DISUSUN OLEH :
NAMA : Rival D. Majapahit
NIM :
MATA KULIAH :
Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat,
Taufiq, dan Hidayah-Nya Sehingga Penulis dapat Menyusun makalah ini dengan baik serta
tepat waktu. Tugas ini Penulis buat untuk memberikan pengetahuan tentang “Nilai-nilai
Sengketa Hukum Adat”.
Penulis ucapkan terima kasih kepada Dosen yang telah mengajarkan mata kuliah ini
dan tak lupa Penulis ucapkan terima kasih kepada pihak yang sudah mendukung dalam
penyelesaian Makalah ini, atas perhatian serta waktunya kami sampaikan banyak Terima
kasih.
DATAR ISI
Cover …………… i
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan …………… 6
I. LATAR BELAKANG
Secara umum, masyarakat setempat cenderung lebih memilih menyelesaikan
sengketa yang mereka alami melalui mekanisme lokal yang ada dan terdekat dengan
mereka. Adapun kasus atau sengketa yang dialami oleh masyarakat yang diproses dalam
penyelesaian sengketa adat meliputi kasus perdata, terutama tanah (batas tanah dan
warisan) dan kasus keluarga serta pidana ringan antara lain perkelahian antar pemuda di
lingkungan komunitas dan penganiayaan ringan. Cukup banyak pilihan penyelesaian
sengketa yang ada di lingkungan masyarakat. Namun sesuai dengan kebiasaan masyarakat
setempat, Raja atau kepala desa lah yang mempunyai posisi sentral serta memiliki peranan
dan pengaruh yang besar dalam penyelesaian sengketa adat Raja menengahi dan
membantu menyelesaikan berbagai persoalan dan kasusyang ada di masyarakat, baik
perdata dan pidana.
Pada dasarnya dalam masyarakat manapun sebenarnya banyak sengketa diselesaikan
oleh orang tersebut dengan bantuan orang disekitarnya, kerap kali mereka menyelesaikan
sengketa dengan pihak lawan itu sendiri ataupun dengan bantuan pemimpin adat atau kita
sebut dengan tokoh masyarakat adat, di mana struktur informal itu berlaku pada
masyarakat di Indonesia yang selalu menginginkan perdamaian tanpa adanya
penyelesaian didalam pengadilan, jadi masyarakat lebih memilih cara penyelesaian
dengan negoisasi atau perundingan dan mediasi melalui bantuan orang lain, dua hal inilah
yang selalu dan banyak dilakukan pada masyarakat Indonesia. Konflik yang sering kali
disamakan dengan sengketa dalam masyarakat dapat dikategorikan sebagai berikut : 1 1.
Konflik kepentingan 2. Konflik nilai-nilai 3. Konflik norma-norma
Tradisi penyelesaian sengketa hukum adat didasarkan pada nilai filosofi kebersamaan
(komunal), pengorbanan, nilai supernatural dan keadilan. Dalam masyarakat hukum adat
kepentingan bersama merupukan filosofi hidup yang meresap pada dada setiap anggota
masyarakat. Kepentingan bersama dijungjung tinggi yang melebihi kepentingan individu,
sehingga dalam masyarakat adat dikenal adanya kepentingan bersama. Bila kepentingan
bersama terwujud, maka dengan sendirinya kepentingan individual tidak terinjak injak.
Masyarakat hukum adat dalam kesadarannya selalu mementingkan kepentingan komunal,
dan mencegah terjadinya intervensi kepentingan individual dalam kehidupan social
mereka. Sengketa yang terjadi antara individu maupun antar kelompok, dalam pandangan
masyarakat hukum adat adalah tindakan yang menggangu kepentingan bersama dan oleh
karena itu harus cepat diselesaikan secara arif dengan menggunakan pola penyelesaian
adat.
I. Tradisi penyelesaian sengketa hukum adat didasarkan pada nilai filosofi kebersamaan
(komunal)
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akan tetap utuh sebagai sebuah negara
yang merdeka dan berdaulat jika negara Indonesia senantiasa menjaga dan
menumbuhkembangkan nilai kebersamaan (sila ketiga dan keempat Pancasila). Nilai
kebersamaan tersebut diimplementasikan dengan memelihara semangat “kebhinekaan
dan musyawarah dalam menyelesaikan konflik” masyarakat hukum adat untuk
mewujudkan persatuan Indonesia. Masyarakat hukum adat yang ada di wilayah NKRI
bersifat plutralistik karena ada yang didasarkan pada aspek keturunan (genealogis),
teritorial (wilayah) dan campuran antar genealogis dan teritorial. Masyarakat hukum adat
yang didasarkan pada aspek genealogis antara lain masyarakat patrilineal, patrilineal dan
parental. Masyarakat hukum adat yang didasarkan pada aspek teritorial seperti desa di
Jawa, Gampong di Aceh, Nagari di Minangkabau, Marga di Palembang, Negeri di Maluku
merupakan wujud masyarakat hukum adat yang konkrit ada di wilayah NKRI yang harus
diakui dan dihormati oleh negara baik secara de facto maupun de jure.
Cara hidup gotong royong berkembang dari asumsi masyarakat tentang persatuan
atau kerukunan yang akan menjadikan masyarakat hukum adat tetap berada pada alur
kebersamaan (komunal). Norma, asas, dan nilai-nilai hukum adat yang ada, hidup, tumbuh
dan berkembang di masyarakat hukum adat dari zaman sebelum Indonesia merdeka yang
selanjutnya pada waktu negara Indonesia berdiri mengkristal dalam nilai-nilai Pancasila.
Oleh karena itulah berlakunya hukum adat di Indonesia dan keberadaan masyarakat
hukum adat di Indonesia secara filosofis harus diakui dan dihormati oleh Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
II. Tradisi penyelesaian sengketa hukum adat didasarkan pada nilai pengorbanan
Nilai wawasan Kebangsaan adalah pengorbanan. Adalah pengorbanan dari setiap
anak bangsa, setiap suku bangsa yang begitu banyak tersebar di nusantara ini untuk
bergabung dan menyatakan hidup bersama sebagai bangsa yang satu dan utuh, bangsa
Indonesia.
Kerelaan berkorban demi kepentingan umum dan kemuliaan bersamalah yang bisa
membuat yang lemah menjadi kuat, yang kuat mengasihi yang lemah, membangun
solidaritas sebangsa yang menjadikan Indonesia sebagai bangsa merdeka, berdaulat, adil
dan makmur.
Sebagaimana dengan pemahaman bangsa itu sendiri yang mengandung arti
pengorbanan, maka dalam menumbuhkan wawasan kebangsaan pun berarti kita harus
berani melakukan pengorbanan, seperti melepaskan kepentingan pribadi,
III. Tradisi penyelesaian sengketa hukum adat didasarkan pada nilai supernatural dan
keadilan
Masyarakat hukum adat menggunakan penyelesaian secara kekeluargaan dalam
menyelesaikan konflik secara kekeluargaan. Mediasi di luar pengadilan merupakan proses
penyelesaian sengketa secara damai yang digunakan masyarakat pada saat ini dalam
kehidunpan sehari-hari yang di tengahi oleh pihak ketiga, yaitu tertua adat, pemimpin
agama atau tokoh masyarakat lainnya, oleh karena itu hukum adat merupakan aspek dari
kehidupan dan kebudayaan masyarakat Indonesia yang juga menjadi saripati dari
kebutuhan hidup, cara hidup, dan pandangan hidup masyarakat bangsa Indonesia,
sehinnga tradisi penyelesaian sengketa hukum adat didasarkan nilai supernatural dan
keadilan yaitu dapat diselesaikan dengan mengundang tua-tua adat dalam pengambilan
keputusan dengan tujuan memproleh keadilan yang dapat diterima semua pihak.
B A B III
PENUTUP
Kesimpulan
Disimpulkan dari kajian yang penulis lakukan terkait Nilai-nilai sengketa hukum adat
Tradisi penyelesaian sengketa hukum adat didasarkan pada 3 tradisi antara lain :
Tradisi penyelesaian sengketa hukum adat berdasarkan pada nilai filosofi kebersamaan,
Tradisi penyelesaian sengketa hukum adat didasarkan nilai supernatural dan keadilan
yaitu dapat diselesaikan dengan mengundang tua-tua adat dalam pengambilan keputusan
dengan tujuan memproleh keadilan yang dapat diterima semua pihak.
DAFTAR PUSTAKA
https://journal.ummat.ac.id/index
https://www.qureta.com/post/wawasan-dan-nilai-pengorbanan
Anti Mayastuti (2015), RESTORATIVE JUSTICE DALAM HUKUM PIDANA Fakultas Hukum,