Tugas Makalah Sosiologi
Tugas Makalah Sosiologi
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah sosiologi’’pendidikan
pedesaan’’
Disusun oleh :
Putri fitriani 2201020082
Ananda anastasya 2201020095
Ai Nurhasanah 2201020104
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
Makalah ini kami ajukan guna memenuhi tugas mata kuliah ’’ sosiologi “ kami
mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada dosen mata kuliah sosiologi, bapak
Drs. H . Sadjaruddin Nurdin, M. Pd. . dan kepada semua pihak yang telah membantu kami
sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Tak
ada gading yang tak retak, begitu juga dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik materi maupun teknik
penulisannya.
Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, sehingga
makalah ini bisa mencapai kesempurnaan sebagaimana mestinya. Semoga makalah ini
dapat memberi manfaat bagi yang membaca khususnya saya sebagai penulis aamiin. Atas
Tasikmalaya, 15 juni
2023
Penulis
i
DAFTAR ISI
Tingkat pendidikan merupakan unsur penting yang mempengaruhi pilihan seseorang dalam
kehidupan. Ilmu yang diperoleh melalui setiap jenjang kehidupan sangat penting untuk
menentukan pilihan hidup yang lebih tepat. Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi
dalam sumber daya manusia. Pendidikan memberikan sumbangan langsung terhadap
pertumbuhan pendapatan nasional melalui peningkatan keterampilan dan produktivitas kerja.
Pendidikan diharapkan dapat mengatasi keterbelakangan ekonomi lewat efeknya pada
peningkatan kemampuan manusia dan motivasi manusia untuk berprestasi. Pendidikan berfungsi
menyiapkan salah satu input dalam proses produksi, yaitu tenaga kerja, agar dapat bekerja
dengan produktif karena kualitasnya. Hal ini selanjutnya akan mendorong peningkatan output
yang diharapkan bermuara pada kesejahteraan penduduk. Kombinasi antara investasi dalam
modal manusia dan modal fisik diharapkan akan semakin mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Titik singgung antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi adalah produktivitas tenaga kerja
(labor productivity). Dengan asumsi bahwa semakin tinggi mutu pendidikan, semakin tinggi
produktivitas tenaga kerja, dan semakin tinggi pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi
suatu masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang terdapat pada makalah ini
adalah:
1. Bagaimana kondisi Pendidikan dan pembanguanan desa?
2. Apakah Pendidikan dasar dan dan masalah kemiskinan di pedesaan ?
3. Bagaimana jalan alternatif pendidikan non formal di pedesaaan ?
4. Bagaimana prinsip anthropologis dan prinsip Pendidikan sebagai dasar pelaksanaan
Pendidikan pedesaan?
5. Bagaimana sarana pendididkan dipedesaan?
C. Tujuan
1. Mengetahui kondisi Pendidikan dan pembanguanan desa
2. Mengetahui Pendidikan dasar dan dan masalah kemiskinan di pedesaan
3. Mengetahui jalan alternatif pendidikan non formal di pedesaaan
4. Mengetahui prinsip anthropologis dan prinsip Pendidikan sebagai dasar pelaksanaan
Pendidikan pedesaan
5. Mengetahui sarana pendididkan dipedesaan.
BAB II
PEMBAHASAN
Pendidikan tidak dapat dijadikan sebab atau malah akibat dari suatu perkembangan, karena
pendidikan merupakan produk masyarakat, sedangkan dalam keadaan tertentu merupakan juga
salah satu sarana yang dapat diterapkan untuk mengubah tata social. Sistem pendidikan di negara
yang sedang berkembang bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya dalam mempersiapkan
pegawai tingkat menengah dan tenaga kerja terlatih. Pertumbuhan ekonomi tidak hanya tergantung
pada pendidikan saja, tapi perubahan social, perhubungan internasional dan perkembangan dunia.
Tetapi pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan kemajuan teknik yang jusrru
merupakan unsure pokok dalam pertumbuhan.
Pendidikan nasional masih mewarisi pengaruh pengaruh pendidikan masa pemerintahan
Kolonial Belanda, atau dengan kata lain sistem pendidikan dibangun dan diperluas atas landasan
pendidikan lama paga menampilkan ciri-cin atau model asing yang secara terusmenerus semakin
menua. Hal tersebut berakibat sehingga pendidikan menjadi kurang sesuai dengan perkembangan
milieu sosio-budaya Indonesia. Secara jelas belum mampu memecahkan permasalahan-
permasalahan dan kebutuhan masyarakat sendiri. Khususnya, sektor pendidikan yang belum
banyak memberikan keuntungan bagi masyarakat lingkungan pedesaan, atau dengan kata lain
"investasi" belum seimbang dengan nilai manfaat yang diperoleh pendidikan masyarakat pedesaan.
Kondisi berbeda antara masyarakat kota dengan masyarakat desa, sehingga daerah pedesaan
menghadapi kesulitan-kesulitan ekstra, yang disebabkan oleh :
(a) modal fisik yang jauh lebih inferior di daerah pedesaan
(b) perbedaan teknologi yang jauh lebih terbelakang
(c) struktur lembaga dan masyarakatnya yang sederhana
(d) perkembangan sosial-ekonomi yang jauh lebih lambat, hingga muncul diskriminasi sosial-
politis dan sosio-budaya. Kartini Kartono (1986)
Banyaknya diferensiasi di antara kedua jenis wilayah tadi, di mana masyarakat desa
mendapatkan pendidikan relatif kurang bermutu jika dibandingkan dengan masyarakat kota
khsusnya lapisan menengah dan lapisan atas. Kenyataan juga menunjukkan, bahwa pendidikan
ikut menunjang pemunculan dan perkembangan ketidak-samaan sosial (Gunard Myrdal,1967)
Di mana perubahan tersebut mempengaruhi pada spesialisasi, intensifikasi, ekstensifikasi,
diversifikasi (pelbagai satuan pendidikan luar sekolah seperti kursus, training, sekalipun
persekolahan). Maka masyarakat kota dapat menyelesaikan jumlah tahun pengajaran lebih lama
dibanding masyarakat desa.
Sebaliknya sekolah-sekolah di daerah pedesaan tumbuh sangat lamban, sifatnya "monolitik"
yaitu SD saja. Anak-anak muda desa pada umumnya memperoleh jumlah tahun pendidikan
pengajaran jauh lebih pendek, disebabkan oleh kurangnya fasilitas/sarana prasarana baik dalam hal
train- ing dan pendidikan, ditambah dengan kondisi sosial-ekonomis serba sempit. Sebagai
akibatnya, kesempatan mobilitas vertikal anak-anak muda dan masyarakat desa menjadi jauh lebih
kecil jika dibandingkan dengan kesempatan masyarakat kota; khususnya mobilitas vertikal secara
edukatif.
B. Pendidikan dasar dan masalah kemiskinan di pedesaan
Dalam kondisi yang miskin harta benda, penduduk pedesaan juga diliputi "kemiskinan" dalam
dunia pendidikan. Hal ini dapat berpengaruh dalam menentukan miskin tidaknya seseorang. Yang
relatif mempunyai latar belakang pendidikan memadai akan dapat berpikir tentang apa yang harus
ia lakukan untuk membuat hidupnya lebih baik.
maka perkembangan harus diawali dengan upaya pengembangan daerah-daerah pertanian dan
pantai (dari negara maritim, Indonesia). Selaku basis negara, kedua daerah ini merupakan kunci
pembuka bagi usaha perkembangan di wilayah tanah air, yaitu lewat proses dinamisasi masyarakat
dan warganya yang diikuti oleh reorientasi terhadap sistem pendidikannya untuk menumbuhkan
dinamika baru bagi usaha-usaha pembangunan.
Konperensi para theolog se Asia di Wannappuwa, Srilanka tanggal 7- 20 Januari 1980 antara
lain menyatakan adanya kondisi yang sangat menyedihkan pada golongan miskin, terutama yang
ada di daerah pedesaan, disebabkan oleh sistem eksploitasi kaum kapitalis dan dominasi berke-
panjangan dari kelompok ber-uang dari dalam maupun luar negari. Maka sistem pendidikannya
pada umumnya terikat pada pusat-pusat kekuatan dan penguasaan kaum berduit. Akibat jauh
daripadanya ialah: pendidikan lebih banyak berfungsi sebagai alat untuk mengalihkan
keterampilan teknis dan pengetahuan asing, tanpa mengaitkannya dengan nilai-nilai manusiawi.
Bahkan struktur primordial pendidikan elite dipakai untuk membuahkan "individu-individu yang
mengalah" dan terus-menerus dieksploitir (Dr. J. Riberu, ed, 1979, h.6). Beberapa orang ekonom
justru menyatakan bahwa sektor pendidikan memberikan rendemen kecil sekali, karena investasi
pada bidang edukatif kurang seimbang dengan sarana finansial yang ada (Tugan, dan Samir Amin,
1970, h.316).
Hal ini mengingat kenyataan adanya bermacam-macam suku bangsa kita yang memiliki taraf
kebudayaan, perkembangan regional dan lokal, serta aspirasi kelompok dengan gambaran manusia
lokal yang berbeda- beda. Akan turut terfikirkan juga pembinaan dan pengembangan pendidikan
kedesaan dengan kondisi pasca-tradisional, untuk meningkatkan taraf kesejahteraan serta kondisi
sosial-ekonomis masyarakatnya.
Kenyataan menunjukkan adanya ketidakmampuan, bahkan ada kalanya juga ketidak samaan
masyarakat desa menampung lulusan sekolah/ pendidikan formal. Sebab-sebabnya ialah :
(1) Kontras antara hasil pendidikan formal (SD desa) dengan apa yang benar- benar diperlukan
oleh masyarakat desa (dianggap kurang bermanfaat bagi warga desa).
(2) Sempitnya lapangan kerja di desa yang "cocok" dengan harapan anak didik SD desa, tidak
sesuai dengan ambisi para lulusan SD desa.
(3) Produk pendidikan SD desa ketinggalan jauh dengan tuntutan zaman, khususnya tuntutan
sektor primer (industri niaga modern) yang berkembang dengan pesat. Nyatanya para emigran
yang muda-muda dengan bekal pendidikan SD desa, sulit mendapatkan pekerjaan yang layak di
daerah-daerah perkotaan jika mereka terpaksa bermigrasi ke kota-kota
Individualitas anak desa punya sifat-sifat karakteristik dan khas unik, dengan variasi dan
perbedaar; juga merupakan pribadi dengan kemauan bebas ingin dan belajar mandiri mengikuti
pola hidup yang dipilihnya sendiri, serta memiliki sistem nilai khas kekanak-kanakan. Karena itu
mendidik anak desa harus menjunjung tinggi martabat dan harga-diri anak; sebab anak desa
bukanlah obyek pendidikan, dan juga bukan obyek manipulatif perbuatan mendidik. Karena itu
pengakuan terhadap martabat anak hendaknya berlangsung tanpa syarat; ada- unconditional regard
(Langeveld, 1951).
Mendidik mencakup kegiatan memahami anak desa, hakekat anak dengan perilakunya dalam
kondisi dan lingkungannya ruralnya. Pedagogi juga berkepentingan dengan upaya menjunjung
tinggi martabat dan nilai manusiawi anak desa; juga menghargai fikiran, perasaan, harapan dan
penilian anak yang kekanak-kanakan atau "Weltanschauung" menurut penafsiran anak.
Pedagogi juga bertugas melengkapi pandangan manusia dewasa terhadap hakekat anak desa
dengan nilai-nilai kanak-kanaknya, untuk menemukan metode pendidikan yang relevan dengan
kebutuhan anak desa ini dalam situasi rural ini; kemudian mengarahkan anak didik setahap demi
setahap pada tahap akil-balig.
Selanjutnya anak-didik desa merupakan segugus potensi yang masih menguncup dan akan
dikembangkan lewat upaya pendidikan secara kreatif, disertai kebijaksanaan sikap dan
penghargaan terhadap martabat anak-didik desa. Karena itu pendidikan diharapkan bisa
mengarahkan anak "menjadi diri sendiri " dengan identitas otentik, yang mampu terus-menerus
meningkatkan diri, dan sanggup menjawab tantangan zamannya agar bisa bertahan hidup.
Maka bantuan pendidikan untuk mempribadikan anak mencakup kegiatan memberikan
wawasan mengenai kebebasan dan determinasi diri anak, agar ia sampai pada pemahaman tentang:
1. diri sendiri dengan identitas sendiri, dan
2. integritas dirinya dengan situasi-kondisi budaya sendiri, kondisi pedesaan dengan
segenap permasalahan hidup di dalamnya.
Kedua hal tersebut, penting bagi proses belajar anak, bagi upaya pengambilan keputusan atas
tanggung jawab sendiri, dan untuk pemecahan pelbagai kesulitan hidup di tengah pengalaman
eksistensial sendiri.
Upaya pendidikan anak desa ini perlu memperhitungkan empat hal enting, yaitu:
2).konteks rural yang melingkupi anak yang membutuhkan pendidikan yang "rural-agrarian
oriented" dan quick yielding sifatnya.
3) tujuan khusus yang ingin dicapai melalui pendidikan dasar kedesaan yaitu anak dengan sarana-
sarana untuk mengatasi keterbelakangan, kemiskinan dan belajar hidup di tengah setiap perubahan,
dan
4) metode dan sarana pendidikan yang tepat guna dalam situasi pasca- tradisional menuju
modernisasi.
Keempat peristiwa tersebut di atas merupakan gejala psikotekris atau masalah normatif-
anthropologis, ataupun masalah ideologis kultural. Disebut sebagai gejala psikoteknis karena
kegiatan mendidik tadi memerlukan bermacam-macam teknik, metode dan sistem untuk
memberikan pengaruh eduktif. Disebut masalah normatif anthropologis karena upaya mendidik
tadi diterapkan dengan ketentuan-ketentuan normatif untuk mencapai tujuan pendidikan dasar bagi
anak desa, sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Dinamakan gejala ideologis-kultural, karena
kegiatan mendidik tersebut berpedoman pada ide gambaran manusia ideal/utuh yang ingin
dihasilkan; yaitu "gambaran manusia desa sejahtera bahagia lahir batin" di tengah lingkungan
sosio-budaya rural.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka sebgai tindak lanjut dari penelitian ini
disarankan sebagai berikut:
1. Untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan khususnya di desa hendaknya masyarakat,
pemerintah desa dan dinas pendidikan memiliki rasa kepedulian terhadap pendidikan anak. Bila
anak-anak sudah memiliki gairah dan semangat yang kuat untuk bersekolah dan menuntut ilmu
hendaknya didukung dengan fasilitas yang memadai untuk menyempurnakan tujuan yang hendak
dicapai. Aparatur pemerintahan desa Dan hendaknya meratakan program pembangunan desa
disemua sektor sehingga tidak setiap sektor mendapat perhatian yang sama untuk
mensejahterakan masyarakat desa.
DAFTAR PUSTAKA
Harbinson, Frederick & viyers, Chaleles a 1964) Education. Manpower and Eco nomic Growth,
New York: McGrw-hill Book Company. Sumitro Djoyohadikusumo, (1976) Pendidikan dan
Kesempatan Kerja, Prisma, Jakarta. Drijarkara, (1985), Filsafat Manusia Penerbit Kanisius
Yogyakarta.
Keifitz, Nathan, Widjojo Nitisastro, (1964) Saal Penduduk dan Pembangunan Desa, PT
Pembangunan, Jakarta. Djudju Sudjana, (1994) Pendidikan Luar Sekolah Wawasan Sejarah Azas,
Nusantara Press, Bandung.
(1993) Strategi. Pembelajaran dalam PLS, Nusantara Press, Bandung Kartini Kartono, (1986)
Gagasan Pedagogis mengenai pendidikan bagi anak desa PPS IKIP Bandung (Desertasi).
UNESCO, (1970), Basic services for Children. A Continuing Search for Learning