Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENELITIAN MUSEUM JAMBI

OLEH :
M. Refki Bakhtiar (105220245)

Dosen pengampu :
Masburiyah S,Ag, M.Fii.I

SULTAN THAHA DALAM SEJARAH JAMBI

PRODI ILMU PEMERITAHAN


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
SULTAN THAHA SYAIFUDIN JAMBI
2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
serta karunia-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan yang berjudul “Sultan Thaha
dalam sejarah jambi”. Laporan penelitian ini merupakan hasil jerih payah dan dedikasi kami
untuk menggali dan menganalisis sejarah kota Jambi yang kaya akan kebudayaan dan
peradabannya.

Penelitian ini ditujukan untuk memperkaya wawasan dan pemahaman kita tentang
perkembangan sejarah Jambi, serta untuk menyampaikan informasi yang akurat dan
berhubungan dengan konteks historisnya. Dalam laporan ini, kami berusaha untuk menjelaskan
peristiwa-peristiwa penting, tokoh-tokoh berpengaruh, serta perubahan sosial, politik, dan
ekonomi yang terjadi di Jambi. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran
daripada pembaca makalah ini. Agar kami selaku penulis mampu menjadi lebih baik
kedepannya.

Kami selaku penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberi informasi yang
bermanfaat dan berguna bagi pembacanya, dan Kami berharap laporan ini dapat menjadi
referensi yang berguna bagi peneliti masa depan yang tertarik untuk mendalami sejarah Jambi.

Jambi, 13 Juni 2023

Penulis
SULTAN THAHA SAIFUDIN JAMBI

Abstrak : Dalam penulisan laporan ini menganalisis bentuk perjuangan penduduk Jambi
dalam melawan Belanda. Perlawanan tersebut dipimpin oleh Sultan Thaha Syaifuddin yang
sepangjang hidupnya menentang imperialism Belanda. Tujuan utama dalam penulisan
laporan ini adalah menganalisis bagaimana Sejarah Kepemimpinan Sultan Thaha Syaifuddin
dalam memimpin perlawanan rakyat Jambi terhadap imperialisme Belanda. Dalam penulisan
laporan ini penulis berharap pembaca bisa mengambil sisi baik dari pribadi Sultan Thaha
Saifuddin sendiri. Penulis menggunakan pendekatan Studi Pustaka dimana penulis
mengambil beberapa data atau sumber dari berbagai jurnal serta juga buku yang diserap dan
dimasukkan dalam laporan ini. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam
perlawanan Jambi terhadap Belanda yang dipimpin oleh Sultan Thaha Syaifuddin dapat kita
temukan beberapa sifat yang dimiliki Sultan Thaha Syaifuddin diharapkan para pemuda yang
akan memimpin bangsa Indonesia bisa memiliki sifat teladan Sultan Thaha Syaifuddin yaitu
Pemberani, Cerdas, Rendah hati, Suka bergaul dan Bertanggung jawab.

Kata kunci : kesultanan, sultan thaha saifudin, perlawanan, sejarah jambi

Pendahuluan

Perjuangan melawan Belanda tak luput dari kontribusi para pahlawan Indonesia pada masa
dahulu. Diantara para Pahlawan itu terdapat sosok Sultan Thaha Syaifuddin. Sultan Thaha
Syaifuddin merupakan seorang Sultan yang memimpin Kesultanan Jambi yang terakhir dan
terbesar pada masanya. Kesultanan Jambi adalah sebuah wilayah di sumatera yang memiliki
semboyan “Sepucuk Jambi Sembilan Lurah, Batangnyo Alam Rajo” yang artinya wilayah
Kesultanan Jambi dahulu meliputi 9 buah lurah yang dialiri oleh anak-anak sungai (batang).
Wilayah-wilayah yang dimaksud adalah batang asai, batang merangin, batang masurai, batang
tabir, batang senamat, batang jujuhan, batang bungo, batang tebo dan batang tembesi.
Pada masa kepemimpinannya, Sultan Thaha Syaifuddin membatalkan semua perjanjian yang
dibuat pendahulunya dengan Belanda, karena menurutnya semua perjanjian itu hanya
menguntungkan pihak Belanda saja. Karena keputusan tersebut membuat pihak Belanda
marah dan mengancam untuk berperang dengan Sultan Thaha Syaifuddin. Apabila, Sultan
Thaha Syaifuddin tidak menjalin perjanjian kembali dengan pihak Belanda. Namun, Sultan
Thaha Syaifuddin yang tetap pada pendiriannya pun tak gentar akan ancaman Belanda dan
menegaskan untuk melawan belanda dalam peperangan terbuka pada tahun 1856.
Belanda yang waktu itu kewalahan melawan Sultan Thaha Syaifuddin, akhirnya
menggunakan taktik adu domba untuk memecah kedaulatan kesulatanan jambi. Belanda pun
mengangkat Sultan baru yang akan mau membuat perjanjian dengan pihak Belanda. Akan
tetapi, rakyat Jambi tidak mengakui sultan yang diangkat oleh pihak belanda, mereka hanya
mengakui Sultan Thaha Syaifuddin sebagai Sultan dari Kesultanan Jambi yang terakhir.
Laporan ini akan terfokus kepada karakteristik dari Sultan Thaha Syaifuddin yang memimpin
rakyat jambi.

Metode penelitian

Didalam penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan


Studi Pustaka. Penelitian kualitatif dalam penelitian ini dengan metode sejarah yang memiliki
beberapa tahapan, yakni Heuristik yang merupakan pengumpulan data, Kritik sumber yang
merupakan pengujian, Interpretasi dan Historiografi yang merupakan penulisan sejarah.

Tahapan yang pertama yaitu heuristik yang merupakan pengumpulan sumber atau bukti
sejarah. Heurisken berasal dari bahasa Yunani yang artinya mencari atau
menemukan.(Sartono Kartodirdjo. 1982:15-17) Tahapan ini, penulis mengumpulkan data dari
buku yang berkaitan dengan perlawanan Sultan Thaha Saifuddin melawan Belanda di Jambi
dan juga E-Journal yang mengenai hal yang mirip.

Tahapan kedua yaitu Kritik Sumber yang merupakan tahapan setelah selesainya pengumpulan
sumber sejarah dalam bentuk dokumen dengan demikian yang dilakukan berikutnya ialah
melakukan kritis atau verifikasi sumber.

Tahapan ketiga yaitu Interpretasi yang merupakan upaya penafsiran atas faktafakta sejarah.
Interpretasi memiliki tugas adalah pemberian penafsiran dalam kerangka memugar suatu
rekontruksi masa lampau.

Tahapan terakhir yang dilakukan adalah historiografi. Ini merupakan penulisan sejarah untuk
komunikasikan hasil-hasil penelitian yang telah didapat, diuji(verifikasi) dan di interpretasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kesultanan Jambi dan Lahirnya Sultan Thaha Syaifuddin

Dahulu dalam pemerintahan Raja Puteri Selaras Pinang Masak dan suaminya Datuk Paduko
Berhalo Kerajaan Jambi telah menganut Agama Islam. Dahulu Jambi masih dalam bentuk
Kerajaan dan pada tahun 1615 pada kepemimpinan Pangeran Kedah barulah diganti dengan
sebutan Kesultanan dan Rajanya disebut sebagai Sultan. Pangeran Kedah dinobatkan
sebagai raja jambi dengan Gelar Sultan Abdul Khahar. Dan itulah awal dari lahir kesultanan
Jambi.(Masjkuri. 1979:9) Pada tahun 1643 Sultan
Khahar wafat dan langsung digantikan oleh anaknya bernama Sultan Agung Abdul Jalil.
Dalam pemerintahannya Sultan Agung Abdul Jalil terjadi kesepakatan antara Kesultanan
Jambi dan Belanda.(Masjkuri. 1979:10) Dari sinilah awal mula Belanda ikut campur dalam
politik, ekonomi, serta pemerintahan kesultanan Jambi. Sehingga pada tahun 1665 wafatlah
Sultan Abdul Jalil dan digantikan dengan Sultan Sri Ingalogo. Di masa pemerintahan Sultan
Sri Ingalogo, Kesultanan Jambi mulai dijajah oleh Raja johor dengan bantuan Palembang,
tetapi serangan tersebut bisa diatasi Jambi dengan dibantu Belanda. Kemudian, Sultan Sri
Ingalogo ditangkap oleh Belanda karena tuduhan terhadap pembunuhan Kepala Kantor di
Muara Kumpeh dan diasingkan ke Pulau Banda. (Masjkuri. 1979:10) Setelahnya, anak dari
Sultan Sri Ingalogo, yaitu Pangeran Cakranegara yang pro terhadap Belanda diangkat
menjadi Sultan oleh Belanda dengan gelar Sultan Kyai Gede. Sultan Kyai Gede Wafat pada
tahun 1696, dan kedudukannya sebagai sultan di ganti oleh anaknya yang bergelar Sultan
Muhammad Syah. Pada pemerintahan Sultan Muhammad Syah, situasi antara kompeni dan
Kesultanan Jambi agak meregang, karena pada masanya kantor dan benteng kompenti
ditutup. Namun, mereka menjalin kerja sama kembali pada tahun 1707. Setelah wafatnya
Sultan Muhammad Syah dan diangkatnya Sultan Istra Ingalogo, hubungan antara kompeni
dan Kesultanan Jambi kembali meregang, yang membuat belanda pun meninggalkan kantor
dan bentengnya di Jambi. Pada tahun 1770 Sultan Istra Ingalogo Wafat dan digantikan
dengan anaknya yaitu Sultan Achmad Zainuddin atau Sultan Anom Ingalogo. Sultan ini pun
wafat pada 1790 dan langsung diganti dengan anaknya yaitu Sultan yang bergelar Sultan
Ratu Seri Ingalogo. Pada masa pemerintahannya, ada peristiwa penting yaitu VOC
dibubarkan dan diambil alih oleh pemerintah Belanda. Setelah Wafatnya Sultan Ratu Seri
Ingalogo pada tahun 1833, ia langsung digantikan dengan Sultan Muhammad Fakhruddin.
Dimasa kepemimpinan Sultan Muhammad Fakhruddin, Muara Kumpeh dikuasai lagi oleh
Belanda. Setelahnya, pada tahun 1841 Sultan Muhammad Fakhruddin Wafat dan diganti
dengan saudaranya sendiri yaitu Sultan Abdurahman Nasuddin. Pada Masa
Kepemimpinannya, Sultan Thaha Syaifuddin telah menjabat sebagai Pangeran Ratu atau
Perdana Menteri dengan gelar Pangeran Ratu Jayadiningrat. Pada masanya, Kesultanan
Jambi banyak membantu bangsawan – bangsawan Palembang melawan penjajah Belanda.
Kemudian, pada tahun 1855 Sultan Abdurahman Nasuddin wafat dan digantikan oleh Raden
Thaha dengan gelar Sultan Thaha Syaifuddin. Pada masa Kepemimpinannya, Kesultanan
Jambi tidak menjalin kerja sama apapun terhadap Pemerintah Belanda dan melakukan
perlawanan terhadap Pemerintahan belanda Hal ini membuat Pemerintah Belanda Marah.
Sultan Thaha Syaifuddin menjadi Sultan terakhir dan terbesar pada masa Kesultanan Jambi.
Perlawanan Sultan Thaha Syaifuddin melawan Belanda

Sultan Thaha Syaifuddin dilahirkan di


Keraton Tanah Pilih, kampung Gedang
Jambi pada pertengahan tahun 1816. Pada
masa kecil beliau biasa dipanggil Raden
Thaha. Ayahnya Raden Thaha adalah Sultan
Muhamad Fakhruddin yang dikenal oleh
rakyat Jambi sebagai Sultan yang saleh dan
besar jasanya terhadap pengembangan
agama 1slam di Jambi. Setelah
meninggalnua Sultan Muhammad
Facruddin, Raden Thaha Ningrat diangkat
menjadi raja selanjutnya dari Kesultanan Jambi sehingga ia diberi gelar Sultan Thaha
Syaifuddin. Nama Syaifuddin ini yang berarti “Pedang Agama” Diberikan oleh Sultan Aceh
ketika Sultan Thaha menjalankan Pendidikan Agamanya di Aceh. Di masa pemerintahannya
dia dengan tegasnya membatalkan semua perjanjian dengan Belanda yang sebelumnya sudah
disepakati dengan Sultan Muhammad Fachruddin. Perjanjian yang telah disepakati yaitu
tahun 1833 M sampai 1835 M.(Fachrudin Saudagar. 2008:51) Sultan Thaha Syaifuddin
bersama rakyat Jambi tidak mengakui dan tidak mentaati segala perjanjian dengan Belanda,
Dengan pembatalan isi perjanjian itu, di satu sisi pemerintah Hindia Belanda merasa terhina
tapi di sisi lain Belanda.

Hubungan antara Kesultanan Jambi dan


Belanda makin memburuk, ketika Sultan
Thaha Syaifuddin yang mulai menjalin
hubungan Inggris, Amerika dan terutama
Turki. Kesultanan Jambi meminta bantuan
senjata dari Turki untuk membantu
perjuangan Kesultanan Jambi melawan
Kolonial Belanda yang memerlukan
persenjataan yang lengkap serta memadai.
Sultan Thaha Syaifuddin juga membuat
Mesin sendiri guna menghadapi
kemungkinan Blokade pihak Belanda yang
lebih kuat.

Pada 6 September 1858 M pasukan Mayor Van Langen berkedudukan di Muara Kumpeh
mulai bersiap menyerang Keraton Jambi dari segala penjuru secara diam-diam. Belanda
upaya mengejar Sultan Thaha Saifuddin setelah perang Muara Tembesi diawali dengan jalan
damai, yakni membatasai atau menjepit ruang gerak Sultan Thaha Saifuddin. Belanda
menempatkan pos pertahanan di perbatasan Jambi di Sarolangun. Persenjataan pasukan
Sultan Thaha Saifuddin dilengkapi dengan senjata bedil dan senjata lainnya. Rakyat Jambi
terus melakukan serangan sehingga menyebabkan Kolonial Belanda mencoba untuk
memperkuat kedudukannya. Tetapi Sultan Thaha memerintahkan rakyat agar lebih kuat lagi.
Sultan memanggil semua pangeran dan panglima-panglima serta tokoh-tokoh masyarakat
yang berpengaruh untuk mengadakan musyawarah di Bukit Persajian Rajo, Muara Tebo.
Tahun 1904 M, Sultan Thaha membuktikan tekad perjuangannyan sampai ke titik darah
penghabisan.
Kisah Wafat Sultan Thaha Syaifuddin

Wafatnya Sultam Thaha Syaifuddin dikarenakan adanya serangan yang dilakukan pihak
Belanda kepada Sultan Thaha Syaifuddin yang bersembunyi di Betung Bedarah pada tahun
1904. Kemudian diceritakan pada saat serangan itu Sultan Thaha Syaifuddin meninggal dunia dalam
keadaan Syahid. Akan tetapi ada beberapa cerita yang mengatakan kalau Sultan Thaha masih hidup dan
menyelamatkan dirinya ke Betung Barat, serta adapula cerita yang mengatakan Sultan Thaha meninggal
karena usia tua di wilayah Minangkabau. Tapi semua cerita diatas masih perlu di uji kembali keasliannya.
Kisah wafatrnya Sultan Thaha Syaifuddin jambi yang bisa di jadikan sebagai peganngan saat ini adalah
literatur dari pihak Belanda yang mengatakan Sultan Thaha Syaifuddin meninggal dunia pada pertempuran
di Betung Bedarah pada tanggal 26 April Tahun 1904. Dan Makamnya ada di Muaro Tebo.

KESIMPULAN

Sultan Thaha Syaifuddin adalah seorang pejuang terakhir dan terbesar dari Kesultanan Jambi,
dan ia juga secara resmi di anugerahkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Republik
Indonesia pada tanggal 10 November tahun 1977. Dengan perlawanannya terhadap penjajah
Belanda pada masa itu harus kita berikan apresiasi mendalam terhadapnya. Serta jadikan sifat
kepemimpinan Sultan Thaha Syaifuddin ini menjadi pedoman hidup kita sebagai masyarakat
Indonesia untuk terus melakukan perlawanan terhadap ketidakadilan. Dan juga jadikan sifat
mulia dari Sultan Thaha Syaifuddin menjadi pedoman hidup kita sebagai pribadi yang baik,
seperti sifat rendah hati, dan cerdas beliau serta ketaatan beliau terhadap Agama Islam.
Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai