Anda di halaman 1dari 2

Ratib Al-Haddad dan Dzikir Saman

Ratibul Haddad atau Ratib Al-Haddad adalah sebuah dzikir yang diciptakan oleh
seorang Syaikh Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Beliau dilahirkan di pinggiran
kota Tarim, Hadramaut, Yaman pada malam senin 5 Safar 1004 H/ 1624 M. Syaikh Al-
Haddad adalah seorang yang buta akibat dari penyakit cacar yang dialaminya. Akan
tetapi, hal tersebut tidak mengurangi kegigihannya dalam menuntut ilmu. Beliau berhasil
menghafal Al-Qur’an dan menguasai berbagai ilmu agama ketika masih kanak-kanak.
Dzikir ini dibuat oleh Syaikh Al-Haddad karena diminta oleh masyarakat Yaman agar
dapat mengokohkan akidah masyarakat dan menyelamatkan mereka dari paham-paham
sesat seperti Syi’ah Zaidiyyah.

Ratibul Haddad menjadi dzikir yang selalu diamalkan oleh banyak kalangan
masyarakat. Terutama masyarakat yang ada di Rw.Hikmah, Gubuk Rempung,
Pringgasela Selatan. Dzikir ini diperkenalkan oleh seorang Tuan Guru yang Bernama
TGH. Jamiluddin yang merupakan seorang dai yang berasal dari Bengkel, Lombok Barat.
TGH. Jamiluddin mendapatkan tugas untuk mendakwahkan ajaran islam di masyarakat
Pringgasela pada umumnya dan di dusun Gubuk Rempung pada khususnya.

Berkat kiprah dakwah beliau, kini Ratibul Haddad menjadi amalan dzikir rutin
yang selalu dibaca oleh masyarakat Gubuk Rempung. Pembacaan dzikir tersebut
biasanya dilaksanakan oleh kaum Wanita, tetapi tidak mengesampingkan kaum pria juga
bisa mengikuti pelaksanaan pembacaannya. Jadwal pembacaan dzikir ini juga dilakukan
bergilir di setiap santren yang ada di Gubuk Rempung. Seperti pada malam senin di
Santren Jamiatul Qura’, malam rabu di santren Al-Ikhlas, dan malam sabtu di Santren
Tuffatutholibbin. Bisa dikatakan setiap malam di dusun Gubuk Rempung tidak pernah
sepi dengan kegiatan keagamaan yang dilaksanakan oleh masyarakat.

Tidak hanya itu, kiprah dakwah TGH. Jamiluddin di kekadusan Gubuk Rempung
masih berlanjut. Beliau mengenalkan kepada masyarakat juga sebuah amalan dzikir
Tassawuf yang diajarkan oleh para sufi, yaitu Dzikir Saman. Tidak seperti Dzikir Ratibul
Haddad yang dalam pelaksanaan dzikirnya hanya duduk dan membaca kitab dzikir
tersebut, Dzikir Saman dalam pelaksanan dzikirnya merupakan dzikir yang melibatkan
semua anggota tebuh ikut bergerak, gerakannya mulai dari duduk hingga berdiri.
Dzikir Saman diciptakan oleh seorang Syaikh yang Bernama Syaikh Saman Al-
Madani yang diturunkan kepada muridnya yaitu TGH.M.Saleh Bengkel yang merupakan
guru dari TGH. Jamiluddin. Awalnya Tuan Guru Jamiluddin meminta 40 jamaah untuk
diajarakan bacaan dan gerakan dari Dzikir Saman ini, akan tetapi karena banyak jamaah
yang penasaran akan hal baru yang dibawa oleh sang guru, maka terkumpulah 80 jamaah
yang ikut mendengarkan bacaan Dzikir Saman yang dibawa dari negeri Rasulullah
tersebut.

Dzikir ini terdiri dari 8 dzikir dimana setiap dzikir memiliki Gerakan yang
berbeda-beda. Tidak seperti dzikir pada Ratibul Haddad, Dzikir Saman notabennya
dilaksanakan oleh kaum pria, tetapi tentunya tidak mengesampingkan kaum Wanita juga
bisa mengikuti dzikir tersebut. Sampai sekarang masyarakat Gubuk Rempung tetap
melaksanakan dan melestarikan Dzikir Saman ini dan dalam kelompok Dzikir Saman
terdapat Hadi (Pemimpin) yang akan memandu jalannya pembacaan dzikir. Akan tetapi,
berbeda dengan Ratibul Haddad yang dilakukan rutin oleh kaum Wanita yang ada di
Gubuk Rempung, Dzikir Saman biasanya akan dilaksanakan pada saat musim-musim haji
atau pada saat menjelang lebaran idul fitri atau jika ada jammah yang ingin melaksanakan
dzikir tersebut di rumahnya.

Anda mungkin juga menyukai