Anda di halaman 1dari 26

PERANAN MANUSIA TERHADAP HASIL PROSES

KAWIN SILANG CABAI MERAH

LAPORAN PRAKTIKUM

Oleh
Zul Adha
2021154211072

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS 45 MATARAM
MATARAM
2023

1
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan yang diajukan oleh:
Nama : Zul Adha
NIM : 2021154211072
Proragram Studi : Agroteknologi
Jurusan : Pertanian
Judul Laporan :.Peranan manusia dalam keberhasilan kawin silang cabai
merah (Capsicum annum L.)

Sebagai syarat untuk lulus mata kuliah Pemuliaan Tanaman.

Mengetahui:
Dosen Pengampu

Siti Zainab, S.P., M.Si


NIDN : 0831128324

Tanggal Pengesahan:

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhaanahu wa Ta’aala,


karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan yang berjudul “Peranan manusia dalam keberhasilan kawin silang cabai
merah (Capsicum annum L.)”. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Pasangan yang telah memberikan dukungan berupa moril maupun materil
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Siti Zainab, S.P., M.Si selaku dosen pengampu yang telah meluangkan
banyak waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, serta masukannya
dan motivasi dalam penyusunan laporan ini hingga selesai.
Akhir kata penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
kesempurnaan laporan ini.

Narmada, 17 Juni 2023

Zul Adha
2021154211042

3
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................2
KATA PENGANTAR...............................................................................................3
DAFTAR ISI............................................................................................................4
I. PENDAHULUAN................................................................................................6
1.1. Latar Belakang..............................................................................................6
1.2 Tujuan.............................................................................................................8
2.1 Botani Tanaman Cabai...................................................................................9
2.2 Syarat Pertumbuhan Tanaman Cabai............................................................11
2.3 Pemuliaan Tanaman Cabai...........................................................................12
2.4 Metode Persilangan Dialel...........................................................................14
2.5 Daya Gabung................................................................................................15
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................17
3.1. Waktu dan tempat........................................................................................17
3.2. Alat dan Bahan............................................................................................17
3.3. Langkah Kerja.............................................................................................17
3.3.1. Persiapan..................................................................................................17
3.3.2. Kastrasi.....................................................................................................18
3.3.3. Emaskulasi................................................................................................18
3.3.4. Isolasi........................................................................................................18
3.3.5.Pengumpulan Serbuk Sari.........................................................................18
3.3.6. Penyerbukan.............................................................................................19
3.3.7. Dan Yang Terakhir Pelabelan...................................................................19
3.4. Metode Penelitian........................................................................................19
3.5. Analisis........................................................................................................19
3.5.1. Morfologi Bunga......................................................................................19
3.5.2. Kompatibilitas persilangan (%)................................................................20
4.1. Morfologi Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.).....................................21

4
4.2. Morfologi Bunga.........................................................................................22
4.3. Kompatibilitas persilangan (%)...................................................................22
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................23
5.1. Kesimpulan..................................................................................................23
5.2. Saran............................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................24

5
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman cabai besar (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis
sayuran buah yang dikonsumsi setiap hari sebagai bumbu penyedap dan bernilai
ekonomi tinggi. Tanaman cabai besar dapat tumbuh di berbagai tipe tanah dari
tanah yang bertekstur ringan sampai berat. Di Indonesia tanaman cabai besar
dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai tinggi. Salah satu kendala dalam
produksi tanaman cabai besar adalah rendahnya persentase pembentukan bunga
menjadi buah. Upaya peningkatan produksi tanaman cabai besar dalam budidaya
salah satunya adalah pemberian ZPT (zat pengatur tumbuh) baik sintetis ataupun
ZPT alami.
Salah satu penyebab rendahnya produksi cabai di Indonesia adalah
penggunaan benih yang tidak bermutu. Sebagian besar petani cabai di Indonesia
menggunakan benih lokal, dan sering kali menggunakan benih yang berasal dari
kebun untuk produksi cabai. Penggunaan benih hibrida merupakan salah satu
usaha untuk peningkatan produksi cabai. Perakitan varietas hibrida memerlukan
tanaman galur murni atau homozigot yang digunakan sebagai tetua dalam
persilangan. Pembentukan galur murni dapat dilakukan dengan melakukan
penyerbukan sendiri yang diikuti dengan seleksi atau melalui pembentukan
tanaman haploid yang diikuti dengan penggadaan ploidinya.
Penyerbukan sendiri dan seleksi memerlukan 7-8 generasi sehingga
banyak memerlukan waktu dan tenaga untuk mendapatkan galur murni,
sedangkan perakitan tanaman haploid yang diikuti dengan diploidisasi
memerlukan waktu yang relatif singkat. Perakitan tanaman haploid melalui kultur
sel gamet sering disebut teknologi haploid. Teknologi haploid menjadi sangat
penting, tidak saja untuk pembentukan galur murni tetapi juga untuk pemetaan
gen yang sifatnya resesif, perakitan organisme transgenik homosigot, dan

6
perakitan varietas baru melalui persilangan. Oleh sebab itu, teknologi haploid
sangat penting bagi perbaikan genetik tanaman.
Tanaman haploid dapat dibentuk melalui kultur mikrospora, seperti pada
cabai besar (Supena, 2004; Supena et al., 2006a, 2006b). Selain itu, tanaman
haploid dapat dibentuk melalui proses ginogenesis baik tanpa maupun dengan
induksi dengan memanfaatkan teknik in vitro. Pada cabai besar lokal Indonesia,
induksi ginogenesis telah dilakukan, tetapi hanya menghasilkan buah tanpa biji
dan kalus haploid yang tumbuh dari calon embrio (Suharsono dan Supena, 1998).
Keberhasilan dalam induksi ginogenesis melalui kultur in vitro untuk
menghasilkan tanaman haploid sangat ditentukan oleh beberapa faktor yaitu:
stadium perkembangan ginogenesium, genotipe tanaman, komposisi media, serta
metode dan kondisi kultur (Mukhambekzhanov,1997). Penelitian ini bertujuan
untuk membentuk tanaman cabai besar haploid melalui induksi ginogenesis
dengan serbuk sari yang telah diradiasi dengan sinar gamma yang diikuti dengan
penyelamatan embrio muda secara in vitro.
Penyerbukan (pollination) adalah peristiwa transfer serbuk sari dari kepala
sari (anther) ke kepala putik (stigma). Proses penyerbukan dimulai dari lepasnya
serbuk sari dari kepala sari sampai serbuk sari mencapai kepala putik (Barth,
1991). Kunjungan serangga penyerbuk pada bunga untuk mengumpulkan pakan
berupa serbuk sari dan nektar sehingga dapat meningkatkan hasil panen berupa
buah dan biji (Novia dkk, 2014).
Keberhasilan dalam induksi ginogenesis melalui kultur in vitro untuk
menghasilkan tanaman haploid sangat ditentukan oleh beberapa faktor yaitu:
stadium perkembangan ginogenesium, genotipe tanaman, komposisi media, serta
metode dan kondisi kultur (Mukhambekzhanov,1997). Penelitian ini bertujuan
untuk membentuk tanaman cabai besar haploid melalui induksi ginogenesis
dengan serbuk sari yang telah diradiasi dengan sinar gamma yang diikuti dengan
penyelamatan embrio muda secara in vitro.

7
1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mencari keturunan terbaik dari hasil
polinasi agar mendapatkan hasil yang diinginkan

8
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tanaman Cabai

Cabai merupakan tanaman hortikultura yang dapat diklasifikasikan


kedalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, Ordo
Solanales, famili Solanaceae, genus Capsicum, dan spesies Capsicum annuum L.
Kelompok spesies cabai yang umum dibudidayakan masyarakat antara lain cabai
besar/Capsicum annuum, cabai kecil/Capsicum frutescens, Capsicum chinense,
Capsicum baccatum, dan Capsicum pubescens (Bosland dan Votava 1999).
Perbedaan spesies cabai yang dibudidayakan dikarenakan terdapat perbedaan
morfologi tanaman dan ketidakcocokan tanaman melakukan persilangan satu
sama lain. Cabai merupakan tanaman diploid yang umumnya memiliki jumlah
kromosom 2n = 2x = 24, namun beberapa spesies liar (wild type) memiliki jumlah
kromosom 2n = 2x = 26 (Bosland dan Votava 1999).
Tanaman cabai merupakan tanaman berbentuk perdu yang tumbuh pada
wilayah temperate, namun dapat menjadi tanaman tahunan pada wilayah tropis
(OECD 2006). Tanaman cabai dapat ditanam secara langsung dilahan maupun
ditanam didalam pot di rumah kaca. Tinggi tanaman cabai antara 0,5 sampai 1,5
meter. Sistem perakaran tanaman cabai termasuk dangkal dan memiliki akar
tunggang sebagai akar primer (Prajnanta 2007). Akar tunggang ditumbuhi rambut
akar ke samping yang disebut akar lateral/akar sekunder. Panjang akar primer
tanaman cabai 35-50 cm dan akar lateral sekitar 35-45 cm (Rubatzky dan
Yamaguchi 1999). Akar lateral cepat berkembang di dalam tanah dan menyebar
pada kedalaman 10-15 cm (Messiaen 1992).
Batang utama tanaman cabai berkayu dan tegak lurus serta memiliki
banyak percabangan. Pembentukan kayu pada batang utama mulai terjadi pada
umur 30 hari setelah tanam (HST). Pada setiap ketiak daun akan tumbuh tunas
baru yang dimulai pada umur 10 HST. Tipe percabangan tegak atau menyebar
tergantung spesiesnya (Rubatzky dan Yamaguchi 1999). Daun tanaman cabai

9
tumbuh pada batang utama tersusun secara spiral sedangkan pada tunas samping
berurutan (Kusandriani 1996). Daun tanaman cabai tergolong dalam daun tunggal
yang mempunyai tangkai daun dengan helai daun berbentuk ovate atau lanceolate
dan agak kaku. Variasi bentuk daun cabai berdasarkan jenisnya berbeda-beda, ada
daun yang berbentuk lancip hingga berbentuk bulat telur dengan ujung daun yang
lancip dan tepinya yang rata. Daunnya relatif halus berupa daun tunggal dan tipis.
Warna daun cabai bervariasi, dari mulai hijau, hijau tua, sampai hijau keunguan
(Rubatzky dan Yamaguchi 1999).
Bunga tanaman cabai merupakan bunga sempurna yang berdiri tegak atau
berkelompok pada ketiak daun, mahkota bunga bewarna putih dan mempunyai
lima benang sari serta sebuah putik yang dapat melakukan penyerbukan sendiri
atau penyerbukan silang. Bunga cabai berbentuk seperti lonceng dan hermaprodit.
Diameter bunga cabai berkisar antara 9 – 15 mm dengan 5 – 6 helai mahkota dan
5 – 8 benang sari yang berwarna putih atau ungu. Putik tanaman cabai berada di
tengah – tengah dan tertutup oleh benang sari dengan panjang 3.5 – 6.6 mm.
Namun, dijumpai juga putik lebih panjang dari pada benang sari. Bunga cabai 6
memiliki 3 orientasi arah tumbuh yang berbeda, yaitu ke bawah, intermediate, dan
tegak ke atas (Bosland dan Votava 1999).
Tanaman cabai mulai berbunga pada bagian aksilar buku percabangan
utama yang kemudian terbentuk bunga pada setiap buku berikutnya. Jumlah
bunga dalam satu buku yang berbeda pada Capsicum dapat digunakan sebagai
salah satu pembeda antar spesies Capsicum (OECD 2006). Pembungan pada
tanaman cabai pada umur 1 sampai 2 bulan setelah tanam (Rubatzky dan
Yamaguchi 1999). Hanya satu bunga yang dihasilkan pada setiap buku, namun
beberapa spesies Capsicum memiliki bunga yang tumbuh bergerombol (lebih dari
satu) dalam satu buku. Bunga dapat terbentuk ketika suhu malam mencapai lebih
dari 240C. Pembentukan bunga maksimum memerlukan suhu siang dan malam
antara 160C dan 210C (Setyowati et al. 2014). Bunga akan mekar (anthesis) pada
saat 3 jam pertama setelah matahari terbit selama 2-3 hari. Anther akan pecah
pada 1-10 jam setelah bunga anthesis. Setiap anther tunggal mengandung sekitar

10
11 000 – 18 000 butir polen. Bunga cabai menghasilkan nektar sehingga sering
dikunjungi oleh lebah.
Sebagian besar spesies Capsicum annuum L. bersifat menyerbuk sendiri
(self pollination) tetapi penyerbukan silang (cross pollination) secara alami dapat
terjadi dengan bantuan lebah dengan persentase pesilangan berkisar 7,6 – 36,8%
(Eltanti 2015). Posisi putik terhadap stamen mempengaruhi tingkat kejadian
penyerbukan silang pada cabai. Pada saat bunga mekar, kotak sari masak dalam
waktu yang relatif singkat, kemudian tepung sari keluar dan mencapai kepala
putik melalui perantaraan serangga atau angin (Wiryanta 2003).
Bentuk dan warna buah cabai bervariasi bergantung pada spesies cabai
(Santos et al. 2014). Bentuk buah cabai, mulai dari pendek, panjang, bulat, oval,
sampai keriting. Warna buah cabai sangat bervariasi, yaitu: hijau, kuning, atau
bahkan ungu ketika muda dan kemudian berubah menjadi merah, jingga, atau
campuran bersamaan dengan meningkatnya umur buah (Rubatzky dan Yamaguchi
1999). Buah cabai merupakan buah tunggal yang tumbuh pada buku, namun juga
terdapat buah yang lebih dari satu (fasiculate) tumbuh dalam satu buku
(Kusandriani dan Permadi 1996). Arah tumbuh buah cabai juga bervariasi antar
kultivar, ada yang ke bawah, menyamping, dan ke atas. Biji tanaman cabai
melekat di sepanjang plasenta (Kusandriani 1996). Secara umum kultivar
Capsicum annuum memiliki biji berbentuk pipih, berwarna kuning pucat, bulat
telur dan berdiameter 3–5 mm (Rubatzky dan Yamaguchi 1999).
2.2 Syarat Pertumbuhan Tanaman Cabai

Daya adaptasi tanaman cabai pada umumnya sangatlah luas. Tanaman


cabai dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi, baik di lahan sawah
maupun lahan kering. Cabai dapat beradaptasi dengan baik pada temperatur 240C
- 270C dengan kelembaban yang cenderung rendah. Cabai dapat tumbuh baik
dengan curah hujan 600-1.200 mm per tahun, dan pada daerah yang bukan
menjadi daerah endemik layu fusarium dan layu bakteri (Eltanti 2015). Budidaya
cabai rawit secara umum tidak berbeda nyata dengan budidaya cabai merah.
Namun yang harus diperhatikan adalah jarak tanam dan pemupukannya. Karena

11
umurnya yang panjang, pemupukannya lebih banyak. Umumnya tanaman cabai
rawit lebih tahan terhadap penyakit dibanding cabai yang lainnya (Setiawati
2005). Tanaman cabai 7 dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asalkan
mempunyai drainase dan aerasi yang baik. Tanah yang paling ideal untuk tanaman
cabai adalah yang mengandung bahan organik sekurang-kurangnya 1.5%.
Keasaman tanah yang optimal untuk pertumbuhan cabai yaitu pH 5,5 - 6,8.
Keadaan pH tanah sangat penting karena erat kaitannya dengan ketersediaan
unsur hara. Apabila ditanam pada tanah yang mempunyai pH lebih dari tujuh,
tanaman cabai akan menunjukkan gejala klorosis, yakni tanaman kerdil dan daun
menguning yang disebabkan kekurangan unsur hara besi (Fe). Sebaliknya, pada
tanah yang mempunyai pH kurang dari lima, tanaman cabai juga akan kerdil,
karena kekurangan unsur hara kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) atau keracunan
aluminium (Al) dan mangan (Mn) (Schmidt 2016).
2.3 Pemuliaan Tanaman Cabai
Pemuliaan tanaman adalah perpaduan antara ilmu dan seni serta teknologi
dalam merakit suatu varietas tanaman baru demi kepentingan manusia yang lebih
bermanfaat (Syukur et al. 2018). Program pemuliaan tanaman merupakan
program yang menghasilkan varietas unggul dengan sifat dan karakter tanaman
yang lebih baik dari varietas sebelumnya. Kegiatan – kegiatan pemuliaan tanaman
terdiri dari pembentukan populasi genetik (hibridisasi, mutasi, variasi somaklonal,
transformasi gen), seleksi (seleksi massa, seleksi pedigree, dan seleksi berulang),
dan pengujian (uji daya hasil, uji BUSS, dan multilokasi). Metode pemuliaan
suatu tanaman berbeda antara satu tanaman dengan tanaman lainnya. Sleper dan
(Poehlman 2006) membagi metode pemuliaan tanaman menjadi metode
pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri, pemuliaan tanaman menyerbuk silang,
pemuliaan tanaman yang diperbanyak secara vegetatif, dan pemuliaan varietas
hibrida.
Cabai merupakan tanaman menyerbuk sendiri karena persentase
penyerbukan sendiri pada cabai sangat tinggi. Tingginya persentase penyerbukan
sendiri pada tanaman cabai dapat terjadi karena cabai memiliki bunga hermaprodit
yang self-compatible. Struktur bunga yang hermaprodit dan self–compatible

12
sangat berperan dalam tingginya tingkat penyerbukan sendiri pada suatu tanaman
(Hosana et al. 2015). Oleh karena itu, metode pemuliaan tanaman cabai umumnya
mengikuti metode pemuliaan tanaman pada tanaman menyerbuk sendiri, seperti
pada tanaman padi dan kedelai. Tanaman menyerbuk sendiri umumnya adalah
tanaman yang memiliki tingkat penyerbukan silang alami yang rendah, yaitu 4 –
5% (Sleper dan Poehlman 2006).
Pemuliaan tanaman cabai, pada awalnya diarahkan untuk merakit varietas
cabai berdaya hasil tinggi. Namun, pada saat ini pemuliaan tanaman cabai
diarahkan untuk merakit varietas cabai yang selain berdaya hasil tinggi juga
memiliki penampilan yang baik dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
Varietas cabai yang dihasilkan di Indonesia didominasi oleh varietas hibrida
bukan varietas galur murni. Sebanyak 80% varietas cabai yang dilepas di
Indonesia merupakan cabai hibrida. Salah satu penyebabnya diduga karena
varietas – varietas tersebut dapat memiliki nilai heterosis yang tinggi. Nilai
heterosis pada hasil persilangan dialel tanaman cabai dapat mencapai 63% dan
nilai heterobeltiosisnya dapat mencapai 44 % (Sujiprihati et al. 2007). (Mantri
2006) menyatakan bahwa nilai heterosis pada cabai dapat mencapai lebih dari
100%. Nilai heterosis yang 8 tinggi pada cabai diduga karena tanaman cabai
ternyata memiliki kemampuan untuk melakukan penyerbukan silang secara alami
yang cukup tinggi.
Pemuliaan tanaman cabai pada umumnya memiliki beberapa tujuan antara
lain sebagai berikut. a) Untuk perbaikan daya hasil dan kualitas hasil. Daya hasil
merupakan sifat kuantitatif dan dikendalikan oleh banyak gen, sehingga perbaikan
daya hasil dan sifat-sifat kuantitatif memerlukan waktu yang lama. b) Perbaikan
daya resistensi terhadap hama dan penyakit tanaman. Sasaran dalam perbaikan
daya resistensi terhadap penyakit cabai terutama resisten terhadap penyakit
antraknosa. c) Perbaikan sifat-sifat hortikultura. Tujuan perbaikan sifat-sifat
hortikultura pada tanaman cabai dengan melihat peubah dari tanaman cabai yang
dikehendaki misalnya bentuk percabangan, penampilan buah, kualitas kulit buah,
warna buah dan sifat hortikultura yang lain. d) Perbaikan terhadap kemampuan

13
mengatasi cekaman lingkungan, antara lain curah hujan, suhu udara dan tingkat
salinitas yang tinggi (Syukur et al. 2012).

14
2.4 Metode Persilangan Dialel

Metode silang dialel merupakan metode persilangan yang terdiri dari


seluruh kemungkinan kombinasi persilangan dari beberapa genotipe yang
digunakan (Pandey et al. 2012). Metode ini menggunakan genotipe yang berbeda
luas secara genetik sehingga terjadi rekombinasi baru yang dituju, yaitu kultivar-
kultivar dengan kombinasi gen terbaik. Rancangan persilangan dialel dibagi
menjadi tiga tipe yaitu: (1) dialel penuh (full diallel), (2) separuh dialel (half
diallel) dan (3) dialel sebagian (partial diallel). Analisis dialel memberikan
informasi kendali genetik pada sifat kuantitatif, daya gabung umum (DGU) dan
khusus (DGK) dari hibrida, heritabilitas dan heterosis (Rukundo et al. 2017).
Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi genotipe-genotipe tetua superior
dalam jumlah besar atau juga mengidentifikasi dari sejumlah besar genotipe tetua
yang mampu menberikan efek heterotik pada hibrida F1-nya (Syukur et al. 2012).
Analisis dialel dapat dilakukan berdasarkan dua pendekatan yaitu Hayman
dan Griffing. Pendekatan pertama memberikan informasi tentang parameter
genetik tetua yang digunakan dalam persilangan, sedangkan pendekatan yang
kedua memberikan informasi tentang daya gabung tetua dan hasil persilangannya.
Berdasarkan pendekatan Griffing terdapat empat metode persilangan dialel,
diantaranya 1) silang tunggal dengan resiprokal dan selfing (Metode I); 2) silang
tunggal dengan selfing tanpa resiprokal (Metode II); 3) silang tunggal dengan
resiprokal (Metode III) dan; 4) silang tunggal tanpa resiprokal dan tanpa selfing
(Metode IV). Tetua silang tunggal merupakan individu yang diambil secara acak
dari suatu populasi (Griffing 1956).
Hayman (1954) menyatakan bahwa pendugaan parameter genetik dalam
analisis dialel dapat dilakukan pada F1 dengan beberapa asumsi yang harus
dipenuhi. Asumsi yang harus dipenuhi dalam menggunakan analisis dialel,
diantaranya adanya segregasi diploid, tidak ada perbedaan antara persilangan
resiprokalnya, tidak ada interaksi antara gen-gen yang tidak satu alel, tidak ada
multialelisme, tetua homozigot dan gen-gen menyebar secara bebas diantara tetua
(Singh dan Chaudhary 1979; Saleem et al. 2013). Tanaman cabai merupakan

15
tanaman diploid sehingga menunjukkan bahwa cabai memiliki gen yang
bersegregasi diploid dan memenuhi asumsi untuk dilaksanakan analisis dialel
(Bisen et al. 2017).
2.5 Daya Gabung

Metode analisis dialel merupakan metode persilangan yang berguna untuk


mengetahui parameter genetik dan kemampuan daya gabung tetua pada
persilangan. Daya gabung merupakan ukuran kemampuan tetua apabila
disilangkan dengan galur lain yang akan menghasilkan hibrida dengan penampilan
superior (Zhang et al. 2017). Daya gabung merupakan konsep umum untuk
mengklasifikasikan galur murni secara relatif menurut penampilan hibridanya
(Mathey et al. 2017). Saputra et al. (2014) menyatakan bahwa pada dasarnya daya
11 gabung dibedakan menjadi dua macam yaitu Daya Gabung Umum/DGU
(General Combining Ability/GCA) dan Daya Gabung Khusus/DGK (Spesific
Combining Ability/SCA).
Daya Gabung Umum merupakan simpangan dari nilai rata-rata seluruh
populasi persilangan, sehingga daya gabung umum dapat bernilai positif maupun
negatif. Nilai ini merupakan angka yang relatif terhadap nilai daya gabung umum
yang lain. Apabila besaran nilai daya gabung umum tinggi maka galur tetua
tersebut memiliki kemampuan bergabung dengan baik, sebaliknya jika besaran
nilairendah maka kemampuan bergabung galur tetua kurang baik. Daya gabung
khusus merupakan gambaran suatu kombinasi persilangan yang memiliki
penampilan terbaik dibanding rata-rata persilangan (Kaur et al. 2019).
Nilai daya gabung umum maupun daya gabung khusus dapat memberikan
informasi tentang gen yang berperan dalam mengendalikan suatu sifat tertentu.
Kaur et al. (2019) menyatakan bahwa daya gabung umum menentukan besaran
peran gen aditif dari suatu variasi genetik yang dapat diduga melalui pengukuran
hibiridanya, sedangkan daya gabung khusus menentukan besaran peran gen non
aditif yang ditunjukkan oleh adanya kombinasi persilangan yang menunjukkan
keragaan yang jauh lebih baik atau lebih buruk dari nilai rata-rata hibrida yang
dievaluasi.

16
Informasi genetik dari pengujian daya gabung umum ataupun daya gabung
khusus berguna dalam menentukan individu yang akan dipilih sebagai tetua serta
bagaimana metode pemuliaan tanaman yang tepat untuk perbaikan sifat tanaman
(Zhang et al. 2017). Daya gabung umum merupakan hasil peran gen aditif,
sedangkan daya gabung khusus merupakan hasil peran gen dominan dan epistasis
(non aditif) (Amiruzzaman et al. 2013; Ofori et al. 2015). Pawar dan Aher (2016)
mengemukakan bahwa tidak semua kombinasi galur murni akan menghasilkan
hibrida yang superior. Oleh karena itu, galur-galur murni perlu diuji daya
gabungnya guna menentukan kombinasi yang terbaik untuk produksi benih
hibrida

17
BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan tempat

Dilaksanakan pada tanggal 23Mei 2023 di desan Dasan Geres kecamatan


Gerung kabupaten Lombok Barat.
3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan sebagai berikut :


1. Bambu
2. Cangkul
3. Cotton Buds
4. Disinfektan
5. Ember
6. Mangkok
7. Mulsa
8. Parang
9. Sabun Cuci Tangan
10. Sedotan
11. Tali / Benang
3.3. Langkah Kerja

Langkah kerja pada praktikum ini adalah :


3.3.1. Persiapan

Persiapan di sini ialah persiapan untuk melakukan kastrasi dan


penyerbukan silang, yang harus di persiapkan ialah meliputi penyediaan alat-alat
antara lain pisau kecil yang tajam, gunting, pinset dengan ujung yang runcing,
jarum yang panjang dan lurus, alcohol dalam botol kecil yang berguna untuk
mensterilkan alat-alat tersebut  dan juga wadah untuk tempat serbuk sari .
Perlengkapan lainya nyang perlu di persiapkan ialah label dari kertas yang tahan
air, dan selanjut nya label tersebut di beri nomor urut.

18
3.3.2. Kastrasi

Kastrasi adalah kegiatan membersihkan bagian tanaman yang ada di


sekitar bunga yang akan di emaskulasi dari kotoran, serangga, kuncup-kuncup
bunga yang tidak di pakai serta organ tanaman lain yang menganggu kegiatan
persilangan.  Membuang mahkota dan kelopak juga termasuk kegiatan kastrasi.
secara umum  alat yang di gunakan adalah gunting, pisau, dan pinset.
3.3.3. Emaskulasi

Emaskulasi adalah kegiatan membuang alat kelamin jantan ( stamen ) pada


tetua betina, sebelum bunga mekar atau sebelum terjadi penyerbukan sendiri.
Emaskulasi terutama di lakukan pada tanaman berumah satu ya ng Hermaprodit
dan Fertile.  Cara emaskulasi tergantung pada morfologi bunga nya .
3.3.4. Isolasi

Isolasi dilakukan agar bunga yang di emaskulasi tidak terserbuki oleh


serbuk sari asing . sehingga baik bunga jantan maupun bunga etina harus di
kerudungi dengan kantung. Kantung bisa terbuat dari kertas tahan air, kain, plastic
dan lain-lain. Ukuran kantung di sesuaikan dengan ukuran bunga tanaman yang
bersangkutan , usahakan agar kantong dapat tahan dengan baik dan tidak mudah
lepas.
3.3.5.Pengumpulan Serbuk Sari

Pengumpulan serbuk sari dari pohon tetua jantan dapat di mulai beberapa
jam sebelum kuncup-kuncup bunga itu mekar . bila letak pohon tetua betina jauh
dari pohon jantan, maka pengangkutan kuncup-kuncup bunga dari tetua jantan ke
tetua  betina akan memakan waktu yang lama. Agar kuncup bunga itu tidak lekas
layu dan tahan lama dalam keadaan segar , hendak nya kuncup bunga itu di petik
dan di angkut pada pagi hari sebelum matahari terbit atau pada sore hari setelah
matahari terbenam.
3.3.6. Penyerbukan

Penyerbukan buatan di lakukan antara  tanaman yang berbeda genetic nya.


Pelaksanaanya terdiri dari pengumpulan pollen ( serbuk sari ) yang viable atau

19
anter dari tanaman tetua jantan yang sehat, kemudian menyerbukan nya ke stigma
tetua betina yang telah di lakukan emaskulasi.
3.3.7. Dan Yang Terakhir Pelabelan

Ukuran dan bentuk label berbeda-beda dan umum nya label terbuat dari
kertas tahan air. Secara umum pada label tertulis informasi tentang nomor yang
membedakan tanaman satu dengan tanaman lainya, waktu emaskulasi, waktu
penyerbukan, nama tetua jantan dan tetua betina, dan kode pemulia atau yang
menyilangkan nya .
3.4. Metode Penelitian

Pasangan persilangan disusun berdasarkan rancangan perkawinan dialel


lengkap yaitu terdapat set penyerbukan sendiri, set persilangan untuk
menghasilkan biji F1, dan set persilangan untuk F1 resiprok. Penyerbukan buatan
dilakukan dengan metode tangan (hand pollination) dibantu alat pinset untuk
emaskulasi dan menempelkan serbuk sari ke atas kepala putik. Terdapat 25
kombinasi persilangan. Setiap spesies terdiri dari 3 tanaman yang ditanam secara
berkala untuk sinkronisasi munculnya bunga sebagai tetua betina dan tetua jantan
untuk bahan persilangan. Penanaman ciplukan tiap spesies dibagi menjadi 1
periode dengan jeda waktu 10 hari. Tanaman ciplukan ditanam dengan jarak
tanam 50 x 80 cm. Kegiatan persilangan dilakukan pada pagi hari berkisar jam
07.00-11.00, pada sore hari melakukan kegiatan emaskulasi dan kastrasi pada
bunga yang dijadikan tetua betina.

3.5. Analisis

3.5.1. Morfologi Bunga


Dilakukan pengamatan langsung pada karakter bunga, panjang tangkai
putik, warna bunga, umur bunga, umur tanaman.

3.5.2. Kompatibilitas persilangan (%)

Terbentuknya buah setelah dilakukannya penyerbukan merupakan


indikator terjadinya pembuahan, dan calon buah akan membesar. Persentase

20
keberhasilan suatu persilangan yang menunjukkan kompatibilitas dihitung dengan
rumus:

jumlah bunga yang terbentuk


x 100%
jumlah bunga yang disilangkan

21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Morfologi Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.)

Tanaman Cabai Merah Besar (Capsicum annuum L.) Tanaman cabai


tergolong dalam famili terung-terungan (Solanaceae) yang tumbuh sebagai perdu
atau semak. Cabai termasuk tanaman semusim atau berumur pendek. Menurut
Haryanto, (2018), dalam sistematika tumbuh-tumbuhan cabai diklasifikasikan
sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae

Classis : Dicotyledoneae

Ordo : Tubiflorae (Solanales)

Famili : Solanaceae

Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum annuum L.

Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang


memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya
daerah Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia
termasuk negara Indonesia (Baharuddin, 2016). Tanaman cabai banyak ragam tipe
pertumbuhan dan bentuk buahnya. Diperkirakan terdapat 20 spesies yang
sebagian besar hidup di negara asalnya. Masyarakat pada umumnya hanya
mengenal beberapa jenis jenis saja, yakni cabai besar, cabai keriting, cabai rawit
dan paprika (Pratama, Swastika, Hidayat, dan Boga, 2017).

22
4.2. Morfologi Bunga

Bunga pada tanaman cabai bervariasi dan memiliki bentuk yang sama,


yaitu berbentuk bintang. Bunga biasanya tumbuh pada ketiak daun, dalam
keadaan tunggal ataupun bergerombol dalam satu tandan. Dalam satu tandan
biasanya hanya 2 atau 3 bunga. Panjang bunga kurang lebih 1-15 cm dan lebarnya
0,5 cm, serta panjang tangkainya sekitar 0,5 cm.

Bunga cabai merupakan bunga sempurna yang dapat menyerbuk sendiri.


Pada umumnya bunga cabai terdiri dari 5-6 helai daun mahkota (petal) berwarna
putih atau unggu. Pada satu bunga terdapat satu kepala putik atau (stigma)
berbentuk bulat. Selain itu juga terdapat benang sari (filamen), dan masing-
masing pada ujungnya terdapat satu antera berisi serbuk sari.

4.3. Kompatibilitas persilangan (%)

jumlah bunga yang terbentuk


x 100%
jumlah bunga yang disilangkan

23
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang bisa ditarik dari praktikum ini yaitu


5.2. Saran

Jika ingin melakukan polinasi maka ada beberapa hal yang harus di
peerhatikan antara lain : cuaca, kelembaban udara, strelisasi dari pemulia, usia
bunga yang akan di polinasi, usia tanaman dan tentu saja kebersihan pemulia.

24
DAFTAR PUSTAKA

Bosland PW, Votava E. 1999. Peppers: VegeTabels and Spice Capsicums. New
York (USA): CABI Publishing 204 p.
Eltanti F. 2015. Karakteristik morfologi dan molekuler 18 genotipe cabai hias
(Capsicum annuum spp.). [Skripsi]. Departemen Agronomi dan
Hortikultura. Bogor (ID): Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Griffing B. 1956. Concept of general and specific combining ability in relation to
diallel crossing system. Aust J Biol Sci. 9: 463-493.
Hosana C, Alamerew S, Tadesse B, Menamo T. 2015. Test cross performance and
combining ability of maize (Zea mays L.) inbred lines at Bako, Western
Ethiopia. Glob. J. Sci. Front. Res. 15 (4): 1-24.
Kusandriani Y. 1996. Botani Tanaman Cabai Merah. Editor: Duriat AS, Widjaja A,
Hadisoeganda W, Soetiarso TA, Prabaningrum L. Teknologi Produksi
Cabai Merah. Lembang (ID): Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Messiaen CM. 1992. The tropica: Vegetabel garden. New york (USA): ICTA Mac
Millan: 234-245.
Mantri SM. 2006. Heterosis and combining ability studies for quality parameter
and yield in chili (Capsicum annuum L.). [Thesis]. Dharwad: Department
of Genetik and Plant Breeding, College of Agriculture, University of
Agricultural Sciences.
OECD. 2006. Consensus document on the biology of the Capsicum annum
complex (Chili peppers, Hot peppers, and Sweet peppers). OECD
Environment, Healt, and Safety Publication. 2 (36): 1-48.
Pandey V, Chura A, Pandey HK, Meena HS, Arya MC, Ahmed Z. 2012. Diallel
analysis for yiled and yield attributing traits in capsicum (Capsicum
annuum L. var. Grossum Sendt). VegeTabel Sci. 39 (2): 136-139.
Prajnanta F. 2007. Agribisnis cabai hibrida. Jakarta (ID). Penebar Swadaya.

25
Rubatzky VE dan Yamaguchi M. 1999. Sayuran dunia 3: prinsip produksi, dan
gizi. Bandung (ID): ITB Press.
Setyowati N, Muktamar Z, Oktiasa S, Dwi WG. 2014. Growth and yield of chili
pepper under different time application of Wedelia (Wedelia trilobata) and
Siam weed (Chromolaena odorata) organic fertilizers. Int. J. Advance
Science Engineering Information Technology 4 (6): 13-16.
Sleper DA dan Poehlman JM. 2006. Breeding field crop. Ed ke 8. Iowa:Blackwell
Publishing.
Sujiprihati S, Yunianti R, Syukur M, Undang. 2007. Pendugaan nilai heterosis dan
daya gabung beberapa komponen hasil pada persilangan full dialel enam
genotipe cabai (Capsicum annuum L.). Bul Agron. 35 (1): 28-35.
Schmidt SB, Jensen PE, Husted S. 2016. Manganese deficiency in plants: the
impact on photosystem II. Trends in Plant Science 21 (7): 622-632.
Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R. 2018. Teknik pemuliaan tanaman edisi revisi.
Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Wiryanta BTW. 2003. Bertanam Cabai pada Musim Hujan. Jakarta (ID):
Agromedia Pustaka.

26

Anda mungkin juga menyukai