Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MAKALAH

“NILAI-NILAI SENGKETA HUKUM ADAT”

DISUSUN OLEH :
NAMA : Rival D. Majapahit
NIM :
MATA KULIAH :

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM ( STIH ) MANOKWARI


PAPUA BARAT 2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat,
Taufiq, dan Hidayah-Nya Sehingga Penulis dapat Menyusun makalah ini dengan baik serta
tepat waktu. Tugas ini Penulis buat untuk memberikan pengetahuan tentang “Nilai-nilai
Sengketa Hukum Adat”.

Penulis ucapkan terima kasih kepada Dosen yang telah mengajarkan mata kuliah ini
dan tak lupa Penulis ucapkan terima kasih kepada pihak yang sudah mendukung dalam
penyelesaian Makalah ini, atas perhatian serta waktunya kami sampaikan banyak Terima
kasih.
DATAR ISI

Cover …………… i

Kata Pengantar …………… ii

Daftar Isi …………… iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 latar belakang …………… 1-2


1.2 Rumusan Masalah …………… 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Tradis penyelesaian sengketa hukum adat didasarkan

pada nilai filosofi kebersamaan (komunal) …………… 3-4

2.2 Tradisi penyelesaian sengketa hukum adat didasarkan


pada nilai pengorbanan …………… 4-5

2.3 Tradisi penyelesaian sengketa hukum adat didasarkan


pada nilai supernatural dan Keadilan …………… 5

BAB III PENUTUP

Kesimpulan …………… 6

Daftar Pustaka …………… 7


BAB I
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Secara umum, masyarakat setempat cenderung lebih memilih menyelesaikan
sengketa yang mereka alami melalui mekanisme lokal yang ada dan terdekat dengan
mereka. Adapun kasus atau sengketa yang dialami oleh masyarakat yang diproses dalam
penyelesaian sengketa adat meliputi kasus perdata, terutama tanah (batas tanah dan
warisan) dan kasus keluarga serta pidana ringan antara lain perkelahian antar pemuda di
lingkungan komunitas dan penganiayaan ringan. Cukup banyak pilihan penyelesaian
sengketa yang ada di lingkungan masyarakat. Namun sesuai dengan kebiasaan masyarakat
setempat, Raja atau kepala desa lah yang mempunyai posisi sentral serta memiliki peranan
dan pengaruh yang besar dalam penyelesaian sengketa adat Raja menengahi dan
membantu menyelesaikan berbagai persoalan dan kasusyang ada di masyarakat, baik
perdata dan pidana.
Pada dasarnya dalam masyarakat manapun sebenarnya banyak sengketa diselesaikan
oleh orang tersebut dengan bantuan orang disekitarnya, kerap kali mereka menyelesaikan
sengketa dengan pihak lawan itu sendiri ataupun dengan bantuan pemimpin adat atau kita
sebut dengan tokoh masyarakat adat, di mana struktur informal itu berlaku pada
masyarakat di Indonesia yang selalu menginginkan perdamaian tanpa adanya
penyelesaian didalam pengadilan, jadi masyarakat lebih memilih cara penyelesaian
dengan negoisasi atau perundingan dan mediasi melalui bantuan orang lain, dua hal inilah
yang selalu dan banyak dilakukan pada masyarakat Indonesia. Konflik yang sering kali
disamakan dengan sengketa dalam masyarakat dapat dikategorikan sebagai berikut : 1 1.
Konflik kepentingan 2. Konflik nilai-nilai 3. Konflik norma-norma
Tradisi penyelesaian sengketa hukum adat didasarkan pada nilai filosofi kebersamaan
(komunal), pengorbanan, nilai supernatural dan keadilan. Dalam masyarakat hukum adat
kepentingan bersama merupukan filosofi hidup yang meresap pada dada setiap anggota
masyarakat. Kepentingan bersama dijungjung tinggi yang melebihi kepentingan individu,
sehingga dalam masyarakat adat dikenal adanya kepentingan bersama. Bila kepentingan
bersama terwujud, maka dengan sendirinya kepentingan individual tidak terinjak injak.
Masyarakat hukum adat dalam kesadarannya selalu mementingkan kepentingan komunal,
dan mencegah terjadinya intervensi kepentingan individual dalam kehidupan social
mereka. Sengketa yang terjadi antara individu maupun antar kelompok, dalam pandangan
masyarakat hukum adat adalah tindakan yang menggangu kepentingan bersama dan oleh
karena itu harus cepat diselesaikan secara arif dengan menggunakan pola penyelesaian
adat.

II. RUMUSAN MASALAH


Penulis sudah menyusun sebagai permasalahan yang hendak dibahas dalam masalah
ini. Adapula sebagai perumusan masalah yang hendak dibahas didalam karya tulis ini
antara lain :
• Tradisi penyelesaian sengketa hukum adat didasarkan pada nilai filosofi kebersamaan
(komunal)
• Tradisi penyelesaian sengketa hukum adat didasarkan pada nilai pengorbanan
• Tradisi penyelesaian sengketa hukum adat didasarkan pada nilai supernatural dan Keadilan
BAB II
PEMBAHASAN

I. Tradisi penyelesaian sengketa hukum adat didasarkan pada nilai filosofi kebersamaan
(komunal)

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akan tetap utuh sebagai sebuah negara
yang merdeka dan berdaulat jika negara Indonesia senantiasa menjaga dan
menumbuhkembangkan nilai kebersamaan (sila ketiga dan keempat Pancasila). Nilai
kebersamaan tersebut diimplementasikan dengan memelihara semangat “kebhinekaan
dan musyawarah dalam menyelesaikan konflik” masyarakat hukum adat untuk
mewujudkan persatuan Indonesia. Masyarakat hukum adat yang ada di wilayah NKRI
bersifat plutralistik karena ada yang didasarkan pada aspek keturunan (genealogis),
teritorial (wilayah) dan campuran antar genealogis dan teritorial. Masyarakat hukum adat
yang didasarkan pada aspek genealogis antara lain masyarakat patrilineal, patrilineal dan
parental. Masyarakat hukum adat yang didasarkan pada aspek teritorial seperti desa di
Jawa, Gampong di Aceh, Nagari di Minangkabau, Marga di Palembang, Negeri di Maluku
merupakan wujud masyarakat hukum adat yang konkrit ada di wilayah NKRI yang harus
diakui dan dihormati oleh negara baik secara de facto maupun de jure.

Masyarakat hukum adat yang ada di Indonesia senantiasa melaksanakan nilai


kebersamaan (komunal) yang tampak dalam cara hidup gotong-royong dalam masyarakat.
Nilai kebersamaan (komunal) mengandung makna filosofis yaitu bahwa kepentingan
bersama lebih diutamakan dari kepentingan individu, namun kepentingan individu tidak
diabaikan. Nilai kebersamaan tersebut diartikan sebagai pengakuan dan penghormatan
atas kepentingan individu yang diliputi oleh kepentingan bersama (bermuatan publik).
Implementasi cara hidup ini dapat terlihat, misalnya dalam kegiatan gotong royong dalam
kehidupan bermasyarakat.

Filosofi nilai kebersamaan diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat dan


bernegara bahwa setiap anggota masyarakat hukum adat secara suka rela memberikan
miliknya baik yang berujud materi berupa harta benda, uang, dan harta benda nonmateri
yang berupa tenaga serta pemikiran dalam setiap kegiatan kemasyarakatan. Kegiatan
gotong royong pada umunya ditujukan untuk membangun sarana-sarana kepentingan
umum seperti masjid, tempat pendidikan, balai pertemuan warga, tanggul penahan air
atau sistem irigasi atau semua kegiatan yang ditukjukan untuk memenuhi kepentingan
bersama seluruh anggota masyarakat.

Cara hidup gotong royong berkembang dari asumsi masyarakat tentang persatuan
atau kerukunan yang akan menjadikan masyarakat hukum adat tetap berada pada alur
kebersamaan (komunal). Norma, asas, dan nilai-nilai hukum adat yang ada, hidup, tumbuh
dan berkembang di masyarakat hukum adat dari zaman sebelum Indonesia merdeka yang
selanjutnya pada waktu negara Indonesia berdiri mengkristal dalam nilai-nilai Pancasila.
Oleh karena itulah berlakunya hukum adat di Indonesia dan keberadaan masyarakat
hukum adat di Indonesia secara filosofis harus diakui dan dihormati oleh Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Secara filosofis konsekuensi pengakuan dan penghormatan negara terhadap hukum


adat berarti negara harusmenilai keberadaan dan fungsi hukum adat bagi bangsa
Indonesia, dengan menggunakan tolok ukur nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila
Pancasila. Hukum adat sebagai unsur sistem hukum nasional berfungsi sebagai alat
pengendalian sosial bertujuan untuk mewujudkan tujuan hukum yaitukeadilanbagi bangsa
Indonesia

II. Tradisi penyelesaian sengketa hukum adat didasarkan pada nilai pengorbanan
Nilai wawasan Kebangsaan adalah pengorbanan. Adalah pengorbanan dari setiap
anak bangsa, setiap suku bangsa yang begitu banyak tersebar di nusantara ini untuk
bergabung dan menyatakan hidup bersama sebagai bangsa yang satu dan utuh, bangsa
Indonesia.

Nilai pengorbanan yang terkandung dalam wawasan kebangsaan itu adalah


melepaskan dan mengatasi kepentingan pribadi, kelompok atau golongan dengan
mengutamakan kepentingan sosial.

Kerelaan berkorban demi kepentingan umum dan kemuliaan bersamalah yang bisa
membuat yang lemah menjadi kuat, yang kuat mengasihi yang lemah, membangun
solidaritas sebangsa yang menjadikan Indonesia sebagai bangsa merdeka, berdaulat, adil
dan makmur.
Sebagaimana dengan pemahaman bangsa itu sendiri yang mengandung arti
pengorbanan, maka dalam menumbuhkan wawasan kebangsaan pun berarti kita harus
berani melakukan pengorbanan, seperti melepaskan kepentingan pribadi,

dan sebaliknya mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Ibaratnya Negara


Kesatuan republik Indonesia ini adalah sebuah keluarga besar yang tumbuh saling tolong
menolong dan bekerja sama.

III. Tradisi penyelesaian sengketa hukum adat didasarkan pada nilai supernatural dan
keadilan
Masyarakat hukum adat menggunakan penyelesaian secara kekeluargaan dalam
menyelesaikan konflik secara kekeluargaan. Mediasi di luar pengadilan merupakan proses
penyelesaian sengketa secara damai yang digunakan masyarakat pada saat ini dalam
kehidunpan sehari-hari yang di tengahi oleh pihak ketiga, yaitu tertua adat, pemimpin
agama atau tokoh masyarakat lainnya, oleh karena itu hukum adat merupakan aspek dari
kehidupan dan kebudayaan masyarakat Indonesia yang juga menjadi saripati dari
kebutuhan hidup, cara hidup, dan pandangan hidup masyarakat bangsa Indonesia,
sehinnga tradisi penyelesaian sengketa hukum adat didasarkan nilai supernatural dan
keadilan yaitu dapat diselesaikan dengan mengundang tua-tua adat dalam pengambilan
keputusan dengan tujuan memproleh keadilan yang dapat diterima semua pihak.
B A B III
PENUTUP
Kesimpulan

Disimpulkan dari kajian yang penulis lakukan terkait Nilai-nilai sengketa hukum adat

adalah sebagai berikut:

Tradisi penyelesaian sengketa hukum adat didasarkan pada 3 tradisi antara lain :

Tradisi penyelesaian sengketa hukum adat berdasarkan pada nilai filosofi kebersamaan,

nilai pengorbanan dan nilai supernatural dan keadilan

Nilai kebersamaan tersebut diartikan sebagai pengakuan dan penghormatan atas


kepentingan individu yang diliputi oleh kepentingan bersama (bermuatan publik).
Implementasi cara hidup ini dapat terlihat, misalnya dalam kegiatan gotong royong dalam
kehidupan bermasyarakat.

Nilai pengorbanan Kerelaan berkorban demi kepentingan umum dan kemuliaan


bersamalah yang bisa membuat yang lemah menjadi kuat, yang kuat mengasihi yang
lemah, membangun solidaritas sebangsa yang menjadikan Indonesia sebagai bangsa
merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

Tradisi penyelesaian sengketa hukum adat didasarkan nilai supernatural dan keadilan
yaitu dapat diselesaikan dengan mengundang tua-tua adat dalam pengambilan keputusan
dengan tujuan memproleh keadilan yang dapat diterima semua pihak.
DAFTAR PUSTAKA

Sulastriyono (2015). FILOSOFI PENGAKUAN DAN PENGHORMATAN NEGARA Terhadap

MASYARAKAT HUKUM ADAT Di Indonesia.

https://journal.ummat.ac.id/index

https://www.qureta.com/post/wawasan-dan-nilai-pengorbanan

Anti Mayastuti (2015), RESTORATIVE JUSTICE DALAM HUKUM PIDANA Fakultas Hukum,

Universitas Sebelas Maret

Anda mungkin juga menyukai