Oleh :
Raudatul Jannah
71200042
Pembimbing :
Dr. A Rohendi, MM, MH
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ADHIRAJASA RESWARA SANJAYA
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR
Raudatul Jannah
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................................6
1.3.1 Tujuan Umum...................................................................................................6
1.3.2 Tujuan Khusus...................................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................................................6
1.4.1 Manfaat Teoritis................................................................................................6
1.4.2 Manfaat Praktis.................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Perusahaan yang bergerak dalam usaha jasa, khususnya rumah sakit sudah
harus mengetahui bagaimana kualitas pelayanan mereka dapat diterima oleh
konsumennya, baik pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan. Kualitas
pelayanan sangat berhubungan erat dengan pelanggan. Semakin baik kualitas
pelayanan yang diberikan akan mendorong pelanggan untuk menjalin
hubungan kerja sama dalam jangka waktu yang panjang. Munculnya rumah
sakit-rumah sakit swasta bahkan rumah sakit milik pemerintah serta klinik-
klinik kesahatan semakin memperketat persaingan dalam menyediakan
pelayanan jasa kesehatan. Semakin tingginya tingkat persaingan, akan
menyebabkan pelanggan menghadapi lebih banyak alternative produk, harga
dan kualitas yang bervariasi, sehingga pelanggan akan selalu mencari nilai
yang dianggap paling tinggi dari beberapa produk (Kotler,2005). Salah satu
strategi yang umum dilakukan oleh rumah sakit adalah dengan memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualitas.
rumah sakit menyebabkan para pengelola rumah sakit harus mengubah cara
pandang bahwa rumah sakit sekarang ini bukanlah semata-mata organisasi
yang bersifat sosial.
(1) Wujud fisik (Tangibles) adalah faktor yang dapat dilihat, didengar dan
disentuh.
Tergambar dalam:
8
9
yang tepat. Triage merupakan suatu proses khusus memilah pasien berdasar
beratnya cedera atau penyakit dan menentukan jenis perawatan gawat darurat dan
transportasi serta proses yang berkesinambungan sepanjang pengelolaan
(Kathleen, 2008).
2. Reliability (kehandalan)
Dimensi reliability yaitu dimensi yang mengukur kehandalan dari
perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Ada 2 aspek
dari dimensi ini. Pertama adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan seperti yang dijanjikan. Kedua adalah seberapa jauh perusahaan
mampu memberikan pelayanan yang akurat atau tidak error. Sebuah rumah
sakit misalnya dikatakan tidak “reliable” ketika perawat melakukan kesalahan
dalam memberikan perawatan (Irwan, 2009).
4. Assurance (jaminan)
Penyampaian pelayanan harus disertai rasa hormat dan sopan sehingga
dapat menimbulkan rasa percaya dan yakin akan jaminan kesembuhan.
Terdapat 4 aspek dari dimensi ini yaitu (Irwan, 2009):
Prosedur pelayanan di suatu rumah sakit, pasien yang akan berobat akan
diterima oleh petugas kesehatan setempat baik yang berobat di rawat inap, rawat
jalan (poliklinik) maupun di IGD untuk yang penyakit darurat/emergency dalam
suatu prosedur pelayanan rumah sakit. Prosedur ini merupakan kunci awal
pelayanan petugas kesehatan rumah sakit dalam melayani pasien secara baik atau
tidaknya, dilihat dari sikap yang ramah, sopan, tertib, dan penuh tanggung jawab
(Depkes RI, 2006).
Latar belakang pentingnya diatur standar IGD karena pasien yang masuk
ke IGD rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang cepat dan tepat untuk itu
perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan gawat darurat sesuai dengan
kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan
gawat darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang tepat.
Semua itu dapat dicapai antara lain dengan meningkatkan sarana, prasarana,
sumberdaya manusia dan manajemen IGD Rumah Sakit sesuai dengan standar.
Disisi lain, desentralisasi dan otonomi telah memberikan peluang daerah untuk
mengembangkan daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya serta
siap mengambil alih tanggung jawab yang selama ini dilakukan oleh pusat. Untuk
itu daerah harus dapat menyusun perencanaan di bidang kesehatan khususnya
pelayanan gawat darurat yang baik dan terarah agar mutu pelayanan kesehatan
tidak menurun, sebaliknya meningkat dengan pesat. Oleh karenanya Depkes perlu
membuat standar yang baku dalam pelayanan gawat darurat yang dapat menjadi
acuan bagi daerah dalam mengembangkan pelayanan gawat darurat khususnya di
Instalasi Gawat Darurat RS.
1. Setiap Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki
kemampuan : melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat dan
melakukan resusitasi dan stabilitasi (life saving).
4. Rumah Sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus gawat
darurat.
5. Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 ( lima ) menit setelah
sampai di IGD.
5. Sangat puas
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang
menggambatkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian besar sesuai
kebutuhan atau keinginan pasien dengan bobotnya 5 (Sugioyono, 2007).
6. Puas
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang
menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian sesuai
dengan kebutuhan atau keinginan pasien dengan bobotnya 4 (Sugioyono, 2007).
7. Cukup puas
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang
menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian sesuai
dengan kebutuhan atau keinginan pasien atau dianggap biasa saja oleh pasien
dengan bobotnya 3.
8. Tidak puas
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang
menggambatkan pelayanan kesehatan tidak sesuai dengan kebutuhan atau
keinginan pasien dengan bobotnya 2.
Menurut Kotler (2005), salah satu dari nilai utama yang diharapkan oleh pelanggan
adalah kualitas produk dan jasa yang tinggi. Kebanyakan pelanggan tidak
mentoleransi kinerja kualitas yang biasa-biasa saja. Dengan demikian akan
terdapat hubungan yang erat antara kualitas dengan kepuasan pasien.
Karena suatu bentuk jasa tidak bisa dilihat, tidak bisa dicium dan tidak bisa
diraba maka aspek bukti fisik menjadi penting sebagai ukuran dari pelayanan.
Pelanggan akan menggunakan indera penglihatan untuk menilai suatu kulitas
pelayanan.
KL : Keamanan lingkungan
KL : Kenyamanan lingkungan
21
Hubungan bukti fisik dengan kepuasan konsumen adalah bukti fisik mempunyai
pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen. Semakin baik persepsi konsumen
terhadap bukti fisik maka kepuasan konsumen juga akan semakin tinggi. Dan jika
persepsi konsumen terhadap bukti fisik buruk maka kepuasan konsumen juga akan
semakin rendah.
tanggap bagi konsumen, study yang dilakukan Frontier selama beberapa tahun
terakhir untuk berbagai industri mengkonfirmasikan hal ini. Akan tetapi
untuk kelompok konsumen kelas atas, dimensi ini bisa menjadi dimensi yang
paling penting. Variabel empati dapat ditampilkan dengan indikator- indikator
sebagai berikut :
Menurut Kotler (2005), salah satu dari nilai utama yang diharapkan oleh
pelanggan adalah kualitas produk dan jasa yang tinggi. Kebanyakan pelanggan
tidak mentoleransi kinerja kualitas yang biasa-biasa saja. Dengan demikian
akan terdapat hubungan yang erat antara kualitas dengan kepuasan pasien.
25
26
BAB III
METODE PENELITIAN
3.2.2 Sampel
𝑛=
1 + N (d2)
n : jumlah
sampel N :
besar
populasi
d : tingkat kepercayaan (0,05)
• Pasien IGD yang sudah stabil dan selesai dilakukan perawatan atau
dipindahkan ke ruang rawat inap atau akan dipulangkan.
• Pasien IGD dengan prioritas 2 (P2) yaitu gawat tidak darurat dan prioritas
3 (P3) yaitu tidak gawat dan tidak darurat.
• Pasien berusia dibawah 17 tahun, maka harus didampingi orang tua.
• Pasien yang bersedia menjadi responden.
• Pasien yang bisa diajak berkomunikasi.
b. Pengkodean (Coding)
Memberikan kode pada jawaban yang ada untuk mempermudah
dalam proses pengelompokan dan pengolahan data dengan
memberi angka pada setiap jawaban.
c. Penilaian (Skoring)
Dilakukan dengan pedoman nilai yang telah ditentukan
sebelumnya.
d. Entry Data
Memasukan data yang diperoleh dengan menggunakan
komputer.
e. Tabulation
Data kemudian dimasukan ke dalam tabel yang sesuai dengan
kriteria, dalam hal ini juga menggunakan fasilitas komputer.
f. Prosentase
Menurut Istijanto (2009), prosentase memberikan gambaran
yang mudah dalam membandingkan atau untuk mengetahui data
yang terbanyak. Setelah seluruh data yang dibutuhkan
terkumpul, kemudian masing-masing data responden tersebut
akan diukur kemudian diberikan pembobotan dengan cara
dijumlahkan dan dibandingkan dengan jumlah skor tertinggi lalu
dikalikan 100%.
Tahap analisa penelitian ini terdiri dari analisis univariat dan analisis bivariat.
a. Analisa Univariat
29
b. Analisa Bivariat
Penelitian ini akan dilakukan pada waktu dan tempat yang telah ditentukan :
DAFTAR PUSTAKA
Bpjs Kesehatan. 2014. Panduan Layanan Bagi Peserta Bpjs Kesehatan. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1994. Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu
Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.