Anda di halaman 1dari 8

KONSEPSI TEORI SEVEN HABITS

DALAM MEMBENTUK GURU EFEKTIF


(Studi Kasus Kinerja Guru di Pondok Pesantren al-Syifa Totikum)

MOHAMMAD QOSIM
Mqosim@gmail.com

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan konsepsi teori seven habit dari Stepen R. Covey
dalam membentuk kinerja guru yang efektif melalui pembiasaan-pembiasaan di pondok
pesantren al-Syifa, Totikum. Penelitian ini berjenis kualitatif dengan pendekatan studi
kasus. Teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun
untuk mengatur kesesuaian antara pendekatan dan teknik analisis data, maka peneliti
menggunakan analisis data tunggal Miles dan Hubberman dalam tiga tahapan, yaitu
kondensasi data, penyajian data dan kesimpulan. Sedangkan uji analisis data
menggunakan teori Norman K. Denzin’s dalam tiga tahapan, yaitu triangulasi teknik,
triangulasi sumber dan triangulasi waktu. Hasil temuan dari penelitian ini menunjukkan
bahwa pembentukan karakter melalui teori pembiasaan, yaitu dengan menciptakan
kebiasaan guru yang proaktif, membentuk kebiasaan guru untuk berpikir berdasarkan visi
misi dan tujuan, guru diarahkan untuk berfikir berdasarkan skala prioritas, guru diarahkan
untuk berfikir menang dan menang, guru di arahkan untuk dapat memahami terlebih
dahulu terhadap suatu problem, guru dapat bersinergi, dan guru dapat melakukan
pembaruan diri dalam bentuk spiritual, mental, fisik, sosial dan emosional.
Kata Kunci : Seven Habits, Gruu Efektif, Pondok Pesantren al-Syifa Totikum

A. Pendahuluan
Efektivitas adalah sesuatu yang menunjukkan taraf tercapainya
suatu tujuan. Suatu usaha dapat dikatakan efektif apabila usaha itu
mencapai tujuan secara ideal. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari
segi tercapai atau tidaknya sasaran yang telah ditentukan. Hasil yang
mendekati sasaran berarti tinggi tingkat efektivitasnya. Sebaliknya, hasil
yang jauh dari sasaran maka kurang efektivitasnya.1
Pada dasarnya, seorang guru dapat dikatakan efektif dalam proses
belajar dan mengajar apabila dapat menyampaikan materi pembelajaran
dengan cara yang menyenangkan, memperlihatkan sikap antusias
terhadap suatu keilmuan dan selebihnya bergantung pada kebiasaan-
kebiasaan yang dilakukan.2 Selain itu, dalam mengembangkan sikap

1
Siti Asiah, “Efektivitas Kinerja Guru,” Tadbir: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 4,
no. 2 (August 1, 2016): h. 1.
2
Neni Yulianita, “Pelatihan menjadi Guru Efektif Berdasarkan Prinsip Seven Habits,”
ETHOS: Jurnal Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, no. 0 (June 24, 2005): h. 66,
https://doi.org/10.29313/ethos.v0i0.1640.

1
profesionalisme pengajaran, maka seorang guru diikuti oleh tuntutan untuk
dapat memhami dua kompetensi utama; pertama, Threshold
Competencies atau karakteristik utama yang harus dimiliki oleh seseorang
agar dapat melaksanakan pekerjaannya, dan kedua, differentiating
competencies atau faktor-faktor yang membedakan individu yang
berkinerja tinggi dan rendah.3
Berdasarkan paparan teori secara singkat di atas, maka akan
ditemukan suatu fakta bahwa pondok pesantren adalah tempat yang paling
ideal dalam membentuk profesionalitas dan tanggung jawab seseorang
dalam kinerja melalui teknik-teknik pembiasaan. Pernyataan ini dibuktikan
melalui keterangan dasar bahwa tujuan utama didirikannya pesantren
adalah mendidik seseorang sehingga dapat menjadi pribadi yang
bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan masyarakat umum. Dalam
keterangan lainnya yaitu membentuk ulama intelektual atau ulama yang
menguasai dan dapat menyeimbangkan antara pengetahuan umum dan
agama dan intelektual ulama atau seseorang yang dalam pengetahuan
umum dapat menguasai pengetahuan agama.4
Keterangan-keterangan di atas dapat pula ditemui di pondok
pesantren al-Syifa Totitkum. Pondok Pesantren al-Syifa merupakan
pesantren dengan system asrama dan menerapkan Pendidikan karakter.
Selain itu, pondok pesantren al-Syifa merupakan pondok pesantren di mana
di dalamnya dilengkapi dengan lembaga pendidikan formal dan non formal
serta keterampilan (life Skil) yang mendukung efektifitas seseorang secara
institutisional.5

3
Irwan Fathurrochman, “Pengembangan Kompetensi Pegawai Aparatur Sipil Negara (asn)
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (stain) Curup Melalui Metode Pendidikan Dan Pelatihan,”
Manajer Pendidikan: Jurnal Ilmiah Manajemen Pendidikan Program Pascasarjana 11, no. 2
(2017): h. 123, https://doi.org/10.33369/mapen.v11i2.3210.
4
Achmad Muchaddam Fahham, Pendidikan Pesantren: Pola Pengasuhan, Pembentukan
Karakter, Dan Perlindungan Anak (Jakarta: Publica Institute, 2020), h. 40.
5
“Ditentang Orangtua saat Ingin Mondok, Kini Kembangkan Ponpes Wirausaha |
BontangPost.ID,” accessed November 19, 2021, https://bontangpost.id/ditentang-orangtua-saat-
ingin-mondok-kini-kembangkan-ponpes-wirausaha/.

2
Berdasarkan paparan latar belakang diatas, penulis melihat adanya
ruang untuk melihat secara menyeluruh terkait hal-hal yang berhubungan
dengan konsep pengembangan kompetensi pegawai. Dengan demikian,
peneliti mengangkat suatu riset dengan judul “Konsepsi Teori Seven Habits
Dalam Membentuk Guru Efektif (Studi Kasus Kinerja Guru di Pondok
Pesantren al-Syifa Totikum)”.
B. Landasan Teori
Penelitian ini mengangkat teori Konsep pembentukan karakter
perspektif Stephen R. Covey dalam The Seven Habits Of Highly Effective
People, yang dapat dijabarkan melalui tabel berikut :
Tabel 1
Strategi Pembentukan Karakter Melalui Pembiasaan

Level Tahapan Keterangan


Pertama Be Proactive Kekuatan, kebebasan, dan
(kebiasaan proaktiv) kemampuan untuk memilih respon
terhadap nilai.
Kedua Begin with the end of the mind Kebiasaan agar memiliki visi, misi dan
(memulai dengan tujuan akhir) tujuan.
Ketiga Put First Things First (dahulukan Mengatur kehidupan dan waktu
yang utama) berdasarakan skala prioritas (hal-hal
penting).
Keempat Think Win/Win (berfikir menang- Sebuah sikap untuk mencari
menang) pemecahan bersama-sama serta
menghargai perbedaan.
Kelima Seek First To Understand Then Sebuah sikap untuk membangun
To Be Understood (berusaha komunikasi secara empati dengan
mengerti dahulu, baru meminta orang lain.
dimengerti)
Keenam Synergy (sinergi) Melakukan komunikasi secara sinergis
dengan menghargai perbedaan.
Ketujuh Sharpen The Saw (asahlah Kebiasaan dalam melakukan
gergaji) pembaharuan diri dalam bentuk
spiritual, mental, fisik, sosial dan
emosional.
Sumber : Diadopsi dari buku ‘The Seven Habits Of Highly Effective People’.
Stephen R. Covey.

3
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif berdasarkan
pandangan Kirk dan Miller yaitu sebagai tradisi tertentu dalam Pendidikan
yang secara fundamental bergantung dari observasi pada manusia baik
dalam kawasannya maupun dalam segi istilahnya”.6 Sementara
pendekatan penelitian yaitu pendekatan studi kasus (case study). Sebuah
pendekatan yang dapat didefinisikan sebagai suatu hal yang mendalam,
investigasi multikasus, menggunakan metode penelitian kualitatif, dan
berasal dari sebuah fenomena sosial. Penelitian dikembangkan dengan
memperhatikan kedetailan dan selalu bergantung pada beberapa sumber
data.7

Gambar 1 : Di adopsi dari Evaluate the Experiences of Governments in


Dealing with Squatter Settlements in Middle East
“Comparative Analysis of Cases of Squatter Settlements in
Egypt”.

D. Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan teori Stepen R. Covey bahwa membentuk guru yang
efektif melalui teknik pembiasaan merupakan konsep yang dibangun

Lexy J. Moleong. 2005. metodologi penelitian kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya


6

Joe R. Feagin, Anthony M. Orum, and Gideon Sjoberg, A Case for the Case Study (UNC
7

Press Books, 1991), 2.

4
melalui pembentukan karakter berbasis pada tujuh kebiasaan manusia
efektif dan didalamnya terkandung nilai pendidikan karakter yang dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1) Be proaktive
Bersikap proaktiv yaitu kebiasaan dan kamampuan untuk merespon
nilai-nilai berdasarkan kesadaran diri pribadi. Oleh sebab itu, bersikap
proaktiv juga pada dasarnya dapat diawali melalui berfikir kreatif yang
menghasilkan suatu imajinatif baru yang berasal dari kehendak bebas.
Berpikir dan bertindak proaktif di pesantren tidak berarti mendapatkan
kebebasan dan kehendak pribadi, tetapi melalui beberapa pengawasan
oleh ustadz atau kiai.
Seorang guru yang proaktif memiliki tanggung jawab, tidak
menyalahkan keadaan, kondisi, atau pengkondisian atas perilaku yang
telah dilakukan. Guru yang proaktif akan secara sadar memilih apa yang
akan dikerjakan berdasarkan nilai, bukan berdasar pada perasaan. Lawan
proaktif adalah reaktif. Sikap reaktif adalah sebuah sikap yang memberikan
kebebasan pada suasana hati, perasaan dan keadaan untuk menentukan
respon.
2) Begin With The End Of Mind
Kebiasaan kedua memulai dengan tujuan akhir adalah kebiasaan
agar memiliki visi, misi dan tujuan. Kebiasaan ini menunjukkan arah dan
cara menjalani hidup serta menentukan hal-hal yang penting dalam hidup.
Merujuk pada tujuan akhir adalah untuk memulai hari ini dengan bayangan,
gambaran, atau paradigma akhir kehidupan sebagai kerangka acuan atau
kriteria yang menjadi dasar untuk menguji segala sesuatu.
Dengan membiasakan pribadi untuk dapat berfikir berdasarkan visi,
misi dan tujuan merupakan proses pembelajaran pembiasaan agar seorang
guru dapat menentukan hal-hal yang utama dan penting dalam setiap
aktivitasnya. Program- program yang diselenggarakan di pondok pesantren
merupakan kegiatan pembelajaran integratif, yaitu pembelajaran yang
memadukan antara sistem formal dan non-formal. Oleh sebab itu, kegiatan

5
yang dituangkan dalam jadwal keseharian dapat dikatakan sangat padat.
Berdasarkan hal ini, guru, santri dan setiap perangkat di pondok pesantren
dituntut untuk dapat belajar secara mandiri dan dapat menentukan mana
yang menjadi skala prioritas untuk diselesaikan terlebih dahulu.
3) Put First Things First
Kebiasaan mendahulukan yang utama adalah prinsip manajemen
pribadi. Kebiasaan mendahulukan yang utama merupakan kebiasaan yang
menuntut integritas, disiplin dan komitmen. Kebiasaan ketiga merupakan
perwujudan dari kebebasan memilih dan berkehendak yang didasarkan
pada prinsip. Dan melakukan pekerjaan berdasarkan skala prioritas (visi,
misi dan tujuan hidup) yang telah ditentukan oleh kebiasaan kedua. Dengan
membiasakan kebiasaan mendahulukan yang utama seseorang dapat
menentukan aktivitas menurut skala prioritas dengan efektif serta pandai
untuk dapat menggunakan waktunya dalam mengelola hal-hal yang
penting.
4) Think Win-win
Berfikir menang/menang adalah prinsip kepemimpinan antar pribadi.
Berfikir menang/menang menurut Covey bukanlah sebuah tehnik,
melainkan filosofi total interaksi manusia. Covey menyatakan terdapat
enam paradigma interaksi manusia yang terdapat dalam prinsip
kepemimpinan antar pribadi yaitu menang/menang, menang/kalah,
kalah/menang, kalah/kalah, menang, dan menang/menang, atau tidak
sama sekali. Oleh sbab itu, strategi ini ditujukan untuk dapat mencari
pemecahan bersama-sama terhadap sebuah masalah serta menumbuhkan
sikap toleransi dalam rangka menghargai perbedaan.
5) Seek First To Understand Then To Be Understood
Berusaha mengerti dahulu, baru meminta dimengerti merupakan
sebuah kebiasaan yang didasarkan pada prinsip komunikasi empatik.
Berusaha mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti adalah prinsip yang
menjadi kunci untuk komunikasi antar pribadi yang efektif. Sikap
pembviasaan ini juga disebut sebagai sebuah sikap untuk membangun

6
komunikasi secara empati dengan orang lain. Jika dilihat secara
menyeluruh, maka pondok pesantren merupakan tempat yang sangat ideal
dalam mengajarkan guru, santri dan setiap perangkatnya untuk dapat
berkomunikasi dengan baik. Hal ini didasarkan bahwa secara umum santri
yang berada di pesantren terdiri dari sekumpulan masyarakat kecil yang
berasal dari daerah yang berbeda-beda.
6) Synergy
Sinergi merupakan intisari dari kepemimpinan yang berpusat pada
prinsip kerja sama kreatif. Sinergi berfungsi sebagai katalisator,
menyatukan, dan melepaskan kekuatan terbesar dalam diri manusia.
Semua kebiasaan yang sudah dibahas adalah untuk menyiapkan dan
menciptakan sebuah sinergi dalam kehidupan. Sinergi adalah hasil dari
mendorong orang-orang yang berbeda namun dapat saling memberi
sumbangannya berdasarkan kekuatan masing-masing sehingga hasilnya
akan lebih besar dibandingkan bila dikerjakan sendiri-sendiri. Sinergi
adalah pendekatan yang paling efektif untuk memecahkan persoalan
daripada sikap yang apatis ataupun tidak mau mengalah. Sinergi adalah
kebiasaan untuk mewujudkan kerja sama dan mencari alternatif-alternatif
baru yang jauh lebih besar.
7) Sharpen The Saw
Selain beberapa strategi yang dapat diterapkan di atas, santri di
pondok pesantren juga di biasakan untuk dapat melakukan pembaharuan
diri dalam bentuk spiritual, mental, fisik, sosial dan emosional. Dimensi fisik
meliputi pemeliharaan fisik secara efektif dengan cara memilih jenis
makanan yang tepat, mendapatkan waktu istirahat cukup bagi tubuh, dan
berolahraga secara teratur. Dimensi spiritual adalah inti, pusat serta
komitmen pada sistem nilai yang dianut. Pengembangan dimensi mental
menurut Covey berasal dari sekolah formal. Dengan pendidikan
berkesinambungan, pengasahan dan perluasan fikiran secara konsisten
merupakan pembaharuan dimensi yang vital. Dimensi mental dapat
dilakukan dengan cara membaca, visualisasi, perencanaan, dan menulis.

7
Dan pembaharuan dalam dimensi sosial dan emosional tidak membutuhkan
waktu karena dimensi ini berhubungan dengan interaksi dalam kehidupan,
hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan pelayanan, bersifat
empati, bersinergi.
E. Kesimpulan
Pembentukan karakter melalui teori pembiasaan, yaitu dengan
menciptakan kebiasaan guru yang proaktif, membentuk kebiasaan guru
untuk berpikir berdasarkan visi misi dan tujuan, guru diarahkan untuk
berfikir berdasarkan skala prioritas, guru diarahkan untuk berfikir menang
dan menang, guru di arahkan untuk dapat memahami terlebih dahulu
terhadap suatu problem, guru dapat bersinergi, dan guru dapat melakukan
pembaruan diri dalam bentuk spiritual, mental, fisik, sosial dan emosional.

F. Daftar Pustaka
Asiah, Siti. “Efektivitas Kinerja Guru.” Tadbir: Jurnal Manajemen Pendidikan
Islam 4, no. 2 (August 1, 2016): 1–11.
“Ditentang Orangtua saat Ingin Mondok, Kini Kembangkan Ponpes
Wirausaha | BontangPost.ID.” Accessed November 19, 2021.
https://bontangpost.id/ditentang-orangtua-saat-ingin-mondok-kini-
kembangkan-ponpes-wirausaha/.
Fahham, Achmad Muchaddam. Pendidikan Pesantren: Pola Pengasuhan,
Pembentukan Karakter, Dan Perlindungan Anak. Jakarta: Publica
Institute, 2020.
Fathurrochman, Irwan. “Pengembangan Kompetensi Pegawai Aparatur
Sipil Negara (asn) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (stain) Curup
Melalui Metode Pendidikan Dan Pelatihan.” Manajer Pendidikan:
Jurnal Ilmiah Manajemen Pendidikan Program Pascasarjana 11, no.
2 (2017). https://doi.org/10.33369/mapen.v11i2.3210.
Feagin, Joe R., Anthony M. Orum, and Gideon Sjoberg. A Case for the Case
Study. UNC Press Books, 1991.
Yulianita, Neni. “Pelatihan menjadi Guru Efektif Berdasarkan Prinsip Seven
Habits.” ETHOS: Jurnal Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat, no. 0 (June 24, 2005): 66–84.
https://doi.org/10.29313/ethos.v0i0.1640.

Anda mungkin juga menyukai