PENGANTAR:
Dalam perbankan likuiditas adalah salah satu hal yang sangat penting
dalam memelihara kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut. Likuiditas
pada bank ibarat aliran darah pada tubuh kita, bila darah berhenti mengalir
artinya tamatlah hidup demikian pula di perbankan, bila likuiditas tidak ada
maka tamatlah usaha bank. Likuiditas adalah kemampuan sebuah lembaga
keuangan untuk memenuhi seluruh komitmen pembayaran uang tunai yang
telah jatuh tempo serta merealisasi Kredit yang telah disetujui. Komitmen ini
dapat dipenuhi melalui pencairan cadangan kas , dengan memanfaatkan
aliran kas masuk, meminjam uang tunai dengan atau mengkonversi aktiva
likuid menjadi tunai. Untuk itu setiap bank yang beroperasi sangat menjaga
likuiditasnya agar pada posisi yang ideal. Dalam manajemen likuidtas bank
berusaha untuk mempertahankan status rasio likuiditas, memperkecil dana
yang menganggur guna meningkatkan pendapatan dengan resiko sekecil
mungkin, serta memenuhi kebutuhan cashflownya. Sesuai dengan UU No. 7
tahun 1992 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 10 tahun 1998, Bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit, guna
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Secara ringkas, kegiatan utama bank
terbagi menjadi tiga ; (a). Kegiatan penghimpunan dana, (b). Kegiatan
penggunaan dana atau penyediaan dana serta (c). Kegiatan pemberian jasa-
jasa perbankan. Berdasarkan hal tersebut diatas, pengelolaan likuiditas bank
merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kegiatan operasi bank. Bank
harus mampu mengontrol cash flow-nya agar likuiditas dapat terjaga. Sulitnya
pengelolaan likuiditas tersebut disebabkan oleh dana yang dikelola bank
sebagian besar berasal dari dana masyarakat yang sifatnya jangka pendek
dan dapat ditarik sewaktu-waktu (tabungan, giro dan deposito).
Sementara itu, guna memperoleh pendapatan bank yang maksimal dana
tersebut diberikan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Kredit
yang Diberikan (KYD) memiliki jangka waktu pengembalian serta memiliki
resiko tidak terbayar oleh debitur (kredit bermasalah). Oleh karena itu, bank
harus benar-benar memperhatikan kebutuhan likuiditas untuk suatu jangka
waktu tertentu. Perkiraan kebutuhan likuiditas tersebut sangat dipengaruhi oleh
perilaku penarikan nasabah, sifat dan jenis sumber dana yang dikelola bank.
Sumber dana bank (Tabungan, Giro, Deposito dan Sertifikat Deposito)
dialokasikan pada : (a). Cadangan Primer, untuk memenuhi ketentuan
likuiditas minimum dan keperluan operasional bank sehari-hari. Bentuknya
berupa uang kas, saldo rekening di bank sentral dan bank-bank lain serta
warkat-warkat lain dalam proses tertentu. (b). Cadangan Sekunder, untuk
memenuhi kebutuhan likuiditas yang jangka waktunya kurang dari satu tahun,
sekaligus untuk memperoleh margin keuntungan seperti penempatan pada
Sertifikat Bank Indonesia, Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), Sertifikat
Deposito. Manajemen Likuiditas Bank diibaratkan sebagai “torn tempat
menyimpan air”. Torn air tersebut, dengan bantuan pompa air akan
menampung air yang berasal dari sumbernya serta akan menyalurkannya
ketika kita membuka kran di suatu tempat.
TUJUAN PERKULIAHAN:
Oliver G. Wood, Jr
William M. Glavin
Rasio-Rasio Likuiditas
1. Rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (Cash Ratio). Rasio ini
dapat dijadikan ukuran untuk menilai kemampuan bank dalam
memenuhi kebutuhan likuiditas akibat penarikan dana oleh pihak ketiga
dengan menggunakan alat-alat likuid bank yang tersedia (uang kas,
saldo giro pada bank sentral dan bank-bank koresponden).
2. Rasio kredit terhadap total dana pihak ketiga. Rasio likuiditas ini
juga sering disebut dengan loan to deposit ratio atau LDR. Rasio ini
memberikan indikasi mengenai jumlah dana yang diterima bank
berbanding dengan dana yang disalurkan dalam bentuk kredit. Bila
rasio LDR tinggi, hal ini menggambarkan kurang baiknya posisi
likuiditas bank. Dana yang diterima bank meliputi : Kredit Likuiditas
Bank Indonesia, Giro, Deposito, dan Tabungan masyarakat; pinjaman
bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan namun tidak
termasuk pinjaman subordinasi; deposito dan pinjaman dari bank lain
yang berjangka waktu lebih 3 bulan; surat berharga yang diterbitkan
bank yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan; modal lain; dan modal
pinjaman.
BANK UMUM
2. Aset Likuid Berkualitas Tinggi atau High Quality Liquid Asset, yang
selanjutnya disingkat HQLA, adalah kas dan/atau aset keuangan
yang dapat dengan mudah dikonversi menjadi kas dengan sedikit
atau tanpa pengurangan nilai untuk memenuhi kebutuhan likuiditas
Bank selama periode 30 (tiga puluh) hari kedepan dalam skenario
stres.
3. Total Arus Kas Keluar Bersih, yang selanjutnya disebut Net Cash
Outflow, adalah total estimasi arus kas keluar (cash outflow)
dikurangi dengan total estimasi arus kas masuk (cash inflow) yang
diperkirakan akan terjadi selama 30 (tiga puluh) hari kedepan dalam
skenario stres.
Jumlah likuiditas yang wajib dipelihara oleh setiap bank harus ditempatkan
dalam rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia. Likuiditas
wajib ini disebut Giro Wajib Minimum. Menurut ketentuan, besarnya Giro Wajib
Minimum Rupiah adalah 5 % dari total dana pihak ketiga rupiah yang dihitung
rata-rata harian dalam satu minggu. Ketentuan Giro Wajib Minimum dapat
dibedakan dalam dua kategori perhitungan, yaitu : giro wajib dalam rupiah dan
giro wajib dalam valuta asing yang besarnya 3% dari dana pihak ketiga dalam
valas. Selanjutnya, ketentuan pelaporan likuiditas wajib dalam valuta asing
hanya berlaku bagi bank-bank yang telah memperoleh izin sebagai bank
devisa, untuk pelaporan likuiditas wajib dalam rupiah berlaku baik bagi bank-
bank devisa maupun bank-bank bukan devisa.
LFR Target adalah kisaran LFR yang dibatasi oleh batas bawah dan
batas atas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam rangka
perhitungan GWM LFR. GWM LFR adalah simpanan minimum dalam
Rupiah yang wajib dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo
Rekening Giro pada Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari
DPK yang dihitung berdasarkan selisih antara LFR yang dimiliki
oleh Bank dengan LFR Target. Besaran dan parameter yang
digunakan dalam perhitungan GWM LFR ditetapkan sebagai berikut:
Perhitungan Giro Wajib Minimum suatu bank bagi analis luar dapat
menggunakan data keuangan yang bersumber dari Neraca dan Laba-Rugi
Bank yang dipublikasikan melalui media cetak.
Perhitungan Giro Wajib Minimum Rupiah dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus berikut :
Jumlah Saldo Giro pada Bank Indonesia x 100% = ≥ 5%
Jumlah Dana Pihak Ketiga
Jumlah Saldo Giro pada Bank Indonesia x 100% = Rp.72.681 x 100% = 5,08%
Jumlah Dana Pihak Ketiga Rp. 1.430.192
NERACA
PT. BANK XYZ
Tanggal : 31 Desember 1999
(Dalam Jutaan Rupiah)
1. Kas 9.280
a. Rupiah 1.056
b. Valas 7.739
4. Penempatan Pada Bank Lain
a. Rupiah 55.000
b. Valas 199.675
a. Rupiah 21.142
b. Valas 48.308
7. Penyertaan 67.280
JUMLAH 1.828.932
Likuiditas BPR berbeda dengan likuiditas Bank UMUM, pada BPR tidak ada
kewajiban GWM, likuiditas BPR hanya dinilai dari cash rasionya (CR) dan rasio
kredit yang diberikan berbanding jumlah sumber dana yang diterima (Loan to
Deposit Ratio).
Cara menghitung Cash Ratio = Alat likuid / Hutang Lancar x 100%. Alat likuid
terdiri dari Kas ditambah Antar bank aktiva Giro (dikurangi Antar bank pasiva
deposito yang berjangka waktu kurang dari 3 bulan). Sedangkan Hutang
Lancar terdiri Kewajiban bank yang segera harus dibayar (kewajiban yang
berjangka waktu kurang dari 3 bulan) ditambah tabungan ditambah deposito.
CR minimal sesuai ketentuan Bank Indonesia adalah 4%, apabila bank
memiliki CR kurang dari 4% bank akan dimasukan ke Bank Dalam
Pengawasan Khusus (DPK).
Cara menghitung Rasio LDR = total Kredit yang diberikan / jumlah sumber
dana yg diterima x 100%. Kredit yang diberikan adalah total outstanding kredit
pada neraca, sedangkan jumlah sumber dana yang diterima terdiri dari
tabungan, deposito, pinjaman yang diterima bank, modal inti bank, dan modal
pinjaman bank.
TUGAS