Anda di halaman 1dari 30

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan desain penelitian pre

eksperimen one group pre post test design. Peneliti dengan sengaja memberikan

perlakuan (pendidikan kesehatan) kepada responden yang hanya dikelompokkan

menjadi satu kelompok, yaitu kelompok intervensi dengan tujuan untuk

mempelajari efek dari perlakuan dan tidak melakukan kontrol secara ketat.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Ajibarang II. Waktu penelitian

terkait pengumpulan data dilaksananakan April-Juni 2022

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah seluruh subjek atau objek dengan karakteristik

tertentu yang diteliti (Hidayat, 2008). Populasi dari penelitian ini

adalah penderita Hipertensi tipe 2 di desa Ngadiwarno yang

berjumlah 30 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang terjangkau dan dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian yang melalui sampling

(Nursalam, 2008). Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan


41

sample purpossive sampling didapatkan jumlah sampel 18 orang.

Menurut Burns & Susan (2005) mengatakan bahwa jumlah sampel

pada penelitian kuasi eksperimen sebanyak 10 – 20 orang. Sebanyak

20 undangan pendidikan kesehatan diserahkan kepada 20 responden

di rumahnya masing-masing yang sudah dijelaskan terkait penelitian

dan menyatakan bersedia menghadiri pendidikan kesehatan. Pada

waktu pelaksanaan pendidikan kesehatan sebanyak 18 orang yang

hadir dan
menjadi
D. Instrumen responden penelitian.
Penelitian

Instrumen penelitian yang akan digunakan oleh peneliti adalah berupa

kuesioner yang terdiri dari dua jenis, yaitu kuesioner demografi dan

kuesioner DKQ-24.

1. Kuesioner demografi merupakan kuesioner tentang data demografi

responden yang meliputi usia, jenis kelamin, lama didiagnosa

Hipertensi , pendidikan terakhir, pekerjaan, riwayat Hipertensi

keluarga, dan riwayat edukasi terakhir mengenai Hipertensi

2. Kuesioner merupakan kuesioner tentang pengetahuan pasien tentang

Hipertensi. Kuesioner DKQ-24 dirancang dan divalidasi pada populasi

di Meksiko-Amerika di Starr Country, Texas dan telah diterjemahkan

dan diuji validitas serta realibilitasnya pada penderita diabetes melitus

tipe 2 di Yogyakarta oleh Agrimon (2014). Masyarakat Yogyakarta

memiliki status sosioekonomi yang mirip dengan populasi di Starr

Country
42

yaitu mempunyai karakteristik wilayah dengan biaya hidup dan UMR

yang rendah serta tingkat pendidikan yang rendah (SD).

Koefisien Alpha Cronbach DKQ-24 versi original adalah 0,78.

Koefisien Alpha Cronbach DKQ-24 versi Indonesia yang di uji di

Yogyakarta dengan sampel sebanyak 101 responden adalah 0.723.

maka DKQ-24 versi Indonesia valid dan realiabel untuk digunakan

pada populasi di Indonesia. Karena kondisi sosioekonomi responden

dalam penelitian ini mirip dengan kondisi sosioekonomi responden

yang digunakan untuk uji validita, maka peneliti menggunakan

kuesioner ini tanpa melakukan uji validitas dan reliabilitas lagi.

Penggunaan kuesioner DKQ-24 versi Indonesia dalam penelitian ini,

sudah mendapatkan izin dari Agrimon.


E. Alur penelitian

Alur penelitian akan memberikan gambaran keseluruhan mengenai

prosedur penelitian. Skema dibawah ini merupakan alur penelitian yang

akan dijalani oleh peneliti, masing-masing komponen dalam skema

diberikan nomor untuk memudahkan penulisan penjelasannya pada cara

kerja (Dahlan, 2012).


43

Persiapan penelitian 1

Identifikasi subjek yang berpotensi


masuk ke dalam penelitan 2

Bersedia

Informed consent 3

Mengisi kuesioner pretest 4

Mengisi kuesioner post test 5

Tidak
Intervensi : Pendidikan kesehatan 6

Mengisi kuesioner post test


7

Analisa data 8

Bagan 4. 1 Alur penelitian


Cara Kerja Penelitian

1. Persiapan penelitian

Periapan dimulai dengan mempersiapkan kuesioner penelitian yang

aplikatif, kuesioner penelitian berupa kuesioner penelitian demografi

dan kuesioner penelitian tingkat pengetahuan. Persiapan dilanjutkan


bersedia
dengan pembuatan surat undangan yang akan diberikan kepada

responden dan persiapan kader kesehatan yang akan membantu

jalannya penelitian.
44

2. Pemilihan Subjek/ sampel.

Peneliti mendatangi populasi penelitian satu hari sebelum penelitian

dengan teknik purpossive sampling. Subjek diberikan penjelasan

tentang penelitian yang sedang dilaksanakan, kemudian ditanya

kesediaan untuk menjadi responden dalam penelitian.

3. Informed Consent

Setelah menyatakana kesediaan untuk menjadi responden penelitian

maka responden akan mengisi informed consent sebagai bukti

kesediaan tertulis.

4. Mengisi kuesiner pretest

Pengisian kuesioner dilakukan secara bersama-sama di tempat

penyuluhan sebelum intevensi pendidikan kesehatan dengan dipandu

oleh peneliti. Peneliti memandu pengisian kuesioner dengan cara

membacakan pertanyaan satu persatu dengan perlahan dan

menggunakan bahasa Jawa. Kader kesehatan mendampingi

responden dan mengarahkan responden dalam hal cara pengisian

kuesioner. Responden memiliki hak untuk menanyakan maksud dari

pertanyaan dalam kuesioner yang belum dipahami.

5. Intervensi : pendidikan kesehatan

Materi pendidikan kesehatan disampaikan oleh peneliti dan

dilakukan setelah pretest selesai. Peneliti menggunakan bahasa Jawa

saat menyampaikan materi, yaitu bahasa Jawa khas desa Ngadiwarno

yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari, karena peneliti


45

berasal dari desa Ngadiwarno, maka tidak sulit bagi peneliti untuk

menggunakan bahasa keseharian yang mereka pahami. Peneliti

mengggunakan slide power point (LCD proyektor) sebagai media.

Pendidikan kesehatan berlangsung selama total 60 menit, 20 menit

pretest, 25 menit penyampaian materi dan 15 menit post test.

6. Mengisi kuesioner posttest

Pengisian kuesioner dilakukan langsung setelah intervensi

pendidikan kesehatan selesai, dan dilakukan secara bersama-sama

sebagaimana pengisian kuesioner pretest.

7. Analisa Data

Data akan dianalisa sesuai dengan teknik analisa data univariat dan

bivariat.

F. Teknik Analisis Data

Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa data

univariat dan bivariat. Analisis statistik univariat pada penelitian ini adalah

analisa deskriptif kategorik yang meliputi variabel usia, jenis kelamin,

pendidikan terakhir, pekerjaan, riwayat Hipertensi keluarga, gambaran

pengetahuan responden sebelum intervensi, dan gambaran pengetahuan

responden sebelum intervensi sedangkan variabel lama didiagnosa

Hipertensi dan riwayat edukasi terakhir mengenai Hipertensi disajikan

dalam bentuk data numerik.

Analisa data bivariat pada penelitian ini menggunakan Uji

hipotesis komparatif numerik berpasangan dengan 2 kali pengambilan data


46

(Pre dan post) dengan mengunakan Uji T Test untuk mengetahui adanya

perbedaan skor rerata pengetahuan (numerik) antara sebelum dan sesudah

intervensi (Dahlan, 2012).

G. Etika Penelitian

Berdasarkan segi isu etika, agar penelitian ini menjadi etis

peneliti memperhatikan tiga acuan utama etika, yaitu prinsip keadilan,

prinsip manfaat, dan prinsip menghormati orang lain (Dahlan, 201;

Hidayat, 2007).

1. Prinsip manfaat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat untuk kepentingan manusia dan juga mempertimbangkan

aspek risiko dengan aspek manfaat serta tidak memberikan/

menimbulkan kekerasan dan kerugian pada manusia baik saat

intervensi dilakukan (responden) atau pun ketika hasil penelitian ini

diterapkan dalam pelayanan kesehatan.

2. Prinsip menghormati manusia, karena sebagai makhluk yang mulia

yang harus dihormati dan memiliki hak-hak azasi, maka manusia

berhak untuk menentukan pilihan untuk ikutsertaatau tidak menjadi

responden, sehingga penelitian ini mengedepankan aspek

kesukarelaan bagi setiap responden.

3. Prinsip keadilan, prinsip ini dilakukan untuk menjunjung tinggi

keadilan manusia dengan menghargai hak atau memberikan

perlakuan secara adil bagi seluruh responden, hak menjaga privasi,


47

dan tidak berpihak dalam perlakukan terhadap manusia. (Dahlan,

201; Hidayat, 2007).

Peneliti juga mempertimbangkan masalah etik yang terdiri dari

informed consent, tanpa nama, dan kerahasiaan. Informed consent

merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden dengan

memberikan lembar persetujuan sebelum penelitian dilakukan.

Tujuannya agar responden mengerti maksud dan tujuan penelitian serta

dampaknya. Anonimity (tanpa nama) merupakan memberikan jaminan

dalam penggunaan responden dengan cara hanya menuliskan kode

pada saat pengolahan data dan hasil penelitian yang akan disajikan

(pada saat mengisi lembar kuesioner dan pengumpulan, peneliti

mencantumkan nama agar memudahkan saat mengidentifikasi dan

mengolah data. Confidentialty (kerahasiaan) memberikan jaminan

kerahasian hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaanya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2007).

Dengan memperhatikan aspek isu etis tersebut, peneliti

membuat sebuah informed consent yang didalamnya terdapat

penjelasan (informed) terkait penelitian, isu etika, masalah etik kepada

calon responden dan bagian persetujuan (consent) sehingga calon

responden dapat mempertimbangkan dengan bijak dalam memutuskan


48

dirinya untuk ikut serta atau tidak dalam penelitian ini tanpa ada unsur

keterpaksaan (Dahlan, 2012).


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran lokasi penelitian


B. Analisa Univariat

1. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini memiliki karakteristik yang

berbeda dalam hal usia, jenis kelamin, lama didiagnosa Hipertensi ,

pendidikan terakhir, pekerjaan, riwayat Hipertensi keluarga, dan

riwayat edukasi tentang Hipertensi .

Tabel 5. 1
Karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan
terakhir, pekerjaan, riwayat HIPERTENSI keluarga, dan riwayat edukasi
HIPERTENSI (n=18)

no Variabel Frekuensi (n) Presentase


1. Usia
Dewasa tengah 14 77,8%
Lansia 4 22,2%
2. Jenis Kelamin
Laki-laki 4 22,2%
perempuan 14 77,8%
3. Pendidikan terakhir
Pendidikan dasar 16 88,9%
Pendidikan denengah 2 11,1%
4 Pekerjaan
Ibu rumah tangga 9 50,0%
Pedagang 1 5,6%
Petani 4 22,2
Wiraswasta 3 16,7
Tidak bekerja 1 5,6
5. Riwayat keluarga
Ada 9 50,0%
Tidak ada 9 50,0%
6. Riwayat edukasi terakhir
> 1 bulan 10 55,6
1 – 6 bulan 2 11,1
< 6 bulan 6 33,3

Tabel 5.1 menunjuukkan hasil penelitian berupa distribusi

frekuensi responden berdasarkan karakteristik responden. Hasil

berdasarkan usia didapatakan responden terdiri dari dua kelompok usia


yaitu dewasa tengah sebanyak 14 orang (77,8%) dan Lansia 4 orang

(22,2%).

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin menunjukkan

bahwa frekuesnsi jenis kelamin perempuan sebanyak 14 orang (77,8%)

lebih banyak dibandingkan laki-laki, yaitu sebanyak 4 orang (22,2%).

Pendidikan terakhir responden menunjukkan 16 orang pendidikan

dasar (88,9%) dan 2 orang pendidikan menengah (11,1%).

Pekerjaan responden bervariasi terdiri dari ibu rumah tangga yaitu

9 orang (50%), petani 4 orang (22,2%), wiraswasta 3 orang (16,7%),

pedagang 1 orang (5,6%) dan tidak bekerja 1 orang (5,6%).

Dalam penelitian ini, responden yang memiliki riwayat

Hipertensi keluarga dan yang tidak memiliki riwayat Hipertensi

keluarga memiliki

Semua responden dalam penelitian ini pernah mendapatkan

pendidikan kesehatan tentang , didapatkan hasil bahwa responden yang

mendapatkan pendidikan kesehatan terakhir > 1 bulan adalah 10 orang

(55,6%), 1 – 6 bulan sebanyak 2 orang (11,1%) dan < 6 bulan

adalah 6 orang (33,3%).

Tabel 5. 2
Karakteristik responden berdasarkan rerata lama didiagnosa
HIPERTENSI (n=18)

Rerata Simpangan Baku

Lama 4,39 3,05


didiagnosa
Lama waktu didiagnosa Hipertensi dapat terlihat dalam

tabel 5.2, bahwa rata-rata lama responden didiagnosa Hipertensi,

dengan standar deviasi 3,05. Durasi tersingkat adalah 1 tahun dan

terpanjang adalah 11 tahun.


2. Pengetahuan Pasien Sebelum Diberikan Intevensi Pendidikan
Kesehatan.
Tabel 5. 3
Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan pasien sebelum
Tingkat pengetahuan Frekuensi
intervensi(n)
pendidikan presentase
kesehatan (n=18)
Rendah 15 83,3%
Sedang 3 16,7%
Tinggi 0 0%
Total 18 100%

Tabel 5.3 menunjukkan gambaran pengetahuan responden

sebelum diberikan intervensi pendidikan kesehatan, pengetahuan

pasien dikategorikan dalam 3 kategori yaitu rendah, sedang dan

tinggi. Dari 18 responden menunjukkan 15 mempunyai

pengetahuan yang rendah tentang diabetes melitus dan 3 pasien

mempunyai pengetahuan sedang dan tidak ada responden yang

memiliki pengetahuan yang tinggi.

3. Pengetahuan Pasien Setelah Diberikan Intervensi Pendidikan


Kesehatan.
Tabel 5. 4
Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan
pasien setelah intervensi pendidikan kesehatan

Tingkat Pengetahuan Frekuensi (n) presentase


Rendah 8 44,4%
Sedang 4 22,2%
Tinggi 6 33,3%
Total 18 100%
Tabel 5.4 didapatkan hasil bahwa pengetahuan pasien

setelah diberikan pendidikan kesehatan terdiri dari 8 orang

memiliki pengetahuan rendah, 4 orang memiliki pengetahuan

sedang, dan 6 orang memiliki pengetahuan tinggi.

C. Analisa Bivariat

1. Uji Normalitas Data

Sebelum data dianalisis lebih lanjut setiap data sudah

dilakukan uji normalitas data untuk mengetahui sebaran data, dan

selanjutnya akan digunakan untuk memilih uji yang sesuai. Parameter

yang digunakan untuk melihat sebaran data analitik dalam penelitian

ini adalah parameter Shapiro-Wilk karena jumlah responden kurang

dari 30 orang. Data nilai pretest berdistribusi normal dengan nilai P

=0,236 (P>0,05), demikian juga dengan data nilai posttest dengan nilai

P=0,123. Karena semua data yang akan dianalisis berdistribusi normal

maka uji bivariat yang digunakan adalah dengan menggunakan uji T

berpasangan (paired T test)..

2. Uji Homogenitas.

Responden dalam penelitian ini adalah penderita Diabetes

Melitus tipe 2 di desa Ngadiwarno dan tidak ada kriteria inklusi yang

membatasi faktor-faktor tertentu, oleh karena itu peneliti melakukan

uji homogenitas yang bertujuan untuk melihat homogenitas responden

penelitian. Uji homogenitas dilakukan dengan membandingkan


pengetahuan dengan faktor yang berhubungan dengan pengetahuan

menggunakan Uji One Way Anova.

Secara keseluruhan uji homogenitas didapatkan hasil bahwa

responden penelitian ini homogen dalam segala faktror, tidak ada

faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan pasien secara spesifik.

Usia responden yang masuk dalam penelitian ini masuk kedalam

golongan dewasa tengah, dan lansia, namun tidak ada perbedaan

pengetahuan yang signifikan (P homogenity 0,016, P Anova 0,339

pengetahuan sebelum) (P homogenity 0,032, P Anova 0,051

pengetahuan sesudah). Pendidikan terakhir yang beragam dalam

penelitian ini juga tidak memperlihatkan berbedaan pengetahuan antar

kelompok pendidikan (P homogenity 0,007, P Anova 0,704

pengetahuan sebelum) (P homogenity 0,009, P Anova 0,114

pengetahuan sesudah). Perbedaan jenis kelamin juga tidak

memperlihatkan tingkat pengetahuan yang berbeda (P homogenity

0,093, P Anova 0,001 pengetahuan sebelum) (P homogenity 0,455, P

P Anova 0,639 pengetahuan sesudah).

3. Uji T Berpasangan.

Uji T berpasangan (paired T test) merupakan uji bivariat untuk

melihat perbedaan rata-rata dari dua data yang berpasangan.

Perbedaan rata-rata dari dua data yang berpasangan dari uji T

berpasangan akan digunakan untuk melihat pengaruh dari suatu

intervensi, dalam penlitian ini tujuan uji T berpasangan adalah untuk


mengetahuai pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan

tentang diabetes melitus.

Tabel 5. 5
Hasil perbandingan nilai rata-rata sebelum dan sesudah
pemberian intervensi pendidikan kesehatan (n=18)

Rerata (s.b) Selisih (s.b) Nilai P


Pengetahuan 21,11 (5,14)
sebelum
9,11 (7,26) <
Pengetahuan sesudah 30,22 (6,75) 0,0001

Dalam tabel tersebut nilai P <0,05 dan perbedaan pengetahuan (selisih)


Uji t berpasangan, selisih antara sesudah dan
lebih besar dari dua, maka secara statistik dapat diinterpretasikan
sebelum

terdapat perbedaan rerata pengetahuan yang bermakna antara sebelum

dan
sesudah dilakukan pendidikan kesehatan.
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini memiliki karakteristik yang beragam dalam hal usia,

jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, riwayat hipertensi keluarga lama

didiagnosa hipertensi dan riwayat edukasi terakhir mengenai H hipertensi.

Karakteristik usia responden sebagian besar masuk pada kelompok usia dewasa

tengah (14 orang) dan sebagian lainnya, masuk kedalam kelompok usia lansia (4

orang). Usia berhubungan diabetes melitus karena penurunan fungsi pulau

langerhans dan penurunan kapasitas untuk proliferasi sel-beta pada pankreas

(Maedler, 2006).
Penurunan fungsi pankreas pada penderita diabetes juga

dipengaruhi oleh faktor genetik. Pada diaebtes type 2 beberapa gen diduga
menjadi penyebab genetik menjadi faktor predisposisi penyakit ini, yaitu

gen calpain 10 dan hepatocrit nuclear factor 4 alpha (L Dean, 2004). Wu

(2014) menemukan dalam penelitiannya bahwa 40% keturunan pertama

dari penderita hipertensi mungkin akan terkena hipertensi juga, sedangkan

rata-rata insiden 6% dalam populasi (Wu, 2014). Dalam penelitian ini

sebanyak 50% responden memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga.

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin pada penelitian

ini menunjukkan lebih banyak responden wanita dari pada laki-laki.

Seperti dalam Riskesdes tahun 2013 keseluruhan total jumlah penderita

hipertensi yang terlah terdiagnosis, pada laki-laki sebanyak 5,6% dan

wanita sebanyak 7,7% (Riskesdas, 2013). Kebanyakan wanita mengalami


peningkatan berat badan dan obesitas setelah usia 45 tahun yang menjadi

faktor predisposisi hipertensi . Lebih dari setengah pasien diabetes merupakan

middle aged pada kedua usia, dan seiring peningkatan usia mencapai rata-

rata tertinggi pada usia wanita yang sangat tua (Willaer, Alexandra

kautzky. 2016).

Diabetes merupakan penyakit kronis yang berarti memiliki jangka

waktu yang lama. Dalam penenlitian ini rata-rata lama menderita

HIPERTENSI selama 4,39 tahun dengan durasi paling sedikit adalah 1

tahun dan paling lama 11 tahun.

Jenjang pendidikan terakhir responden dalam penelitian ini terdiri

2 jenjang yaitu pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam hal

partisipasi sekolah di desa Ngadiwarno memang masih kurang, dilihat dari

data tingkat pendidikan tahun 2010-2015 terbanyak adalah pada tamatan

SD atau sederajat, kemudian tidak tamat SD menjadi terbanyak ke 2

(Profil desa Ngadiwarno, 2015). Tingkat pendidikan yang rendah memang

berhubungan dengan angka kejadian diabetes karena berkaitan

pengetahuan yang rendah dan ketidakmampuan glycemic control.

(Derakhshan, 2014; Kikman & Use, 2012).

B. Pengetahuan Sebelum Diberikan Intevensi Pendidikan Kesehatan.

Gambaran pengetahuan responden dalam penelitian ini

dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi.

Pengetahuan sebelum diberikan intervensi pada 18 responden

menunjukkan 15 orang (83,3%) mempunyai pengetahuan yang rendah


tentang diabetes melitus, 3 orang (16,7%) mempunyai pengetahuan sedang

dan tidak ada yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi. Rata-rata

pengetahuan responden sebelum diberikan intevensi pendidikan kesehatan

dalam penelitian ini adalah 21,11 (nilai maksimum 48) dengan simpangan

baku 5,14. Dari uji homogenitas menggunakan uji ANOVA tidak

didapatkan adanya variasi responden dalam penelitian ini yang berarti

bahwa seluruh responden memiliki karakteristik pengetahuan yang sama,

yaitu rata-rata memiliki pengetahuan yang rendah.

Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan responden

adalah tingkat pendidikan terakhir, responden dalam penelitian ini

memiliki tingkat pendidikan terakhir yang bervariasi dengan tingkat

tertinggi SMA (pendidikan menengah). Dalam penelitian Cannonier

(2011) ditemukan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin

tinggi pula pengetahuan tentang kesehatan yang dimiliki, namun hal

tersebut tidak berlaku pada tingkat pendidikan SMA kebawah. Tingkat

pengetahuan kesehatan yang baik dimiliki oleh seseorang yang telah

menginjak jenjang pendidikan terakhir perguruan tinggi. Hal tersebut juga

ditemukan dalam penelitian Cantaro (2016) yang mengemukakan bahwa

tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang

diabetes melitus untuk penderita diabetes melitus yang memiliki

pendidikan terakhir SMA sederajat, namun terlihat pengetahuan yang

lebih tinggi pada jenjang pendidikan terakhir sarjana.


Hasil dalam peneletian ini menunjukkan bahwa tidak ada variasi

pengetahuan dalam hal pekerjaan artinya tidak ada pengaruh pekerjaan

responden terhadap pengetahuan responden, hasil tersebut sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Jasper (2014) yang menyatakan bahwa

pekerjaan tidak mempengaruhi pengetahuan. Hal tersebut berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh Nirnaya (2015) yang mendapatkan hasil

bahwa pekerjaan merupakan salah satu hal yang mempengaruhi

pengetahuan penderita diabetes. Nimaya menyatakan bahwa pegawai

negeri, pegawai swasta, dan pengusaha memiliki pengetahuan yang lebih

baik dari pada ibu rumah tangga. Pekerjaan yang berhubungan dengan

pendidikan tinggi mempengaruhi pengetahuan tentang diabetes karena

kemungkinan akan mendapatkan pengetahuan dari seminar-seminar yang

diikuti dan dari kemampuan menggunakan internet (Jasper, 2014).

Pengetahuan yang rendah dalam penelitian ini mungkin disebabkan oleh

karakteristik responden yang mayoritas memiliki pekerjaan yang tidak

memungkinkan adanya penambahan informasi melalui seminar dan

minimnya penggunaan internet sebagai sarana untuk mendapatkan

informasi.

Proses penuaan merupakan perubahan anatomi dan fisiologi secara

normal terjadi, namun diabetes melitus membuat proses penuaan tersebut

menjadi lebih cepat, misalnya pada seseorang yang berusia 55 sampai 64

tahun, diabetes menurunkan angka perkiraan hidup selama 8 tahun,

seseorang yang berusia 57 tahun dengan diabetes setara dengan orang


yang berusia 65 tahun dengan diabetes (Casperen, 2012), hal tersebut

mungkin berhubungan dengan tingkat pengetahuan responden yang sama

walaupun responden terdiri dari dua kelompok usia.

Lama didiagnosa hipertensi juga seharusnya mempengaruhi

pengetahuan penderita diabetes melitus, seperti dalam penelitian Cantaro

(2016) yang menemukan bahwa terdapat hubungan antara lama durasi

hipertensi dengan pengetahuan tetang hipertensi , yaitu penderita diabetes

dengan durasi penyakit lebih dari 12 tahun memiliki pengetahuan yang

baik tentang hipertensi . Sesuai dengan hasil penelitian tersebut dalam

penelitian ini, durasi terpanjang menderita hipertensi adalah 11 dan rata-

rata responden memiliki pengetahuan yang rendah.

C. Pengetahuan Setelah Diberikan Intervensi Pendidikan Kesehatan.

Pengetahuan responden setelah diberikan pendidikan kesehatan

adalah 8 orang memiliki pengetahuan rendah, 4 orang memiliki

pengetahuan sedang, dan 6 orang memiliki pengetahuan tinggi. Secara

statistik terlihat 9 responden tidak mengalami peningkatan pengetahuan

setelah pendidikan kesehatan, 8 orang masih dalam skor pengetahuan

kategori rendah, dan 1 orang masih dalam skor pengetahuan sedang. 9

orang lainnya mengalami peningkatan skor pengetahuan, 2 orang

meningkat dari sedang ke tinggi, 4 orang meningkat dari rendah ke tinggi,

dan 3 orang meningkat dari rendah ke sedang.

Dalam hal ini, gambaran pengetahuan responden setelah diberikan

pendidikan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama terkait


kemampuan seseorang untuk belajar. Seseorang mempunyai kemampuan

yang berbeda bergantung pada faktor fisik dan kognitif, tingkat

perkembangan, kesehatan fisik, dan proses belajar intelektual (Potter dan

Perry, 2012).

Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan yang dapat

mempengaruhi proses belajar saat pendidikan kesehatan, diantaranya

perubahan fisik dan fisiologis. Perubahan fisik degeneratif dapat

menyebabkan penurunan fungsi sensori yaitu pendengaran, penglihatan,

perasaan dan kemampuan merespon. Perubahan fisiologis lain mungkin

dapat menyebabkan perubahan persepsi dan memori, kemampuan belajar

dan menyelesaikan masalah (Tabloski, 2010, Cornett, 2011). Perubahan-

perubahan tersebut dapat mempengaruhi kemampuan belajar lansia saat

pendidikan kesehatan, namun sebuah penelitian menunjukkan bahwa

lansia dapat belajar dan mengingat secara efektif jika proses belajar

dilakukan secara tepat dan materi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan

dan kemampuannya (Deakins, 1994 dalam Potter dan Perry 2012).

D. Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan

Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh peningkatan

tingkat pengetahuan penderita diabetes setelah diberikan pendidikan

kesehatan. Pengaruh tersebut dibuktikan dengan adanya perbedaan skor

rerata tingkat pengetahuan sesudah dan sebelum intervensi pendidikan

kesehatan yang dibuktikan dengan nilai P = 0,00001 dan adanya selisih

rerata sebesar 9,1 hal tersebut selaras dengan hasil dalam penelitian
Awouda (2010) bahwa pendidikan kesehatan meningkatkan tingkat

pengetahuan pasien diabetes, dan pendidikan kesehatan merupakan

program yang bisa diimplementasikan di untuk segala usia, laki-laki

maupun perempuan, serta seluruh jenjang pendidikan terakhir pasien

diabetes.

Pada penelitian ini, pendekatan yang dilakukan oleh peneliti saat

penyampaian pendidikan kesehatan dengan menggunakan pendekatan

budaya. Responden yang seluruhnya berasal dari suku Jawa, mempunyai

budaya komunikasi sehari-hari menggunakan bahasa Jawa, sehingga

penelti memilih menggunakan bahasa Jawa saat penyampaian materi

pendidikan kesehatan. Malini, (2006) mengungkapkapkan bahwa

peningkatan kemampuan penyesuaian budaya oleh tenaga kesehatan

dibutuhkan untuk menjamain interaksi yang efektif dan penyampaian

informasi kesehatan serta mencegah kesalahpahaman. Hawthorne (2010),

menyatakan bahwa pendekatan budaya dalam pendidikan kesehatan lebih

efektif dibandingkan pendidikan kesehatan yang biasa dalam

meningkatkan pengetahuan dalam jangka pendek dan menengah.

E. Keterbatasan Penelitian

1. Kemampuan responden mengisi kuesioner

Terdapat beberapa kendala saat mengisi kuesioner diatntaranya

responden yang kurang terbiasa dalam hal membaca dan menulis, tidak

semua responden dapat membaca dengan baik, dan beberapa respon

mengaku memiliki gangguan penglihatan. Hal tersebut membuat


waktu pengisian kuesioner menjadi memanjang karena setiap

pertanyaan harus dibacakan satu-persatu secara perlahan dan

menunggu setiap responden memahami pertanyaannya.

2. Hubungan peneliti dengan responden.

Hubungan peneliti sebagai edukator yang belum terbangun menjadikan

interaksi dalam pendidikan kesehatan menjadi kurang hidup.


BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka kesimpulan pada

penelitian ini adalah pendidikan kesehatan memiliki pengaruh terhadap

pengetahuan penderita diabetes melitus tipe 2, dimana pengetahuan

responden tentang diabetes melitus mengalami peningkatan. Berikut ini

adalah rincian kesimpulan pada penelititian ini:

1. Responden yang ikut berpartisipasi dalam penelitian ini memiliki

karakteristik berdasarkan usia terdiri dari dua kelompok usia yaitu

dewasa muda sebanyak 14 orang dan 4 orang lansia. Berdasarkan

jenis kelamin jumlah respon laki-laki sebanyak 4 orang dan

perempuan 14 orang, tingkat pendidikan terakhirnya didominasi oleh

pendidikan dasar yaitu 16 orang dan pendidikan tinggi 2 orang, dalam

hal pekerjaan didominasi oleh IRT (ibu rumah tangga), kemudian

pedagang 1 orang, petani 4 orang, wiraswasta 3 orang dan terdapat 1

orang yang tidak bekerja. Dalam hal pengalaman dalam diabetes

melitus 9 orang memiliki riwayat hipertensi keluarga dan 9 sisanya

tidak ada riwayat, semua responden pernah mendapatkan pendidikan

kesehatan sebelumnya dalam jangka waktu > 1 bulan 10 orang, 1 – 6

bulan 2 orang, dan < 6 bulan 6 orang. Rata-rata reponden sudah

didiagnosa HIPERTENSI selama 4,39 tahun dengan waktu minimum

1 tahun, maksimum 11 tahun dan simpangan baku 3,05 tahun.


2. Pengetahuan responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan

tentang penyakit hipertensi yaitu dari 18 responden, 15 orang mempunyai

tingkat pengetahuan rendah dan 3 orang mempunyai tingkat

pengetahuan sedang.

3. Pengetahuan responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan

tentang penyakit diabetes yaitu 8 orang memiliki pengetahuan rendah,

4 orang memiliki pengetahuan sedang, dan 6 orang memiliki

pengetahuan tinggi.

4. Terdapat perbedaan rerata nilai pengetahuan yang bermakna antara

nilai pretest (21,11) dan posttest (30,22) dengan selisih 9,11 dengan

hasil uji statistik P = 0,001 ( P < 0,05) yang dapat disimpulkan bahwa

ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang diabetes melitus terhadap

tingkat pengetahuan pasien diabetes melitus tipe 2 di desa Ngadiwarno

Sukorejo Kendal.

B. Saran

1. Pelayanan Kesehatan

Lebih meningkatkan program promosi kesehatan terutama

dalam bidang pendidikan kesehatan, dan semakin memperhatikan

tingkat pengetahuan masyarakat terutama dalam bidang kesehatan.

2. Bagi peneliti Selanjutnya.

Melakukan penelitian pengaruh pendidikan kesehatan diabetes

terhadap aspek-aspek lain yang berhubungan dengan perilaku


kesehatan agar tercapai kualitas hidup yang lebih baik bagi penderita

diabetes.

Melakukan penelitian pengaruh pendidikan kesehatan yang

sesuai untuk penduduk dengan setiap karakteristik khusus yang

dimiliki agar dapat diterima secara maksimal oleh responden

penelitian yang memiliki karakteristik yang berbeda.

3. Bagi Masyarakat

Masyarakat menjadi lebih proaktif dalam mencari pengetahuan

tentang penyakitnya, dan lebih rajin mengikuti kegiatan-kegiatan

pendidikan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Agrimon, Orizati Hilman, 2014. Exploring The Feasibility of Implementing Self-


Management And Patient Empowerment Through A Structured Diabetes
Education Programme in Yogyakarta City Indonesia : A Pilot Cluster
Randomised Controlld Trial. Thesis. Discipline of General Practice and
Dicipline of Public Health School of Population Health. Faculty of Health
Sciences The University of Adelaide.

American Diabetes Association (ADA). 2004. Diagnosis and Classification of


Diabetes Mellitus. http://care.diabetesjournals.org/content/27/suppl_1/s5
diakses pada 14 Desember 2016

Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K., Siti
Sehati.2006. Buku Ajar Imu Penyakit dalam. Jilid III Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakt dalam Fkultas Kedokteran
Uinversitas Indonesia. Hal. 1890.

Bare dan Suzzanne.2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 10


volume 2. Jakarta EGC.
Bensley, Robert J. 2009. Metode Pendidikan Kesehatan Masyarakat. Ed. 2.
Jakarta: EGC.
Brownlee, Michael., Lloyd P. Aiello., Mark E. Cooper., Aaron I. Vinik., Richard
W. Nesto., and Andrew J.M. Boulton. 2011. Complications of Diabetes
Mellitus., in Melmed, Shlomo., Kenneth S. Polonsky., P. Reed Larsen.,
Henry M. Kronenberg. Williams Textbook of Endocrinology, 12th ed.
Philadelphia: Elsevier.

Brunner dan Suddarth. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 10
volume 2. Jakarta EGC.
Burns, Nancy and Grove K Susan. 2005. The Practice of Nursing Research
Conduct, Critique and Utilization. USA: Elsevier,
Buse, Jhon B., Kenneth S. Polonsky., Charles F. Burant. 2011. Type 2 Diabetes
Mellitus., in Melmed, Shlomo., Kenneth S. Polonsky., P. Reed Larsen.,
Henry M. Kronenberg. Williams Textbook of Endocrinology, 12th ed.
Philadelphia: Elsevier.

Cantaro, Katherine. 2015. Association Between Information Sources And Level Of


Knowledge About Diabetes In Patients With Type 2 Diabetes. Endocrinol
Nutr. 2016 63 (5). pg 202 -211.
Carl j Caspersen, Daerlene Thomson dkk, 2012.Aging, Diabetes, and The Public
Health System in The United States.American Journal of Public Health.102
(8) pg 1482-1497. PMC3464829
Chawla, Rajee. 2012. Complication of Diabetes. India: Jitendar P Vij.
Dagogo, sam .2016. Diabetes Mellitus in Developing Countries and Underserved
Communities. USA : Science Center.
Dahlan, M. Sopiyudin. 2010. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian
Bidang Kedokteran dan Kesehatan Berdasarkan Prinsip IKVE (1741),
Seri Evidence Based Medicine 3, 2th ed. Jakarta: Sagung Seto.
Davey, Patrick .2005. At a glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Depkes. 2009. Tahun 2030 Prevalensi diabetes melitus di Indonesia mencapai
21,3 juta orang. Depkes.go.id diakses pada 22 Januari 2017 pukul 15.30
WIB
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.2014.Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah 2014. Dinkesjatengprov.go.id diakses pada 14 Desember 2016.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Departemen Kesehatan RI .2005.


Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus.
Eisenbarth, George S dan Jhon b. Buse. 2011. Type 1 Diabetes Mellitus., in
Melmed, Shlomo., Kenneth S. Polonsky., P. Reed Larsen., Henry M.
Kronenberg. Williams Textbook of Endocrinology, 12th ed. Philadelphia:
Elsevier.

Fatimah, Restyana Noor. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority vol 4 no 5 pg


101-93.
Fitriani, Sinta. 2011. Promosi Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Grant, Janet F. Dkk. 2009. Gender-Spesific Epidemiology of Diabetes: A


Representative Cross-Sectional Study. International Journal for Equality in
Health 8:6 DOI 10.1186/1475-9276-8-6 .
Greenstein, Ben dan Diana Wood. 2010. At Glance: Sistem Endokrin ed 2.
Jakarta: Erlangga

Hawthorne, K. 2010. Culturally Appropiate Health Education For Type 2


Diabetes In Rthnic Minority Grups: A Systematic And Narrative Review
Of Randomiza Controlled Trial. Diabetic Medicine 27(6) 613-623. DOI
10.1111/j. 1464-5491.2010.02954.x
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik
Analisis Data. Jakarta: Medika Salemba

Anda mungkin juga menyukai