Anda di halaman 1dari 10

Identifikasi Penyakit Antraknosa Dan Pengendaliannya Pada

Tanaman Mangga (Mangifera indica L.)

Nihayatut Thoyibah, Afiandicky Keryanda, Saskia Elok, Alwi Nur, Fauzia Nafisah,
Maxlee Yusri.
Program Studi Agroteknologi, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Surabaya, Indonesia

Abstrak
Mangga (Mangifera indica L.) merupakan salah satu dari buah-buahan tropis musiman
yang penting di Indonesia. Permasalahan yang dihadapi produsen dalam usaha
pengembangan produksi dan kualitas buah mangga yaitu adanya penyakit antraknosa
yang menyebabkan kerusakan pada buah yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum
gloeosporioides. Tujuan praktikum penyakit antraknosa pada budidaya tanaman
mangga adalah memberikan pemahaman dan pengalaman praktis mengenai penyakit
antraknosa yang umum terjadi pada tanaman mangga. Metode penelitian ini
menggunakan pengamatan dan mengidentifikasi secara manual. Hasil menunjukkan
bahwa terdapat beberapa gejala dan tanda serangan. Yaitu ditandai dengan timbulnya
bercak bewarna coklat gelap, cekung, dan berbentuk bulat yang terdapat pada
permukaan kulit. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan pengaturan
kelembaban, penyemprotan fungisida, penggunaan agen pengendali hayati, rotasi
tanaman.
Kata Kunci : Mangga, Antraknosa, Jamur.

Abstract
Mango (Mangifera indica L.) is one of the important seasonal tropical fruits in
Indonesia. The problem faced by producers in developing production and quality of
mangoes is the presence of anthracnose disease which causes damage to the fruit
caused by the fungus Colletotrichum gloeosporioides. The aim of the practicum on
anthracnose disease in mango cultivation is to provide an understanding and practical
experience regarding anthracnose disease that commonly occurs in mango plants. This
research method uses observation and identification manually. The results show that
there are several symptoms and signs of an attack. That is characterized by the
appearance of dark brown, concave, and round spots on the surface of the skin. Control
that can be done is by controlling humidity, spraying fungicides, using biological
control agents, crop rotation.
Keywords: Mango, Anthracnose, Mushroom.

PENDAHULUAN
Mangga (Mangifera indica L.) merupakan salah satu komoditas yang
mendominasi produksi buah tropis dunia dan banyak ditanam di Asia, Amerika
Selatan, Amerika Tengah, Karibia, dan Afrika. Buah tanaman famili Anacardiaceae ini
mengandung banyak senyawa kimia bermanfaat sehingga digemari masyarakat.
Mangga, di Indonesia, menjadi komoditas utama hortikultura yang memberikan
sumbangan ekspor terbesar untuk komoditas buah senilai USD 72,8 juta. Produksi
mangga di Indonesia 73,19% berada di Pulau Jawa, diikuti 7,5% di Nusa Tenggara
Barat, 4,40% di Sulawesi Selatan, dan 14,91% di wilayah lain. Mangga Golek,
Arumanis, Manalagi dan Gedong merupakan kultivar lokal yang sangat potensial bagi
pengembangan ekspor karena memiliki cita rasa unik dan tidak dimiliki oleh negara
pengekspor lainnya (Budirokhman, 2014).

Fluktuasi produksi mangga di Indonesia disebabkan oleh berbagai kendala baik


pada saat tanam maupun pascapanen. Salah satu kendala yang mempengaruhi kuantitas
dan kualitas mangga di dunia tidak terkecuali di Indonesia adalah penyakit antraknosa
yang disebabkan oleh cendawan fitopatogen Colletotrichum sp. Antraknosa merupakan
penyakit utama yang membatasi produksi mangga, khususnya wilayah budidaya
dengan kelembaban tinggi sebelum musim panen. Fase lepas panen menjadi fase
Colletotrichum sp. paling merusak dan memiliki dampak ekonomi signifikan. Fase ini
bertalian dengan fase lapangan di mana infeksi awal Colletotrichum sp. terjadi pada
daun muda, menyebar melalui ranting, kemudian merusak bunga dan buah. Estimasi
kehilangan hasil mangga disebabkan oleh antraknosa dilaporkan di seluruh dunia
mencapai 60% bahkan hingga 100% pada musim hujan (Budirokhman, 2014; Nasir
Uddin et al., 2018)
Antraknosa pada mangga lepas panen memiliki gejala luka cokelat hingga
hitam dengan batas tidak jelas pada permukaan buah. Cendawan penyebab antraknosa
memiliki kemampuan untuk menembus buah yang masih hijau, berasosiasi dengan
luka pecah dangkal pada permukaan buah, dan menyisakan hifa sub-kutikula sampai
akhir fase klimakterik. Setelah inisiasi pada buah, cendawan menetap dalam bentuk
dorman atau laten sampai buah memulai pemasakan. Cendawan kemudian mengalami
reaktivasi akibat respon perubahan fisiologis pada buah yang mengalami pemasakan.
Luka cekung sirkular yang gelap terbentuk pada buah masak dengan besaran 2 cm dan
bertambah lebar secara cepat hingga menutupi seluruh permukaan buah. Cendawan
pada beberapa kasus mampu menembus daging buah. Pada infeksi lebih lanjut,
cendawan membentuk badan buah aservulus dan konidia berwarna

KAJIAN PUSTAKA
Mangga (Mangifera indica L.) merupakan salah satu dari buah-buahan tropis
musiman yang penting di Indonesia. Permasalahan yang dihadapi produsen dalam
usaha pengembangan produksi dan kualitas buah mangga yaitu adanya kerusakan
paling awal yang disebabkan oleh infeksi jamur patogen pada tanaman hingga
buahnya. Antraknosa adalah penyakit utama pascapanen pada mangga yang
disebabkan oleh jamur Colletotrichum gloeosporioides (Mulyaningsih et al., 2016).

Serangan antraknosa pada budidaya tanaman mangga dapat menunjukkan


berbagai gejala yang dapat terlihat pada daun, buah, dan ranting (Suryadi, 2020) Salah
satu gejala yang paling umum dari antraknosa pada mangga adalah adanya lesi atau
bercak pada permukaan buah. Lesi ini awalnya muncul sebagai bercak kecil berwarna
cokelat atau hitam dengan tepi merah atau oranye. Seiring perkembangan infeksi, lesi
ini dapat membesar dan meluas ke seluruh permukaan buah. Lesi yang sudah matang
memiliki tekstur yang lembut, seringkali terlihat basah atau lendir. Antraknosa juga
dapat menyebabkan bercak pada daun tanaman mangga. Bercak awalnya muncul
sebagai titik-titik kecil berwarna cokelat atau hitam pada daun. Seiring waktu, bercak-
barcak ini dapat melebar dan menggabung menjadi lesi yang lebih besar. Daun yang
terinfeksi biasanya menjadi kering, keriput, dan akhirnya gugur.

C. gloeosporioides dapat menyerang mangga yang belum matang di pohon,


kemudian penyakit berkembang selama penyimpanan. Spora yang berkecambah
membentuk apresorium dan tidak berkembang hingga buah dipanen dan matang Gejala
serangan antraknosa pada saat pascapanen ditandai dengan bercak bewarna coklat
gelap, cekung, dan berbentuk bulat yang terdapat pada permukaan kulit. Bercak akan
semakin meluas dan memasuki daging buah jika tingkat serangan semakin parah
(Alemu et al., 2014).

METODOLOGI :
Pengamatan penyakit antraknosa pada tanaman Mangga ini dilaksanakan di
Laboratorium Kesehatan Tanaman II Fakultas Pertanian UPN “VETERAN” Jawa
Timur, Sedangkan sampel penyakit antraknosa dari buah tanaman mangga ini diambil
di Sidoarjo dengan kondisi lingkungan yang lembab. Terdapat juga beberapa langkah-
langkah untuk pengamatan penyakit antraknosa pada tanaman manga ini dengan
mengidentifikasi lokasi dan pemilihan tanaman, tentukan area yang akan diamati, baik
dikebun atau di perkebunan manga, dan juga tidak lupa untuk memilih tanaman manga
yang mencurigakan atau tanaman yang terinfeksi penyakit antraknosa. Langkah
selanjutnya yaitu Observasi lapangan, mengamati secara visual tanaman mangga yang
terinfeksi antraknosa. Perhatikan gejala yang terlihat pada buah, daun, ranting, dan
bunga, tidak lupa untuk mencatat dan didokumentasikan gejala penyakit yang diamati,
termasuk ukuran, bentuk, dan warnanya. Selanjutnya adalah Data dan Analisis, olah
data yang telah dikumpulkan dan lakukan analisis untuk mengidentifikasi pola dan tren
perkembangan penyakit antraknosa pada tanaman manga dan Identifikasi faktor-faktor
yang berpotensi mempengaruhi tingkat keparahan dan penyebaran penyakit.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Antraknosa Pada Mangga

Gambar 1. Mangga Yang Terkena Antraknosa

Penyakit Antraknnosa pada tanaman manga menyebabkan kualitas buah menurun,


seperti adanya bercak hitam yang menutupi hamper seluruh permukaan kulit buah
mangga, sehingga menyebabkan buah mangga busuk bahkan terkadang mati. Patogen
penyebab penyakit Antraknosa pada mangga adalah jamur Colletotrichum
gloeosporioides (Laili, et.al, 2018)

Tanda dan Gejala Antraknosa Pada Mangga

Gambar 2. Gejala Antraknosa Pada Mangga


Tanda dan gejala antraknosa pada buah mangga dapat bervariasi tergantung pada
tingkat keparahan infeksi dan varietas mangga yang terlibat. Berikut adalah beberapa
tanda dan gejala umum antraknosa pada buah mangga adalah bercak-bercak gelap pada
kulit buah, Gejala awal antraknosa pada buah mangga biasanya muncul sebagai bercak-
bercak kecil berwarna gelap pada kulit buah. Bercak-bercak ini dapat berbentuk bulat
atau tidak beraturan,. Kemudian bercak-bercak gelap tersebut kemudian berkembang
menjadi lesi berwarna cokelat yang membesar seiring dengan perkembangan penyakit.
Lesi ini seringkali memiliki tepi yang lebih gelap dan berbentuk tidak teratur. Lesi
tersebut dapat meluas dan menyebabkan kerusakan pada kulit buah, Infeksi antraknosa
pada buah mangga dapat menyebabkan penyusutan buah. Buah yang terinfeksi
cenderung mengalami kerusakan dan mengalami kehilangan massa, sehingga
menghasilkan buah yang kecil dan tidak berkualitas, Selain itu Pada beberapa varietas
mangga, antraknosa dapat menyebabkan perubahan warna buah yang tidak normal.
Buah yang seharusnya matang dengan warna yang cerah mungkin mengalami
perubahan warna menjadi lebih gelap (Jumawati, 2018)

Colletotrichum gloeosporioides

Gambar 3. Mikroskopis Jamur C. gloeosporioides

Penyebab antraknosa adalah Jamur Colletotrichum gloeosporioides merupakan


penyebab utama penyakit antraknosa pada berbagai tanaman. Setelah masuk ke dalam
jaringan tanaman, jamur ini tumbuh dan berkembang biak di dalam jaringan yang
terinfeksi. Ini menghasilkan gejala antraknosa seperti bercak-bercak pada buah, daun,
ranting, atau bagian tanaman lainnya. Penyebab adanya jamur ini salah satunya adalah
karena faktor lingkungan yang mendukung. Colletotrichum gloeosporioides
berkembang subur dalam kondisi yang lembap dan hangat. Kelembapan yang tinggi
dan suhu yang optimal memfasilitasi pertumbuhan dan penyebaran jamur ini. Kondisi
seperti hujan berkepanjangan, embun pagi yang berkelebat, atau lingkungan dengan
irigasi yang tidak memadai dapat menciptakan kondisi ideal untuk infeksi antraknosa
(Wahyudi, 2019)

Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Antraknosa

Pengendalian penyakit antraknosa pada mangga melibatkan serangkaian tindakan


budidaya dan penggunaan agen kontrol biologis atau kimia. Berikut beberapa langkah
yang dapat dilakukan adalah yang pertama:

Sanitasi: Penting untuk menjaga kebersihan kebun mangga dengan menghilangkan


sisa-sisa tanaman yang terinfeksi antraknosa. Hal ini melibatkan pemangkasan dan
penghilangan daun, ranting, atau buah yang terinfeksi. Sisa-sisa ini harus dihancurkan
atau dibakar untuk mengurangi sumber infeksi.

Pengaturan kelembaban: Kondisi kelembaban yang tinggi memfasilitasi


perkembangan antraknosa. Oleh karena itu, penting untuk menghindari kelembaban
yang berlebihan di kebun mangga. Hal ini dapat dilakukan dengan mengatur sistem
irigasi yang baik, menghindari penggenangan air, dan memastikan adanya sirkulasi
udara yang baik di antara tanaman.

Penyemprotan fungisida: Penggunaan fungisida yang sesuai dapat membantu


mengendalikan infeksi antraknosa. Fungisida yang efektif harus dipilih berdasarkan
rekomendasi dari pakar pertanian atau petugas penyuluhan pertanian setempat. Penting
untuk mengikuti petunjuk pemakaian fungisida dengan benar dan memperhatikan
interval waktu yang disarankan antara penyemprotan.
Penggunaan agen pengendali hayati: Beberapa mikroorganisme seperti bakteri dan
jamur pengendali hayati dapat digunakan untuk mengendalikan Colletotrichum
gloeosporioides. Contohnya adalah penerapan cendawan Trichoderma sp. yang dapat
bersaing dengan patogen dan menghambat pertumbuhannya. Penggunaan agen
pengendali hayati ini dapat membantu mengurangi penggunaan bahan kimia sintetis.

Rotasi tanaman: Rotasi tanaman adalah praktik di mana tanaman mangga ditanam
secara bergantian dengan tanaman lain yang tidak rentan terhadap antraknosa. Hal ini
dapat membantu mengurangi jumlah patogen di tanah dan mengganggu siklus hidup
Colletotrichum gloeosporioides.

Pemeliharaan kebersihan alat-alat: Alat-alat pertanian seperti gunting pemangkas dan


pisau pemotong harus dibersihkan dan disterilkan sebelum digunakan pada tanaman
yang sehat. Hal ini dapat mencegah penyebaran patogen dari tanaman yang terinfeksi
ke tanaman yang sehat (Pueba, 2017)

KESIMPULAN

Penyakit Antraknosa pada tanaman mangga di sebabkan oleh patogen Jamur C.


gloeosporioides yang menyebabkan permukaan pada kulit buah mangga terdapat
bercak-bercak hitam yang tidak beraturan dan menyebabkan daging buah busuk.
Pengendaliannya adalah dengan memperhatikan sanitasi, kelembaban lingkungan, dan
ke sterilant alat pertanian. Selain itu pengendalian penyakit antraknosa dapat dicegah
dengan penyemprotan fungsida.
DAFTAR PUSTAKA

Alemu, K. A. Ayalew., and K. Weldetsadik. (2014). Evaluation of Antifungal


Activity of Botanicals for Postharvest Management of Mango Anthracnose
(Colletotrichum gloeosporioides). J.International of Life Science. 8 (1): 1- 6.

Benatar, G. V., Nurhayati, Y., & Febryani, N. (2023). Identifikasi Colletotrichum


asianum Penyebab Antraknosa Mangga Kultivar Golek di Indramayu. Media
Pertanian, 8(1), 1-13.

Budirokhman, D. (2014). Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik Chitosan Dan


Dosis Pupuk Kandang Terhadap Produktivitas Tanaman Mangga
(Mangiferaindica L.) Kultivar Gedong Gincu. LOGIKA Jurnal Ilmiah Lemlit
Unswagati Cirebon, 12(3), 13-22.

Johansyah M (2016). Pengendalian Penyakit Antraknosa Pada Buah 143anga


Arum Manis (Mangifera Indica L) Dengan Menggunakan Perlakuan Air Panas
Dan Lilin Lebah. Skripsi. Fakultas Pertanian-Peternakan, Universitas
Muhamadiyah-Malang.

Jumawati, R., Poerwanto, R., Wiyono, S., & Suketi, K. (2018). Pengaruh beberapa
khamir antagonis terhadap penyakit antraknosa dan umur simpan pada buah
mangga. Jurnal Fitopatologi Indonesia, 14(5), 153-153.

Mulyaningtyas, D., Purwantisari, S., Kusdiyantini, E., & Suryadi, Y. (2016).


Produksi kitosan secara enzimatik oleh Bacillus firmus E65 untuk pengendalian
penyakit antraknosa pada buah mangga (Mangifera Indica L.). Jurnal
Akademika Biologi, 5(4), 8-17.

Nasir Uddin, M., Hossain, S., Shefat, T., Afroz, M., Moon, N. J., & Uddin, M. N.
(2018). ACTA SCIENTIFIC AGRICULTURE (ISSN: 2581- 365X)
Colletotrichum gloeosporioides: A Review. 2(10), 169–177
Purba, J. A. (2017). Potensi Antagonis Khamir Terhadap Colletotrichum
gloeosporioides Penyebab Penyakit Antraknosa Pada Buah Mangga (Doctoral
dissertation, Universitas Brawijaya).

Suryadi, Y., Susilowati, D. N., & Samudra, I. M. (2020). Pengaruh Rasio Kitosan-
Sodium Tripolifosfat Terhadap Pengendalian Antraknosa (Colletotrichum
Gloeosporioides) Pada Mangga Kultivar Manalagi. Jurnal Penelitian Sains,
22(3), 144-152

WAHYUDI, D. R. (2019). Aplikasi Metabolit Sekunder Dua Isolat Trichoderma


harzianum Terhadap Penyakit Antraknosa Pada Mangga Lepas Panen (Doctoral
dissertation, Universitas Jenderal Soedirman).

Anda mungkin juga menyukai