basofil 0.1 L % 1-6
Eosinofil 0.2 L % 1-2
Neutrofil 83.0 H % 40-80
Limfosit 12.6 L % 20-40
Monosit 4.1 % 2-10
FUNGSI GINJAL
Ureum 30 Mg/dL 10-50
Kreatinin 1.05 Mg/dL 0.70-1.20
FUNGSI HATI
SGOT 19.0 u/L 0.0-38.0
SGPT 20.0 u/L 0.0-41.0

V Resume

Tn. D, 47 tahun, dibawa ke IGD RSPR setelah tidak sadarkan diri 1 jam SMRS.
Sebelum nya pasien sempat mengeluhkan pusing berputar, disertai mual dan muntah,
serta telinga kanan tidak dapat mendengar sejak 1 hari SMRS. Pada pemeriksaan
fisik, tanda-tanda vital dan status generalisata dalam batas normal. Pada pemeriksaan
neurologis didapatkan gangguan pada N VIII yang ditandai dengan adanya tinnitus,
tandem gait (+), dan gesekan jari yang hanya terdengar di telinga kanan.

VI Diagnosis

Sindroma Meniere

VII Tatalaksana

Rawat dalam bangsal

IVFD RL 1000cc

Betahistin 2x1

Dramamine 2x1

Metilprednisolon 3x8mg

Omeprazole 1x1
Proneuron 2x1

Neurobion 1x5000mg
DEFINISI

Ménière Disease atau idiopathic endolymphatic hydrops merupakan


gangguan pada telinga bagian dalam. Endolymphatic hydrops mengacu pada kondisi
tekanan hidrolik yang meningkat di dalam sistem endolymphatic telinga bagian
dalam. Kelebihan tekanan akibat akumulasi pada endolymph dapat menyebabkan
gejala; gangguan pendengaran yang fluktuatif, kadang-kadang vertigo episodik,
tinnitus, dan dan disertai aura.1

Istilah endolymphatic hydrops sering digunakan secara sinonim dengan


penyakit Ménière dan sindrom Ménière, keduanya berasal dari peningkatan tekanan
dalam sistem endolymphatic. Namun, penyakit Ménière bersifat idiopatik menurut
definisi, sedangkan sindrom Ménière dapat terjadi akibat berbagai proses yang
mengganggu produksi normal atau resorpsi endolymph (misalnya kelainan endokrin,
trauma, ketidakseimbangan elektrolit, disfungsi autoimun, obat-obatan, infeksi
parasit, hiperlipidemia).

Perbedaan dalam nomenklatur analog dengan yang diterapkan pada Bell


palsy. Bila sumber kelumpuhan wajah diketahui, Bell palsy bukanlah diagnosisnya.
Begitu pula saat penyebab vertigo diketahui, penyakit Ménière bukanlah
diagnosisnya. Dengan kata lain, sindrom Ménière adalah hidrops endolymphatic
yang disebabkan oleh kondisi tertentu, dan penyakit Ménière adalah hidrops
endolymphatic dari etiologi yang tidak diketahui (yaitu hidoptol endolymphatic
idiopatik).

ETIOLOGI

Menurut definisi, penyakit Ménière bersifat idiopatik. Dengan kata lain, jika
penyebabnya diketahui, proses penyakitnya tidak bisa lagi disebut penyakit Ménière.
Namun, karena akar masalahnya adalah tekanan endolymphatic yang tinggi, perlu
mempertimbangkan penyebab lain dari hidrops endolymphatic. 2,

Gangguan yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan endolymphatic


tinggi meliputi gangguan metabolik, ketidakseimbangan hormon, trauma, dan
berbagai infeksi (misalnya sindrom otosyphilis dan Cogan (keratitis interstisial).
Penyakit autoimun, seperti lupus dan rheumatoid arthritis, dapat menyebabkan
respons inflamasi di dalam labirin. Etiologi autoimun didalilkan setelah ditemukan
adanya hubungan dengan adanya autoantibodi tiroid pada pasien dengan penyakit
Ménière. Selain itu, alergi telah terlibat pada banyak pasien dengan penyakit Ménière
yang sulit diobati. Pemicu makanan juga merupakan faktor penting dalam
pembangkitan hidrops.3

EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, prevalensi 1.000 kasus endolymphatic hydrops per


100.000. Faktor predisposisi yang berpengaruh adalah aadnya riwayat keluarga yang
mengalami hal serupa. Prevalensi penyakit Ménière yang dilaporkan sangat
bervariasi, dari 15 per 100.000 di Amerika Serikat menjadi 157 per 100.000 di
InggrisPerbedaan prevalensi berdasarkan wilayah geografis ini kemungkinan
disebabkan oleh bias pelaporan dan bukan pola penyakit geografis. 4

Penyakit Ménière dapat dilihat pada hampir semua umur. Onset khas dimulai
pada awal hingga pertengahan masa dewasa. Kejadian puncak penyakit Ménière
adalah pada kelompok usia 40 sampai 60 tahun. Usia rata-rata di antara kelompok
perlakuan dalam beberapa penelitian berkisar antara 49-67 tahun.4

Penyakit Ménière tampak lebih sering terjadi pada wanita daripada pada pria,
dengan rasio yang dilaporkan berkisar antara 1,3: 1 sampai 1,8: 1. Angka-angka ini
mungkin mencerminkan bias pelaporan - yaitu, sebagian mungkin disebabkan oleh
lebih banyak wanita yang mencari pengobatan. Penyakit ini terutama menyerang
orang kulit putih walaupun temuan ini juga mungkin mencerminkan bias pelaporan. 4

PATOFISIOLOGI5

Meniere syndrome terjadi akibat overproduksi atau gangguan absorpsi


endolimfatik, yang disebabkan kombinasi dari beberapa agen etiologis. Pada saat
serangan akut tekanan berlebihan dari cairan endolimfatik menyebabkan distensi dan
ruptur membran Reissner. Hal ini menyebabkan pelepasan endolimfatik tinggi
kalium ke ruang perilimfatik dan merusak komponen sensorik dan neural telinga
dalam, menyebabkan terutama kehilangan pendengaran. Campuran cairan ini
mempengaruhi reseptor saraf vertibular, yang kemudian menyebabkan blok pada
depolarisasi, yang bermanifestasi sebagai vertigo, tinitus, dan kehilangan
pendengaran.

Mekanisme vertigo pada Meniere berusaha dijelaskan dengan teori hipotesis


drainase. Secara fisiologis sakus endolimfatik memproduksi berbagai zat seperti
akuaporin, glikoprotein, dan cairan endolimfatik. Komposisi dari cairan endolimfatik
diatur oleh striae vaskularis. Striae vaskularis ini mengatur influx air, dan mengatur
komposisi ion di dalamnya. Jika terjadi kelebihan volume endolimfatik, cairan akan
direabsorpsi oleh striae vaskularis yang menyebaban aliran radial. Hanya pada
kondisi kondisi tertentu misalnya terjadi peningkatan volume dalam jumlah besar,
terjadi aliran longitudinal endolymph ke sakus endolimfatik. Aliran longitudinal ini
terjadi akibat glikoprotein yang dimakan oleh aktivitas makrofag. Drainase
endolymph terjadi secara lambat dan sinus endolimfatikus dapat berfungsi sebagai
reservoir sementara bagi cairan berlebih. Pada teori ini secara anatomis, duktus
vestibularis pada Meniere lebih sempit, dan cairan endolymph bergerak lebih lambat
ke sakus endolimfatik. Kemudian sinus endolimfatikus terdistensi akibat cairan
endolymph yang lama-kelamaan mendesak valve of Bast untuk terbuka dan
menyebabkan aliran ke dalam utrikulus. Peningkatan volume pada utrikulus
menyebabkan krista dari kanalis semisirkularis melebar dan menghasilkan serangan
vertigo.
Mekanisme tinnitus6 sendiri masih belum jelas dan terdapat berbagai teori
yang berusaha menjelaskannya. Secara garis besar tinnitus dipicu oleh perubahan
pada outer hair cell yang menyebabkan peningkatan “gain” pada system auditori
sentral dan menyebabkan tinnitus. Pada system auditori perifer terdapat teori emisi
akustik spontan, edge theory, dan discordant theory.

a. Emisi otoakustik spontan: Aktivilas eletromotile outer hair cell pada koklea
menghasilkan sinyal-sinyal kecil yang dipropagasikan ke kanal auditori eksternal
kemudian menyebabkan tinnitus. Namun teori ini kurang dapat diterima karena
aspirin dapat menghilangkan emisi otoakustik spontan tanpa memperbaiki tinitus.

b. Edge theory: tinitus diinduksi peningkatan aktivitas spontan di edge area (transisi
area dg outer hair cell bermasalah dengan yang sehat).
c. Discordant theory: Tinitus diinduksi disfungsi dari outer hair cell (OHC) yang
rusak dan inner hair cell (IHC) intak pada organ korti. Paparan suara bising dan agen
ototoksik merusak OHC, sebagai amplifier mekanis yang mampu meningkatkan
suara lemah hingga 50dB, lebih banyak dari pada IHC, sebagai reseptor transduksi
suara yang dipersarafi 95% saraf aferen, menyebabkan disinhibisi neuron di dorsal
cochlear nuclei (DCN), kemudian meningkatkan aktivitas spontan meningkat
menghasilkan tinitus.

Pada system auditori sentral terdapat pula berbagai teori seperti crosstalk
theory dan system somatosensory. Komponen penting pada system auditori sentral
adalam dorsal cochlear nuclei (DCN). DCN merupakan tempat menggenerasikan
sinyal terkait tinitus karena memiliki kecenderungan untuk menjadi hiperaktif oleh
karena trigger seperti suara yang keras dan cisplatin. Penurunan input pada saraf
auditorik menyebabkan disinhibisi DCN dan meningkatkan aktivitas spontan di
central auditory system, yang bermanifestasi sebagai tinitus.

a. Crosstalk theory: Kondisi di mana serabut saraf auditory intak namun nervus
kranialis lain yang mengalami kerusakan, sehingga membentuk sinaps artifisial
(crosstalk) yang melewati serabut saraf auditorik. Aktivitas pada sinaps tersebut
bermanifestasi sevagai tinnitus terhadap serabut saraf auditorik yang dilewatinya.

b. Sistem somatosensori: Aktivitas DCN dipengaruhi stimulasi struktur non


auditorik, dan sistem somatosensori tampaknya adalah satu-satunya sistem
nonauditorik yang terkait dengan tinitus. Somatic tinitus disebabkan disinhibisi DCN
ipsilateral yang dimediasi serabut saraf yang badan selnya terletak di ipsilateral dari
nukleus somatosensori medula. Neuron ini menerima input dari traktus trigeminal,
fascicullus cuneatus, serta nervus facial, vagus, dan glosofaringeal yang
menginervasi teliga tengah dan luar. Somatic tinitus juga dihipotesiskan oleh karena
crosstalk di dalam otak di area yang terkait dengan pendengaran.

DIAGNOSIS MENIERE DISEASE7

Kriteria diagnosis diambil berdasarkan komite gabungan American Academy of


Otolaryngology- Head and Neck Surgery, Japan Society for Equilibrium Research,
dan European Academy Of Otology and Neuro-Otology. Kriteria diagnosis ini
membagi menjadi definite MD dan probable MD. Kriteria dibagi sebagai berikut:

 Definite MD
o Dua atau lebih episode vertigo dengan durasi 20 menit hingga 12 jam
o Kehilangan pendengaran sensorineural secara audiometri pada satu sisi
telinga yang di dokumentasikan sebelum episode vertigo dan saat atau
setelah episode vertigo
o Gejala aura berupa tinnitus atau rasa penuh yang berfluktuasi pada sisi
telinga yang sakit.
o Tidak tepat dengan diagnosis lainnya.
o Catatan
 Vertigo merupakan sensasi adanya gerakan berputar tanpa adanya
gerakan atau distorsi sensasi berputar saat gerakan kepala normal.
Pusing episodic dan ketidakseimbangan tidak merupakan kriteria
diagnosis MD walaupun pasien MD dapat mengeluhkan pusing dan
ketidakseimbangan dalam jangka panjang
 Vertigo umumnya spontan walaupun terdapat beberapa kasus dimana
vertigo dicetuskan konsumsi garam atau kafein. Dapat ditemukan
kondisi vertigo yang dicetuskan suara intensitas tinggi dengan
frekuensi rendah (Fenomena Tulio) dan akibat perubahan tekanan
udara. Hal ini terjadi pada fase lanjut penyakit saat hydrops
berkemban g lebih jauh dan mendekatkan labyrinth dengan stapes.
 Durasi vertigo didefinisikan sebagai waktu pasien harus tidur dan
tidak dapat beraktivitas sama sekali.
 Telinga yang terlibat didefinisikan sebagai peningkatan ambang
rangang suara dibandingkan telinga kontralateral >30 dB pada dua
pemeriksaan dengan frekuensi dibawah 2000 Hz.
 Awitan vertigo dan kehilangan pendengaran yang tidak bersamaan.
Kehilangan pendengaran dapat mendahului vertigo beberapa bulan
atau tahun sebelumnya. Variasi tersebut dikenal dengan “delayed
hydrops” atau delayed MD. Vertigo yang mendahului gejala lainnya
dapat ditemukan namun tidak umum terjadi.
 Kehilangan pendengaran dapat menghilang sendiri secara spontan
namun serang berulang dapat memperburuk kondisi pendengaran.
 Tinnitus dapat menjadi permanen jika kehilangan pendengaran sudah
permanen.
 Diagnosa banding meliputi TIA, migraine vestibular, vestibulopathy.
MRI dapat dilakukan untuk mengeksklusi vestibular schwannoma atu
tumor sakus endolimfatikus.
 Probable MD
o Dua atau lebih episode vertigo dengan durasi 20 menit hingga 24 jam
o Gejala aura berupa tinnitus atau rasa penuh yang berfluktuasi pada sisi
telinga yang sakit.
o Tidak tepat dengan diagnosis lainnya.

Tatalaksana Meniere Disease8,9,10

Penderita Meniere disease dapat di tatalaksana dari edukasi diet,


medikamentosa, terapi tekanan mikro, hingga terapi pembedahan. Edukasi
diutamakan dengan pembatasan konsumsi kopi dan garam yang terbukti efektif.
Konsumsi garam yang di rekomendasikan antara 1500-2000mg garam per hari.

Jika perubahan pola makan tidak adekuat untuk mencegah serangan vertigo,
dapat dipertimbangkan penggunaan obat-obatan berupa diuretic yaitu
hydrochlorthiazide 50 mg per oral atau betahistine 8-24mg per oral 3 kali per hari.
Obat-obatan vertigo lainnya juga dapat digunakan.
Gambar 1. Tahapan Tatalaksana MD

Pada kasus persisten, pemberian kortikosteroid dapat diberikan. Penelitian


menunjukkan pemberian dexamethasone 8mg intratympanic dilanjutkan dengan
dexamethasone drop 0.1% sebanyak 5 tetes 3 kali sehari menunjukkan hasil yang
signifikan dalam mengurangi serangan vertigo walaupun perbaikan dalam fungsi
pendengaran dan tinnitus tidak ditemukan.

Terapi tekanan mikro yang digunakan adalah alat Meniett yang digunakan
dari luar telinga. Alat ini membutuhkan pemasangan tube tympanostomy sebelum
penggunaan dan bekerja dengan menghasilkan getaran ke telinga dalam. Getaran
selanjutnya akan menggetarkan endolymph. Hasil penelitian menunjukkan respom
yang baik dalam menurunkan gejala walaupun masih kontroversial. Penggunaan
dilakukan 3 kali sehari.
Tabel 1. Tatalaksana Medikamentosa

Terapi terakhir yang dapat dilakukan adalah pembedahan dan destruksi sakus.
Pembedahan yang dilakukan dapat berupa pembedahan sakus endolimfatikus dan
dapat dilanjutkan dengan injeksi gentamisin intratimpani dengan tujuan destruksi
telinga dalam untuk mencegah serangan vertigo lanjutan dengan dosis injeksi 20mg
single dose.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gürkov R, Pyykö I, Zou J, Kentala E. What is Menière's disease? A


contemporary re-evaluation of endolymphatic hydrops. J Neurol. 2016 Apr.
263 Suppl 1:S71-81. 
2. Merchant SN, Adams JC, Nadol JB Jr. Pathophysiology of Meniere's
syndrome: are symptoms caused by endolymphatic hydrops?. Otol Neurotol.
2005 Jan. 26(1):74-81. 
3. Fattori B, Nacci A, Dardano A, Dallan I, Grosso M, Traino C, et al. Possible
association between thyroid autoimmunity and Menière's disease. Clin Exp
Immunol. 2008 Apr. 152(1):28-32
4. Klockars T, Kentala E. Inheritance of Meniere's disease in the Finnish
population. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2007 Jan. 133(1):73-7
5. Gibson W. Hypothetical Mechanism for Vertigo in Meniere's Disease.
Otolaryngologic Clinics of North America. 2010;43(5):1019-1027.
6. Han B, Lee H, Kim T, Lim J, Shin K. Tinnitus: Characteristics, Causes, Mechanisms,
and Treatments. Journal of Clinical Neurology. 2009;5(1):11.
7. Lopez-Escamez JA, Carey J, Chung W-H, Goebel JA, Magnusson M, Mandalà M, et
al. Diagnostic criteria for Menière’s disease. J Vestib Res Equilib Orientat.
2015;25(1):1–7
8. Clinical Neurology 8/E: 9780071759052: Medicine & Health Science Books @
Amazon.com [Internet]. [cited 2017 May 16]. Available from:
https://www.amazon.com/Clinical-Neurology-8-David-Greenberg/dp/0071759050
9. Evaluation and Management of Ménière’s Disease [Internet]. American Speech-
Language-Hearing Association. [cited 2017 May 16]. Available from:
http://www.asha.org/Articles/Evaluation-and-Management-of-Menieres-Disease
10. Meniere Disease (Idiopathic Endolymphatic Hydrops) Clinical Presentation:
History, Physical Examination, Complications [Internet]. [cited 2017 May 16].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1159069-clinical

Anda mungkin juga menyukai