Anda di halaman 1dari 35

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN KINERJA

PEGAWAI INSTALASI GAWAT DARURAT TERHADAP


KEPUASAN PASIEN DI RSUD CIAMIS

TUGAS UAS 1 MANAJEMEN PELAYANAN PRIMA

Oleh :
Raudatul Jannah
71200042

Pembimbing :
Dr. A Rohendi, MM, MH

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ADHIRAJASA RESWARA SANJAYA
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas


rahmat, taufik dan hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan Proposal Tesis yang
berjudul “Pengaruh Kualitas Pelayanan dan kinerja pegawai Instalasi Gawat
Darurat Terhadap Kepuasan Pasien di RSUD Kabupaten Ciamis”

Penyusunan Proposal Tesis ini dimaksudkan sebagai syarat untuk


penelitian dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah pada Program Magister
Manajemen Fakultas Pasca Sarjana Konsentrasi Manajemen Rumah Sakit
Universitas Adhirajasa Reswara Sanjaya Bandung.

Penulis menyadari, bahwa naskah usulan penelitian ini masih banyak


kekurangan, oleh karenanya koreksi dan saran masukan yang konstruktif sangat
penulis harapkan. Penulis juga berharap, usulan penelitian ini dapat bermanfaat
bagi RSUD Kabupaten Ciamis, sebagai bahan pertimbangan dalam rangka
menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan mengenai kualitas pelayanan
yang diberikan oleh RSUD Kabupaten Ciamis.

Bandung, 3 Juli 2021


Penulis,

Raudatul Jannah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................................6
1.3.1 Tujuan Umum...................................................................................................6
1.3.2 Tujuan Khusus...................................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................................................6
1.4.1 Manfaat Teoritis................................................................................................6
1.4.2 Manfaat Praktis.................................................................................................6

BAB II TEORI PENDUKUNG DAN HIPOTESIS.......................................................7


2.1 Kualitas pelayanan.......................................................................................................7
2.1.1 Definisi Kualitas Pelayanan Gawat Darurat......................................................9
2.1.2 Klasifikasi Kegawat-daruratan Pasien di IGD...................................................9
2.1.3 Dimensi Kualitas Pelayanan Gawat Darurat....................................................10
2.2 Konsep IGD...............................................................................................................13
2.2.2 Pengertian Instalasi Gawat Darurat.................................................................13
2.2.3 Pelayanan Instalasi Gawat Darurat..................................................................13
2.2.4 Indikator Instalasi Gawat Darurat...................................................................15
2.3 Konsep Tingkat Kepuasan Pasien.............................................................................15
2.3.1 Definisi Kepuasan Pasien................................................................................15
2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien.................................................16
2.3.3 Klasifikasi Kepuasan Pasien............................................................................17
2.4 Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan........................................................18
2.4.1 Pengaruh Antara Tangibles dengan Kepuasan Konsumen...............................19
2.4.2 Pengaruh Antara Reliability dengan Kepuasan Konsumen ............................20
2.4.3 Pengaruh Antara Responsiveness dengan Kepuasan Konsumen.....................20
2.4.4 Pengaruh Antara Assurance dengan Kepuasan Konsumen..............................21
2.4.5 Pengaruh antara Emphaty dengan Kepuasan Konsumen.................................22
2.4 Hipotesis Penelitian..................................................................................................23

BAB III METODE PENELITIAN................................................................................24


3.1 Metode Penelitian.......................................................................................................24
3.2 Populasi dan Sampel.................................................................................................24
3.2.1 Populasi...........................................................................................................24
3.2.2 Sampel.............................................................................................................24
3.3 Variabel Penelitian...................................................................................................25
3.3.1 Variabel Bebas (Independent).........................................................................25
3.3.2 Variabel Terikat (Dependent)..........................................................................25
3.4 Analisis data penelitian.............................................................................................25
3.4.1 Pengolahan Data Dan Analisa Data................................................................25
3.5 Waktu dan Tempat Penelitian...................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................28
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Rumah sakit sebagai institusi yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan dan instalasi gawat darurat. Setiap rumah sakit memiliki
kewajiban memberikan pelayanan gawat darurat, membuat, melaksanakan dan
menjaga standar pelayanan kesehatan di rumah sakit sebagai acuan dalam
melayani pasien. Dalam lingkup pelayanan di rumah sakit, pelayanan di
instalasi gawat darurat menjadi hal yang sangat vital, karena Instalasi Gawat
Darurat berperan sebagai gerbang utama jalan masuknya pasien gawat darurat.
Intalasi Gawat Daurat (IGD) rumah sakit adalah salah satu bagian di
rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita
sakit dan cedera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. IGD rumah
sakit mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan
asuhan keperawatan sementara serta pelayanan pembedahan darurat, bagi
pasien yang datang dengan gawat darurat medis. Pelayanan pasien gawat
darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat,
tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Salah satu
indikator mutu pelayanan adalah waktu tanggap. (Depkes RI, 2006).
Instalasi Gawat Darurat merupakan pelayanan yang ada di rumah sakit
yang dibutuhkan oleh pasien dalam rangka menyelamatkan jiwanya. Konsep
IGD ini didasarkan pada waktu pelayanannya. Waktu merupakan hal
terpenting pada IGD karena sangat berkaitan dengan penyelamatan jiwa
pasien. Kemampuan rumah sakit dalam menangani pasien dapat dilihat dari
bagaimana rumah sakit memberikan pelayanannya di IGD rumah sakit
tersebut (Kelly, 2005).

Kesehatan merupakan suatu kebutuhan yang mendasar bagi masyarakat.


Kebutuhan itulah yang menjadikan masyarakat merasa perlu menjaga

1
2

kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan. Dewasa ini masyarakat


semakin sadar akan kualitas atau mutu pelayanan kesehatan yang mampu
memberikan kepuasan pada masyarakat itu sendiri. Masyarakat mengharapkan
pelayanan kesehatan yang lebih berorientasi pada kepuasan demi memenuhi
kebutuhan dasar masyarakat.

Perusahaan yang bergerak dalam usaha jasa, khususnya rumah sakit sudah
harus mengetahui bagaimana kualitas pelayanan mereka dapat diterima oleh
konsumennya, baik pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan. Kualitas
pelayanan sangat berhubungan erat dengan pelanggan. Semakin baik kualitas
pelayanan yang diberikan akan mendorong pelanggan untuk menjalin
hubungan kerja sama dalam jangka waktu yang panjang. Munculnya rumah
sakit-rumah sakit swasta bahkan rumah sakit milik pemerintah serta klinik-
klinik kesahatan semakin memperketat persaingan dalam menyediakan
pelayanan jasa kesehatan. Semakin tingginya tingkat persaingan, akan
menyebabkan pelanggan menghadapi lebih banyak alternative produk, harga
dan kualitas yang bervariasi, sehingga pelanggan akan selalu mencari nilai
yang dianggap paling tinggi dari beberapa produk (Kotler,2005). Salah satu
strategi yang umum dilakukan oleh rumah sakit adalah dengan memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualitas.

Selain itu dengan meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi


masyarakat maka sistem nilai dan orientasi dalam masyarakat pun mulai
berubah. Masyarakat mulai cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih
baik dengan lebih ramah dan lebih bermutu termasuk pula pelayanan
kesehatan. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu
pelayanan tadi maka fungsi pelayanan kesehatan termasuk pelayanan dalam
rumah sakit secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif
dan efisien serta memberi kepuasan terhadap pasien, keluarga maupun
masyarakat (Depkes, 1994)

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat


menyebabkan perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal dan internal
3

rumah sakit menyebabkan para pengelola rumah sakit harus mengubah cara
pandang bahwa rumah sakit sekarang ini bukanlah semata-mata organisasi
yang bersifat sosial.

Meningkatnya teknologi kedokteran dengan komponen-komponen lainnya


memaksa para pengelola rumah sakit harus berfikir dan berusaha secara sosio-
ekonomi dalam mengelola rumah sakitnya. Pelayanan kesehatan khususnya di
kota-kota besar semakin meningkat baik dari segi kuantitas maupun dari
kualitas untuk mendapatkan kepuasan pasien, sehingga persaingan antar rumah
sakit menjadi semakin ketat. Pasien memiliki kebebasan untuk menentukan
rumah sakit yang dipandang mampu memberikan pelayanan yang prima.

Kualitas pelayanan dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai


keunggulan kompetitif. Dengan adanya peningkatan kualitas pelayanan yang
baik maka dapat menimbulkan kepuasan pasien, dan berkemungkinan besar
menarik pasien baru. Oleh karena itu, pelayanan rumah sakit harus berubah
mengarah pada kekuatan pasar sehingga orientasi rumah sakit bergeser dari
organisasi sosial ke arah sosio-ekonomi, dengan demikian mempertahankan
pasien adalah tujuan utama yang harus dicapai.

Peranan rumah sakit adalah berusaha menyediakan berbagai unsur layanan


di bidang kesehatan secara berkualitas sehingga bukan hanya memuaskan
pasien, tetapi juga diharapkan dapat bersaing dengan rumah sakit lainnya.
Rumah sakit dituntut untuk selalu menjaga kepercayaan pasien dengan
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dengan tingkat mutu yang sebaik-
baiknya, dengan biaya yang seringan- ringannya. Sehingga kualitas pelayanan
menjadi strategi yang mendasar dalam upaya rumah sakit meraih sukses yang
berkelanjutan dalam lingkungan persaingan bisnis yang ketat.

Penyedia jasa rumah sakit dapat meningkatkan kepuasan pasien melalui


usaha memaksimalkan pengalaman pasien yang menyenangkan atau
meniadakan pengalaman pasien yang kurang menyenangkan. Dalam jangka
panjang, ikatan seperti ini memungkinkan penyedia jasa dapat memahami
harapan pasien serta kebutuhan mereka. Ikatan seperti ini hanya akan tumbuh
4

jika rumah sakit berhasil menyediakan pelayanan kesehatan dengan kualitas


prima.

Pelayanan kesehatan prima merupakan elemen utama rumah sakit dan


unit- unit kesehatan untuk bertahan di era globalisasi ini. Karena itu, sistem
manajerial lembaga kesehatan, perlu banyak pembenahan agar mampu
bersaing. Bila elemen tersebut sengaja diabaikan bahkan dilupakan, maka
dalam waktu yang tidak terlalu lama penyedia jasa bersangkutan akan
kehilangan banyak pasien lama dan dijauhi oleh calon pasien. Tingkat kualitas
pelayanan tidak dapat dinilai berdasar sudut pandang penyedia jasa akan tetapi
harus dipandang dari sudut pandang pasien. Pasien akan beralih ke penyedia
jasa lain yang lebih mampu memahami kebutuhan spesifik pasien dan
memberikan pelayanan spesifik yang lebih baik. Hal ini menunjukkan
pentingnya kepuasan pasien dalam mempertahankan eksistensi rumah sakit di
era globalisasi.

Terdapat hubungan yang erat antara kualitas pelayanan rumah sakit


dengan kepuasan pasien. Gagliano dalam Wiratno (1998:9) mendefinisikan
kepuasan merupakan persepsi pasien terhadap hasil perbandingan antara
harapan pasien dengan kenyataan yang diperoleh dari suatu pelayanan yang
diterima. Jika pelayanan berhasil memenuhi harapan pasien, maka pasien akan
merasa puas, sebaliknya pasien akan merasa kecewa jika pelayanan yang
diberikan di bawah harapan.

Kepuasan pasien merupakan evaluasi positif dari dimensi pelayanan yang


beragam. Dimensi dapat berupa sebagian kecil dari pelayanan kesehatan,
semisal hanya layanan rawat inap, rawat jalan, atau sebatas layanan farmasi,
dengan ruang lingkup dokter, perawat atau tenaga medis lain. Rumah sakit
akan merasakan banyak manfaat jika dapat mengutamakan kepuasan pasien.
Penelitian mengenai kepuasan pasien berguna untuk rekomendasi medis akan
dengan senang hati diikuti oleh pasien yang puas dengan pelayanan rumah
sakit, adanya citra positif dan nama baik rumah sakit karena menjaga kepuasan
pasien, citra positif akan menguntungkan secara sosial dan ekonomi sebab
5

masyarakat ingin mendapatkan pelayanan yang memuaskan seperti yang


selama ini mereka dengar, pihak yang berkepentingan dengan rumah sakit,
seperti: asuransi, akan lebih percaya terhadap instalasi rumah sakit tersebut,
situasi kondusif di dalam rumah sakit dimana hak pasien dijunjung tinggi
sehingga mencegah terjadinya malpraktek.

Tingkat kepuasan pelanggan sangat ditentukan oleh komponen kualitas


pelayanan yang ada. Strategi usaha yang ditetapkan pada komponen kualitas
pelayanan secara otomatis akan berpengaruh terhadap kemampuannya dalam
menarik dan mempertahankan pelanggan dalam hal ini pasien yang
mendapatkan di IGD. Konsekuensinya bagi penyedia layanan jasa termasuk
pelayanan jasa kesehatan gawat darurat rumah sakit harus memberikan suatu
prioritas perbaikan dalam kinerja usaha melalui peningkatan kualitas
pelayanan.
Pemerintah menuntut setiap rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan
pasien sebagai strategi utama yang berorientasi kepada pasien (Riskesdas,
2013). Irawan (2003 : 37) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mendorong
nilai kepuasan konsumen salah satunya adalah kualitas pelayanan. Kepuasan
konsumen yang disebabkan persepsi kualitas pelayanan yang diterima dapat
diamati melalui dimensi kualitas (Irawan, 2003
Berdasarkan data diatas maka peneliti tertarik untuk mengathui pengaruh
kualitas pelayanan instalasi gawat darurat terhadap pasien peserta BPJS di
RSUD Ciamis.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas penulis tertarik untuk
melakukan penelitian terkait dengan pengaruh kualitas pelayanan Instalasi
Gawat Darirat terhadap kepuasan pasien di RSUD Ciamis. Instalasi Gawat
Darurat di RSUD Ciamis, sebagai salah satu sumber pendapatan rumah sakit,
harus dapat memberikan pelayanan terbaik kepada pasien. Rumah sakit sebagai
sebuah institusi sosio-ekonomi akan kehilangan pendapatan potensial jika
pasien beralih ke RS lain, hanya karena instalasi gawat darurat belum mampu
menyediakan kualitas pelayanan yang prima
1.2 Rumusan Masalah
6

Apakah terdapat pengaruh kualitas pelayanan di instalasi gawat darurat


terhadap tingkat kepuasan pasien di RSUD Ciamis?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
kualitas pelayanan gawat darurat dengan tingkat kepuasan pasien di Instalasi
Gawat Darurat RSUD Ciamis
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi kualitas pelayanan gawat darurat terhadap pasien di IGD
RSUD Ciamis
2. Mengidentifikasi tingkat kepuasan pasien di IGD RSUD Ciamis
3. Menganalisa hubungan antara kualitas pelayanan gawat darurat dengan
tingkat kepuasan pasien di IGD RSUD Ciamis

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, tulisan ini memiliki kegunaan sebagai berikut:

1. Untuk pengembangan ilmu manajemen rumah sakit melalui penerapan


ilmu yang diperoleh selama masa kuliah dan melakukan perbandingan
dengan kondisi aktual yang terjadi dalam rumah sakit
2. Sebagai sumbangan pemikiran bagi peneliti yang berminat
dalam melakukan penelitian lanjutan, khususnya mengenai
kualitas pelayanan rumah sakit.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, kegunaan penelitian ini adalah:

1. Sebagai rekomendasi terhadap manejemen RSUD Ciamis


dalam menganalisis masalah terkait dengan pengelolaan
kualitas pelayanan kesehatan, khususnya terkait dengan
instalasi gawat darurat.
7

2. Sumbangan pemikiran bagi RSUD Ciamis dan rumah sakit


lain dengan permasalahan serupa, khususnya terkait dengan
prengelolaan kualitas pelayanan kesehatan, terutama terkait
dengan instalasi gawat darurat.
BAB II
TEORI PENDUKUNG DAN HIPOTESIS

2.1 Kualitas pelayanan


Menurut Kotler (2009:428) definisi pelayanan (service) adalah setiap
tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh salah satu pihak ke pihak lain, yang
pada dasarnya tidak berwujud (intangible) dan tidak mengakibatkan
kempemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada
suatu produk fisik.

Dalam bidang apapun khususnya bidang pelayanan, sangat diperlukan


sebuah kualitas agar apa yang ditawarkan dapat memuaskan kebutuhan dan
keinginan konsumen atau satisfying human needs and wants (Gronroos, 2007:27).

Menurut Kotler (2009:49), kualitas (quality) adalah keseluruhan ciri serta


sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuan
memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat.

Menurut Gronroos (2007:84) terdapat lima dimensi atau determinan yang


digunakan dalam menilai kualitas jasa termasuk jasa pelayanan kesehatan di
rumah sakit:

(1) Wujud fisik (Tangibles) adalah faktor yang dapat dilihat, didengar dan
disentuh.
Tergambar dalam:

a. Lingkungan fisik seperti bangunan (kebersihan, kenyamanan dan


kerapihan)
b. Fasilitas seperti kelengkapan, kebersihan alat-alat yang dipakai
c. Penampilan karyawan seperti kerapihan dan kebersihan petugas
(2) Kehandalan (Reliability) adalah kemampuan melakukan pelayanan
sesuai dengan yang dijanjikan secara tepat.
Tergambar dalam:

a. Penerapan standar prosedur pelayanan yang cepat dan tepat

8
9

b. Ketersediaan tenaga ahli yang handal memberikan pelayanan

c. Kemampuan petugas memberikan pelayanan


d. Ketepatan petugas dalam memenuhi jadwal pelayanan.
(3) Ketanggapan (Responsiveness) adalah kemampuan karyawan membantu
dan melaksanakan tugas dengan segera.
Tergambar dalam:

a. Kemampuan petugas dalam melakukan pelayanan dengan cepat


b. Kemampuan petugas dalam melaksanakan tindakan dengan cepat
saat pasien membutuhkan
c. Kemampuan petugas dalam menangani keluhan dengan cepat
d. Kemampuan petugas dalam memberikan informasi yang jelas dan
mudah dimengerti
(4) Jaminan (Assurance) adalah pengetahuan dan kemampuan
menimbulkan keyakinan pasien.
Tergambar dalam :
a. Kemampuan dokter dalam menentukan diagnosis, terapi serta
tindakan yang tepat
b. Kemampuan dokter dalam keterampilan dan pengalaman
c. Kemampuan dokter dalam melaksanakan tindakan yang dibutuhkan
pasien
d. Jaminan petugas dalam memberikan pelayanan dengan sopan dan
ramah

(5) Empati (Empathy) adalah keterlibatan karyawan dalam memahami


kondisi pasien.
Tergambar dalam:

a. Kemampuan petugas dalam memberikan perhatian khusus kepada


pasien
b. Kemampuan petugas dalam memberikan perhatian kepada seluruh
keluhan pasien dan keluarga
c. Kemampuan petugas dalam memberikan solusi atau pemecahan
10

terhadap masalah atau keluhan pasien dan keluarganya.


Berdasarkan komponen-komponen di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
output jasa serta cara penyampaiannya (pelayanannya) adalah faktor yang
dipergunakan dalam menilai kualitas jasa.

Kualitas berkaitan erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan


dorongan khusus bagi para pelanggan untuk menjalin ikatan relasi saling
menguntungkan dalam jangka panjang dengan perusahaan. Bagi seorang penyedia
jasa memenuhi atau melebihi harapan pelanggan, sedangkan sebuah perusahaan
yang hampir selalu memuaskan kebanyakan kebutuhan pelanggannya disebut
perusahaan berkualitas

2.1.1 Definisi Kualitas Pelayanan Gawat Darurat


Kondisi gawat darurat adalah kondisi dimana pasien mengalami penyakit
akut atau serangan secara tiba-tiba selama 48 jam dan pasien kronik yang
mengalami kekambuhan (ekserbasi) akut selama 48 jam, pasien yang tidak stabil
dalam tanda-tanda vital, tidak sadar dan gangguan metabolik (Taye et al, 2014).

Pelayanan keperawatan gawat darurat merupakan pelayanan professional


keperawatan yang diberikan kepada pasien yang berada dalam kondisi urgent dan
kritis (Musliha, 2010). Pelayanan keperawatan gawat darurat diberikan kepada
pasien serta memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi kecemasan pada
pasien atau keluarga (Ratna, 2015).

Menurut Sutawijaya (2009) menyatakan bahwa pelayanan keperawatan


gawat darurat merupakan suatu bentuk pelayanan yang berorientasi kepada pasien
dan keluarga, dimana perawat memiliki peran penting dalam pemberian asuhan
keperawatan gawat darurat serta dituntut untuk memiliki pengetahuan yang luas
dan keterampilan yang baik seperti mampu menentukan tingkat kegawat-
daruratan pasien (triase).

2.1.2 Klasifikasi Kegawat-daruratan Pasien di IGD


Triage mempunyai arti menyortir atau memilih yang dirancang untuk
menempatkan pasien yang tepat, diwaktu yang tepat dengan pemberi pelayanan
11

yang tepat. Triage merupakan suatu proses khusus memilah pasien berdasar
beratnya cedera atau penyakit dan menentukan jenis perawatan gawat darurat dan
transportasi serta proses yang berkesinambungan sepanjang pengelolaan
(Kathleen, 2008).

Ada beberapa istilah yang digunakan dalam instalasi gawat


darurat berdasarkan Prioritas Perawatannya, antara lain (Wijaya,
2010):

a. Gawat Darurat (P1)


Keadaaan yang mengancam nyawa atau akan menjadi cacat bila tidak
mendapat pertolongan secepatnya atau adanya gangguan ABC dan perlu
tindakan segera, misalnya cardiac arrest, penurunan kesadaran, trauma mayor
dengan perdarahan hebat (Wijaya, 2010).

b. Gawat Tidak Darurat (P2)


Keadaan mengangancam nyawa tetapi tidak memerlukan tindakan darurat.
Setelah dilakukan resusitasi maka ditindak lanjuti oleh dokter spesialis.
Misalnya pasien kanker stadium lanjut, sickle cell (Wijaya, 2010).

c. Darurat Tidak Gawat (P3)


Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi memerlukan tindakan darurat.
Pasien sadar, tidak ada gangguan ABC dan dapat langsung diberikan terapi
definitif. Untuk tindak lanjut dapat ke poliklinik, misalnya laserasi, fraktur
minor/tertutup, sistitis, otitis media (Wijaya, 2010).

d. Tidak Gawat Tidak Darurat

Keaadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan tindakan


gawat. Gejala dan tanda klinis ringan/asimptomatis. Misalnya ulcus tropicum,
TBC kulit, batuk, flu (Wijaya, 2010).

2.1.3 Dimensi Kualitas Pelayanan Gawat Darurat


Konsep dimensi kualitas pelayanan yang paling popular adalah konsep
Service Quality (ServQual) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Berry dan
Zeithaml sejak 15 tahun yang lalu. Ketika pertama konsep dari dimensi kualitas
12

pelayanan ini dibagi menjadi 10 dimensi, kemudian disederhanalan menjadi 5


dimensi yaitu (Irwan, 2009):

1. Tangible (bukti fisik)


Suatu service tidak dapat dilihat, dicium dan diraba, maka aspek tangible
atau bukti fisik menjadi penting sebagai ukuran terhadap pelayanan. Pelanggan
akan menggunakan indra penglihatan untuk menilai suatu kualitas pelayanan.
Contoh tampilan fisik fasilitas seperti kebersihan, penerangan dan kebisingan;
tampilan fisik tenaga seperti kerapian pakaian; dan tampilan fisik alat. Pasien
akan mempunyai persepsi bahwa rumah sakit mempunyai pelayanan kesehatan
yang baik apabila bangunan terlihat mewah. Bukti fisik yang baik akan
mempengaruhi presepsi pasien (Irwan, 2009).

Identifikasi kualitas fisik (tangible) dapat tercermin dari aplikasi


lingkungan kerja seperti kemampuan menunjukkan prestasi kerja pelayanan
dalam menggunakan alat dan perlengkapan kerja secara efisien dan efektif,
kemampuan menunjukkan penguasaan teknologi dalam berbagai akses data
dan perkembangan dunia kerja yang dihadapi, kemampuan menunjukkan
integritas diri sesuai dengan penampilan yang menunjukkan kecakapan,
kewibawaan dan dedikasi kerja (Nursalam, 2015).

2. Reliability (kehandalan)
Dimensi reliability yaitu dimensi yang mengukur kehandalan dari
perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Ada 2 aspek
dari dimensi ini. Pertama adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan seperti yang dijanjikan. Kedua adalah seberapa jauh perusahaan
mampu memberikan pelayanan yang akurat atau tidak error. Sebuah rumah
sakit misalnya dikatakan tidak “reliable” ketika perawat melakukan kesalahan
dalam memberikan perawatan (Irwan, 2009).

Identifikasi kualitas kehandalan (reliability) dapat tercermin dari aplikasi


seperti kehandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat
pengetahuan, keterampilan kerja, dan pengalaman kerja (Nursalam, 2015).
13

3. Responsiveness (daya tanggap)


Daya tanggap merupakan kemauan untuk menyediakan pelayanan dengan
cepat dan mau membantu pasien. Indikatornya antara lain waktu tunggu di
loket, mendapat pelayanan medis, apotik atau laboratorium (Irwan, 2009).
Aplikasi dari kualitas daya tanggap adalah memberikan penjelasan secara
bijaksana, mendetail, dan mengarahkan terkait pelayanan yang dihadapi serta
membujuk orang yang dilayani apabila menghadapi suatu permasalahan
(Nursalam, 2015).

4. Assurance (jaminan)
Penyampaian pelayanan harus disertai rasa hormat dan sopan sehingga
dapat menimbulkan rasa percaya dan yakin akan jaminan kesembuhan.
Terdapat 4 aspek dari dimensi ini yaitu (Irwan, 2009):

a. Keramahan. Keramahan adalah salah satu aspek kualitas pelayanan


yang paling mudah diukur dan program kepuasan yang paling murah.
Ramah berarti banyak senyum dan bersikap sopan (Irwan, 2009).
b. Kompetensi. Apabila pelanggan mengajukan beberapa pertanyaan
terkait dengan pelayanan atau produk yang di berikan dan kemudian
tidak dapat memberikan jawaban yang baik, pelanggan akan mulai
kehilangan kepercayaannya. Hal ini akan dapat mempengaruhi
kepercayaan terhadap kualitas pelayanan (Irwan, 2009).
c. Kredibilitas. Keyakinan pelanggan terhadap perusahaan akan banyak
dipengaruhi oleh kredibilitas atau reputasi dari perusahaan tersebut
(Irwan, 2009).
d. Keamanan. Pelanggan harus mempunyai rasa aman dalam mendapatkan
pelayanan (Irwan, 2009).
5. Emphaty
Empati merupakan kesediaan pemberi jasa untuk mendengarkan dan
adanya perhatian akan keluhan, kebutuhan, keinginan, dan harapan pasien.
14

Bentuk kualitas layanan dari empati dapat diwujudkan dengan mampu


memberikan perhatian, keseriusan, rasa simpatik, pengertian, dan keterlibatan
atas pelayanan yang diberikan (Nursalam, 2015).

2.2 Konsep IGD

2.2.2 Pengertian Instalasi Gawat Darurat


Menurut keputusan menteri kesehatan RI No. 856/Menkes/SK/IX/2009,
instalasi gawat darurat (IGD) adalah salah satu bagian dirumah sakit yang
menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera, yang
dapat mengancam kelangsungan hidupnya. Kementerian Kesehatan telah
mengeluarkan kebijakan mengenai Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah
Sakit untuk mengatur standarisasi pelayanan gawat darurat di rumah sakit. Guna
meningkatkan kualitas IGD di Indonesia perlu komitmen Pemerintah Daerah
untuk membantu Pemerintah Pusat dengan ikut memberikan sosialisasi kepada
masyarakat bahwa dalam penanganan kegawatdaruratan dan life saving tidak
ditarik uang muka dan penanganan gawat darurat harus dilakukan 5 (lima) menit
setelah pasien sampai di IGD. Di IGD dapat ditemukan dokter dari berbagai
spesialisasi bersama sejumlah perawat. Pelayanan gawat darurat adalah bagian
dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera
untuk menyelamatkan hidupnya. Pelayanan instalasi gawat darurat adalah salah
satu unjuk tombak pelayanan kesehatan sebuah rumah sakit. Setiap rumah sakit
pasti memiliki IGD yang melayani pelayanan media 24 jam (Günthardt et al.,
2018)

2.2.3 Pelayanan Instalasi Gawat Darurat


IGD rumah sakit mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan asuhan
medis dan asuhan keperawatan sementara serta pelayanan pembedahan darurat,
bagi pasien yang datang dengan gawat darurat medis. Pelayanan pasien gawat
darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat
dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Salah satu indikator mutu
pelayanan adalah waktu tanggap (respons time) (Depkes RI. 2006).
15

Prosedur pelayanan di suatu rumah sakit, pasien yang akan berobat akan
diterima oleh petugas kesehatan setempat baik yang berobat di rawat inap, rawat
jalan (poliklinik) maupun di IGD untuk yang penyakit darurat/emergency dalam
suatu prosedur pelayanan rumah sakit. Prosedur ini merupakan kunci awal
pelayanan petugas kesehatan rumah sakit dalam melayani pasien secara baik atau
tidaknya, dilihat dari sikap yang ramah, sopan, tertib, dan penuh tanggung jawab
(Depkes RI, 2006).

Latar belakang pentingnya diatur standar IGD karena pasien yang masuk
ke IGD rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang cepat dan tepat untuk itu
perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan gawat darurat sesuai dengan
kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan
gawat darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang tepat.
Semua itu dapat dicapai antara lain dengan meningkatkan sarana, prasarana,
sumberdaya manusia dan manajemen IGD Rumah Sakit sesuai dengan standar.
Disisi lain, desentralisasi dan otonomi telah memberikan peluang daerah untuk
mengembangkan daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya serta
siap mengambil alih tanggung jawab yang selama ini dilakukan oleh pusat. Untuk
itu daerah harus dapat menyusun perencanaan di bidang kesehatan khususnya
pelayanan gawat darurat yang baik dan terarah agar mutu pelayanan kesehatan
tidak menurun, sebaliknya meningkat dengan pesat. Oleh karenanya Depkes perlu
membuat standar yang baku dalam pelayanan gawat darurat yang dapat menjadi
acuan bagi daerah dalam mengembangkan pelayanan gawat darurat khususnya di
Instalasi Gawat Darurat RS.

Prinsip umum pelayanan IGD di rumah sakit adalah : Depkes RI (2010)

1. Setiap Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki
kemampuan : melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat dan
melakukan resusitasi dan stabilitasi (life saving).

2. Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit harus dapat memberikan


pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu.
16

3. Berbagai nama untuk instalasi/unit pelayanan gawat darurat di rumah sakit


diseragamkan menjadi Instalasi Gawat Darurat (IGD).

4. Rumah Sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus gawat
darurat.

5. Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 ( lima ) menit setelah
sampai di IGD.

6. Organisasi IGD didasarkan pada organisasi multidisiplin, multiprofesi dan


terintegrasi struktur organisasi fungsional (unsur pimpinan dan unsur pelaksana)

7. Setiap Rumah sakit wajib berusaha untuk menyesuaikan pelayanan gawat


daruratnya minimal sesuai dengan klasifikasi.

2.2.4 Indikator Instalasi Gawat Darurat


Menurut Apriyani (2008) adapun yang menjadi Indikator Instalasi
Gawat Darurat adalah :

1. Kemampuan menangani life saving anak dan dewasa, standar 100%;


2. Jam buka pelayanan gawat darurat, standar 24 jam.
3. Pemberi pelayanan ke gawat daruratan yang bersertifikat yang
masih berlaku, standar 100%.
4. Ketersediaan tim penanggulangan bencana, standar 1 tim.
5. Kepuasan pelanggan, standar ≥ 70%.
6. Kematian pasien ≤ 24 jam, standar≤ 2 per 1000 (pindah ke
pelayanan rawat inap setelah 8 jam).
7. Khusus untuk rumah sakit jiwa, pasien dapat ditenangkan dalam
waktu ≤ 48 jam, standar 100%.
8. Perawat minimal D3 dan bersertifikat pelatihan pelayanan gawat
darurat.
9. Tidak adanya pasien yang diharuskan membayar uang muka
standar 100%.
2.3 Konsep Tingkat Kepuasan Pasien
17

2.3.1 Definisi Kepuasan Pasien


Menurut Munijaya (2011), kepuasan pelanggan adalah tanggapan
pelanggan terhadap kesesuaian tingkat kepentingan atau harapan (ekspektasi)
pelanggan sebelum mereka menerima jasa pelayanan dengan sesudah pelayanan
yang mereka terima.

Rama (2011) menyatakan bahwa kepuasan pasien akan terpenuhi apabila


proses penyampaian jasa pelayanan kesehatan kepada konsumen sudah sesuai
dengan yang mereka harapkan atau dipersepsikan. Terpenuhinya kebutuhan
pasien akan mampu memberikan gambaran terhadap kepuasan pasien, oleh karena
itu tingkat kepuasan pasien sangat tergantung pada persepsi atau harapan mereka
pada pemberi jasa pelayanan.

Rashid dan Amina (2014) menyatakan bahwa kepuasan dapat dibagi


menjadi dua macam, yaitu kepuasan yang berwujud merupakan kepuasan yang
dapat dirasakan dan dilihat oleh pelanggan serta telah dimanfaatkan, dan kepuasan
psikologis yang bersifat tidak terwujud dari pelayanan kesehatan tetapi dapat
dirasakan oleh pasien.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan


adalah perasaan senang atau kecewa terhadap pelayanan yang diharapan
dibandingkan dengan pelayanan yang diterima oleh pasien.

2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien


Menurut Yarris et al (2012) faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan
pasien di IGD adalah komunikasi antara perawat dan pasien, waktu tunggu
pasien, dan ketepatan dalam menentukan triase klien.

Menurut Nursalam (2015) menjelaskan bahwa ada beberapa aspek yang


mempengaruhi kepuasan pasien, yaitu kualitas produk atau jasa, harga,
emosional, kinerja, estetika, kharakteristik produk, pelayanan, lokasi, fasilitas,
komunikasi, suasana, dan desain visual. Hal ini disederhanakan lagi oleh
Tjiptono (2008) sebagai berikut:

1. Aspek kenyaman, meliputi lokasi tempat pelayanan kesehatan yaitu,


18

kebersihan, kenyamanan ruangan yang akan digunakan pasien, makanan


yang dimakan, dan peralatan yang tersedia dalam ruangan. Kenyamanan
tidak hanya yang menyangkut fasilitas yang disediakan, tetapi yang
terpenting adalah menyangkut sikap serta tindakan perawat ketika
menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
2. Aspek hubungan pasien dengan perawat, meliputi keramahan petugas
terutama perawat, informasi yang diberikan oleh petugas, komunikatif,
responatif, suportif, dan cekatan dalam melayani pasien. Terbinanya
hubungan perawat dengan pasien yang baik adalah salah satu dari
kewajiban etik yang sangat diharapkan setiap pasiennya secara pribadi
seperti menampung dan mendengarkan semua keluhan, serta menjawab
dan memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya tentang segala hal ingin
diketahui oleh pasien.
3. Aspek kompetensi, meliputi keberanian bertindak, pengalaman, gelar, dan
terkenal. Secara umum disebut semakin tinggi tingkat pengetahuan dan
kompetensi teknik tersebut, maka makin tinggi pula mutu pelayanan
kesehatan.
4. Aspek biaya, meliputi keterjangkauan biaya pelayanan oleh pasien dan ada
tidaknya keringanan yang diberikan kepada pasien. Harga merupakan
aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna
mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi
pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga
perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar.
2.3.3 Klasifikasi Kepuasan Pasien
Tingkat kepuasan pasien dapat diukur baik secara kuantitatif ataupun
kualitatif. Dalam melakukan upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan,
pengukuran tingkat kepuasan pasien ini mutlak diperlukan sehingga dapat
diketahui sejauh mana dimensi mutu pelayanan kesehatan yang telah
diselenggarakan dapat memenuhi harapan pasien. Jika belum sesuai dengan
harapan pasien, maka hal tersebut akan menjadi suatu masukan bagi organisasi
pelayanan kesehatan agar berupaya memenuhinya (Pohan, 2007).
19

Berpedoman pada skala Likert, untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan


dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan sebagai berikut:

5. Sangat puas
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang
menggambatkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian besar sesuai
kebutuhan atau keinginan pasien dengan bobotnya 5 (Sugioyono, 2007).

6. Puas
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang
menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian sesuai
dengan kebutuhan atau keinginan pasien dengan bobotnya 4 (Sugioyono, 2007).

7. Cukup puas
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang
menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian sesuai
dengan kebutuhan atau keinginan pasien atau dianggap biasa saja oleh pasien
dengan bobotnya 3.

8. Tidak puas
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang
menggambatkan pelayanan kesehatan tidak sesuai dengan kebutuhan atau
keinginan pasien dengan bobotnya 2.

9. Sangat tidak puas


Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang
menggambatkan pelayanan kesehatan tidak sesuai dengan kebutuhan atau
keinginan pasien dengan bobotnya 1 (Sugioyono, 2007).

2.4 Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan


Seperti telah diketahui sebelumnya jasa atau layanan tidaklah nyata
dimana jasa tersebut tidak dapat dirasakan, dilihat ataupun diraba sebelum
membeli. Dengan demikian, pelanggan atau dalam penelitian ini adalah pasien
akan mencari tanda bukti dari kualitas jasa melalui orang lain. Sudah menjadi
tugas para penyedia jasa untuk membuktikan atau menyatakan yang tidak nyata
20

dari produk yang ditawarkan. Melalui evaluasi pelanggan dapat merasakan


layanan yang telah diberikan, evaluasi yang dilakukan adalah membandingkan
antara harapan dan yang dirasakan (kenyataan).

Menurut Kotler (2005), salah satu dari nilai utama yang diharapkan oleh pelanggan
adalah kualitas produk dan jasa yang tinggi. Kebanyakan pelanggan tidak
mentoleransi kinerja kualitas yang biasa-biasa saja. Dengan demikian akan
terdapat hubungan yang erat antara kualitas dengan kepuasan pasien.

2.4.1 Pengaruh Antara Tangibles dengan Kepuasan Konsumen

Karena suatu bentuk jasa tidak bisa dilihat, tidak bisa dicium dan tidak bisa
diraba maka aspek bukti fisik menjadi penting sebagai ukuran dari pelayanan.
Pelanggan akan menggunakan indera penglihatan untuk menilai suatu kulitas
pelayanan.

Menurut Parasuraman, Zeithaml dan Barry (1988), (Fandy dan Gregorius


Chandra, 2005) bukti fisik (tangibles) adalah dimensi yang berkenaan dengan daya
tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta
penampilan karyawan. Sedangkan Kotler (2001:617) mendefinisikan bukti fisik
(tangibles) sebagai kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan
eksistensinya kepada pihak luar. Penampilan dan kemampuan sarana serta
prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata
dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Fasilitas fisik tersebut meliputi
gedung, perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta
penampilan pegawainya. Variabel bukti fisik dapat ditampilkan dengan indikator-
indikator sebagai berikut ( Parasuraman, Berry, & Zeithaml)

FL : Fasilitas yang lengkap

KR : Karyawan selaluberpakaian rapi.

KL : Keamanan lingkungan

KL : Kenyamanan lingkungan
21

Hubungan bukti fisik dengan kepuasan konsumen adalah bukti fisik mempunyai
pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen. Semakin baik persepsi konsumen
terhadap bukti fisik maka kepuasan konsumen juga akan semakin tinggi. Dan jika
persepsi konsumen terhadap bukti fisik buruk maka kepuasan konsumen juga akan
semakin rendah.

2.4.2 Pengaruh Antara Reliability dengan Kepuasan Konsumen .


Menurut Parasuraman. et al. 1998 (Rambat dan A. Hamdani, 2006:182)
kehandalan (reliability) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan
sesuai dengan apa yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus
sesuai dengan harapan konsumen yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang
sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan
akurasi yang tinggi. Pemenuhan janji dalam pelayanan akan mencerminkan
kredibilitas berusahaan. Variabel kehandalan dapat ditampilkan dengan indikator-
indikator sebagai berikut :

PB : Pelayanan yang baik

CK : Cara kerja karyawan yang profesional

KA : Kemudahan dalam sistem administrasi

Hubungan kehandalan dengan kepuasan konsumen adalah kehandalan


mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen. Semakin baik persepsi
konsumen terhadap kehandalan perusahaan maka kepuasan konsumen juga akan
semakin tinggi. Dan jika persepsi konsumen terhadap kehandalan buruk maka
kepuasan konsumen juga akan semakin rendah.

2.4.3 Pengaruh Antara Responsiveness dengan Kepuasan Konsumen


Dimensi ini adalah dimensi yang paling dinamis. Harapan konsumen
hampir dapat dipastikan akan berubah seiring dengan kecepatan daya tanggap dari
pemberi jasa.

Menurut Parasuraman. Dkk. 1998 (Lupiyoadi & Hamdani, 2006:182) daya


tanggap (responsiveness) yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan
pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada pelanggan, dengan
22

penyampaian informasi yang jelas. Dan membiarkan konsumen menunggu


merupakan persepsi yang negative dalam kualitas pelayanan.

Menurut Parasuraman, Zeithaml dan Barry (1988), (Fandy dan Gregorius


Chandra, 2005) daya tanggap (responsiveness) berkenaan dengan kesediaan dan
kemampuan para karyawan untuk membantu para konsumen dan merespons
permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan
kemudian memberikan jasa secara cepat. Tingkat kesediaan atau kepedulian ini
akan dilihat sampai sejauh mana pihak perusahaan berusaha dalam membantu
konsumennya. Adapun bentuknya bisa dilakukan dengan penyampaian informasi
yang jelas, tindakan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh pelanggan. Sedangkan
Kotler (2001:616) mendefinisikan daya tanggap sebagai kemauan untuk
membantu konsumen dan memberikan jasa dengan cepat.

Variabel daya tanggap dapat ditampilkan dengan indikator-indikator sebagai


berikut:

PC: Pelayanan yang cepat

PK: Penanganan terhadap keluhan

PI: Penyampaian informasi

Hubungan daya tanggap dengan kepuasan konsumen adalah daya tanggap


mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen. Semakin baik persepsi
konsumen terhadap daya tanggap perusahaan maka kepuasan konsumen juga akan
semakin tinggi. Dan jika persepsi konsumen terhadap daya tanggap buruk maka
kepuasan konsumen juga akan semakin rendah.

2.4.4 Pengaruh Antara Assurance dengan Kepuasan Konsumen


Kotler (2001:617) mendefinisikan keyakinan (assurance) adalah
pengetahuan terhadap produk secara tepat, kesopansantunan karyawan dalam
memberi pelayanan, ketrampilan dalam memberikan informasi, kemampuan
dalam memberikan keamanan dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan
dan keyakinan pelanggan terhadap perusahaan.
23

Menurut Parasuraman. et al. 1998 (Rambat L dan A. Hamdani, 2006:182)


yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan
untuk menumbuhkan rasa percaya para konsumen kepada perusahaan. Hal ini
meliputi beberapa komponen antara lain komunikasi (communication),
kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan
sopan santun (courtesy). Variabel jaminan dan kepastian dapat ditampilkan
dengan indikator-indikator sebagai berikut:

JK: Jaminan terhadap kesalahan kinerja

KP: Kualitas pelayanan yang baik

PK: Pengetahuan karyawan

Hubungan jaminan dengan kepuasan konsumen adalah jaminan


mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen. Semakin baik persepsi
konsumen terhadap jaminan yang diberikan oleh perusahaan maka kepuasan
konsumen juga akan semakin tinggi. Dan jika persepsi konsumen terhadap
jaminan yang diberikan oleh perusahaan buruk maka kepuasan konsumen juga
akan semakin rendah.

2.4.5 Pengaruh antara Emphaty dengan Kepuasan Konsumen


Menurut Parasuraman dkk. 1998 dalam Lupiyoadi dan Hamdani
(2006:182), empati (emphaty) yaitu perhatian dengan memberikan sikap yang
tulus dan berifat individual atau pribadi yang diberikan perusahaan kepada
pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan
karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan usaha perusahaan untuk
memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan. Dimana suatu perusahaan
diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami
kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang
nyaman bagi pelanggan. Kotler (2001:617) mendefinisikan empati sebagai syarat
untuk peduli, memberikan perhatian pribadi bagi konsumen. Dimensi empati ini
adalah dimensi kelima dari kualitas pelayanan. Secara umum dimensi ini memang
dipersepsikan kurang penting dibandingkan dengan dimensi kehandalan dan daya
24

tanggap bagi konsumen, study yang dilakukan Frontier selama beberapa tahun
terakhir untuk berbagai industri mengkonfirmasikan hal ini. Akan tetapi
untuk kelompok konsumen kelas atas, dimensi ini bisa menjadi dimensi yang
paling penting. Variabel empati dapat ditampilkan dengan indikator- indikator
sebagai berikut :

PR : Pelayanan yang ramah

PI : Perhatian secara individual

KH : Karyawan yang menghormati konsumennya

Hubungan kepedulian dengan kepuasan konsumen adalah kepedulian mempunyai


pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen. Semakin baik persepsi konsumen
terhadap kepedulian yang diberikan oleh perusahaan maka kepuasan konsumen
juga akan semakin tinggi. Dan jika persepsi konsumen terhadap kepedulian yang
diberikan oleh perusahaan buruk maka kepuasan konsumen juga akan semakin
rendah.

2.4 Hipotesis Penelitian

Seperti telah diketahui sebelumnya jasa atau layanan tidaklah nyata


dimana jasa tersebut tidak dapat dirasakan, dilihat ataupun diraba sebelum
membeli. Dengan demikian, pelanggan atau dalam penelitian ini adalah pasien
akan mencari tanda bukti dari kualitas jasa melalui orang lain. Sudah menjadi
tugas para penyedia jasa untuk membuktikan atau menyatakan yang tidak
nyata dari produk yang ditawarkan. Melalui evaluasi pelanggan dapat
merasakan layanan yang telah diberikan, evaluasi yang dilakukan adalah
membandingkan antara harapan dan yang dirasakan (kenyataan).

Menurut Kotler (2005), salah satu dari nilai utama yang diharapkan oleh
pelanggan adalah kualitas produk dan jasa yang tinggi. Kebanyakan pelanggan
tidak mentoleransi kinerja kualitas yang biasa-biasa saja. Dengan demikian
akan terdapat hubungan yang erat antara kualitas dengan kepuasan pasien.
25
26

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelatif.
Sedangkan metode yang digunakan adalah cross sectional yaitu penelitian untuk
mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan
menekankan waktu pengukuran/observasi data variabel independen dan dependen
hanya satu kali pada satu saat (point time approach). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan kualitas pelayanan gawat darurat dengan tingkat kepuasan
pasien di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Ciamis

3.2 Populasi dan Sampel


3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang masuk ke instalasi
gawat darurat RSUD Ciamis periode Januari-Desember 2021

3.2.2 Sampel

Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan tehnik pengambilan sampel


acak sederhana (simple random sampling). Rumus yang dapat digunakan yaitu
dengan rumus solvin:

𝑛=
1 + N (d2)
n : jumlah
sampel N :
besar
populasi
d : tingkat kepercayaan (0,05)

Agara karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka


sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria inklusi, maupun
kriteria eksklusi yang memenuhi syarat yaitu :

1. Kriteria inklusi sampel adalah:

• Pasien IGD yang sudah stabil dan selesai dilakukan perawatan atau
dipindahkan ke ruang rawat inap atau akan dipulangkan.
• Pasien IGD dengan prioritas 2 (P2) yaitu gawat tidak darurat dan prioritas
3 (P3) yaitu tidak gawat dan tidak darurat.
• Pasien berusia dibawah 17 tahun, maka harus didampingi orang tua.
• Pasien yang bersedia menjadi responden.
• Pasien yang bisa diajak berkomunikasi.

2. Kriteria ekslusi sampel adalah:

• Pasien IGD dengan prioritas 1 (P1) yaitu gawat darurat.


3.3 Variabel Penelitian

3.3.1 Variabel Bebas (Independent)


Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kualitas pelayanan gawat darurat di
IGD.

3.3.2 Variabel Terikat (Dependent)


Variable terikat dalam penelitian ini adalah tingkat kepuasan pasien pengguna BPJS
Kesehatan di IGD.

3.4 Analisis data penelitian


3.4.1 Pengolahan Data Dan Analisa Data
3.4.1.1 Pengolahan data
a. Editing
Sebelum data diolah, data tersebut perlu diedit terlebih dahulu
dengan tujuan untuk mengkoreksi data yang meliputi
kelengkapan pengisian jawaban, konsisten atas jawaban,
28

kesalahan jawaban, dan jumlah kuesioner yang telah diisi


sehingga dapat diperbaiki jika dirasakan masih ada kesalahan
dan keraguan data.

b. Pengkodean (Coding)
Memberikan kode pada jawaban yang ada untuk mempermudah
dalam proses pengelompokan dan pengolahan data dengan
memberi angka pada setiap jawaban.

c. Penilaian (Skoring)
Dilakukan dengan pedoman nilai yang telah ditentukan
sebelumnya.

d. Entry Data
Memasukan data yang diperoleh dengan menggunakan
komputer.

e. Tabulation
Data kemudian dimasukan ke dalam tabel yang sesuai dengan
kriteria, dalam hal ini juga menggunakan fasilitas komputer.

f. Prosentase
Menurut Istijanto (2009), prosentase memberikan gambaran
yang mudah dalam membandingkan atau untuk mengetahui data
yang terbanyak. Setelah seluruh data yang dibutuhkan
terkumpul, kemudian masing-masing data responden tersebut
akan diukur kemudian diberikan pembobotan dengan cara
dijumlahkan dan dibandingkan dengan jumlah skor tertinggi lalu
dikalikan 100%.

3.4.1.2 Analisa Data

Tahap analisa penelitian ini terdiri dari analisis univariat dan analisis bivariat.

a. Analisa Univariat
29

Analisis univariat berfungsi untuk mengikuti kumpulan data hasil


pengukuran sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi
informasi yang berguna. Analisa univariat digunakan untuk
menjabarkan secara deskriptif mengenai distribusi frekuensi dan
proporsi masing-masing variabel bebas maupun variabel terikat dalam
penelitian ini, yaitu berupa distribusi frekuensi dan persentase dari
karakteristik responden, dan kepuasan pasien.

b. Analisa Bivariat

Analisis data dilakukan untuk mengetahui perbedaan masing- masing


variable independen terhadap variable dependen. Analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara bivariat
menggunakan bantuan software program pengelola data yaitu SPSS
17 for windows. Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variable
yang diduga berhubungan atau korelasi. Teknik analisis data pada
penelitian ini menggunakan uji korelasi Spearman. Uji ini digunakan
untuk mengukur tingkat atau eratnya hubungan antara dua variabel
yang berskala ordinal. Kesimpulan yang dapat diambil apabila nilai p
value lebih kecil dari nilai alpha (α=0,05) maka terdapat hubungan
diantara dua variabel tersebut, begitupun sebaliknya.

3.5 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada waktu dan tempat yang telah ditentukan :

Waktu : Agustus-Desember 2021

Tempat : RSUD Ciamis


30

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, S Dan Sunarto, 2009. Hubungan Kualitas Pelayanan Kesehatan


Dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap Di Badan Pelayanan Kesehatan Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Magelang. Jurnal Kesehatan, Issn 1979-7621,
Vol. 2, No. 1, Juni 2009

Bpjs Kesehatan. 2014. Panduan Layanan Bagi Peserta Bpjs Kesehatan. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1994. Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu
Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Handi, Irawan. D. 2009. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. Jakarta :Elex Media


Komputindo.

Hardianti. 2008. Gambaran Kerja Perawat Pelaksana Unit Instalasi Gawat


Darurat. Jakarta: Trans Info Media.

Idris, Edwin. 2012. Hubungan Dimensi Mutu Pelayanan Dengan Tingkat


Kepuasan Pasien Diruang Rawat Inap Rsud Pariaman Tahun 2012. Skripsi.
Padang: Fakultas Keperawatan Universitas Andalas

Irwan. 2009. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. Jakarta: Pt Elex Media


Komputindo

Kemenkes Ri. 2009. Standarisasi Pelayanan Gawat Darurat Di Rumah


Sakit No. 856/Menkes/Sk/Ix/2009. Jakarta: Biro Hukum Departemen
Kesehatan RI.

Nursalam, 2016, metode penelitian, & Fallis, A. (2013). Journal of Chemical


Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
31

Ratna, A.P.W. 2015. Karakteristik Pasien Instalasi Gawat Darurat Periode


Triwulan I Tahun 2014. Jurnal Rekam Medis, Vol Ix. No. 1. Maret 2015. Issn
1979-9551.

Rundengan, Gerald E. 2012. The Effect Of Pharmacy Quality Service On The


Patient's Satisfaction In Pharmacy Installation Of Noongan Regional Public
Hospital Of North Sulawesi.Tesis. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Septiani, A. (2016). Pengaruh Faktor-Faktor Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan


Pasien Di Instalasi Gawat Darurat Rsud Kabupaten Sumedang. Coopetition, VII
(Maret), 1–21.

Sinurat, S., Perangin-angin, I. H., & Sepuh, J. C. L. (2019). Hubungan Response


Time Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Bpjs Di Instalasi Gawat Darurat.
Jurnal Penelitian Keperawatan, 5(1).

Sumedang, D. I. R. (2015). PESERTA BPJS PADA UNIT RAWAT JALAN.

Utara, U. S. (2012). Berasal Dari Kata Bahasa Latin. 2009, 10–47.

Villela, lucia maria aversa. (2013). Journal of Chemical Information and


Modeling, 53(9), 1689–1699.

Anda mungkin juga menyukai