Anda di halaman 1dari 25

Suku Dani dan Kebudayaannya

Suku Dani merupakan suku terbesar yang mendiami kawasan Lembah Baliem,
Pegunungan Tengah, Papua, yang namanya sudah dikenal hingga berbagai penjuru
dunia.

Keberadaan masyarakat Dani mulai diketahui setelah dilakukannya berbagai penelitian


oleh ahli dari Barat.

Dani adalah suku asli Papua yang menggantungkan hidup dengan cara-cara tradisional,
seperti beternak dan bercocok tanam.

Meskipun kehidupannya jauh dari kata modern, namun masyarakat Dani tidak pernah
merasa kekurangan.

Karena alam telah memberi segala yang mereka butuhkan.

Daerah Asal Suku Dani

symbianplanet.net
Suku Dani bermukim di area Pegunungan Tengah, Pulau Papua, Indonesia. Suku ini
mendiami seluruh Kabupaten Jayawijaya dan sebagian Kabupaten Puncak Jaya, tepatnya
di Lembah Baliem.

Pemukiman masyarakat Dani didirikan di antara Bukit Grasberg dan Bukit Ersberg.

Kedua bukit tersebut kaya akan kandungan emas, perak, dan tembaga. Orang-orang
Dani terkenal sebagai petani yang terampil dan sudah mulai menggunakan perkakas,
seperti kapak batu sejak ratusan tahun lalu. Kegiatan utama suku ini adalah bercocok
tanam.

Perkampungan pertama Bangsa Dani pertama kali ditemukan di wilayah Lembah Baliem,
dan diperkirakan telah ada sejak ratusan tahun lalu.

Ekspedisi yang dilakukan Richard Archold di tahun 1935 menjadi tim pertama yang
pernah mengadakan kontak langsung dengan penduduk asli.

Bahasa Suku Dani


Secara umum, bahasa suku ini terdiri atas 3 sub keluarga bahasa, di antaranya adalah:

1. Sub keluarga Dani Pusat, meliputi logat Dani lembah Besar Dugawa dan logat Dani Barat.
2. Sub keluarga Wano di Bokondini.
3. Sub keluarga Dash dan

Ciri Khas
Berbeda dengan suku lainnya, Dani memiliki beberapa ciri khas yang tidak dapat
dijumpai pada suku manapun, di antaranya adalah sebagai berikut:

 Dani tidak mengenal konsep keluarga batih (ibu, bapak, serta anak tinggal serumah),
karena menerapkan sistem komunial (komunitas).
 Menerapkan tradisi pernikahan bersifat poligami.
 Memiliki kepercayaan menghormati arwah nenek moyang.
 Mata pencaharian masyarakat Dani adalah bercocok tanam serta beternak babi.
 Rumah dibedakan berdasarkan pada jenis kelamin penghuninya.
 Masih mengenakan pakaian tradisional yang terbuat dari bahan alami, seperti anyaman
bambu, akar, ilalang, atau kulit kayu.
 Menggunakan bahasa asli Dani saat berkomunikasi (meskipun sebagian besar masyarakat
Dani dapat berbahasa Indonesia).

Nama Rumah Adat

pinterest.com
Rumah adat Suku Dani disebut Honai, dengan karakteristik rumah berukuran mungil
berbentuk bundar. Honai dibangun dari dinding kayu dan atap jerami.

Meskipun begitu, ada sebagian rumah yang mempunyai bentuk persegi panjang, dan
biasanya disebut Ebeai atau Honai Perempuan.

Honai dan Ebeai memiliki perbedaan berdasarkan pada jenis kelamin penghuni rumah.
Honai umumnya dihuni laki-laki, sementara Ebeai didiami kaum perempuan. Rumah-
rumah tersebut tersebar nyari di semua sudut Lembah Baliem yang memiliki luas sekitar
1.200 km2.
Karena ukurannya yang sangat mini, mustahil bagi seseorang dapat berdiri di dalamnya.
Biasanya, jarak dari lantai ke langit-langit rumah tingginya tidak sampai 1 meter.
Karakteristik bagian dalamnya adalah berupa sebuah perapian yang terletak di tengah
rumah, tanpa perabotan apapun.

Selain difungsikan sebagai tempat tinggal, ada juga Honai yang digunakan khusus
sebagai tempat penyimpanan hasil pertanian, dan ada pula yang dipakai untuk
melakukan pengasapan mumi (fungsi ini dapat ditemukan di Desa Aikima dan Desa
Keluru).

Pakaian Adat Suku Dani

pinterest.com
Pakaian adat Suku Dani terbuat dari material alami. Umumnya bahan dasar pakaian
penutup adalah daun sagu yang dirajut rapi.

Sementara penutup kepalanya terbuat dari bulu burung kasuari. Sebagaimana suku di
Papua lainnya, Dani juga tidak mengenakan pakaian atasan.

Sebagai gantinya, bagian atas tubuh dilukis dengan motif akar pohon atau daun dengan
penerapan warna putih dari kulit kerang yang telah dihaluskan, dan merah berasal dari
pasta tanah liat.

Berikut adalah penjelasan lebih lengkap mengenai pakaian adat laki-laki dan
perempuan, beserta aksesoris masyarakat Dani:

1. Pakaian Adat Laki-laki


Para laki-laki Dani mengenakan holim/horem (koteka), yang merupakan penutup bagian
kemaluan pria.

Bentuknya seperti selongsong dengan kerucut di bagian depan. Koteka dipakai dengan
cara diikat di pinggang hingga ke arah atas.

Koteka terbuat dari labu air tua yang dikeringkan karena memiliki sifat cenderung keras
dan tidak mudah membusuk.

Bentuk dan ukuran koteka dibuat sesuai kebutuhan, bukan berdasarkan pada
kedudukan adat.
Sebagai contoh, koteka dengan bentuk kecil dan pendek umumnya dipakai saat bekerja
sehari-hari di ladang, maupun berburu hewan liar.

Sedangkan kotek berukuran panjang dengan hiasan bulu dan gambar dipakai saat
upacara adat.

2. Pakaian Adat Perempuan


Terdapat dua jenis pakaian adat untuk perempuan Dani, yakni sali dan yokal. Sali
dikenakan oleh gadis Papua yang belum menikah.

Umumnya sali hanya mempunyai satu warna, yaitu coklat. Bentuknya seperti rok wanita,
namun terbuat dari daun sagu kering atau kulit kayu.

Bagian dalam sali dibuat lebih panjang dibandingkan luarnya. Sedangkan cara
menggunakannya adalah dililitkan di pinggang lalu diikat simpul.

Sedangkan yokal adalah pakaian berbentuk anyaman yang dibuat dari kulit pohon, dan
hanya dipakai kaum perempuan yang sudah menikah.

Warna yokal juga lebih mencolok, seperti bata dan kemerahan. Cara pakainya adalah
dililit melingkar pinggang hingga bagian paha.

3. Aksesoris
Cara berpakaian orang-orang Dani tidak bisa dilepaskan dari aksesoris yang dikenakan.
Berikut adalah beberapa aksesoris yang biasanya dipakai masyarakat Dani:

 Noken
Tas anyaman khas Papua, dengan bentuk seperti jaring, dan dibuat dari anyaman akar
atau kulit kayu yang banyak ditemukan di hutan.

 Perhiasan Kepala
Terbuat dari bulu-bulu hewan yang dirangkai seperti mahkota. Biasanya dibuat dari bulu
kasuari, atau ilalang.

 Taring atau Gigi Hewan Liar


Taring hewan seperti babi umumnya dipakai di hidung pria Dani sebagai tanda bahwa
laki-laki tersebut adalah prajurit perang.

Jika taring menghadap ke arah bawah, artinya perajut tersebut sedang marah.

Kebudayaan dan Tradisi Sosial


kompasiana.com
Salah satu budaya yang berkembang di Suku Dani bisa dilihat dari cara tinggal dan
membangun hunian, di mana sebuah keluarga biasanya tinggal dalam sebuah silimo
yang terdiri atas beberapa bangunan rumah, baik itu Honai, Ebeai, serta Wamai.

Tradisi unik masyarakat Dani lainnya:

 Tradisi Pernikahan Poligami


Masyarakat Dani menerapkan tradisi pernikahan yang bersifat poligami. Sebuah
keluarga yang disebut batih nantinya akan tinggal di sebuah tempat tinggal (slimo).
Umumnya sebuah desa terdiri atas 4 slimo yang dihuni oleh 10 keluarga.

 Tradisi Potong Jari


Hal ini dilakukan sebagai cara menunjukkan rasa duka cita karena salah satu anggota
keluarga dekat meninggal dunia. Masyarakat Dani meyakini bahwa memotong jari
merupakan simbol kesedihan akibat kehilangan, serta upaya mencegah malapetaka.

 Menghormati Nenek Moyang


Untuk memberikan penghormatan kepada leluhur, masyarakat Dani membuat Kaneka
(lambang nenek moyang). Di samping itu juga diadakan Kaneka Hagasir, yakni upacara
keagamaan yang bertujuan mensejahterakan masyarakat.

Cara hidup yang diterapkan oleh Suku Dani memang terkesan kuno dan berbanding
terbalik dengan kehidupan masyarakat modern saat ini.
SUKU ACEH 

Asal-usul Suku Aceh

Asal-usul suku Aceh merupakan gabungan dari berbagai bangsa. Aceh merupakan singkatan dari
Arab, China, Eropa, dan Hindia.

Pendapat tersebut tersebut berdasarkan karakteristik morfologi wajah orang dewasa Aceh
berdasarkan pada keturunan Arab, China, Eropa, dan Hindia.

Dalam sumber antropologi, asal-usul Aceh dari suku Mantir (dalam bahasa Aceh Mantee) yang
memiliki kaitan dengan Mantera di Malaka, dimana bagian dari bangsa Mon Khmer (Monk
Khmer).

Dalam catatan sejarah, Aceh berasal dari suku-suku yang terdapat di sekitar Pulau Sumatera
yang telah terbentuk sejak zaman Pleistosen (mencairnya es).

Sehingga, adanya perpindahan dan percampuran dengan masyarakat timur Aceh (Langsa dan
Tamiang) dengan suku Mante, Minga, Champa, Melayu, dan Lhan.

Suku Aceh menamai dirinya dengan berbagai macam nama, seperti Akhir, Achin, Atse, Asji, dan
lain-lain.

CIRI KHAS SUKU ACEH

Bahasa Suku

Aceh Dalam keseharian, suku Aceh menggunakan bahasa daerah yang bernama Bahasa Aceh
Chamik.

Bahasa tersebut merupakan hasil percabangan dari bahasa Melayu-Polinesia dan Austronesia.
Sedangkan, kosa kata banyak menyerap bahasa Arab.

Senjata Tradisional Suku Aceh

Suku Aceh memiliki senjata tradisional sebagai ciri khas, yaitu rencong.

Senjata ini telah digunakan sejak masa kesultanan Aceh, bentuk senjata tersebut berupa belati
panjang.Selain untuk melindungi diri, rencong juga sebagai lambang keberanian pemiliknya.
Pakaian Adat Suku Aceh

Pakaian adat Aceh bernama Ulee Balang.

Pakaian untuk pria disebut baju Linto Baro, sedangkan pakaian untuk wanita disebut baju Daro
Baro.

Dahulu, pakaian ini digunakan oleh para sultan maupun pembesar kerajaan. Saat ini, pakaian
tersebut kerap digunakan sebagai busana pengantin.

Linto Baro

Pakaian Linto Baro berupa baje meukasah (baju jas leher tertutup), cekak musang (jas dengan
celana panjang, serta kain sarung (ija lamgugap).

Pakaian dilengkapi dengan rencong atau siwah, meukeu top (bagian kepala ditutupi kopiah
populer), serta tengkulok atau tompok.
Daro Baro

Pakaian tradisional perempuan yang dipengaruhi budaya Melayu, Arab, dan China, sehingga
pakaian tampak longgar

RUMAH ADAT SUKU ACEH

ada empat warna utama yang mempengaruhi perilaku hidup


masyarakat Sunda saat itu yaitu: hireng, ireng (hitam), bang,
mangbang, mirah, kapila (merah), kuning (kuning), dan putih (putih).

Rumah adat suku Aceh bernama Rumoh Aceh.


Rumoh Aceh merupakan rumah panggung yang memiliki tiga bagian. Setiap rumah memiliki
ruang utama.

Jumlah ruang yag dimiliki tergantung kemampuan dan kebutuhan masyarakat.

Kesenian Suku Aceh

Tari Saman

Tari Saman merupakan tari populer yang ditampilkan berkelompok minimal sembilan orang.

Gerakan tari dilakukan sambil berlutut yang mengandalkan gerakan tangan, kepala, dan badan.
Tari dilakukan dengan iringan syair-syair berisi pujian dalam agama Islam.

Tari Saman memiliki makna tentang kepahlawanan, pendidikan, dan keagamaan.

Tari Ratoh Jaroe

Tari Ratoh Jaroe mirip dengan Tari Saman, namun tari ini ditarikan oleh penari perempuan
dengan iringan musik rapa'i
Tari Seudati

Tari Seudati merupakan tari khas Aceh yang berkembang di daerah pesisir.

Tari ini merupakan tari yang energi, penuh semangat, dilakukan dengan berdiri, dan dengan
iringan musik serta syair.

Tari yang dilakukan oleh laki-laki ini termasuk tari perang.

Didong

Kesenian Didong ditampilkan secara berkelompok oleh laki-laki dengan duduk melingkar.
Kemudian, mereka menyanyikan lagu-lagu daerah Aceh sambil bertepuk tangan.
LAGU DAERAH\

Aceh memiliki sejumlah lagu daerah, yaitu Bungong Jeumpa yang melambangkan semangat dan
keindahan Aceh.

Lagu daerah lainnya yaitu Lembah Alas yang bermakna sepasang kekasih yang saling menjaga
kesetiaan walaupun terpisah jarak.

Alat Musik Tradisional

Sarune Kalee merupakan alat musik tradisional Aceh. Instrumen musik ini memiliki bentuk
seperti seruling bambu.

Alat musik ini dimainkan bersama Rapai dan Gendrang pada acara-acara hiburan.

Kepercayaan Suku Aceh


Sebelum Islam masuk ke Aceh sebagian besar masyarakat Aceh memeluk agama Hindu. Hal ini
dapat terlihat dari beberapa budaya Aceh yang berasal dari adaptasi unsur-unsur agama Hindu
dan budaya India.

Aceh yang menjadi tempat persinggahan bagi para pedagang timur tengah kemudian mendapat
pengaruh Islam. Perlahan-lahan, agama Islam pun masuk ke Aceh dan sejak saat itu Aceh
menjadi wilayah di Indonesia menganut syariat Islam hingga saat ini.

Tradisi Suku Aceh


Ada sejumlah tradisi suku Aceh yang masih dilakukan hingga sekarang. Berikut beberapa tradisi
suku Aceh.
Peusijuek

Upacara adat ini dilakukan saat ada upacara perkawinan, berangkat haji, kematian, kelahiran,
naik pangkat, dan jenis selamatan lainnya.

Peusijuek memiliki arti pendinginan dengan maksud mendoakan supaya tujuannya tercapai.

Sumang

Upacara dilakukan suku Aceh dengan tujuan supaya manusia menjadi makhluk yang
berpendidikan dan memiliki akhlak mulia.
Meugang

Upacara adat meugang dilakukan menjelang bulan Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha.

Masyarakat berkumpul dan masak daging untuk dimakan bersama-sama.

Uroe Tulak Bala

Uroe Tulak Bala adalah upacara adat untuk menolak mara bahaya dan meminta perlindungan
dari Tuhan.

Upacara ini biasanya dilakukan pada bulan Safar.


SUKU JAWA
ASAL-USUL SUKU JAWA

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang asal-usul Suku Jawa di Indonesia.
Berdasar penemuan arkeolog, suku Jawa sudah ada sejak jutaan tahun lalu dengan ditemukannya
fosil seperti Pithecanthropus Erectus dan Homo Sapiens di berbagai tempat di Pulau Jawa.
Sementara pendapat sejarawan menyatakan hal berbeda, yaitu meyakini bahwa nenek moyang
suku Jawa berasal dari Yunan, China yang melakukan pengembaraan ke beberapa daerah di
nusantara.

Sumber lain berasal dari Babad Jawa Kuno yang menyebut bahwa nenek moyang suku Jawa
berasal dari seorang pangeran kerajaan Kling yang tersisih dari perebutan kekuasaan.
Raja tersebut membangun kerajaan baru bernama Javaceckwara bersama para pengikutnya.
Asal-usul suku Jawa juga ditemukan dalam sebuah surat kuno dari keraton Malang yang menyebut
tentang Raja Rum – Raja dari kesultanan Turki pada 450 tahun SM yang kemudian menemukan
pulau yang sangat subur.

CIRI-CIRI SUKU JAWA

Dilansir dari laman Gramedia, masyarakat dari suku Jawa dapat dikenali dari bahasa, garis
keturunan, filosofi hidup, dan sikapnya yang masih dapat diamati hingga saat ini.
Herusatoto (1987) mendefinisikan masyarakat Jawa adalah sebagai salah satu masyarakat yang
hidup dan tumbuh berkembang dari zaman dahulu sampai sekarang dan turun temurun
menggunakan bahasa Jawa dalam berbagai ragam dialeknya serta mendiami sebagian besar Pulau
Jawa.
Sebagian besar masyarakat suku Jawa menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi sehari-
hari.

Bahasa Jawa dikenal dengan aturan yang dikenal dengan unggah-ungguh, dengan kosa kata dan
intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara.

spek kebahasaan ini sesuai dengan adanya pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa
terutama status sosial seseorang di masyarakat.

Selanjutnya adalah sistem kekerabatan parental atau bilateral yang memperhitungkan keturunan
dari pihak ibu dan ayah.
Dengan prinsip bilateral, maka seseorang dari suku Jawa memiliki hubungan yang sama luasnya
dengan keluarga dari pihak ibu dan pihak ayah.
Kemudian, dalam bukunya yang berjudul Pandangan Hidup Jawa (1990) yang ditulis Suyanto
dijelaskan bahwa karakteristik budaya Jawa adalah religious, non-doktriner, toleran, akomodatif, dan
optimistic.

Selain itu, masyarakat Jawa dikenal memegang teguh filosofi hidup seperti Narimo ing Pandum
(menerima bagiannya masing-masing) dan memayu hayuning bawana (mempercantik keindahan
dunia).
TRADISI DAN KEBUDAYAAN SUKU JAWA

1. Tari Tradisional

Perkembangan budaya suku Jawa tidak terlepas dari keterampilan berkesenian, salah satunya
adalah seni tari.

Beberapa tari tradisional yang berkembang di tengah masyarakat Jawa antara lain Tari Serimpi, Tari
Gambyong, Tari Beksan Wireng, dan Tari Jathilan.
Selain itu, tarian tradisional suku Jawa juga dikenal mengunakan iringan dari alat musik Gamelan.

2. Rumah Adat

Rumah adat yang dibangun oleh suku Jawa memiliki bentuk khas berupa Rumah Joglo.
Nama rumah Joglo berasal dari istilah jawa yaitu “tajug” dan “loro” yang berarti penggabungan dua
tajug.
Rumah Joglo yang terbuat dari kayu memiliki ciri khas berupa atap berbentuk piramida yang
mengerucut.
Pada zaman dulu, Rumah Joglo merupakan penanda status sosial karena tidak semua orang dapat
membangunnya.

3. Pakaian Adat

Pakaian adat atau pakaian tradisional untuk wanita dari suku Jawa yang dikenal dengan nama
kebaya.
Meski antara satu daerah dengan daerah lain memiliki kebaya dengan gaya berbeda, tetapi pada
prinsipnya setiap kebaya memiliki kesamaan.
Salah satunya adalah penggunaan kain jarik yang digunakan sebagai bawahan, penggunaan
kemben untuk menutupi tubuh bagian atas, serta mengenakan konde atau sanggul.
Sementara untuk laki-laki dari suku Jawa akan menggunakan Surjan dengan penutup kepala seperti
blangkon.
Rujak Cingur dan Lontong Balap

Perbesar

Warung Soto Surabaya di Yogyakarta hadirkan menu rujak cingur yang sangat lezat.

3. Rujak Cingur

Rujak umumnya dikenal sebagai kuliner buah-buahan yang disiram bumbu kacang. Namun,
beda dengan rujak cingur khas Surabaya, Jawa Timur yang sudah melegenda. Seperti
namanya, rujak cingur merupakan makanan tradisional Jawa yang menggunakan irisan
cingur (potongan hidung sapi) yang sudah direbus.

Lalu ditambah potongan tahu, tempe goreng, kangkung, taoge, bengkuang, mangga muda
dan mentimun yang disiram bumbu rujak. Bagi kamu yang kurang menyukai masakan
pedas biasanya hanya minta 1-2 buah cabe rawit saat memesan rujak cingur. Tapi kalau
kamu penyuka berat masakan pedas dan sudah ‘profesional’ dalam hal makanan pedas,
bisa minta 10-20 cabai rawit.

4.  Lontong Balap

Makanan tradisional Jawa selanjutnya adalah lontong balap. Lontong Balap merupakan
makanan tradisional khas Surabaya. Lontong balap berisikan lontong yang diiris-iris dan di
atas irisan lontong tersebut ditumpangi irisan tahu dan remasan beberapa lentho, kemudian
di atasnya dituangin kecambah setengah matang.

Makanan ini dihidangkan dengan pasangannya yaitu sate kerang.

Dibilang ‘Balap’ karena cerita yang pernah ada bahwa pada zaman dahulu para penjual
lontong berebut pembeli yang berada di jalan maupun yang berada di pasar.

Sehingga para penjual lontong ini terkesan balapan untuk mencapai tujuannya yaitu pos
terakhir pasar Wonokromo, maka dengan kejadian inilah terkenal dengan istilah lontong
balap.
Rawon dan Gudeg
5. Rawon

Makanan tradisional Jawa selanjutnya adalah Rawon. Masakan ini ciri khasnya memiliki
kuah warna hitam, rawon adalah sup daging dengan kuah yang berwana hitam sebagai
bumbu khas yang menggunakan kluwek.

Beberapa bahan bumbu yang dipakai adalah bawang merah, bawang putih, lengkuas,
ketumbar, serai, kunir, lombok, kluwek, garam, dan lain-lain.

Rawon Pasuruan merupakan salah satu rawon yang sangat terkenal berkat rasa rawon
yang sangat khas.

Masakan bernama Rawon ini biasanya disajikan bersama dengan nasi putih, kerupuk dan
bawang goreng. Akan tetapi jangan lupa untuk menambahkan sayuran, tauge, daging sapi
dan juga potongan telur.

Rasa penasaran kamu tentang masakan Jawa Timur yang satu ini akan terjawab dengan
puas setelah mencobanya sendiri.

6. Gudeg

Kuliner yang paling terkenal di Yogyakarta adalah gudeg. Bahkan makanan tradisional
Jawa yang berasa manis ini telah menjadi salah satu ikon Yogyakarta, hingga disebut
sebagai Kota Gudeg. Makanan tradisional Jawa ini dipelopori oleh Ibu Slamet, Ibu Djum
dan Ibu Lies. gudeg sudah menjadi makanan kesukaan rakyat Yogyakarta. Bahkan sekitar
tahun 1956, gudeg mulai banyak dijual sebagai simbol makanan rakyat.

Makanan tradisional Jawa ini terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan santan.
Perlu waktu berjam-jam untuk membuat masakan ini. Warna coklat biasanya dihasilkan
oleh daun jati yang dimasak bersamaan. Gudeg dimakan dengan nasi dan disajikan
dengan kuah santan kental (areh), ayam kampung, telur, tahu dan sambal goreng krecek.
SUKU SUNDA

Asal-usul Suku Sunda

Sunda berasal dari bahasa Sansekerta, awalan Sund atau Sundsha memiliki arti putih, berkilau
bersinar, dan terang.

Dalam bahasa Bali dan Jawa Kuno, Sunda berarti suci, tak tercela, murni, tak bernoda, atau
bersih.

Suku Sunda berasal dari keturunan Austronesia (ras Mongolid atau ras yang tersebar dari Taiwan
hingga Hawaii) yang berada di Taiwan.

Kemudian, mereka bermigrasi melalui kepulauan Filipina sampai tiba di Jawa sekitar 1.500
hingga 1.000 Sebelum Masehi.

Pendapat lain mengatakan Suku Sunda berasal dari Sundalandia, yakni ras yang mendiami
semenanjung cekungan besar.

Saat ini, cekungan tersebut telah membentuk Laut Jawa, Selat Malaka, dan Selat Jawa.

Ciri Khas Suku Sunda

Kesulitan Melafalkan Huruf "F"


Diketahui, orang Sunda sulit melafalkan huruf "F". Karena dalam aksara dan bahasa Sunda Kuno
tidak mengenal huruf "F".

Biasanya, huruf "F" akan dilafalkan menjadi "P", dimana hal ini telah terjadi secara turun-
temurun dari generasi ke generasi.

Suka Lalapan
Ciri khas suku Sunda lainnya adalah penyuka lalapan. Hampir dalam setiap menu makanan
sehari-hari tersedia lalapan bersama sambal.

Orang Sunda merasa ada yang kurang jika menyantap makanan utama, namun tidak ada lalapan
sebagai pendamping. Ciri khas inilah paling dikenal dari orang Sunda.

Watak
Orang Sunda memiliki watak yang telah diajarkan secara turun-temurun dalam menjadi
kehidupan sesuai pedoman. Lima watak orang Sunda, yaitu:

Cageur, yang berarti sehat jasmani dan rohani supaya dapat bekerja dengan baik.

 Bener, yang berarti tidak berbohong dan dapat dipercaya.


 Bageur, yang berarti mengasihi sesama dan membantu orang yang tengah keseulitan.
 Singer, yang berarti teliti dan tidak ceroboh dalam bekerja.
 Pinter, yang berarti harus menguasai ilmu pengetahuan dan belajar yang baik.
Bahasa Suku Sunda

Untuk berkomunikasi sehari-hari, orang Sunda menggunakan bahasanya sendiri, yakni bahasa
Sunda.

Hingga saat ini, generasi muda masih melestarikan bahasa Sunda sebagai bahasa sahari-hari,
meskipun kehidupan mengalami modernisasi.
Bahasa Sunda berkembang menjadi beberapa dialek, yaitu:

Sunda Banten: Bahasa Sunda yang digunakan masyarakat Baten.

Sunda Selatan: Bahasa Sunda yang dipakai komunikasi orang Pringan, seperti Sumedang,
Tasikmalaya, Cimahi, Garut, dan Bandung.

Sunda Utara: Bahasa Sunda yang digunakan oleh orang Bogor dan masyarakat di wilayah pantai
utara.

Sunda Tengah Timur: Bahasa Sunda yang digunakan oleh masyarakat Kuningan dan
Majalengka.

Sunda Timur Laut: Bahasa Sunda yang biasa dipakai berkomunikasi masyarakat Kuningan dan
Cirebon.

Sunda Tenggara: Bahasa Sunda yang biasa digunakan masyarakat Banjar, Ciamis, bahkan
hingga beberapa daerah di Jawa Tengah.
RUMAH ADAT SUKU SUNDA

Rumah adat suku Sunda berupa rumah panggung yang tidak terlalu tinggi, sekitar satu meter.

Rumah adat tersebut dibuat dari bahan-bahan alami, seperti kayu, bambu, daun kelapa, ijuk,
maupun daun palem.

Ada beberapa jensi rumah adat suku Sunda, yaitu:

Rumah Adat Badak Heuay

Istilah Badak Heuay memiliki arti badak yang menguap.

Ciri-ciri rumah ini seperti badak yang tengah menguap. Fungsi rumah ini adalah untuk menerima
tamu laki-laki.

Badak Heuay merupakan rumah yang banyak ditemukan di daerah Sukabumi

Rumah Adat Buka Pongpok

Rumah adat ini memiliki pintu masuk sejajar dengan salah satu ujung atap atau 'suhunan'.
Bentuk rumah dapat sesuai dengan pemilik dengan pintu menghadap ke jalan.

Sedangkan, atap rumah tidak kelihatan jika dilihat dari arah muka rumah.

Rumah Adat Tagog Anjing

Rumah adat Tagog Anjing berbentuk seperti anjing nagog (anjing yang sedang jongkok atau
duduk).

Selain itu, rumah ini berbentuk seperti rumah panggung. Perbedaannya terletak pada pondasi
bangunan yang lebih rendah dari rumah adat Sunda pada umumnya.

Bentuk bangunan berupa persegi panjang yang memanjang ke belakang dengan atap 'sorondoy'
atau atap berbentuk segitiga serta menyatu dengan rumah.

Rumah Adat Jolopong

Rumah adat Jolopong memiliki dua bagian atap yang dipisahkan ujung atap yang sama panjang
dan sejajar dengan kedua sisi bawah bidang atap.

Fungsi rumah sesuai ruangannya, ada tempat untuk menerima tamu dan ruang untuk menyimpan
beras.
Rumah Adat Julang Ngapak

Rumah adat julang ngapak memiliki arti burung yang tengah mengepakkan sayapnya.

Bentuk rumah cenderung melebar di bagian sisi kanan maupun kiri seperti burung yang sedang
terbang.

Bahan yang digunakan untuk membuat rumah ini adalah daun rumbia, ijuk, dan alang-alang.
Semua bahan itu disatukan pada kerangka atap bambu.

Rumah berfungsi sebagai pelindung saat musim hujan, meskipun bahan rumah sederhana namun
aman dari kebocoran.

Rumah Adat Capit Gunting

Rumah adat Capit Gunting berbentuk memanjang ke belakang. Rumah ini memiliki beberapa
ruangan yang terdiri dari kamar tidur, dapur, ruang tenagh, dan teras.

Fungsi rumah adat ini adalah untuk menerima tamu dan menyimpan padi.

Keunikannya adalah tepas tau ruang tamu dibiarkan kosong. Saat ada tamu, ruang tersebut baru
digelar tiker untuk duduk.
TRADISI SUKU SUNDA

Seren Taun

Tradisi yang dilakukan pasca panen berupa masyarakat yang mengangkut padi dari sawah lalu
dimasukkan ke dalam Leuit atau lumbung. Uniknya, padi diangkut dengan pikulan Rengkong
yang sudah kuno dengan iringan musik dari petani.

Upacara Tingkepan

Upacara digelar saat ada anggota keluarga yang usia kehamilannya tujuh bulan. Upacara ini
dengan harapan ibu dan janin selamat sampai hari kelahiran.

Tingkepan berarti tertutup, maksudnya sudah tidak ada hubungan badan sampai 40 hari pasca
lahiran.

Pesta Laut

Upacara adat pesta laut dilakukan di pantai, seperti Pelabuhan Ratu dan Pangandaran. Tujuan
upacara ini adalah bentuk rasa syukur kepada Tuhan telah memberikan anugerah ikan yang
banyak.
Sepitan atau Sunatan

Tujuan upacara adat ini adalah agar anak laki-laki menjadi terbersih dari segala kotoran. Untuk
anak perempuan biasanya sepitan yang dilakukan saat masih bayi.

Tari Jaipong

Tari Jaipong merupakan tari yang pertama kali muncul di suku Sunda.

Kepercayaan Suku Sunda


Sebagian besar orang Sunda adalah pemeluk agama Islam, yaitu sekitar 99%. Sisanya memeluk
agama Kristen dan Sunda Wiwitan. Kepercayaan Sunda Wiwitan adalah kepercayaan tradisional
warisan leluhur yang masih dianut oleh beberapa komunitas Sunda di pedesaan, misalnya di
Kuningan dan masyarakat Baduy di Lebak, Banten.

Selain agama dan kepercayaan, orang Sunda juga memiliki pandangan hidup tersendiri yang
merupakan warisan nenek moyang mereka. Pandangan hidup ini tidak bertentangan dengan
agama, karena itu bisa berjalan berdampingan. Kandungan dan nilai-nilai di dalam pandangan
hidup ini juga ada di dalam agama yang dipeluk, khususnya agama Islam.

Aksara & Bahasa Sunda


Masyarakat sunda telah mengenal tulisan atau aksara sejak abad ke-14. Aksara sunda disebut
juga dengan aksara ngalagena dan merupakan salah satu warisan budaya yang sangat berharga.
Peninggalan aksara sunda ditemukan pada bukti sejarah berupa Prasasti Kawali atau Prasasti
Astana Gede yang dibangun untuk mengenang Prabu Niskala Wastukencana yang memerintah di
Kawali, Ciamasi antara tahun 1371 hingga 1475.

Seiring perkembangan zaman, penggunaan aksara sunda mengalami penurunan. Hal ini sama
nasibnya dengan penggunaan aksara jawa. Oleh sebab, diharapkan generasi mendatang dapat
mempelajari dan melastarikan warisan aksara asli tanah air.

Sistem Kekerabatan Suku Sunda


Dalam kehidupan keluarga, masyarakat sunda mengenal sistem kekerabatan bilateral, baik untuk
keturunan ayah maupun ibu. Bentuk keluarga dalam tata masyarakat sunda disebut Keluarga
Batih, terdiri dari suami, istri dan anak-anak.

Berikut adalah sebutan untuk tujuh generasi ke bawah dan ke atas Sunda, antara lain:

 Tujuh generasi ke atas: kolot, embah, buyut, bao, jangga wareng, udeg-udeg, dan
gantung siwur.
 Tujuh generasi ke bawah: anak, incu, buyut, bao, jangga wareng, udeg-udeg, dan gantung
siwur.

Pakaian Suku Sunda

Baju Pangsi merupakan pakaian adat yang dikenakan kaum pria Sunda. Baju Pangsi Sunda
hanya didesain dengan satu warna saja yaitu hitam. Desain Baju Pangsi dibuat sangat sederhana,
dan terdiri dari celana pangsi hitam longgar serta atasan yang disebut dengan Salontreng.

Warna Khas Suku Sunda

ada empat warna utama yang mempengaruhi perilaku hidup masyarakat Sunda saat itu
yaitu: hireng, ireng (hitam), bang, mangbang, mirah, kapila (merah), kuning (kuning), dan putih
(putih).

Anda mungkin juga menyukai