Anda di halaman 1dari 22

BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Definisi liquiditas dan manajemen liquiditas
2.1.1.
Definisi Liquiditas
Beberapa penulis memberikan pengertian likuiditas dalam perspektif perbankan
sebagai berikut.
a. Joseph E. Burns
Likuiditas bank berkaitan dengan kemampuan suatu bank untuk
menghimpun sejumlah tertentu dana dengan biaya tertentu dan dalam
jangka waktu tertentu.
b. Oliver G Wood, Jr
Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi semua penarikan
dana oleh nasabah atau deposan, kewajiban yang telah jatuh tempo, dan
memenuhi permintaan kredit tanpa ada penundaan.
c. William M. Glavin
Likuiditas berarti memiliki sumber dana yang cukup tersedia untuk
memenuhi semua kewajiban.
Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa liquiditas adalah
kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban hutang-hutangnya, dapat
membayar kembali semua deposanya, serta dapat memenuhi permintaan kredit
yang diajukan para debitur tanpa terjadi penangguhan.
2.1.2.

Manajemen Liquiditas

Pengertian manajemen likuiditas menurut beberapa sumber :


a. Duane B. Graddy
Manajemen

likuiditas

malibatkan

perkiraan

permintaan

dana

oleh

masyarakat dan penyediaan cadangan untuk memenuhi semua kebutuhan.

b. Oliver G. Wood
Manajemen likuiditas melibatkan perkiraann kebutuhan dan penyediaan kas
secara terus menerus baik kebutuhan jangka pendek atau musiman maupun
kebutuhan jangka panjang.
2.2.

Ketentuan-ketentuan umum tentang likuiditas


2.1.
Likuiditas Rupiah
Ketentuan mengenai Likuiditas Rupiah sebagai berikut :

Likuiditas minimum yang wajib dipelihara. Untuk mengukur likuiditas


minimum yang wajib dipelihara, dengan standar ketentuan 2%.

Bank dalam menghimpun dana diwajibkan memelihara sejumlah


likuiditas tertentu dari total DPK yang dihimpun oleh bank dlm periode
tertentu.

Jumlah likuiditas wajib minimum tsb harus ditempatkan dalam rekening


giro bank ybs pada bank sentral. Oki/ disebut Giro Wajib Minimum
(GWM)

Ketentuan BI: GWM Rupiah adalah 5% dari total DPK Rupiah yang
dihitung rata-rata harian dalam satu minggu dan harus dilaporkan ke BI

GWM dibedakan dalam 2 kategori: GWM rupiah (5%) dan GWM valas
(3%)

Pelaporan GWM valas dilakukan oleh bank devisa, sedangkan


pelaporan GWM rupiah dilakukan oleh bank devisa dan bukan bank
devisa termasuk pula BPR

Perhitungan GWM: Jumlah Saldo Giro pada BI / Jumlah DPK X 100%


= > 5%

Komponen komponen alat likuid. Terdiri dari kas dan giro pada BI

Komponen dana pihak ketiga. Giro, Deposito berjangka, Sertifikat


deposito, deposito on call, Tabungan, serta Kewajiban jangka pendek
lainnya.


2.2.

Laporan likuiditas
Likuiditas valuta asing

Ketentuan umum mengenai likuiditas valuta asing, yaitu :

Likuiditas minimum yang wajib dipelihara. Berikut rumus mengukur


likuiditas minimum yang wajib dipelihara, dengan standar ketentuan 2%

Komponen komponen alat likuid. Terdiri dari kas dan giro pada BI

Komponen dana pihak ketiga. Giro, Deposito berjangka, Sertifikat


deposito, deposito on call, Tabungan, serta Kewajiban jangka pendek
lainnya.

Masa laporan dan masa pengisian laporan

Kewajiban penyampaian laporan

Batas waktu penyampaian laporan:


Dalam efek emitmen atau perusahaan Publik tercatat di Bursa Efek di
Indonesia dan Bursa Efek di negara lain, dimana ketentuan batas waktu
penyampaian laporan tahunan yang ditetapkan Bapepam dan LK
berbeda dengan ketentuan yang ditetapkan oleh otoritas pasar modal di
negara lain tersebut, maka:

Batas waktu penyampaian laporan tahunan kepada Bapepam dan


LK dapat dilakukan mengikuti batas waktu penyampaian laporan
tahunan kepada otoritas pasar modal di negara lain

Penyampaian laporan tahunan kepada Bapepam dan LK dilakukan


pada tanggal yang sama dengan penyampaian laporan kepada
otoritas pasar modaldi negar lain

Laporan tahunan yang disampaikan kepada Bapepam dan LK dan


disampaikan kepada otoritas pasar modal di negara lain wajib
memuat informasi yang sama

Dalam hal batas waktu penyampaian laporan tahunan jatuh pada


hari libur, maka laporan tahunan wajib disampaikan pada satu hari
kerja berikutnya.

Tempat penyampaian laporan

Pengenaan bunga pelanggarandan kewajiban karena terlambat


menyampaikan laporan

2.3.

Teori Manajemen Liquiditas


Menurut Veitzhal (2007: 387) teori tentang manajemen likuiditas perbankan ini
relatif hampir sama tuanya dengan ilmu perbankan. Ada empat teori likuiditas
perbankan yang dikenal yaitu sebagai berikut:
1) Commercial Loan theory
Teori ini dianggap paling kuno, nama lian dari teori ini adalah real bills
doctrine. Teori ini mulai dikenal sekitar 2 abad lalu. Kajian teori ini
dilakukan oleh Adam Smith dalam bukunya yang terkenal The Wealth of
Nation yang diterbitkan tahun 1776. teori ini beranggapan bahwa bank hanya
boleh memberikan pinjaman dengan surat dagang jangka pendek yang dapat
dicairkan dengan sendirinya(self liquiditing). Self Liquiditing berarti
pemberian pinjaman mengandung makna untuk pembayaran kembali.
2) Shiftability Theory
Shiftability theory teori tentang aktiva yang dapat dipindahkan dan teori ini
beranggapan bahwa likuiditas sebuah bank tergantung pada kemampuan
bank memindahkan aktivanya ke pada orang lain dengan harga yang dapat
diramalkan, misalnya dapat diterima bagi bank utnuk berinvestasi pada pasar
terbuka jangka pendek dalam portofolio aktivanya. Jika dalam keadaan ini
sejumlah depositors harus memutuskan untuk menarik kembali uang mereka,
bank hanya tinggal menjual investasi tersebut, mengambil yang diperoleh
(atau dibeli), dan membayarnya kembali kepada depositornya.

3) Anticipated Income Theory


Sebagai teori yang dikenal tahun 1940 yang menonjol di Amerika Serikat,
yaitu teori pendapatan yang diharapkan (the anticipated income theory) ini
berarti semua dana yang dialokasikan atau setiap upaya mengalokasikan
dana ditunjukkan pada sector yang feasible dan layak akan menguntungkan
bagi bank.
4) The Liability Management Theory
Maksud teori ini adalah bagaimana bank dapat mengelola pasivanya
sedemikian rupa sehingga pasiva itu dapat menjadi sumber likuiditas.
Likuiditas yang diperlukan bagi bank adalah:
a)
b)
c)
2.4.

untuk menghadapi penarikan oleh nasabah


memenuhi kewajiban bank yang jatuh tempo
memenuhi permintaan pinjaman dari nasabah.

Tujuan manajemen liquiditas


Tujuan manajemen likuiditas adalah :
Menjaga posisi likuiditas bank agar selalu berada pada posisi yang
ditentukan bank sentral;
Mengelola alat-alat likuid agar selalu dapat memenuhi semua kebutuhan
cash flow, termasuk kebutuhan yang tidak diperkirakan, misalnya penarikan
yang tiba-tiba terhadap sejumlah giro atau deposito berjangka yang belum
jatuh tempo;
Sedapat mungkin memperkecil adanya idle funds.

2.5.

Pengukuran likuiditas
Alat-Alat Pengukuran Likuiditas

Secara akuntansi keuangan atau perbankan, perhitungan atau pengukuran


likuiditas dapat dilakukan melalui perhitungan ratio yang menggambarkan
hubungan timbal balik antara asset dengan liabilities. Adapun rumus-rumus
perhitungan ratio likuiditas yang sering dipergunakan adalah sebagai berikut :
Cash Asset
1. Quick Ratio = -------------------Total Deposit
Ratio ini menunjukkan kemampuan bank untuk membayar kembali simpanan
para nasabahnya dengan alat-alat yang paling likuid yang dimiliki bank tersebut.
Ratio ini sering disebut sebagai Quick Ratios. Dalam persamaan di atas, Cash
asset terdiri dari Kas, Giro Bank Indonesia, dan Rekening pada bank lain,
sedangkan Total Deposit meliputi Demand deposit (Giro), Time deposit
(Deposito/simpanan berjanka), dan Saving deposit (tabungan).
Securities
2. Investing Policy Ratio = ----------------Total Deposit
Ratio ini menunjukkan kemampuan bank dalam melunasi kewajiban kepada para
nasabahnya dengan melikuidasi/menjual surat-surat berharga yang dimilikinya.

Total Loans
3. Banking Ratio = -------------------Total Deposit
Banking Ratio digunakan untuk mengukur kemampuan bank untuk membiayai
pemberian pinjaman dengan menggunakan dana yang dihimpun dari para
nasabah/pihak ketiga.
Liquidity Assets
4. Cash Ratio = ----------------------------Short term borrowing
Cash ratio adalah ratio yang menunjukkan kemampuan bank untui melunasi
kewajiban-kewajiban yang harus segera dibayar dengan alat-alat likuid yang
dimilikinya.
2.6.

Strategi mengamankan Liquiditas


Dalam rangka menjaga posisi likuiditas dan proyeksi cashflow agar selalu berada
dalam posisi aman, terutama dalam kondisi tingkat bunga berfluktuasi, beberapa
strategi yang dapat dikembangkan oleh bank sbb (Raflus Rax, 1996):
Memperpanjang jatuh tempo semua kewajiban bank, kecuali bila tingkat
bunga cenderung mengalami penurunan;
Melakukan diversifikasi sumber dana bank;

Menjaga keseimbangan jangka waktu aset dan kewajiban


Memperbaiki posisi likuidias antara lain mengalihkan aset yang kurang
marketable menjadi lebih marketable.
Bank dianggap likuid apabila:
Memiliki sejumlah likuiditas / memegang alat-alat likuid, cash assets (uang
kas, rekening pada bank sentral dan bank lainnya) sama dengan jumlah
kebutuhan likuiditas yang diperkirakan.
Memiliki likuiditas kurang dari kebutuhan, tetapi bank memiliki surat-surat
berharga yang segera dapat dialihkan menjadi kas, tanpa mengalami
kerugian baik sebelum / sesudah jatuh tempo.
Memiliki kemampuan untuk memperoleh

likuiditas

dengan

cara

menciptakan uang, misalnya penggunaan fasilitas diskonto, call money,


penjualan surat berharga dengan repurchase agreement (repo)
Ketentuan likuiditas wajib minimum :
Bank dalam menghimpun dana diwajibkan memelihara sejumlah likuiditas
tertentu dari total DPK yang dihimpun oleh bank dlm periode tertentu.
Jumlah likuiditas wajib minimum tsb harus ditempatkan dalam rekening giro
bank ybs pada bank sentral. Oki/ disebut Giro Wajib Minimum (GWM)
Ketentuan BI: GWM Rupiah adalah 5% dari total DPK Rupiah yang
dihitung rata-rata harian dalam satu minggu dan harus dilaporkan ke BI
# GWM dibedakan dalam 2 kategori: GWM rupiah (5%) dan GWM valas
(3%)
# Pelaporan GWM valas dilakukan oleh bank devisa, sedangkan pelaporan
GWM rupiah dilakukan oleh bank devisa dan bukan bank devisa termasuk
pula BPR
# Perhitungan GWM bagi analis luar menggunakan data keuangan bank
yang dipublis di media.
# Ketentuan BI bank wajib mempublis laporan keuangan setiap triwulan (per
31 Maret, 30 Juni, 30 September, dan 31 Desember)

# Perhitungan GWM: Jumlah Saldo Giro pada BI / Jumlah DPK X 100% = >
5%
2.7.

STRATEGI LIKUIDITAS DAN PROFITABILITAS

1. Strategi Likuiditas
Dalam menjalankan aktifitasnya manajemen dapat melakukan beberpa strategi
agar likuiditas bank tetap berjalan dengan baik, strategi tersebut diantaranya:

Strategi Preventif
Strategi prefentif adalah bahwa likuiditas dikelola dengan menjauhi
unsur-unsur spekulatif sehingga masalah likuiditas dapat dijauhi. Untuk
itu, kaidah-kaidah dalam pengendalian likuiditas harian dan jangka
menengah perlu dipenuhi. Adapun prosesnya dapat dijelaskan dibawah
ini:

Pengendalian Harian

Pengendalian Jangka Menengah

Pengendalian jangka panjang

Strategi Represif

Walau telah diusahakan dengan strategi prefentif, masalah likuiditas


masih mungkin terjadi. Perubahan lingkungan yang cepat mungkin belum
dapat diantisipasi oleh pihak bank sehingga strategi yang ada menjadi
kurang mengena yang akhirnya dapat menyebabkan terjadinya masalah
likuiditas. Apabila hal ini sampai terjadi terdapat berbagai cara untuk
mengatasinya sehingga pihak bank diharap tetap dapat memenuhi
kewajiban penarikan kas dari nasabah dan kepercayaan terhadap bank
tetap terpelihara.

Beberapa cara atau strategi represif yang diterapkan untuk mengatasi


masalah likuiditas dapat dijelaskan sebagai berikut:

Meminjam dari pasar uang

Mengkonversikan dana valuta asing yang dimiliki

Meminjam valuta asing dari pasar internasional

Memanfaatkan fasilitas discount window I

Memanfaatkan fasilitas discount window II

2. Strategi Profitabilitas
Profitabilitas perbankan adalah suatu kesanggupan atau kemampuan bank
dalam memperoleh laba. Masalah profitabilitas atau pendapatan bagi bank
merupakan masalah penting karena pendapatan bank ini menjadi sasaran
utama yang harus dicapai sebab bank didirikan untuk mendaptkan profit/laba.
laba diperoleh dari kegiatan perkreditan itu berupa selisih antara biaya dana
dengan pendapatan bunga yang diterima dari para debitur. Laba merupakan
tujuan utama dari suatu bank sehingga harus benar-benar diperhatikan dengan
serius.
Berikut 3 strategi untuk meningkatkan profitabilitas suatu bank:

2.8.

Strategi untuk mengurangi beban

Strategi untuk meningkatkan margin atau keuntungan

Strategi untuk meningkatkan sales (penjualan)

KONSEP LIKUIDITAS

Sejalan dengan pemenuhan kebutuhan likuiditas bank, maka suatu bank dianggap
likuid apabila :
Memiliki sejumlah likuiditas sama dengan jumlah kebutuhan likuiditasnya
Memiliki likuiditas kurang dari kebutuhan tetapi bank mempunyai surat-surat
berharga yang segera dapat dialihkan menjadi kas
Memiliki kemampuan untuk memperoleh likuiditas dengan cara menciptakan
uang.
Sumber-sumber kebutuhan liquiditas

2.9.

Sumber utama kebutuhan likuiditas bank berasal dari adanya kebutuhan antara
lain untuk memenuhi :

Ketentuan likuiditas wajib (reserve requirement) atau cash ratio.


Saldo rekening minimum pada bank koresponden.
Penarikan simpanan dalam operasional bank sehari-hari.
Permintaan kredit dari masyarakat.

2.10. Pengertian Resiko Likuiditas


Berikut ini beberapa pendapat dari pengertian resiko likiditas:
Resiko likuiditas adalah resiko yang antara lain disebabkan oleh bank
tidak mampu memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo.
Islamic Financial Service Board (IFSB) mendifinisikan resiko likuiditas
sebagai potensi kerugian yang dapat dialami oleh bank islam karena
ketidakmampuanya

memenuhi

liabilitas

yang

telah

jatuh

tempo

atau

ketidakmampuan bank islam dalam mendanai peningkatan asetnya dengan biaya


yang relative murah dan tanpa adanya kerugian berarti yang diderita.
Sementara itu BI melalaui PBI no.13/23/PBI/2011 mendefinisikan bahwa
resiko likuiditas sebagi resiko akibat ketidakmampuan bank memenuhi liabilitas
yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan atau likuid berkualitas
tinggi yang dapat digunakan, tanpa mengganggu aktivitas dan keuangan.
2.11. Faktor Pendorong Timbulnya Resiko Likuiditas

Secara umum resiko likuiditas mencakup dua hal yaitu kemampuan bank
dalam memenuhi liabilitas atau jumlah dana simpanan nasabah yang akan ditarik
kembali oleh para nasabah, kemudian hal yang kedua adalah kemampuan bank
dalam mendapatkan dana baru , dana baru yang dimaksud disini adalah akses
atau sumber pendanaan yang bisa segera bank islam dapatkan guna memenuhi
kebutuhan jangka pendek yang telah jatuh tempo.
Dengan demikian resiko likuiditas perbankan merupakan akibat dari
interaksi antara asset dan liabilitas yang bank islam miliki. Sehingga
permasalahan likuiditas pada bank islam dapat terjadi jika beberapa kejadian
berikut terjadi.
1.

Pada saat penarikan dana simpanan yang berjumlah besar. Ini bisa
menjadi penyebab bank mengalami permasalahan likuiditas, karena jika
pada saat nasabah melakukan penarikan dana dari bank dengan jumlah yang
besar, akan tetapi pada saat yang bersamaan pihak bank tidak memiliki
sumber yang mencukupi dan tidak bisa mencari sumber pendanaan lain
dengan cepat untuk bisa memenuhi kewajibanya tersebut. Maka akan

2.

menyebabkan terjadinya kekosongan kas.


Ketika bank telah memiliki komitmen pembiayaan dalam jumlah besar
yang belum terealisasi dengan debitur dan pada saat realisasi bank tidak
memiliki dana yang cukup. Dalam kejadian seperti ini bisa diibaratkan
seperti saat kita berjanji kepada orang lain, akan tetapi pada saat tiba
waktunya untuk menepati janji, kita tidak bisa menrpatinya. Hal ini akan
menyebebkan penurunana tingkat kepercayaan nasabah yang berakibat para

nasabah akan kabur dari bank.


3. Terjadi penarikan simpanan yang cukup besar dan bank tidak memiliki asset
yang dapat segera dicairkan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas tersebut.
Oleh karena itu memang sudah seharusnya bank islam memiliki asset yang
dapat bisa dengan cepat untuk dicairkan seperti sertifikat bank Indonesia
atupun asset-aset yang lainya yang sejenis. Maka bank tidak bisa
menyalurkan seluruh dana ataupun asset yang dimilikinya untuk pendanaan

ataupun jenis-jenis akad pembiayaan yang tidak bisa dicairkan dalam waktu
singkat.
4. Terjadi penurunan besar-besaran terhadap nilai asset yang bank miliki yang
memicu turunya pula tingkat kepercayaan nasabah terhadap bank tersebut.
Turunya tingkat kepercayaan nasabah terhadap bank akan memicu para
nasabah untuk menarik dana simpananya yang terdapat di bank tersebut, jika
tidak semua nasabah yang menarik investasinya dan pihak bank bisa
memenuhi kewajibanya itu maka kondisi bank akan baik-baik saja, akan
tetapi jika para nasabah melakukan penarikan dananya secara bersama-sama
tentu saja pihak bank tidak akan sanggup untuk memenuhi kewajibanya
tersebut. Dan akibatnya bank akan mengalami kebangkrutan.
5. Kondisi ekonomi dan moneter. Sebagai bagian dari system perekonomian,
kondisi perekonomian secara umum sangat mempengaruhi kondisi likuiditas
perbankan. Pada saat terjadi tingkat inflasi yang tinggi yang akan ditandai
dengan tingginya demand, maka otoritas moneter akan mengambil kebijakan
kontarksi moneter dengan memainkan instrument moneter seperti menaikan
tingkat suku bunga serifikat bank Indonesia.
2.12. Proses Manajemen Resiko Likuiditas
Likuiditas menjadi hal yang penting bagi bank untuk dikelola.
Pengelolaan resiko likuditas pada bank sedikit lebih rumit dibandingkan
dengan jenis resiko lainya, hal ini karena likuiditas memiliki dua sisi yang
bertolak belakang. Di satu sisi tingginya likuiditas pada suatu bank membuat
posisi bank relative aman dan stabil, tetapi di sisi lain likuiditas yang terlalau
banyak akan menyebabkan tingkat profitabilitas atau keuntungan suatu bank
menjadi menurun, ini dikarenakan asset-aset yang likuid biasanya tidak
menghasilkan atau memberikan profit bagi bank tersebut.

Dalam perbankan manajemen likuiditas adalah salah satu hal yang


penting dalam memelihara kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut.
Untuk itu setiap bank yang beroperasi sangat menjaga likuiditasnya agar pada
posisi yang ideal. Dalam manajemen likuidtas bank berusaha untuk
mempertahankan status rasio likuiditas, memperkecil dana yang menganggur
guna meningkatkan pendapatan dengan resiko sekecil mungkin, serta
memenuhi kebutuhan cashflownya.
Jadi tujuan manajemen likuiditas adalah mencapai cadangan yang
dibutuhkan yang telah ditetapkan oleh bank sentral karena kalu tidak dipenuihi
akan kena pinalti dari Bank sentral, kedua memperkecil dana yang menganggur
karena kalau banyak dana yang menganggur akan mengurangi profitabilitas
bank, dan mencapai likuiditas yang aman untuk menjaga proyeksi cashflow
dalam kondisi yang sangat mendesak misalnya penarikan dana oleh nasabah,
pengambilan pinjaman.
Dalam manajemen likuiditas yang baik, haruslah diawali dengan proses
pengukuran likuiditas pada bank dan dengan diakhiri dengan berbagai strategi
mitigasi resiko yang dapat dilakuakan bank.
1.

Penetapan risk appetie


Risk appetie adalah tingkat toleransi resiko dari manajemen bank dalam
menciptakan nilai bagi pemilik bank.risk appetie terdiri atas dua komponen
utama yaitu, risk tolerance dan risk limit.
Risk tolerance menunjukan seberapa banyak cadangan modal yang
secara kuantitatif dipersiapkan untuk mengantisipasi resiko.risk tolerance
juga menggambarkan tingkat resiko yang masih dapat diterima oleh bank
secara keseluruhan karena dianggap potensi kerugian yang akan terjadi
masih dapat diserap oleh cadangan modal yang masih dimiliki.
Sedangkan risk limit adalah batas toleransi resiko yang diperkenankan
untuk lebih granular, yaitu tingkat resiko yang dapat diterima pada level
unit bisnis atau divisi. Resiko limit juga merupakan panduan bagi setiap

unit bisnis yang ada pada struktur orgaisasi bank islam untuk mengambil
resiko pada setiap transaksi yang dilakukan, setiap transaksi yang masih
dibawah risk limit akan tetap dilakukan namun apabila diatas risk limit
maka

transaksi

tersebut

sebaiknya

ditinggalkan

atau

minimal

dipertimbangkan secara matang.


Proses penetapan risk appetie bukan merupakan proses yang hanya
mengandalkan intuisi atau penilaian kualitatif belaka, tetapi juga harus juga
berdasarkan data historis yang mecerminkan tingkat resiko yang ada pada
bank dan sekaligus memepertimbangkan pengembangan bisnis bank islam
dimasa depan.
2. Identifikasi resiko
Proses

identifikasi

resiko

merupakan

sebuah

proses

untuk

menentukan resiko apa yang dapat terjadi dan bagaimana resiko itu trjadi.
Proses identifikasi resiko harus dilakukan secara menyeluruh. Jenis resiko
yang melekat pada produk dan aktivitas bank dapat berbeda-beda, bagitu
pula dampak yang diakibatkan oleh resiko tersebut.
Terdapat beberapa tahapan dalam mengidentifikasi sebuah resiko :
1) Menyususn daftar resiko secara komperhensif, resiko yang mungkin
terjadi disusun berdasarkan dampak pada setiap elemen kegiatan,
factor-faktor penyebabnya, hingga diketahuai besarnya tingkat resiko
yang mungkin terjadi nantinya.
2) Menganalisis karakteristik resiko yang melekat pada bank baik pada
produk-produk maupun pada kegiata usaha bank.
3) Menggambarkan proses terjadinya resiko dengan menganalisis factorfaktor apa yang menjadi penyebab timbulnya sebuah resiko.
4) Menentukan pendekatan atau instrument yang tepat untuk identifikasi
resiko. Misalnya berdasarkan pengalaman, pencatatan atas resiko yang
pernah terjadi, dan sebagainya.

3. Pengukuran resiko likuiditas


Proses manajemen resiko likuiditas diawali dengan identifikasi
berbagai komponen pada asset dan liabilitas yang sangat terkait dengan
likuiditas bank. Aset-aset yang dimiliki bank akan menghasilkan arus kas
masuk, dimana dalam arus kas masuk tersebut ada beberapa cara yang
dapat ditempuh oleh bank untuk mendapatkan dana liquid. Sementara
liabilitas yang dimiliki akan mengakibatkan arus kas keluar dari bank,
seprti penarikan dan yang dilakukan oleh para nasabah, pemberian nisbah
bagi hasil dengan nasaba maupun para invesror dan sebaginya.
Pengumpulan data arus kas masuk dan keluar sangatlah penting karena
akan menjadi sumber informasi dalam penyusunan proyeksi arus kas.
Dengan mengamati pola perilaku arus kas yang masuk dan arus kas yang
keluar di masa lalu dan kemudian menggunakannya untuk memprediksi
dan memproyeksikan arus kas dimasa yang akan datang, sehingga dengan
menggunakan data tersebut bank dapat memeperoleh proyeksi kelebihan
atau kah kekurangan likuiditas dimasa yang akan datang.
Jika kondisinya arus kas yang masuk lebih besar dibandingkan dengan
arus kas yang keluar maka bank mengalmi kelebihan likuiditas (excess
liquidty) dan jika kondisinya pada sebaliknya maka bank mengalami
kekurangan likuiditas (shortage liquidity). Maka informasi ini sangat
berguna bagi bank untuk menentukan kapan pendanaan kekurangan
likuiditas harus dilakukan agar bank terhindar dari masalah likuiditas.
Dengan demikian langkah antisipatif untuk menghindari masalah likuiditas
dapat dilakukan, agar model proyeksi arus kas masuk dan keluar dapat
dipastikan akurasinya maka back testing perlu dilakuakan agar kesalahan
proyeksi dapat diminimalisirkan.
Kemudian selain dengan metode kas masuk dan keluar pengukuran
resiko likuiditas juga bisa dilakkan dengan cara melihat besarnya penarikan
dana yang dilakukan oleh nasabah baik berupa penarikan melalui kliring

maupun penarikan tunai secara harian. Dan Melaksanakan monitoring


secara harian atas semua dana masuk baik melalui incoming transfer
maupun setoran tunai nasabah.
Untuk melihat apakah sebuah perusahaan atau bank dikatagorikan
likuid atau tidak maka dapat dapat digunakan current ratio sebagai alat
untuk menganalisanya. Current ratio biasanya digunakansebagai alat untuk
mengukur keadaan likuiditas suatu perusahaan, dan juga merupakan
petunjuk untuk mengetahui dan menduga smpai manakah kiranya kita
apabila kita memeberikan kredit berjangka pendek kepada seorang
nasabah, dapat merasa aman atau tidak. Dasar perbandingan tersebut
dipergunakan sebagai alat petunjuk, apakah perusahaan yang mandapat
kredit itu kira-kira akan mampu ataupun tidak untuk memenuhi
kewajibannya untuk melakukan pembayaran kembali atau pada pelunasan
pada tanggal yang sudah ditentukan. Dasar perbandingan itu menunjukan
apakah jumlah aktiva lancar itu cukup melampaui besarnya kewajiban
lancar, sehingga dapatlah kiranya diperkirakan bahwa, sekiranya pada
suatu ketika dilakukan likuiditas dari aktiva lancar dan ternyata hasilnya
dibawah nilai dari yang tercantum di neraca, namun masih tetap akan
terdapat cukup kas ataupun yang dapat dikonversikan menjadi uang kas di
dalam waktu singkat, sehingga dapat memenuhi kewajibannya.
Current ratio yang tinggi maka makin baiklah posisi para kreditor, oleh
karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa utang perusahaan itu
akan dapat dibayar pada waktunya. Hal ini terutama berlaku bila pimpinan
perusahaan menguasai pos-pos modal kerja dengan ketat/dengan
semestinya. Dilain pihak ditinjau dari sudut pemegang saham suatu current
ratio yang tinggi tak selalu paling menguntungkan, terutama bila terdapat
saldo kas yang kelebihan dan jumlah piutang dan persediaan adalah terlalu
besar.
Pada umumnya suatu current ratio yang rendah lebih banyak
mengandung risiko dari pada suatu current ratio yang tinggi, tetapi kadang-

kadang suatu current ratio yang rendah malahan menunjukkan pimpinan


perusahaan menggunakan aktiva lancar sangat efektif. Yaitu bila saldo
disesuaikan dengan kebutuhan minimum saja dan perputaran piutang dari
persediaan ditingkatkan sampai pada tingkat maksimum. Jumlah kas yang
diperlukan tergantung dari besarnya perusahaan dan terutama dari jumlah
uang yang diperlukan untuk membayar utang lancar, berbagai biaya rutin
dan pengeluaran darurat.
Munawwir menyatakan current ratio 200% kadang sudah memuaskan
bagi suatu perusahaan, tetapi jumlah modal kerja dan besarnya rasio
tergantung pada beberapa faktor, suatu standar atau rasio yang umum tidak
dapat ditentukan untuk seluruh perusahaan. Current ratio 200% hanya
merupakan kebiasaan atau rule of thumb dan akan digunakan sebagai titik
tolak untuk mengadakan penelitian atau analisa yang lebih lanjut.
Current ratio ini menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety)
kreditor jangka pendek, atau kemampuan perusahaan untuk membayar
hutang-hutang tersebut. Tetapi suatu perusahaan dengan current ratio yang
tinggi belum tentu menjamin akan dapat dibayarnya hutang perusahaan
yang sudah jatuh tempo karena proposisi atau distribusi dari aktiva lancar
yang tidak menguntungkan, misalnya jumlah persediaan yang relatif tinggi
dibandingkan taksiran tingkat penjualan yang akan datang sehingga tingkat
perputaran persediaan rendah dan menunjukkan adanya over investment
dalam persediaan tersebut atau adanya saldo piutang yang besar yang
mungkin sulit untuk ditagih.
Adapun formulasi dari current ratio (CR) adalah sebagai berikut :
Current ratio= (aktiva lancer : hutang lancar) x 100%

4. Mitigasi resiko likuiditas


Mitigasi adalah suatu langkah pencegahan untuk menaggulangi resiko
yang ada. Secara umum proses manajemen resiko likuiditas tidak jauh beda

dengan resiko lainya, khusus untuk resiko likuiditas praktik manajemen


resiko harus dilakukan dalam upaya menjaga agar bank berada dalam
tingkat likuiditas optimal dimana kelebihan maupun kekurangan likuiditas
dapat dihindari. Oleh karena itu melalui departemen treasury aktivitas bank
dalam mengelola likuiditas berlangsung secara dinamis dibandingkan
dengan resiko lainya, hal ini disebabkan karena resiko likuiditas dapat
terjadi kapan saja.
Kebijakan resiko likuiditas pada bank biasanya terdiri dari empat hal,
yaitu kebijakan investasi untuk mengalokasikan kelebihan likuiditas,
kebijakan pendanaan untuk menangani kekurangan likuiditas, kebijakan
terkait liquidity buffer dan strategi mitigasi resiko likuiditas bank dapat
dilakukan untuk menghindari kerugian akibat terjadinya permasalahan
likuiditas. Jika terdapat kelebihan likuiditas yakni kondisi dimana arus kas
yang masuk lebih besar dibandingkan arus kas yang keluar sebagia akibat
berlimpahnya dana pihak ketiga yang masuk pihak bank harus
menggunakan berbagai instrument investasi jangka pendek yang digunakan
untuk menempatkan dana yang lebih tersebut. Karena bersifat sementara
maka sebaiknya instrument investasi yang digunakan merupakan
instrument yang mudah ditransaksikan dipasar, jika sewaktu-waktu bank
mengalami likiuiditas segera instrument tersebut biasanya berupa SBI
(sertifikat bank indonesia), pasar uang dan sebagainya.
Begitu pula dengan keadaan yang sebaliknya saat bank mengalami
kekurangan likuditas maka bank akan mencari sumber dana yang cepat
untuk memenuhi kewajiabanya tersebut. Karena kekurangan likuiditas
biasanya juga bersifat sementara maka sumber pendanaan yang dicari juga
seharusnya yang berjangka waktu pendek. Beberapa sumber pendanaan
biasanya diperoleh dari pasar uang maupun pasar uang antar bank, atau ara
yang lainya adalah dengan cara bank menerbitkan surat berharaga.
5. Proses review resiko

Dalam sebuah proses kegiatan tentu akan lebih baik lagi apabila
trdapat proses evaluasi atau review, begitupula pada proses manajemen
resiko juga terdapat tahapan peng-evaluasian setelah analisis serta proses
manajemen resiko yang telah dilakukan. Evaluasi resiko merupakan hal
yang sangat penting kareana akan menentukan langkah dan tindakan yang
dapat diambil manajemen untuk mengelola resiko tersebut.
Pada tahapan evaluasi dan review resiko, tingkat resiko actual yang
terjadi pada bank dimonitor dan dibandingkan dengan berbagai ketentuan
resiko yang telah ditetapkan sebalumnya. Selain itu evaluasi resiko juga
dapat digunakan untuk melihat apakah kebijakan-kebijakan yang diambil
dalam penanggulangan resiko sudah efektif atau belum, serta juga bisa
digunakan untuk menentukan kebijkan apa yang akan diambil untuk
langkah kedepanya.
2.13. Pengendalian Resiko Likuiditas
Resiko likuiditas muncul sebagai konsekuensi dari fungsi intermediasi
yang diambil oleh bank. Resiko ini akan senantiasa melekat pada bank
sepanjang proses bisnis yang dijalan kan oleh sebuah bank. Mulai dari bank
mengumpulkan dana dari masyarakat, hingga sampai bank menyalurkan
kembali dana tersebut kepada masyarakat. sehingga menajemen resiko
likuiditas sudah selayaknya dilekatkan pada setiap tahapan pada proses bisnis
sabuah bank, termasuk pada saat menciptakan suatu produk keuangan. Untuk
melakukan pengendalian dan mitigasi resiko likuiditas yterdapat beberapa hal
yang seharusnya dilakukan bank.
1. Sebiknya bank melakukan diversivikasi atas sumber pendanaan yang
digunakan untu mendanai berbagai pembiayaan yang disalurkan kepada
masyarakat. diversivikasi tersebut mencakup berbagai jenis produk
simpanan dana pihak ketiga dengan jangka waktu bervariasi (janka pendek,
menengah, maupun jangka panjang). Sebaliknya, konsentrasi pendanaan

yang hanya pada satu produk simpanan saja sebiaknya dihindari karena
justru akan meningkatkan resiko likuiditas abagi sebuah bank. Penyebab
harus dihindarinya konsentrasi pendanaan yang hanya pada satu produk
simpanan saja adalah, seumpamanya jika suatu bank memiliki produk
penyaluran dana yang banyak tetapi pada bank tersebut hanya memiliki
satu produk pendanaan kita ambil contohnya tabungan , ketika suatu saat
bank telah melakukan kontrak pembiayaan atau akan menyalurkan dan
kepada masyarakat dan pada kondisi yang bersamaan ada nasabah yang
akan melakukan penarikan dana tabungannya maka dapat dipastikan bank
tidak bisa menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat dikarenakan uang
yang ada di bank atau yang akan diberikan telah dikembalikan pada
pemiliknya, sehingga hal ini akan menyebabkan kekosongan kas pada bank
tersbut. Oleh karena itu dalam produk penghimpunan dana tidak boleh
hanya terkonsentrasi pada satu produk saja. Karena sifat tabungan yang
bisa ditarik kapan saja maka bank tidak bisa memprediksi jangka waktu
tabungan para nasabahnya, akan tetapi jika terdapat produk yang lainya
seperti produk deposito berjangka, mak pihak bank dapat memprediksi
kapan nasabah akan melakukan penarikan dan pihak bank juga bisa
menyalurkan dan kepada masyarakat tanpa harus khawati nasabah kan
melakukan penarikan dana secara tiba-tiba.
Diversifikasi pada sisi sumber pendanaan pun juga harus diimbangi dengan
diverifikasi pada penyaluran dananya. Bila pada sisi pendanaan melimpah
akan tetapi pada sisi penyaluran dananya hanya pada stu produk saja, maka
hal ini kan mengakibatkan dana yang sudah terkumpul akan mengendap di
bank saja, dan kondisi ini akan berpengaruh pada profitabilitas bank
tersebut.
2. Untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek, pihak bank dapat
menggunakan beberapa skema pendanaan jangaka pendek. Misalnya
dengan kontarak skema mudharabah jangka pendek antar bank.

Kekurangan likuiditas dapat ditutupi dengan cara mencari dana likiuid dari
bank lainya. Dengan demikian pihak bank dapat segera menutupi
kekurangan likuiditas yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai