Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

KEPERAWATAN KOMUNITAS II
ASKEP AGREGAT DALAM KOMUNITAS KESEHATAN LANSIA

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 3
- NURHAYATI LEMBA
- FAUZIA
- RIKA DEVIANTI
- SITI NURAINI MADJIDO
- MEGAWATI
- YESTIN
- RIKAINDARINI
- ROSMAWATI AMBO
- NOVRIT
- NURMUSLIMAH
- MUFLIHA
- DESRIANI

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terim kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Wasaalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Luwuk, 31 Maret 2023

penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................................................


KATA PENGANTAR .............................................................................................................................................
DAFTAR ISI ............................................................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................................................................................
Rumusan Masalah ...........................................................................................................................................
Tujuan ..............................................................................................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN
1 Overview Tumbuh Kembang Lansia. .........................................................................................................
2. Permasalahan Kesehatan Lansia.................................................................................................................
3. Obesitas......................................................................................................................................................
4. Faktor Resiko Penyakit Kronis Lansia.......................................................................................................
5. Proses Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Lansia Pengkajian.............................................................
6. Promosi dan Prevensi Kesehatan Lansia Program Pemerintrahan Terkait Prevensi
Kesehatan Lansia........................................................................................................................................
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................................................................
B. Saran ........................................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunitas merupakan kelompok sosial yang tinggal dalam suatu tempat yang
saling berinteraksi atau berkomunikasi antar satu sama lain. Komunitas adalah
kelompok masyarakat yang tinggal di suatu lokasi atau tempat yang sama dengan
pemerintahan yang sama (Swarjana, 2016). Kesehatan yang optimal dalam
keperawatan komunitas lebih menekankan pada upaya peningkatan kesehatan dan
pencegahan terhadap berbagai gangguan kesehatan dan keperawatan dalam upaya-
upaya pengobatan dan perawatan serta pemulihan bagi yang sedang menderita
penyakit maupun dalam kondisi pemulihan terhadap penyakit (Harefa & Jelita, 2019).

Lansia merupakan seseorang


yang telah memasuki usia 60
tahun
keatas. Lansia merupakan
kelompok umur pada
manusia yang telah
4
memasuki tahapan akhir
dari fase kehidupannya.
Kelompok yang
dikategorikan lansia ini
akan terjadi suatu proses
yang disebut Aging
Process atau proses penuaan.
Usia lanjut sebagai tahap
akhir siklus
Lansia merupakan seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia
merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir
dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi
suatu proses yang disebut aging Process atau proses penuaan. Usia lanjut
sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap perkembangan normal yang
akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut. Hal tersebut merupakan
suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari oleh setiap manusia (Notoatmodjo,2014).
Dengan bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses
penuaan sehingga penyakit tidak menular banyak muncul pada lanjut usia

B. Rumusan Masalah
- Bagaimana karakteristik tumbuh kembang lansia?
- Apa saja permasalahan kesehatan lansia?
- Apa saja factor risiko yang menjadi pendukung dari permasalahan kesehatan pada
agregat lansia?

5
- Apa saja promosi, prevensi dan program yang dijalankan untuk permasalahan kesehatan
pada agregat lansia?

C. Tujuan
- Untuk mengetahui karakteristik tumbuh kembang lansia.
- Untuk mengetahui permasalahan kesehatan lansia.
- Untuk mengetahui factor risiko apa saja yang menjadi pendukung dari permasalahan
kesehatan pada agregat lansia.
- Untuk mengetahui promosi, prevensi dan program yang dijalankan untuk
permasalahan kesehatan pada agregat lansia.

6
BAB II
PEMBAHASAN

1. Overview Tumbuh Kembang Lansia

A. Pengertian Lansia

Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah
keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan
terhadap kondisi stres fisiologis (Effendi, 2009). Lansia adalah seseorang yang telah
berusia >60 tahun dan tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari (Ratnawati, 2017). Kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
lansia adalah seseorang yang telah berusia > 60 tahun, mengalami penurunan kemampuan
beradaptasi, dan tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seorang diri.

B. Klasifikasi Lansia

Klasifikasi lansia menurut Burnside dalam Nugroho (2012) :

1. Young old (usia 60-69 tahun)

2. Middle age old (usia 70-79 tahun)

3. Old-old (usia 80-89 tahun)

4. Very old-old (usia 90 tahun ke atas).

C. Karakteristik Lansia

Karakteristik lansia menurut Ratnawati (2017); Darmojo & Martono (2006) yaitu :

1) Usia

7
Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, lansia adalah
seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Ratnawati, 2017).

2) Jenis kelamin

Data Kemenkes RI (2015), lansia didominasi oleh jenis kelamin perempuan. Artinya, ini
menunjukkan bahwa harapan hidup yang paling tinggi adalah perempuan (Ratnawati,
2017).

3) Status pernikahan

Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI SUPAS 2015, penduduk lansia ditilik dari status
perkawinannya sebagian besar berstatus kawin (60 %) dan cerai mati (37 %). Adapun
perinciannya yaitu lansia perempuan yang berstatus cerai mati sekitar 56,04 % dari
keseluruhan yang cerai mati, dan lansia laki-laki yang berstatus kawin ada 82,84 %. Hal
ini disebabkan usia harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan usia
harapan hidup laki-laki, sehingga presentase lansia perempuan yang berstatus cerai mati
lebih banyak dan lansia laki-laki yang bercerai umumnya kawin lagi (Ratnawati, 2017).
Pekerjaan Mengacu pada konsep active ageing WHO, lanjut usia sehat berkualitas adalah
proses penuaan yang tetap sehat secara fisik, sosial dan mental sehingga dapat tetap sejahtera
sepanjang hidup dan tetap berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kualitas hidup sebagai
anggota masyarakat. Berdasarkan data Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI 2016
sumber dana lansia sebagian besar pekerjaan/usaha (46,7%), pensiun (8,5%) dan (3,8%)
adalah tabungan, saudara atau jaminan sosial (Ratnawati, 2017).

4) Pendidikan terakhir

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Darmojo menunjukkan bahwa pekerjaan lansia
terbanyak sebagai tenaga terlatih dan sangat sedikit yang bekerja sebagai tenaga
professional. Dengan kemajuan pendidikan diharapkan akan menjadi lebih baik
(Darmojo & Martono, 2006).

5) Kondisi kesehatan

8
Angka kesakitan, menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2016) merupakan salah
satu indikator yang digunakan untuk mengukur derajat kesehatan penduduk. Semakin
rendah angka kesakitan menunjukkan derajat kesehatan penduduk yang semakin baik.

6) Angka kesehatan penduduk lansia tahun 2014 sebesar 25,05%, artinya bahwa dari setiap
100 orang lansia terdapat 25 orang di antaranya mengalami sakit. Penyakit terbanyak
adalah penyakit tidak menular (PTM) antar lain hipertensi, artritis, strok, diabetes mellitus
(Ratnawati, 2017).

D. Perubahan pada Lanjut Usia

Menurut Potter & Perry (2009) proses menua mengakibatkan terjadinya banyak
perubahan pada lansia yang meliputi :

Perubahan Fisiologis

Pemahaman kesehatan pada lansia umumnya bergantung pada persepsi pribadi atas
kemampuan fungsi tubuhnya. Lansia yang memiliki kegiatan harian atau rutin
biasanya menganggap dirinya sehat, sedangkan lansia yang memiliki gangguan fisik, emosi,
atau sosial yang menghambat kegiatan akan menganggap dirinya sakit. Perubahan fisiologis
pada lansia bebrapa diantaranya, kulit kering, penipisan rambut, penurunan pendengaran,
penurunan refleks batuk, pengeluaran lender, penurunan curah jantung dan sebagainya.
Perubahan tersebut tidak bersifat patologis, tetapi dapat membuat lansia lebih rentan
terhadap beberapa penyakit. Perubahan tubuh terus menerus terjadi seiring bertambahnya
usia dan dipengaruhi kondisi kesehatan, gaya hidup, stressor, dan lingkungan.

Perubahan Fungsional

Fungsi pada lansia meliputi bidang fisik, psikososial, kognitif, dan sosial. Penurunan
fungsi yang terjadi pada lansia biasanya berhubungan dengan penyakit dan tingkat
keparahannya yang akan memengaruhi kemampuan fungsional dan kesejahteraan
seorang lansia. Status fungsional lansia merujuk pada kemampuan dan perilaku aman dalam
aktivitas harian (ADL). ADL sangat penting untuk menentukan kemandirian lansia.

9
Perubahan yang mendadak dalam ADL merupakan tanda penyakit akut atau perburukkan
masalah kesehatan.

Perubahan Kognitif

Perubahan struktur dan fisiologis otak yang dihubungkan dengan gangguan kognitif
(penurunan jumlah sel dan perubahan kadar neurotransmiter) terjadi pada lansia yang
mengalami gangguan kognitif maupun tidak mengalami gangguan kognitif. Gejala gangguan
kognitif seperti disorientasi, kehilangan keterampilan berbahasa dan berhitung, serta
penilaian yang buruk bukan merupakan proses penuaan yang normal.

Perubahan Psikososial

Perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan proses transisi


kehidupan dan kehilangan. Semakin panjang usia seseorang, maka akan semakin
banyak pula transisi dan kehilangan yang harus dihadapi. Transisi hidup, yang
mayoritas disusun oleh pengalaman kehilangan, meliputi masa pensiun dan perubahan
keadaan finansial, perubahan peran dan hubungan, perubahan kesehatan, kemampuan
fungsional dan perubahan jaringan sosial.

Menurut Ratnawati (2017) perubahan psikososial erat kaitannya dengan keterbatasan


produktivitas kerjanya. Oleh karena itu, lansia yang memasuki masa-masa pensiun akan
mengalami kehilangan-kehilangan sebagai berikut:

1. Kehilangan finansial (pedapatan berkurang).

2. Kehilangan status (jabatan/posisi, fasilitas).

3. Kehilangan teman/kenalan atau relasi

4. Kehilangan pekerjaan/kegiatan. Kehilangan ini erat kaitannya dengan beberapa hal


sebagai berikut:

Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan bahan cara hidup


(memasuki rumah perawatan, pergerakan lebih sempit).

Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. Biaya hidup meningkat


padahal penghasilan yang sulit, biaya pengobatan bertambah.

10
Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan fisik.

Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.

Adanya gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan kesulitan.

Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.

Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga.

Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan terhadap gambaran diri,


perubahan konsep diri).

2. Permasalahan Kesehatan Lansia

1. Alzheimer

Penyakit Alzheimer adalah penyebab 60-70% penyakit demensia, yang


merupakan gangguan otak yang mengakibatkan hilangnya kemampuan intelektual
dan sosial seseorang. Penyakit ini menyebabkansebagian zat kimia dan struktur otak
berubah sehingga menyebabkan kematian pada sel otak seiring waktu. Penyakit
Alzheimer bersifat progresif, gejalanya berkembang perlahan dan akan memburuk dari
waktu ke waktu hingga menjadi cukup parah untuk mengganggu aktivitas sehari-hari
seperti penurunan memori, bahasa, pemecahan masalah dan keterampilan kognitif
lainnya.

Gejala dan Tahapan Alzheimer

Alzheimer adalah penyakit yang bersifat progresif, artinya penyakit ini bergerak
secara perlahan dan akan memburuk seiring waktu. Struktur kimia pada otak semakin
rusak dari waktu ke waktu menyebabkan kemampuan seseorang untuk mengingat,
memahami, berkomunikasi dan berpikir dalam kehidupan sehari-hari akan secara
bertahap menurun. Tingkat kecepatan perkembangan gejala penyakit Alzheimer
berbeda-beda pada setiap orang dan tergantung pada individu itu sendiri, namun
umumnya gejala akan berkembang secara perlahan selama beberapa tahun. Menurut
Lika, rata-rata pasien Alzheimer hanya dapat hidup selama 8-10 tahun setelah

11
terdiagnosis, namun ada keadaan tertentu dimana pasien bisa hidup lebih lama jika cepat
terdeteksi dan terobati.

Terdapat serangkaian tahapan pada penyakit ini, biasanya dimulai dengan mengalami
turunnya daya ingat ringan seperti mudah lupa kejadian yang belum lama dilalui.
Gejala awal ini seringkali tidak disadari oleh pengidap maupun orang-orang terdekat.
Lambat laun, gejala-gejala lain akan muncul termasuk sering terlihat bingung,
pengidap akan kesulitan untuk berkomunikasi dan merespon lingkungan sekitarnya,
mengalami gangguan kecemasan, dan perubahan suasana hati yang dramatis, serta
bahkan tidak mampu lagi melakukan aktivitas tanpa bantuan orang lain. Lebih jelasnya,
menurut Lika, gejala penyakit Alzheimer terbagi dalam tiga tahap, yaitu tahap awal,
tahap pertengahan dan tahap akhir.

a. Tahap Awal

Tanda dan ciri-ciri pada tahap awal adalah:

Sering lupa nama tempat dan benda;

• Sering lupa dengan percakapan yang belum lama dibicarakan;


• Sering menanyakan pertanyaan yang sama atau menceritakan cerita yang sama
berulang kali;
• Sering merasa lebih sulit untuk membuat keputusan;
• Sering merasa bingung atau linglung;
• Sering tersesat di tempat yang sering dilewati;
• Sering salah menaruh barang di tempat yang tidak seharusnya, misalnya menaruh piring
di mesin cuci;
• Kesulitan dalam merangkai kata-kata dalam berkomunikasi;
• Tidak tertarik untuk melakukan aktivitas yang dulunya sangat disukai;
• Lebih senang berdiam diri dan enggan mencoba hal baru;
• Sering mengalami perubahan suasana hati yang berubah-ubah.

Gejala awal penderita yaitu turunnya kemampuan untuk mengingat atau mempelajari
hal baru diduga berkaitan dengan perkembangan penyakit Alzheimer yang pada tahap awal
terjadi pada daerah otak yang bertanggungjawab dalam proses pembelajaran.

12
b. Tahap Pertengahan

Seiring menyebarnya Alzheimer ke area otak yang lebih luas, gejala yang lebih berat
mulai muncul, pada tahap pertengahan tanda dan ciri-cirinya adalah:

• Sulit mengingat nama keluarga atau teman-teman terdekatnya;


• Rasa kebingungan meningkat dan mengalami disorientasi, misalnya jadi sering
tersesat dan tidak tahu jam berapa sekarang;
• Perubahan suasana hati yang terjadi secara cepat;
• Perilaku impulsif, repetitif, atau obsesif;
• Mulai mengalami delusi dan halusinasi;
• Mengalami masalah saat berkomunikasi
• Kesulitan melakukan tugas tata ruang, seperti menilai jarak.

Pada tahap ini biasanya pasien akan membutuhkan dukungan bantuan dari orang lain untuk
membantu melakukan aktivitas sehari-hari, seperti makan, berpakaian, atau bahkan
menggunakan toilet

c. Tahap Akhir

Pada tahap akhir, gejala berkembang menjadi sangat berat, pengidap mengalami kehilangan
memori yang serius, perubahan perilaku yang ekstrim, kesulitan berbicara, menelan dan
berjalan, bahkan sampai mengalami kecurigaan tidak berdasar terhadap anggota keluarga,
teman dan perawat. Tanda dan ciri-ciri pada tahap akhir ini adalah:

 Kesulitan makan dan menelan (disfagia);


 Kesulitan untuk mengubah posisi atau bergerak tanpa bantuan;
 Penurunan atau kenaikan berat badan yang drastis;
 Sering ngompol atau buang air besar tidak disengaja;
 Kesulitan berkomunikasi;
 Perubahan emosi dan sifat;

Tidak mampu lagi beraktivitas normal akibat hilangnya ingatan mengenai tahapan melakukan
aktivitas sehari-hari seperti mandi, makan, dan buang air besar.

13
Gejala-gejala ekstrim lainnya adalah pasien mengalami insomnia, mengalami halusinasi,
gangguan persepsi, apati, depresi, perilaku agresif, serta kecemasan berlebih.

Penyebab Alzheimer

Hingga saat ini, masih belum diketahui penyebab penyakit Alzheimer secara pasti,
tidak ada satu faktor utama yang diidentifikasi sebagai penyebab penyakit ini. Meski begitu,
sangat mungkin apabila penyakit ini disebabkan oleh kombinasi dari faktor usia, pembawaan
genetik, gaya hidup, serta lingkungan yang mempengaruhi orang tersebut selama berjalannya
waktu. Bahkan bagi beberapa orang, penyakit ini berkembang diam-diam tidak terdeteksi
selama bertahun-tahun sampai gejalanya muncul.

a. Usia
Merupakan faktor risiko terbesar untuk penyakit demensia. Satu dari 14 orang di atas usia
65 tahun dan satu dari enam orang di atas usia 80 tahun terkena penyakit demensia.
b. Pembawaan Genetik
Dalam sebagian besar kasus Alzheimer, kecil pengaruhnya gen Alzheimer diturunkan
oleh orang tua, namun kemungkinan untuk terserang penyakit Alzheimer yang orang tua
atau anggota keluarganya terkena Alzheimer sedikit lebih tinggi daripada orang yang
tidak memiliki kasus Alzheimer pada keluarga dekatnya.
c. Faktor Lain
Terjadinya perbedaan kromosom, orang dengan down syndrome merupakan faktor lain
yang memiliki peningkatan risiko berkembangnya penyakit Alzheimer. Selain itu,
orang yang memiliki cedera kepala berat atau leher (whiplash injuries), seperti petinju
yang menerima pukulan terus menerus pada kepalanya juga memiliki peningkatan risiko
mengalami perkembangan demensia.

Gaya hidup yang tidak sehat seperti kurangnya aktivitas fisik,merokok, hanya sedikit makan
buah-buahan dan sayur-sayuran memiliki peningkatan risiko perkembangan penyakit
Alzheimer. Faktor lainnya yaitu mengidap penyakit kardiovaskular, hipertensi,
hiperkolesterolemia, peningkatan kadar homocysteine. Proses pembelajaran dan ikatan
sosial juga turut mempengaruhi, level pendidikan formal yang rendah, pekerjaan yang
membosankan, kurangnya aktivitas yang melatih otak seperti membaca, bermain game,
bermain alat music, dan kurangnya komunikasi sosial.

14
Meski penyebab penyakit ini belum sepenuhnya diketahui, pengaruh penyakit ini terhadap
otak sudah jelas. Penyakit ini merusak dan menghancurkan sel otak secara perlahan. Sel
otak yang menyimpan dan memproses informasi melemah dan mati.

Selain itu, protein abnormal dihasilkan sehingga menciptakan plak dan penumpukan di
sekitar dan di dalam sel dan akhirnya mengganggu komunikasi pengidapnya.

2. Osteoporosis

Osteoporosis adalah penyakit tulang sisitemik yang ditandai oleh penurunan


mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun 2001,
National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baruosteoporosis sebagai penyakit
tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang mudah patah
( Sudoyo, 2016 ).

Klasifikasi Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :

1. Osteoporosis primer yang terjadi bukan sebagai akibat penyakit yang lain,yang
dibedakan lagi atas :

Osteoporosis tipe I (pasca menopouse), yang kehilangan tulang terutama dibagian


trabekula.

Osteoporosis tipe II (senilis), terutama kehilangan Massa tulang daerah Korteks.

Osteoporosis idiopatik yang terjadi pada usia muda dengan penyebab yang tidak
diketahui

2. Osteoporosis sekunder, yang terjadi pada/akibat penyakit lain, antara lain


hiperparatiroid, gagal jantung kronis, arthritis rematoid dan lain-lain.

Manifestasi Klinis Osteoporosis Osteoporosis dimanifestasikan dengan :

 Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.


 Nyeri timbul mendadak.
 Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang.

15
 Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.
 Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan aktivitas.
 Deformitas vertebra thorakalis (Penurunan tinggi badan)

Etiologi Osteoporosis

Determinan Massa Tulang

A. Faktor genetik

Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang
mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada
umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii
seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap
fraktur karena osteoporosis.

B. Faktor mekanis

Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetik. Bertambahnya
beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya
massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik Beban mekanik
yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai
contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot
maupun tulangnya terutama pada lengan atau tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot
maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istirahat di tempat tidur dalam waktu
yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum
diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk
meningkatkan massa tulang di samping faktor genetik.

C. Faktor makanan dan hormone

16
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan mineral),
pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang
bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan
maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang
melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan
genetiknya.

Osteoporosis pada lansia

Persoalan osteoporosis pada lansia erat sekali hubungannya dengan kemunduran produksi
beberapa hormone pengendali remodeling tulang, seperti Kalsitonim dan hormone seks. Dengan
bertambahnya usia, produksi beberapa hormone tersebut akan merosot, hanya saja
penurunan produksi beberapa osteoblast, sehingga memungkinkan
terjadinya pembentukan tulang, akan mengendur aktivitasnya setelah seseorang menginjak usia
ke 50 disusul tahun terakhir adalah testosterone pada kurun waktu usia 48 – 52. Persoalan besar
akan muncul juga jika terjadi gangguan dalam keseimbangan kedua proses itu, seperti yang
terjadi pada osteoporosis. Dalam osteoporosis proses demineralisasi lebih cepat dan lebih tinggi
dibandingkan dengan proses meneralisasi. Resikonya terjadilah pengeroposan tulang. Tulang
akan kehilangan masa dalam jumlah besar sehingga kekuatannya pun merosot drastis. Kondisi
ini tentu tidak bisa diabaikan begitu saja penurunan sepersepuluh kepadatan tulang saja
menimbulkan resiko patah tulang 2 – 3 kali lebih sering, jika kondisi ini dibiarkan resiko
terjadi patah tulang sulit dihindari. Proses tidak seimbang bisa muncul secara alamiah seperti
akibat pengaruh usia lanjut, menopause, gangguan hormonal, dan ketidak aktifan tubuh.
(Ningsih &Lukman, 2017).

Penyakit Kronik Lainnya Pada Lansia

1. Kanker

Cancer mammae adalah keganasan yang berasal dari kelenjar, saluran kelenjar dan
jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kulit payudara. (Romauli & indari, 2013). Cancer

17
mammae adalah pertumbuhan sel yang tidak terkontrol lantaran perubahan abnormal dari gen
yang bertanggung-jawab atas pengaturan pertumbuhan sel.

Secara normal, sel payudara yang tua akan mati, lalu digantikan oleh sel baru yang lebih
ampuh. Regenerasi sel seperti ini berguna untuk mempertahankan fungsi payudara, gen yang
bertanggung-jawab terhadap pengaturan pertumbuhan sel termutasi.Kondisi itulah yang disebut
cancer mammae. (Satmoko, 2012).

Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa cancer mammae adalah suatu
keadaan dimana terjadi pertumbuhan sel yang tidak terkendali pada payudara, sehingga
menyebabkan terjadinya benjolan atau kanker yang ganas. 2.6.4 Faktor Resiko Cancer
Mammae Menurut Mulyani & Nuryani (2013), Sukaca & Suryaningsih (2009) terdapat

beberapa faktor yang mempunyai pengaruh terhadap terjadinya cancer mammae,


diantaranya:

1. Gender Perempuan memiliki risiko terkena cancer mammae lebih besar dibanding pria.
Perbandingannya seratus banding satu perempuan yang terkena cancer mammae
dibandingkan pria.
2. Pemakaian hormon Laporan dari Harvard School of Public Health menyatakan bahwa
terdapat peningkatan bermakna pada pengguna terapi Estrogen Replacement. Suatu meta
analisis menyatakan bahwa walaupun tidak terdapat risiko cancer mammae pada
pengguna kontrasepsi oral, perempuan yang menggunakan obat ini untuk mengalami
kanker ini sebelum menopause. Oleh sebab itu jika kita bisa menghindari adanya
penggunaan hormon ini secara berlebihan maka akan lebih aman.
3. Kegemukan (obesitas) setelah menopause Seorang perempuan yang mengalami obesitas
setelah menopause akan beresiko 1,5 kali lebih besar untuk terkena cancer mammae
dibandingkan dengan perempuan yang berat badannya normal.
4. Radiasi payudara yang lebih dini Sebelum usia 30 tahun, seorang perempuan yang harus
menjalani terapi radiasi di dada (termasuk payudara) akan memiliki kenaikan risiko
terkena cancer mammae. Semakin muda ketika menerima pengobatan radiasi, semakin
tinggi risiko untuk terkena cancer mammae di kemudian hari.
5. Riwayat cancer mammae Seorang perempuan yang mengalami cancer mammae pada
satu payudaranya mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk menderita kanker

18
baru pada payudara lainnya atau pada bagian lain dari payudara yang sama. Tingkat
risikonyo bisa tiga sampai empat kali lipat.
6. Riwayat keluarga Risiko dapat berlipat ganda jika ada lebih dari satu anggota keluarga
inti yang terkena cancer mammae dan semakin mudah ada anggota keluarga yang terkena
kanker maka akan semakin besar penyakit tersebut menurun.
7. Periode menstruasi Perempuan yang mulai mempunyai periode awal (sebelum usia 12
tahun) atau yang telah melalui perubahan kehidupan (fase menopause) setelah usia 55
tahun mempunyai risiko terkena cancer mammae yang sedikit lebih tinggi. Mereka yang
mempunyai periode menstruasi yang lebih sehingga lebih banyak hormon estrogen dan
progesteron.
8. Umur atau usia Sebagian besar perempuan penderita cancer mammae berusia 50 tahun ke
atas. Resiko terkena cancer mammae meningkat seiring bertambahnya usia.
9. Ras Cancer mammae lebih umum terjadi pada perempuan berkulit putih. Kemungkinan
terbesar karena makanan yangmereka makan banyak mengandung lemak. Ras seperti
Asia mempunyai bahan pokok yang tidak banyak mengandung lemak yang berlebih.
10. Perubahan payudara Jika seorang perempuan memiliki perubahan jaringan payudara yang
dikenal sebagai hiperplasia atipikal (sesuai hasil biopsi), maka seorang perempuan
memiliki peningkatan risiko cancer mammae.
11. Aktivitas fisik Penelitian terbaru dari Women’s Health Initiative menemukan bahwa 25
aktivitas fisik pada perempuan menopause yang berjalan sekitar 30 menit per hari
dikaitkan dengan penurunan 20 persen resiko cancer mammae. Namun, pengurangan
risiko terbesar adalah pada perempuan dengan berat badan normal. Dampak aktivitas
fisikk tidak ditemukan pada perempuan dengan obesitas. Jika aktivitas fisik
dikombinasikan dengan diet dapat menurunkan berat badan sehingga menurunkan
risiko cancer mammae dan berbagai macam penyakit.
12. Konsumsi alkohol Perempuan yang sering mengkonsumsi alkohol akan beresiko
terkena cancer mammae karena alkohol menyebabkan perlemakan hati, sehingga hati
bekerja lebih keras sehingga sulit memproses estrogen agar keluar dari tubuh dan
jumlahnya akan meningkat.
13. Merokok Merokok dapat meningkatkan resiko berkembangnya cancer mammae, apalagi
bagi perempuan yang memiliki riwayat keluarga yang mengidap cancer mammae.

19
2. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi abnormal dan diukur paling tidak pada 3
kesempatan yang berbeda (Corwin, 2009). Sedangkan menurut Wijaya dan Putri (2013)
hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara
abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang
disebabkan suatu atau beberapa faktor resiko yang tidak berjalan sebagaimana
mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara normal. Hipertensi adalah
meningkatnya tekanan darah arteri yang persisten (Nurarif dan Kusuma, 2013).

Faktor-faktor Resiko Hipertensi

1. Usia
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya umur
maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi. Insiden hipertensi makin meningkat
dengan meningkatnya usia. Ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam
tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada
yang berusia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan
kematian prematur (Yulianti, 2005).
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi dimana pada
masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada laki- laki dan pada
wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita mengalami
menopause. Laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6% dari pria
dan 11% pada wanita. Laporan dari Sumatra Barat menunjukan 18,6% pada pria dan
17,4% wanita. Daerah perkotaan Semarang didapatkan 7,5% pada pria dan 10,9%
pada wanita. Sedangkan di daerah perkotaan Jakarta didapatkan 14,6 pada pria dan
13,7% pada wanita (Gunawan, 2001 dalam Sagala, 2009).
3. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang memicu masalah terjadinya
hipertensi. Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari

20
orang tua kita memiliki riwayat hipertensi maka sepanjang hidupnya memiliki
kemungkinan 25% terkena hipertensi (Sagala, 2009).
4. Garam Dapur
Garam dapur merupakan faktor yang sangat dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi
hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal.
Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan hipertensi yang rendah jika
asupan garam antara 5- 15 gram perhari, prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-
20%. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadai melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (Basha, 2004 dalam
Sagala, 2009). Garam mengandung 40% sodium dan 60% klorida. Orang-orang peka
sodium lebih mudah meningkat sodium, yang menimbulkan retensi cairan dan
peningkatan tekanan darah (Sagala, 2009). Garam berhubungan erat dengan terjadinya
tekanan darah tinggi gangguan pembuluh darah ini hampir tidak ditemui pada suku
pedalaman yang asupan garamnya rendah. Jika asupan garam kurang dari 3 gram
sehari prevalensi hipertensi presentasinya rendah, tetapi jika asupan garam 5-15 gram
perhari, akan meningkat prevalensinya 15-20%.

3. Obesitas
`Obesitas dapat terjadi ketika kita sering mengonsumsi makanan danminuman
tinggi kalori, dengan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yangsesuai. Kebutuhan rata-
rata kalori bagi wanita dewasa yang aktif secara fisikper hari adalah sekitar 2000,
sedangkan bagi pria dewasa yang juga aktifsecara fisik adalah 2500 kalori.Masalah berat
badan berlebih atau obesitas timbul saat kitamengonsumsi makanan dengan kadar
kalori dan lemak melebihi dari jumlahyang dibutuhkan. Kalori yang tidak berubah
menjadi energi dan tidak terpakaitersebut akan disimpan dalam bentuk lemak dalam
tubuh. Seiring waktu,penumpukan lemak ini menambah berat badan yang mengarah
pada beratbadan berlebih hingga obesitas.

Faktor Risiko Permasalahan Kesehatan Pada Lansia

4. Faktor Risiko Penyakit Kronis Lansia


a. Kanker

21
• Usia
Lebih dari setengah jenis kanker menyerang setelah usia 60 tahun keatas. Alasan
kanker baru timbul di usia tua dikarenakan pertumbuhannya yang lambat.
• Obesitas
Beberapa jenis kanker sangat berkaitan dengan kejadian obesitas. Jika seseorang
mengalami kelebihan berat badan maka sangat disarankan untuk menurunkan berat
badan dan mencegah kenaikannya.

• Merokok
Hampir 90% kasus kematian akibat kanker paru paru pada pria. Lebih dari 40 bahan
kimia dari sekitar 4000 bahan kimia yang terkandung dalam asap rokok merupakan zat
karsinogenik atau zat pemicu kanker.
• Genetic
Penderita kanker karena diturunkan sering menderita pada usia lebih muda.
sebagian besar pasien, penyebab kanker bersifat sporadic, hasil akumulasi progresif
mutasi genetic dan perubahan epigenetic seumur hidup. Sebagian kecil lainnya
dikarenakan cacat gen warisan.

b. Kardiovaskular
• Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin besar risiko terkena penyakit jantung.
Sehubungan dengan tingkat kolestrol serum. Pada pria, peningkatan ini tingkat off
pada usia 45-60 tahun, sedangkan wanita peningkatana terus tajam hingga usia 60-65
tahun. Penuaan berkaitan dengan perubahan sifat mekanik dan struktur dinding
pembuluh darah yang menyebabkan hilangnya elastisitas arteri dan kepatuhan arteri
berkurang dan dapat menyebabkan penyakit arteri coroner.
• Jenis Kelamin
Pria memiliki risiko lebih besar terkena penyakit jantung dibanding wanita pre-
menopause. Hal ini dikarenakan perbedaan hormonal. Yaitu pada hormone estrogen
(hormone seks utama), dimana wanita memiliki hormone ini untuk efek
perlindungan melalui metabolism glukosa dan system hemostatic dan memiliki efek

22
langsung pada peningkatan fungsi sel endotel. Saat menopause, estrogen berkurang
dan dapat mengubah metabolism lipid membentuk yang lebih aterogenik dengan
mengurangi kolestrol HDL dan peningkatan kadar kolestrol LDL dan total.
• Polusi Udara
Partikel polusi udara memiliki efek jangka pendek dan jangka panjang bagi penyakit
kardiovaskular.

c. DM

Yang tidak dapat diubah


• Umur
Semakin bertambahnya umur, maka kemampuan jaringan mengambil glukosa darah
semakin menurun (pada orang dengan usia 40 keatas)
• Keturunan
Pola genetic yang kuat pada DM tipe 2, seseorang yang memiliki saudara kandung
mengidap diabetes type 2 memiliki risiko yang lebih tinggi menjadi pengidap diabetes.

Yang dapat diubah


• Pola Makan
Pola makan yang salah cenderung menyebabkan timbulnya obesitas.
• Aktifitas Fisik
Kurangnya aktifitas fisik menyebabkan kuangnya pembakaran energi oleh tubuh
sehingga kelebihan energi dalam tubuh akan disimpan dalam bentuk lemak yang akan
menyebabkan obesitas.
• Obesitas
DM Tipe 2 sangat erat kaitannya dengan obesitas. IDF menyebutkan 80% dari
penderita diabetes memiliki berat badan yang berlebihan.
• Stress
Stress mengarah pada kenaikan berat badan terutama karena kortisol, hormone stress
yang utama. Kortisol yang tinggi menyebabkan peningkatan pemecahan protein tubuh,
peningkatan trigliserida darah dan penurunan penggunaan gula tubuh, yang mana

23
manifestasinya meningkatkan trigliserida dan gula darah atau yang dikenal sebagai
hiperglikemia.
• Pemakaian Obat-obatan
• Memiliki riwayat penggunaan obat golongan kortikosteroid dalam jangka waktu lama.

d. Arthtritis
• Jenis Kelamin
Wanita akan lebih mudah terkena arthtritis dibanding pria.
• Umur
Artritis biasanya timbul pada umur 40-60 tahun
• Riwayat Keluarga
Apabila ada anggota keluarga yang menderita penyakit artritis maka akan ada
kemungkinan anggota keluarga yang lain terkena juga
• Merokok

5. Proses Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Lansia


Pengkajian
a. Data Inti
• Demografi : Kaji berapa banyak KK yang tinggal di daerah tersebut. Kaji juga batas
wilayah daerah tersebut.
• Statistik Vital : Kaji jumlah angka kesakitan dan angka kematian pada wilayah
tersebut. Terkhusus untuk permasalahan penyakit kronik dan kesehatan reproduksi
pada orang dewasa.
• Etnisitas : Kaji apa suku yang mayoritas dan minoritas di daerah tersebut, lihat
bagaimana komunikasi yang terjalin antarsuku dan apakah ada kegiatan yang
berkaitan dengan etnis mengenai kesehatan.
• Nilai dan Keyakinan : Kaji apa agama mayoritas dan minoritas di daerah tersebut dan
perhatikan apakah ada kebiasaan yang berkaitan dengan agama mengenai kesehatan.
b. Subsistem Komunitas

24
• Lingkungan Fisik : Kaji kondisi dan kebersihan lingkungan sekitar keluarga, susunan
antarrumah, bagaimana masyarakat mengelola sampah dan perhatikan juga
bagaimana kualitas udara, air dan tanah didaerah tersebut.
• System Kesehatan : Kaji bagaimana kemudahan akses pelayanan kesehatan bagi
keluarga, apakah masyarakat sering menggunakan fasilitas kesehatan tersebut atau
tidak, apakah masyarakat menggunakan BPJS.
• Ekonomi : Kaji pekerjaan yang dominan dilakukan di wilayah tersebut.
• Keamanan dan Transportasi : Kaji apa saja transportasi umum yang dapat digunakan
masyarakat untuk mempermudah akses mendapatkan layanan kesehatan.
• Kebijakan dan Pemerintahan : Kaji kebijakan apa saja yang sudah diberlakukan di
daerah tersebut terkait bidang kesehatan, kebijakan terhadap kemudahan
mendapatkan layanan kesehatan.
• Komunikasi : Kaji jenis dan tipe komunikasi yang digunakan oleh penduduk daerah
tersebut. Jenis bahasa yang digunakan juga penting terutama untuk penyampaian
infomasi mengenai kesehatan.
• Pendidikan : Kaji tingkat pendidikan penduduk daerah tersebut, Kaji tingkat
pengetahuan penduduk mengenai permasalahan terkait kesehatan seperti penyakit
kronik dan kesehatan reproduksi.
• Rekreasi : Kaji jenis dan tipe sarana rekreasi yang ada, tingkat partisipasi atau
pemanfaatan dari sarana rekreasi serta jaminan keamanan dari sarana rekreasi yang
ada.
c. Persepsi

Persepsi dari masyarakat dan keluarga mengenai permasalahan kesehatan seperti


penyakit kronik dan kesehatan reproduksi.

6. Promosi dan Prevensi Kesehatan Lansia Serta Program Pemerintah Terkait Prevensi
Kesehatan Lansia

1. Prevensi Alzheimer

Pencegahan yang dapat dilakukan, berupa pencegahan primer, sekunder (diagnosis dini) dan
tersier. Pencegahan primer dilakukan terhadap faktor risiko (metabolik dan vaskular) dan
pelindung. Upaya pencegahan primer terutama dilakukan pada faktor nutrisi, aktivitas fisik

25
(olahraga teratur), pelatihan fungsi kognisi dan sosial serta evaluasi dan penanganan faktor
risiko metabolik dan vaskular (Qiu et al., 2009; Perdossi, 2015). Faktor nutrisi bisa berupa
memakan makanan yang bervariasi dan sehat, tetap aktif sehingga kekuatan otot dan berat
badan tetap terjaga, banyak mengkonsumsi buah dan sayur, diet rendah lemak yang
bersaturasi, minum air secukupnya, berhenti merokok, batasi asupan garam, gula dan alkohol
(Perdossi, 2015).

Pencegahan sekunder dilakukan dengan diagnosis dini pada lansia sedangkan pencegahan
tersier bertujuan untuk mencegah hilangnya kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas
sehari-hari dan meningkatkan kualitas hidup penderita (Qiu et al., 2009).

Penanganan tersier Demensia Alzheimer berupa penanganan psikososial dan


farmakologis. Penanganan psikososial meliputi berbagai fungsi seperti fungsi kognisi dan
perilaku. Penanganan ini dinilai tiap tahun sebanyak 2 kali. Tujuan penanganan ini adalah
untuk mempertahankan dan memperlambat penurunan fungsi kognisi serta meningkatkan
kualitas hidup (Qiu et al., 2009; Perdossi, 2015). Keluarga perlu dilibatkan sejak awal
penanganan PA sehingga kondisi penderita sebelum dan setelah penanganan dapat diketahui
(Perdossi, 2015).

2. Prevensi osteoporosis

Prevensi pada osteoporosis yang dapat dilakukan yaitu :

- Asupan kalsium 1000 mg per hari


- Asupan vitamin D yang disarankan yaitu 800 IU per hari
- Diet protein yaitu 1,2 gram/kg berat badan per hari dengan sekurang-kurangnya 20-15
gram protein di tiap sajian makanan
- Aktivitas dan latihan fisik yang teratur per minggu
- Hindari merokok dan konsumsi alcohol
- Minum asupan kalsium yang baik

3. Prevensi permasalahan kesehatan kronik lansia


Menurut teri H.L. Bloom, status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh empat faktor yaitu
faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor keturunan.

26
Gunawan (2007) menemukan ada beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya
penyakit kronis atau regeneratif pada seseorang . faktor faktor tersebut Antara lain adalah
kebiasaan hidup (perilaku), ciri perseorangan, dan keturunan. Pada bebagai kajian serta
penelitian, penyakit kronis biasanya tidak disebabkan oleh satu faktor saja. Oleh karena itu
penyakit kronis dikatakan bersifat multifaktorial. Namun penyebab utama penyakit kronis
adalah pola atau kebiasaan hidup yang tidak sehat (Handajani et al. 2010). Penelitian lainnya
juga menyebutkan bahwa kebiasaan hidup juga berpengaruh besar pada kejadian kematian
akibat penyakit degeneratif/kronis. The Un 13 High-Level Meeting on Non-communicable
Disease Tahun 2001 menyebutkan bahwa salah satu intervensi utama untuk mengendalikan
PTM adalah memperbaiki kebiasaan hidup seperti kebiasaan merokok, kebisasan berolah
raga, konsumsi garam, lemak, gula, alkohol, serta aktivitas fisik yang baik (Kemenkes,
2011). Pencegahan penyakit kronis dapat dilakukan dengan melakukan pengendalian terhadap
faktor risikonya (Depkes RI, 2006). Pengendalian faktor risiko penyakit kronis merupakan
tindak pencegahan penyakit kronis. Dimana pada lansia tindakan pengendalian faktor risiko
penyakit kronis dapat berupa pengendalian kebiasaan hidup lansia sebagai pencegahan
primer yang meliputi kebiasaan merokok, kebiasaan mengonsumsi garam, kebiasaan
berolahraga, serta kebiasaan memanfaatkan waktu luang (Tirtayasa, 2008).

1) Kebiasaan merokok

Awosan et al. (2014) menyatakan, kebiasaan merokok merupakan faktor risiko utama
penyakit jantung, PPOK, serta penyakit tidak menular lainnya. Menurut WHO (2008)
faktor risiko penyebab penyakit regeneratif yang dapat dikontrol salah satunya adalah
merokok. Merokok dapat menikkan tekanan darah khususnya bila dikombinasikan
dengan alkohol dan kafein. Karena nikotin yang terdapat pada tembakau dapat
memperburuk feokromositoma dan merangsang sistem adrenergik yang dapat
meningkatkan tekanan darah (Wibowo,1998). Hasil analisis faktor risiko studi morbiditas
tahun 2001 di Jawa dan Bali oleh Badan Litbang Kes, diperoleh bahwa responden dengan
perilaku merokok mempunyai risiko 1,53 kali terkena penyakit kronis seperti PJK,
hipertensi, stroke dan PPOK dibandingkan dengan yang tidak merokok. Selain itu
responden yang merokok lebih dari 30 tahun mempunyai risiko 2.98 kali dibandingkan
yang merokok kurang atau sama dengan 10 tahun (Pradono, 2003)

27
2) Pola konsumsi garam

Menurut Jason et al. (2004) pada penelitiannya, secara nyata seseorang yang memiki
penghasilan rendah akan lebih banyak mengonsumsi fast Food dan makanan yang tidak
sehat lainnya. Kelompok dengan sosial ekonomi rendah cenderung mengonsumsi sedikit
sayur buah, serta lebih banyak mengonsumsi makanan berlemak, asin, dan manis
dibandingkan dengan kelompok yang memiliki sosial ekonomi tinggi. Selain itu Aziz
dik (2014) menyatakan, kelompok yang memiliki pendapatan rendah lebih banyak
mengonsumsi makanan asin. rasa asin mengindikasikan adanya kandungan natrium yang
tinggi dalam satu makanan. Natrium memegang peranan penting terhadap timbulnya
penyakit kronis pada lansia seperti hipertensi. Konsumsi natrium yang berlebihan
menyebabkan konsentrasi natrium dalam cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya
cairan ekstraseluler menyebabkan meningkatnya valume darah sehingga berdampak pada
timbulnya hipertensi (Astawan, 2007).

3) Kebiasaan berolahraga

Menurut penelitian, olahraga secara teratur dapat menyerap atau menghilangkan endapan
kolesterol pada pembuluh nadi, selain itu olahraga juga dapat bermaanfat untuk
menguatkan otot – otot jantung, mengindari stres baik karena pekerjaan, maupun berasal
dari keluarga. Dengan berolahraga secara teratur seperti jalan santai, senam, berenang,
bersepeda, dapat memberikan kesehatan dan kesegaran jasmani (Oswari, 1997). Dalam
penelitiannya Fakihan (2016) menyatakan bahwakurangnya olahraga atau aktivitas fisik
dapat menyebabkan lansia mendapatkan kualitas tidur yang buruk. Olahraga yang cukup
dapat mengendalikan berbagai risiko penyakit kronis seperti DM, Hipertensi, Arthritis,
serta penyakit tidak menular lainnya. Lara dan Choirul (2016) menyatakan bahwa pada
individu yang berisiko terkene DM, pengendalian kadar glukosa darah dapat dilakukan
dengan olahraga. Hal serupa juga dikemukakan oleh Arief (2008) orang yang tidak
berlahraga secara terartur mempunyai risiko mengalami tekanan darah tinggi atau
hipertensi meningkat 20 -50% dibandingkan mereka yang aktif berolah raga secara
teratur.

4) Kebiasaan memanfaatkan waktu luang

28
Selain melakukan olahraga atau latuhan kesegaran jasmani lainnya, perawatan kesehatan
pada lansia juga dapat dilakukan dengan kegiatan santai untuk mengisi memanfaatkan
waktu luang seperti berkebun, Mamasa, manari, menjahit, membaca, serta ikut aktif
dalam kegiatan sosial dimasyarakat sehingga terhindar dari situasi yang memungkinkan
lansia mengalami rasa jenuh dan stres. stress pada lansia sebagian besar berasal dari
keluarga, seperti perselisihan, perasaan saling acuh, perbedaan tujuan/pandangan, dan
adanya perubahan status (Bart, 1994). Nurhidayah (2016) menyatakan bahwa
memanfaatkan waktu luang untuk melakukan hobi dapat membantu lansia terhindar dari
stres. stres yang terjadi dalam waktu lama akan menyebabkan berbagai masalah pada
kehidupan lansia seperti aspek intelektual yaitu lansia susah berkonsentrasi, serta lebih
mudah lupa, aspek interpersonal yaitu mudah menyalahkan, aspek emosional seperti
cemas, sedih, depresi, dan aspek fisik seperti tekanan darah meningkat, pusing, susah
tidur (insomnia) dan mudah lelah. Maka dari itu memanfaatkan luang dapat mencegah
terjadinya penyakit kronis pada lansia.

5) Kehadiran di Posyandu Lansia

Sedangkan pencegahan sekunder dapat dilakukan berupa kehadiran di Posyandu Lansia,


dimana Posyandu Lansia menurut Permenkes No. 67 tahun 2015 tentang
penyelenggaraan pelayanan kesehatan lanjut usia di Puskesmas disebutkan bahwa tugas
dan fungsi Posyandu lansia salah satunya yaitu melakukan deteksi dini gangguan
kesehatan atau penyakit pada lansia. Salah satu indikatornya adalahtingkat kehadiran
lansia pada pelaksanaan Posyandu lansia di wilayah masing –masing. (Depkes RI,
2017).

Program Kesehatan Lansia

Posyandu Lansia, dimana Posyandu Lansia menurut Permenkes No. 67 tahun 2015 tentang
penyelenggaraan pelayanan kesehatan lanjut usia di Puskesmas disebutkan bahwa tugas dan
fungsi Posyandu lansia salah satunya yaitu melakukan deteksi dini gangguan kesehatan atau
penyakit pada lansia. Salah satu indikatornya adalah tingkat kehadiran lansia pada pelaksanaan
Posyandu lansia di wilayah masing – masing. (Depkes RI, 2017). Posyandu lansia/posbidu
lansia berfungsi dalam upaya promontif dan preventif yang bertujuan meningkatkan kualitas
hidup melalui peningkatan kesehatan dan kesejahteraan. Posyandu lansia dalam pelaksanaan

29
tugasnya, berfungsi memberikan pelayanan sosial, agama, pendidikan,
keterampilan, olah raga, seni budaya, dan pelayanan lain, selain itu, posyandu lansia membantu
mendorong lansia agar dapat berativitas dan mengembangkan potensi diri.

a. Promosi Kesehatan dan Strategi Proteksi Kesehatan Komunitas Lansia

Promosi kesehatan menekankan pada upaya membantuk masyarakat mengubah pola


hidup dan bergerak menuju kondisi kesehatan yang optimum, sedangkan focus proteksi
kesehatan adalah melindungi individu dari penyakit dan cedera dengan memberikan
imunisasi dan menurunkan pemajanan terhadap agen karsinogenik toksin dan hal yang
membahayakan kesehatann dilingkungan sekitar.

Tujuan pelayanan kesehatan untuk lansia :

1) Meningkatkan kemampuan fungsional


2) Memperpanjang usia hidup
3) Meningkatkan dan menurunkan penderita.

b. Intervensi Berfokus Individu/Kelompok

Tujuan kegiatan ini adalah untuk mendayagunakan lansia dan keluarganya dalam
membuat keputusan kesehatan yang rasional. Beberapa kategori intervensi promosi
kesehatan dan proteksi kesehatan dengan target individu atau keluarga :

1) Skrining kesehatan
2) Modifikasi gaya hidup
3) Pendidikan kesehatan (individu atau kelompok)
4) Konseling
5) Imunisasi
6) Perawatan dirumah
7) Dukungan social
8) Manajemen kasus
9) Intervensi Berfokus Pada Komunitas

30
c. Intervensi berfokus pada komunitas adalah aktivitas dan program yang diarahkan pada
lansia komunitas secara keseluruhan atau sub kelompok lansia yang beragam di
komunitas. Tujuan intervensi ini adalah meningkatkan kapasitas dan ketersediaan
komunitas terhadap pelayanan gabungan kesehatan dan social yang sesuai dan
dibutuhkan dalam upaya mempertahankan kemandirian dan status fungsional lansia di
komunitas. Contoh :
1) Kampanye pendidikan kesehatan di masyarakat luas yang menekankan pada masyarakat
lansia
2) Mengadakan kampanye pada bulan mei yang telah ditetapkan
3) Koalisi komunitas untuk menangani isu spesifik lansia
4) Kolaborasi dengan universitas atau pusat perkumpulan lansia untuk memberikan
pelayanan yang komprehensif kepada sekelompok lansia

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara umum tujuan dari keperawatan kelompok khusus agregat lansia yaitu
meningkatkan kemampuan dan derajat kesehatan kelompok untuk dapat menolong diri
mereka sendiri dan tidak terlalu bergantung pada pihak lain. Untuk pemberian asuhan
keperawatan tetap dimulai dari pengkajian hingga evaluasi. Kelompok khusus lansia
merupakan sekelompok masyarakat yang karena keadaan fisik, mental maupun social dan
ekonomi perlu mendapatkan bantuan, bimbingan , pelayanan kesehatan dan asuhan
keperawatan karena ketidakmampuan dan ketidaktahuan mereka dalam memelihara
kesehatan dan keperawatan terhadap mereka sendiri.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.

31
DAFTAR PUSTAKA

.
Muliani. 2019. Makalah Tinjauan Literatur : Penyakit Alzheimer. Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana

Zaki, Achmad. 2020. Buku Saku Osteoporosis Volume 1. Haja Mandiri.

Sutarga, I Made. 2018. Makalah Dukungan Keluarga Dan Kesehatan Lansia. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana

Ns. Helly M. Katuuk, S. M. (2022). TREND & ISSUE KEPERAWATAN VOL : 2

Keperawatan Medikal Bedah, Maternitas, Jiwa, Komunitas, Gawat Darurat,


Gerontik & Anak.

Wiwik suprihatin, 2021. laporan askep komunitas, universitas muhammadiyah surakarta.


https://studocu.com/id/document/universitas-muhammadiyah-surakarta. diakses pada
tanggal 1 april 2023.

32

Anda mungkin juga menyukai