Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Filsafat Sebagai Induk Ilmu Pengetahuan

Oleh Kelompok 1:
1.Demitrius Timu
2. Eci Muti Tameon
3. Imel S.J.Dae Panie
4. LaurdesTirsa De Jesus
5. Restiani Koy

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Citra Bangsa
2023

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan-Nya
makalah kami dengan judul “Filsafat Sebagai Induk Ilmu Pengetahuan” dapat tersusun
sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikir maupun materi.
Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
peraktikan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

i
DAFTAR ISI
Kata pengantar.........................................................................................................
Dafatar isi........................................................................................................................

Bab 1 Pendahuluan..........................................................................................................

1. Latar belakang.........................................................................................................
2. Rumusan masalah...................................................................................................
3. Tujuan......................................................................................................................

Bab 2 Pembahasan...........................................................................................................

1. Pengertian filsafat....................................................................................................
2. Cabang-cabang filsafat dan alirannya......................................................................
3. Pengertian ilmu.......................................................................................................
4. Sejarah perkembangan filsafat sebagai ilmu ...........................................................
5. Peran filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan ......................................................

Bab 3 Penutup.................................................................................................................

1. Kesimpulan..............................................................................................................
2. Saran.......................................................................................................................

Daftar Pustaka.................................................................................................................

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Filsafat merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang dijadikan sebagai pedoman
manusia dalam berkehidupan yang benar. Filsafat mengatur hidup manusia agar memiliki
rasa tanggung jawab terhadap hal-hal mendasar di sekitarnya, baik Tuhan maupun
ciptaan-Nya, seperti alam, binatang, dan tumbuhan, serta sesama manusia. Dengan begitu,
filsafat merupakan hal mendasar yang dimiliki oleh manusia. (Hamersma, 1981)
mengatakan bahwa filsafat merupakan pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren
tentang seluruh kenyataan. Jadi, dari definisi ini nampak bahwa kajian filsafat itu sendiri
adalah realitas hidup manusia yang dijelaskan secara ilmiah guna memperoleh
pemaknaan menuju “hakekat kebenaran”.Filsafat memiliki beberapa pokok permasalahan
yang dibahas dan dikaji yakni adalah logika, etika, estetika, metafisika, dan politik.
Kelima cabang utama ini kemudian berkembang menjadi cabang-cabang filsafat yang
lebih spesifik dalam pembahasannya, salah satunya adalah filsafat ilmu. Pepahaman dasar
tentang filsafat dan filsafat ilmu tersebut akan coba penulis paparkan dalam makalah ini.
Sebagai induk dari segala ilmu, filsafat telah berjasa dalam kelahiran sebuah disiplin
ilmu, kajian, gagasan, serta aliran pemikiran semapi edeologi.Ilmu berasal dari
keingintahunya manusia terhadapat sesuatu. Filsafat adalah salah satu ilmu pengetahuan
yang mengajarkan manusia tentang mencari kebenaran dalam menjalani hidup, banyak
hal yang dapat diketahui dengan mempelajari filsafat. Bagi manusia, berfilsafat itu berarti
mengatur hidupnya seinsaf-insafnya, senetral-netralnya dengan perasaan tanggung jawab,
yakni tanggung jawab terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan,
alam,atau pun kebenaran. Dengan kata lain filsafat merupakan hal mendasar yang pada
dasarnya dimiliki oleh umat manusia. Setiap manusia, baik yang tergolong terpelajar
bahkan yang tergolong awam sekalipun,memiliki kemampuan untuk berpikir mengenai
hal-hal disekitarnya.Secara sederhana filsafat adalah cinta atau kecenderungan pada
kebijaksanaan. Cinta kebijaksanaan berarti cinta pada pengetahuan. “rang yang cinta
pengetahuan disebut dengan philosophos atau filosof. Cinta pengetahuan ialah orang yang
menjadikan pengetahuan sebagai usaha dan tujuan hidupnya pengertian lain yang lebih
luas, Louis o. Kattsoff menyebutkan, Filsafat merupakan suatu analisis secara hati-hati
terhadap penelaran-penelaran mengenai suatu masalah dan penyusunan secara sengaja
serta sistematis suatu sudut pandang yang menjadi dasar suatu tindakan ( Suhar Am.
2009)
Pokok permasalahan yang dikaji filsafat diantaranya tentang logika,etika,estetika,
metafisika dan politik. Kelima cabang utama ini kemudian berkembang menjadi cabang-
cabang filsafat yang lebih pesifik diantaranya filsafat ilmu. Filsafat ilmu merupakan
bagian dari etistemologi yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah)
(Bachtiar 2010). Pemahaman dasar tentang filsafat dan filsafat ilmu ini akan coba penulis
panjatkan dalam makalah ini.
Filsafat dapat merangsang lahirnya keinginan dari temuan filosofis melalui berbagai
observasi dan eksperimen yang melahirkan ilmu-ilmu. Hasil kerja filosofis dapat menjadi
pembuka bagi lahirnya suatu ilmu, oleh karena itu filsafat disebut juga sebagai induk

1
ilmu(mother of scrience). Untuk kepentingan perkembangan ilmu, lahir disiplin ilmu
filsafat yang mengkaji ilmu pengetahuan yang di kenal sebagai filsafat ilmu pengetahuan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Filsafat?
2. Apa saja cabang-cabang filsafat?
3. Apa yang dimaksud dengan ilmu?
4. Bagaimana sejarah perkembangan filsafat dan ilmu?
5. Bagaimana peran filsafat sebagai induk dari ilmu pengetahuan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian filsafat
2. Untuk mengetahui cabang-cabang filsafat
3. Untuk mengetahui pengertian ilmu
4. Untuk mengetahui sejarah perkembangan filsafat dan ilmu
5. Untuk mengetahui peran filsafat sebagai induk dari ilmu pengetahuan

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filsafat


Filsafat berasal dari bahasa Yunani: "philosophia". Seiring perkembangan jaman
akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti: "philosophic" dalam
kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; "philosophy" dalam bahasa
Inggris; "philosophia" dalam bahasa Latin; dan "falsafah" dalam bahasa Arab. Secara
etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa
Yunani yaitu philosophia philien: cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami
bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari
kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat. Pengertian filsafat secara
terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan
kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan
bahwa Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran
yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu
metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Berikut ini disajikan
beberapa pengertian filsafat menurut beberapa para ahli:
1. Plato (428 -348 SM): Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang
ada.
2. Aristoteles ( (384322 SM): Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki
sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum
sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat
dengan ilmu.
3. Paul Nartorp (1854-1924): filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar
hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar
akhir yang sama, yang memikul sekaliannya.
4. Imanuel Kant (1724-1804): Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi
pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang di dalamnya tercakup empat
persoalan.
a. Apakah yang dapat kita kerjakan ? (jawabannya metafisika)
b. Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika)
c. Sampai dimanakah harapan kita? (jawabannya Agama)
d. Apakah yang dinamakan manusia? (jawabannya AnAntropolog
5. Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut
intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah, yang disebut hakekat.
Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat ditegaskan bahwa
filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya
secara mendalam dan sungguh- sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat
segala situasi tersebut.

3
2.2 Cabang-Cabang Filsafat Dan Aliran-Alirannya
Sebagaimana ilmu lainnya filsafat juga memiliki cabang- cabang yang berkembang
sesuai dengan persoalan filsafat yang dikemukakannya. Filsafat timbul karena adanya
persoalan- persoalan yang dihadapi manusia. Persoalan-persoalan tersebut kemudian
diupayakan pemecahannya oleh para filsuf secara sistematis dan rasional. Maka
muncullah cabang-cabang filsafat tersebut dan berkembang terus sesuai dengan
pemikiran dan problematika yang dihadapi oleh manusia.
Cabang-cabang filsafat yang tradisional terdiri dari empat komponen, yaitu: logika,
metafisika, epistemology dan etika. Kemudian berangsur-angsur berkembang sejalan
dengan per- kembangan persoalan yang dihadapi oleh manusia. Untuk lebih
mudahnya, berikut ini akan diuraikan cabang-cabang filsafat yang pokok:
1. Metafisika
Metafisika semula digunakan untuk menunjukkan karya-karya tertentu Aristoteles.
Istilah metafisika berasal dari bahasa Yunani meta ta physika, yang berarti hal-hal
yang berada sesudah (dibalik) fisika. Istilah tersebut dapat didefinisikan sebagai
ilmu telaah tentang segala sesuatu secara mendalam atau sifat yang terdalam dari
kenyataan (ultimate nature). Bilamana dibandingkan dengan ilmu fisika yaitu
yang mempelajari gejala-gejala benda fisik, ilmu biologi yang mempelajari gejala
fisis dari makhluk hidup, maka metafisika mempelajari dan membahas tentang
keberadaan segala sesuatu benda fisis dari hakikatnya yang terdalam.
Metafisika dibagi menjadi dua cabang yaitu: ontology dan kosmologi. Ontology
membahas tentang sifat dasar dari kenyataan yang terdalam. Dengan kata lain
perkataan ontologi membahas asas-asas rasional dari kenyataan. Adapun
kosmologi membahas tentang hakikat alam semesta sebagai suatu system yang
teratur. Adapun persoalan-persoalan metafisika dapat dirinci menjadi tiga macam
persoalan yaitu:
a. Ontology: misalnya apakah artinya hal yang ada (being)? Apakah sifat
dasar dari hal ada? Bagaimana penggolongan dari hal ada?
b. Kosmologi: misalnya, apakah ruang itu? apakah waktu itu? apakah jenis
tata tertib yang ada dalam alam semesta itu?dan lain sebagainya.
c. Antropologi: misalnya apakah hakikat hubungan badan dan jiwa tersebut,
manusia bersifat bebas ataukah tidak bebas?
Bagaimanakah hakikat perbedaan makhluk hidup manusia dengan
makhluk hidup yang lain
Cabang-cabang metafisika menimbulkan aliran-aliran filsafat sebagai berikut:
a. Dari Segi Kuantitas.
Dipandang dari kuantitas yaitu berupa banyak susunan kenyataan yang
sedalam-dalamnya tersebut, maka timbul aliran- aliran filsafat antara lain:
ada yang saling berhubungan, ada yang berdiri sendiri-sendiri dan ada
yang merupakan gabungan.
1) Monisme
Monisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa hanya ada
satu kenyataan yang terdalam (yang fundamental). Kenyataan tersebut
dapat berupa jiwa, materi, Tuhan atau substansi lainnya yang tidak
dapat diketahui. Tokoh-tokoh monisme antara lain: Thales (625-
545SM), yang menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam adalah

4
substansi yaitu air. Anaximander (610-647), yang menyatakan bahwa
yang merupakan kenyataan yang terdalam adalah apieron. Apieron
yaitu sesuatu hal yang tanpa batas, tak dapat ditentukan dan tidak
mempunyai persamaan dengan salah satu benda di dunia. Anaximenes
(585-528 SM), menyatakan bahwa, yang merupakan unsur kenyataan
yang sedalam-dalamnya adalah udara.
2) Dualisme
Dualisme atau (serba dua) yaitu aliran yang menyatakan adanya dua
substansi pokok yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri. Tokoh-
tokohnya antara lain: Plato (428-348 SM), yang membedakan dua
dunia yaitu dunia indra dan dunia intelek. Rene Descartes (1596-
1650), yang membedakan adanya substansi pemikiran dan substansi
perluasan. Immanuel Kant (1724-1804), yang membedakan adanya
dunia hakiki (noumena) dan dunia gejala (phenomena).
3) Pluralisme
Pluralisme atau (serba ganda), yaitu aliran filsafat yang tidak
mengakui adanya satu substansi atau hanya dua substansi melainkan
mengakui adanya banyak substansi. Tokoh-tokoh pluralisme adalah
sebagai berikut: Empedokles (490-430 SM), yang menyatakan bahwa
hakikat kenyataan terdiri atas empat unsur yaitu: udara, api, air dan
tanah. Anaxagoras (500-428 SM), yang menyatakan (tidak terhitung
banyaknya) sejumlah sifat benda dan semuanya itu dikuasai oleh
suatu mous (yaitu dzat yang paling halus yang memiliki sifat pandai
bergerak dan mengatur).
b. Dari Segi Kualitas.
Dipandang dari segi kualitasnya yaitu dipandang dari segi sifatnya
terdapat beberapa aliran filsafat sebagai berikut:
1. Spiritualisme
Spiritualisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa
kenyataan yang terdalam alam semesta adalah roh. Tokoh- tokoh
aliran ini adalah sebagai berikut: Plato (430-348 SM), yang
menyatakan bahwa idea atau cita adalah gambaran asli segala benda.
Semua yang berada dalam dunia hanyalah merupakan penjelmaan
atau bayangan saja. Idea atau cita tersebut tidak dapat ditangkap
dengan indera (dicerap) tetapi dapat difikirkan. Leibniz (1646-1716)
dengan teorinya tentang monade, menyatakan bahwa monade
adalah suatu yang bersahaja, tidak menempati ruang, tidak
berbentuk, sifatnya yang terutama adalah gerak, menganggap dan
berfikir.
2. Materialisme
Materialisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa tidak ada
hal yang nyata kecuali materi. Pikiran dan kesadaran adalah hanya
penjelmaan dari materi dan dapat dikembalikan pada unsur-unsur
fisis. Yang dimaksud dengan materi adalah sesuatu hal yang kelihatan,
dapat diraba, berbentuk,menempati ruang. Hal-hal yang bersifat

5
rohaniah seperti fikiran, jiwa, keyakinan, rasa sedih dan senang tidak
lain hanyalah ungkapan proses kebendaan. Tokoh-tokoh aliran
materialisme adalah sebagai berikut: Pertama, Demokritos (460-370
SM), yang menyatakan bahwa alam semesta tersusun atas atom-atom
kecil, yang mempunyai bentuk dan badan. Atom-atom ini mempunyai
sifat yang sama, perbedaannya hanya mengenai besar, bentuk dan
letaknya. Menurutnya jiwa tersebut juga terjadi dari atom, hanya
atom jiwa itu lebih kecil, bulat dan mudah bergerak. Kedua, Thomas
Hobbes (1588-1679), yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang
terjadi di dunia merupakan gerak dan materi, dalam hal ini termasuk juga
fikiran, perasaan, semuanya adalah gerak materi belaka. Karena segalanya
terjadi dari materi, maka menurut Hobbes filsafat sama dengan ilmu yang
mempelajari materi.
c. Dari Segi Proses
Dipandang dari segi prosesnya, kejadian maupun perubahannya, maka
terdapat aliran-aliran filsafat sebagai berikut:
1. Mekanisme Mekanisme berasal dari bahasa Yunani mechane (mesin).
Menurut aliran ini semua gejala atau peristiwa seluruhnya dapat
diterangkan berdasarkan pada asas-asas mekanis (mesin). Semua
peristiwa adalah hasil dari materi yang bergerak dan dapat
diterangkan dengan hukum-hukumnya. Alam dianggapnya seperti
mesin yang fungsi seluruhnya adalah ditentukan oleh bagiannya
secara otomatis. Tokoh- tokohnya antara lain: Pertama, Leucippus dan
Demokritus (460-370 SM), yang menyatakan bahwa alam dapat
diterangkan berdasarkan atom-atom yang bergerak dan kosong.
Pandangan ini dianut juga oleh Galileo (1564-1641). Kedua, Rene
Descartes (1596-1650), yang menyatakan bahwa hakikat materi
adalah perluasan (extension), dan semua gejala fisik dapat
diterangkan dengan hukum-hukum mekanis.
2. Telelogis
Telelogis atau (serba tujuan), aliran ini tidak mengingkari hukum
sebab akibat, tetapi berpendirian bahwa yang berlaku dalam kejadian
alam bukanlah hukum sebab-akibat tetapi awal mulanya memang ada
suatu kemauan, atau kekuatan yang mengarah pada satu tujuan.
Tokoh-tokoh aliran ini antara lain: pertama, Plato (428-348 SM),
membedakan antara idea atau jiwa dengan materi di dalam alam idea
yang berkuasa adalah tujuan (goal) adapun dalam alam materi yang
berlaku adalah hukum sebab-akibat. Kedua, Aristoteles (384-322
SM), ia termasuk aliran telelogis namun juga dapat dimasukkan
dalam aliran mekanistis dalam ajaran filsafatnya. Menurut Aristoteles
untuk memahami kenyataan yang sesungguhnya kita harus
memahami adanya empat macam sebab, yaitu sebab bahan (kuasa
material), sebab bentuk (kausa formalis), sebab kerja (kausa efisien)
dan sebab tujuan (kausa finalis).
3. Vitalisme Vitalisme menyatakan bahwa hidup tidak dapat dijelaskan
secara fisik-kimiawi, karena berbeda dengan segala sesuatu yang

6
tidak hidup. Tokoh-tokohnya antara lain sebaga berikut: Hans Adolf
Eduard Driesch (1867-1940), ia menyatakan bahwa setiap organism
memiliki entechy yaitu dalam hidup bekerja suatu asas khusus
tersendiri yang disebut asas hidup, yang menurut Driesch adalah
entelechy dan menurut Henry Bergson (1859-1941) disebut elan vital.

2. Epistemologi
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan). Secara umum
epistemology adalah cabang filsafat yang membahas tentang hakikat pengetahuan
manusia, yaitu tentang sumber, watak dan kebenaran pengetahuan. Terdapat tiga
persoalan pokok dalam epitemologi yaitu:
a. Apakah sumber-sumber pengetahuan? Darimanakah pengetahuan yang
benar itu datang?
b. Apakah watak dari pengetahuan?apakah dunia yang real di luar akal dan
kalau ada dapatkah kita mengetahui? Ini adalah problem penampilan
(appearance) terhadap realitas.
c. Apakah pengetahuan kita itu benar (valid)? Bagaimana kita membedakan
kebenaran dan kekeliruan? Ini adalah problem menguji kebenaran
(verification).
Aliran-aliran dalam bidang pengetahuan adalah sebagai berikut:
a. Rasionalisme
Aliran rasionalisme berpendapat bahwa semua pengetahuan bersumber
pada akal pikiran atau rasio. Tokoh-tokohnya antara lain sebagai berikut:
Rene Descartes (1596-1650), ia membedakan adanya tiga idea yaitu:
innate ideas (ide bawaan) yang telah ada sejak lahir, adventitious ideas,
yaitu ide-ide yang berasal dari luar manusia dan idea yang dihasilkan oleh
pikiran itu sendiri yaitu disebut faktitious ideas. Tokoh yang lainnya yaitu
Spinoza (1632- 1677), Leibniz (1646-1716).
b. Empirisme
Empirisme adalah aliran yang berpandangan bahwa semua pengetahuan
manusia diperoleh melalui pengalaman indera. Indera memperoleh
pengalaman (kesan-kesan) dari alam empiris, selanjutnya kesan-kesan
tersebut terkumpul dalam diri manusia sehingga menjadi pengalaman.
Tokoh-tokoh empirisme antara lain: John Locke (1632-1704), menurutnya
pengalaman dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: (1) pengalaman
luar (sensation), yaitu pengalaman yang diperoleh dari luar dan (2)
pengalaman dalam (batin) (reflexion). David Hume (1711-1776) yang
meneruskan tradisi empirisme. Hume berpendapat bahwa, idea-idea yang
kompleks dibentuk dari kombinasi idea-idea sederhana atau dari kesan-
kesan yang kompleks. Aliran ini kemudian berkembang dan memiliki
pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
terutama pada abad 19 dan 20.
c. Realisme
Realism yaitu suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa objek-objek
yang kita cerap lewat indera adalah nyata dalam diri objek tersebut.
Objek-objek tersebut tidak tergantung pada subjek yang mengetahui atau

7
tidak pada pikiran subjek. Pikiran dan dunia luar saling berinteraksi, tetapi
interaksi tersebut mempengaruhi sifat dasar dunia tersebut. Dunia telah
ada sebelum fikiran menyadari serta akan tetap ada setelah pikiran
berhenti menyadari. Tokoh-tokoh aliran realisme ini antara lain:
Aristoteles (384-322 SM), menurutnya realitas berada pada benda-benda
konkrit atau dalam proses-proses perkembangannya. Dunia yang nyata
adalah dunia yang kita cerap. Bentuk (form) atau idea atau prinsip
keteraturan material tidak dapat dipisahkan. Kemudia aliran realism
berkembang terus dan kemudian berkembanglah aliran realisme baru.
Yang tokoh-tokohnya adalah sebagai berikut: George Edward Moore,
Bertrand Russel, sebagai reaksi terhadap aliran idealism, subjektivisme
dan absolutisme. Menurut realisme baru bahwa eksistensi objek tidak
tergantung pada diketahuinya objek tersebut.
d. Positivisme
Positivisme dengan tokohnya August Comte yang memiliki pandangan
sebagai berikut: Sejarah perkembangan pemikiran umat manusia dapat
dikelompokkan menjadi tiga tahap yaitu: Pertama: tahap teologis: yaitu
manusia masih percaya dengan pengetahuan atau pengenalan yang
mutlak. Manusia pada tahap ini masih dikuasai oleh tahayul-tahayul,
sehingga subjek dengan objek tidak bisa dibedakan. Kedua adalah tahap
metafisik, yaitu pemikiran manusia berusaha memahami dan memikirkan
kenyataan, akan tetapi belum mampu membuktikan dengan fakta. Ketiga
yaitu tahap posistif yang ditandai dengan pemikiran manusia untuk
menemukan hukum-hukum dan saling hubungan lewat fakta. Maka pada
tahap inilah pengetahuan manusia dapat berkembang dan dibuktikan lewat
fakta..
e. Skeptisisme
Aliran Skeptisisme menyatakan bahwa pencerapan indera adalah adalah
bersifat menipu atau menyesatkan. Namun pada zaman modern
berkembang menjadi skeptisisme metodis (sistemtis) yang mensyaratkan
adanya bukti sebelum suatu pengetahuan diakui benar.
f. Pragmatisme
Pragmatisme, aliran ini tidak mempersoalkan tentang hakikat pengetahuan
namun mempertanyakan tentang manfaat atau guna dari pengetahuan
tersebut. Dengan kata lain, kebenaran pengetahuan hendaklah dikaitkan
dengan manfaat dan sebagai sarana bagi suatu perbuatan. Tokoh-tokoh
aliran pragmatisme ini: C.S. Pierce (1839-1914), yang menyatakan bahwa
yang terpenting adalah manfaat apa (pengaruh apa) yang dapat dilakukan
suatu pengetahuan dalam suatu rencana. Pengetahuan kita mengenai
sesuatu hal tidak lain merupakan gambaran yang kita peroleh mengenai
akibat yang dapat kita saksikan. Tokoh yang lain adalah William James,
yang menyatakan bahwa ukuran kebenaran sesuatu hal adalah ditentukan
oleh akibat praktisnya.
3. Metodologi
Cabang filsafat tentang metodologi adalah membahas tentang metode terutama
dalam kaitannya dengan metode ilmiah. Hal ini sangat penting dalam ilmu

8
pengetahuan terutama dalam proses perkembangannya. Misalnya metode ilmiah
dalam ilmu sejarah, dalam ilmu sosiologi, dalam ilmu ekonomi dan lain
sebagainya. Metodologi membicarakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
kegiatan ilmiah misalnya sifat observasi, hipotesis, hukum, teori, susunan
eksperimen dan sebagainya. Ilmu pengetahuan hanya menerapkan metode,
sedangkan filsafat mengkaji mengembangkan metode yang ada dalam suatu ilmu
tertentu.
4. Logika
Logika adalah ilmu yang mempelajari pengkajian yang sistematis tentang aturan-
aturan untuk menguatkan sebab-sebab mengenai kesimpulan. Logika pada
hakikatnya mempelajari teknik-teknik untuk memperoleh kesimpulan dari suatu
perangkat bahan-bahan tertentu, atau dari suatu premis-premis tertentu. Logika
disebut juga sebagai suatu ilmu tentang penarikan kesimpulan yang benar. Logika
dibagi menjadi dua macam yaitu logika deduktif dan logika induktif. Logika
deduktif berusaha untuk menemukan suatu aturan-aturan yang dapat dipergunakan
untuk menarik suatu kesimpulan yang bersifat keharusan dari premis-premis
tertentu. Logika induktif, mencoba untuk menarik suatu kesimpulan dari sifat-sifat
seperangkat bahan yang diamati.
5. Etika
Etika juga disebut filsafat moral yang membahas tentang moralitas. Etika
membicarakan tentang pertimbangan- pertimbangan tentang tindakan-tindakan
baik dan buruk, susila dan tidak susila, etis dan tidak etis dalam hubungan antar
manusia. Etika dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:
a. Etika Deskriptif, yaitu berusaha menjelaskan pengalaman moral dengan cara
diskriptif. Misalnya pertimbangan tentang nilai, pertimbangan tentang
kebaikan dan keburukan, susila dan tidak susila dalam kaitannya tingkah laku
manusia dalam hubungannya dengan manusia lain.
b. Etika Normatif, yaitu membahas tentang pertimbangan yang dapat diterima
tentang apa yang harus ada dalam pilihan dan penilaian. Keharusan moral
merupakan masalah pokok (moral ought). Pertimbangan tentang kewajiban
dan keharusan melakukan tindakan tertentu.
c. Metaetika, menekankan pada analisis, istilah, bahasa yang dipakai untuk
membenarkan tindakan-tindakan dan pernyataan- peryataan etika. Misalnya
"apakah arti baik itu?", "apakah penilaian moral dapat dibenarkan?" dan lain
sebagainya.
Aliran-aliran dalam bidang etika antara lain adalah sebagai berikut:
a. Idealisme, yaitu system moral yang dapat disebut juga Idealisme Etis, antara
lain mengakui hal-hal seperti berikut ini:
1) Adanya suatu nilai-nilai, azas-azas moral atau aturan- aturan untuk
bertindak
2) Lebih mengutamakan pada hal yang bersifat spiritual (rohani/mental)
daripada hal-hal inderawi/badaniah atau bendawi.
3) Lebih mengutamakan kebebasan moral ketentuan-ketentuan kejiwaan atau
alami.
4) Lebih mengutamakan hal yang umum daripada hal yang khusus.

9
Tokoh-tokoh idealisme dalam etika adalah Immanuel Kant (1724- 1804),
yang alirannya disebut juga deontologisme formalistic atau formalisme.
b. Etika Teleologi, menyatakan bahwa kebaikan suatu tindakan sepenuhnya
tergantung pada suatu tujuan (end), atau suatu hasil baik secara langsung
maupun tidak langsung.
c. Hedonisme, aliran ini menyatakan bahwa kebahagiaan yang didasarkan pada
suatu kenikmatan (pleasure), adalah merupakan suatu tujuan dari tindakan
manusia. Oleh karena itu tindakan manusia ukuran baik dan buruknya, etis atau
tidak etisnya senantiasa didasarkan pada suatu tujuan kenikmatan manusia
adalah baik. Aliran ini di akhir abad ke-18 dihidupkan oleh Jeremy Bentham.
d. Utilitarianisme, dalam aliran ini tindakan yang baik adalah tindakan yang
menimbulkan jumlah yang sebanyak-banyaknya kenikmatan atau kebahagiaan
dalam dunia (ini disebut azas kegunaan Principle of utility). Aliran ini
dikembangkan oleh Bentham dan Mill bersaudara. Namun akhir-akhir ini
khususnya di Inggris aliran ini berkembang dan memberikan pandangan bahwa
tindakan yang baik adalah tindakan yang benar-benar (mungkin) menghasilkan
sebanyak-banyaknya kebaikan intrinsik baik secara langsung maupun tidak
langsung.
e. Intuisionisme, aliran ini berpandangan bahwa jenis-jenis tindakan dapat
diketahui baik atau buruk secara langsung tanpa memikirkan nilai yang
terdapat dalam akibat-akibat dari tindakan tersebut. Tokoh-tokohnya antara lain
H.A. Prichard, E.F. Carrit, W.D. Ross.
6. Estetika
Estetika adalah cabang filsafat yang membahas tentang keindahan. Estetika
membicarakan tentang definisi, susunan dan peranan keindahan, terutama dalam
seni. Kata "estetika" berasal dari bahasa Yunani "aesthetikaos" yang bermakna
bertalian dengan pencerapan (penginderaan). Masalah-masalah estetika antara
lain, apakah fungsi keindahan dalam hidup kita? Apakah keindahan itu? Apakah
hubungan antara yang indah dengan yang baik? Dan lain sebagainya.
2.3 Pengertian Ilmu
Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan
pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia, Segi-segi ini
dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian
dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya. Ilmu Dalam bahasa Inggris disebut Science, dari bahasa Latin yang
berasal dari kata Scientia (pengetahuan) atau Seire (mengetahui). Sedangkan dalam
bahasa Yunania dalah Episteme (pengetahuan). Dalam kamus Bahasa Indonesia, ilmu
adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang tersusun secara bersistem menuru
tmetode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala
tertentu dibidang itu (Kamus BahasaIndonesia, 1998)
Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan
pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini
dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian
dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya. Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum
sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara

10
sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.
Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih
jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya.
Definisi ilmu bergantung pada cara kerja indra masing-masing individu dalam
menyerap pengetahuan dan juga cara berpikir setiap individu dalam memproses
pengetahuan yang diperolehnya. Selain itu, definisi ilmu bisa berlandaskan aktifitas
yang dilakukan ilmu itu sendiri.
Ilmu berasal dari bahasa Arab 'alima, ya'lamu yang berarti tahu atau mengetahui.
Pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pengetahuan
tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang
dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu (Admojo, 1998). Mulyadi
Kartanegara mengatakan ilmu adalah any organized knowledge. Ilmu dan sains
menurutnya tidak berbeda, terutama sebelum abad ke-19, tetapi setelah itu sains lebih
terbatas pada bidang-bidang fisik atau inderawi. sedangkan ilmu melampauinva nada
bidang-bidang non fisik, seperti memfisika Dalam Ensiklopedia Indonesia, kita
temukan pengertian sebagai berikut: "Ilmu adalah suatu sistem dari berbagai
pengetahuan yang masing-masing sesuatu lapangan pengalaman tertentu, yang
disusun sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu, hingga menjadi kesatuan. Suatu
sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil
pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode-
metode tertentu."
Prof. DR. Mohammad Hatta mengemukakakan bahwa "Tiap-tiap ilmu adalah
pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam satu golongan
masalah yang sama tabiatnya maupun menurut kedudukannya tampak dari luar
maupun menurut bangunnya dari dalam".
Athur Thomson dalam Shihab (2008) mendefinisikan ilmu sebagai pelukisan fakta-
fakta, pengalaman secara lengkap dan konsisten meski dalam perwujudan istilah yang
sangat sederhana. Menurut S. Hornby ilmu adalah sebagai: Science is organized
knowledge obtained by observation and testing of fact (ilmu adalah susunan atau
kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian dan percobaan dari fakta-
fakta). Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, menerjemahkan ilmu
sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala
tertentu pula.
Poincaredalam Shihab (2008) menjelaskan bahwa ilmu berisi kaidah- kaidah dalam
arti definisi yang tersembunyi (science consist entirely of convertions in the sence of
disguised definitions). Le Ray (2008) menjelaskan bahwa "Science consist only of
consecrations and it is solely to this circumstance that is owes its apparent
certainlyand cannot teach us the truth, it's can serve us only as a rule of action (ilmu
tidak mengajarkan tentang kebenaran, ia hanya menyajikan sejumlah kaidah dalam
berbuat). Dari beberapa definisi ilmu di atas, maka kandungan ilmu berisi tentang:
hipotesa, teori, dalil dan hukum.Penjelasan tersebut juga menyiratkan bahwa hakekat
ilmu bersifat koherensi sistematik. Artinya, ilmu sedikit berbeda dengan pengetahuan.
Ilmu tidak memerlukan kepastian kepingan-kepingan pengetahuan berdasarkan satu
putusan tersendiri. ilmu menandakan adanya satu keseluruhan ide yang mengacu
kepada objek atau alam objek yang sama saling berkaitan secara logis Setian ilmu

11
bersumber di dalam kesatuan obieknya. Ilmu akan memuat ilmu menandakan adanya
satu keseluruhan ide yang mengacu kepada objek atau alam objek yang sama saling
berkaitan secara logis
Setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya. Ilmu akan memuat sendiri
hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang sepenuhnya belum dimantapkan. Oleh karena
itu, ilmu membutuhkan metodologi, sebab dan kaitan logis.Ilmu memerlukan
pengamatan dan kerangka berpikir metodik serta tertata rapi. Alat bantu metodologis
yang penting dalam konteks ilmu adalah terminology ilmiah. Sejalan dengan
perkembangan zaman, meningkatnya kebutuhan hidup manusia, dan semakin
berkembangnya kehidupan modern maka semakin terasalah kebutuhan untuk
menjawab segala tantangan yang dihadapi manusia. Dalam keadaan yang demikian,
lahirlah apa yang disebut ilmu-ilmu pengetahuan khusus Momentum pemisahan
antara filsafat dengan ilmu pengetahuan khusus itu bermula disekitar Abad
Pertengahan, pada saat lahirnya Zaman Renaissance (misalnya Ilmu Fisika dan Ilmu
Matematika).
Bentuk ilmu yang lain (Ilmu Pengetahuan) bertujuan membantu manusia dalam
mempermudah pelaksanaan kehidupannya atau untuk mensejahterakan manusia.
Disegi lain, dapat pula bertujuan menyusahkan atau menghancurkan manusia, apabila
ilmu dan teknologi itu dipergunakan untuk tujuan perang dengan menciptakan senjata
mutakhir.
Ada tiga dasar ilmu yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Dasar ontologi ilmu
mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia. Jadi
masih dalam jangkauan pengalaman manusia atau bersifat empiris. Objek empiris
dapat berupa objek material seperti ide-ide, nilai-nilai, tumbuhan, binatang, batu-
batuan dan manusia itu sendiri.
Ontologi merupakan salah satu objek lapangan penelitian kefilsafatan yang paling
kuno. Untuk memberi arti tentang suatu objek ilmu ada beberapa asumsi yang perlu
diperhatikan yaitu asumsi pertama adalah suatu objek bisa dikelompokkan
berdasarkan kesamaan bentuk, sifat (substansi), struktur atau komparasi dan
kuantitatif asumsi. Asumsi kedua adalah kelestarian relatif artinya ilmu tidak
mengalami perubahan dalam periode tertentu (dalam waktu singkat).
Asumsi ketiga yaitu determinasi artinya ilmu menganut pola tertentu atau tidak terjadi
secara kebetulan (Supriyanto, 2003).
Epistemologi atau teori pengetahuan yaitu cabang filsafat yang berurusan dengan
hakikat dan ruang lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-
dasarnya serta pertanggung jawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang
dimiliki.
Sebagian ciri yang patut mendapat perhatian dalam epistemologi perkembangan ilmu
pada masa modem adalah munculnya pandangan baru mengenai ilmu pengetahuan.
Pandangan itu merupakan kritik terhadap pandangan Aristoteles, yaitu bahwa ilmu
pengetahuan sempurna tak boleh mencari untung. namun harus bersikap kontemplatif,
diganti dengan pandangan bahwa ilmu pengetahuan justru harus mencari untung,
artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi ini (Bakhtiar, 2005).
Dasar aksiologi berarti sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh, seberapa besar sumbangan ilmu bagi kebutuhan umat
manusia. Dasar aksiologi ini merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia

12
karena dengan ilmu segala keperluan dan kebutuhan manusia menjadi terpenuhi
secara lebih cepat dan lebih mudah.
Berdasarkan aksiologi, ilmu terlihat jelas bahwa permasalahan yang utama adalah
mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai dalam
filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika mengandung dua arti
yaitu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan
merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-
perbuatan atau manusia-manusia lainnya. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai
tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan
fenomena disekelilingnya.
2.4 Sejarah Perkembangan Filsafat Sebagai Ilmu Pengetahuan
Secara umum dapat dikatakan bahwa sejak perang dunia ke 2, yang telah
menghancurkan kehidupan manusia, para Ilmuwan makin menyadari bahwa
perkembangan ilmu dan pencapaiannya telah mengakibatkan banyak penderitaan
manusia, ini tidak terlepas dari pengembangan ilmu dan teknologi yang tidak
dilandasi oleh nilai-nilai moral serta komitmen etis dan agamis pada nasib manusia.
padahal Albert Einstein pada tahun 1938 dalam pesannya pada Mahasiswa California
Institute of Technology mengatakan Perhatian kepada manusia itu sendiri dan
nasibnya harus selalu merupakan perhatian pada masalah besar yang tak kunjung
terpecahkan dari pengaturan kerja dan pemerataan benda, agar buah ciptaan dari
pemikiran kita akan merupakan berkah dan bukan kutukan terhadap kemanusiaan
(Jujun S Suriasumantri, 1999: 249). Akan tetapi penjatuhan bom di Hirosima dan
Nagasaki tahun 1945 menunjukan bahwa perkembangan iptek telah mengakibatkan
kesengsaraan manusia, meski disadari tidak semua hasil pencapaian iptek demikian,
namun hal itu telah mencoreng ilmu dan menyimpang dari pesan Albert Einstein,
sehingga hal itu telah menimbulkan keprihatinan filosof tentang arah kemajuan
peradaban manusia sebagai akibat perkembangan ilmu (Iptek).
Untuk itu nampaknya para filosof dan ilmuan perlu merenungi apa yang dikemukakan
Harold H Titus dalam bukunya Living Issues in Pilosophy (1959), beliau mengutif
beberapa pendapat cendikiawan seperti Northrop yang mengatakan it would seem that
the more civilized we become, the more incapable of maintaining civilization we are",
demikian juga pernyataan Lewis Mumford yang berbicara tentang "the invisible
breakdown in our civilization: erosion of value, the dissipation of human purpose, the
denial of any dictinction between good and bad, right or wrong, the reversion to sub
human conduct" (Harold H Titus, 1959: 3)
Ungkapan tersebut di atas hanya untuk menunjukan bahwa memasuki dasawarsa
1960-an kecenderungan mempertanyakan manfaat ilmu menjadi hal yang penting,
sehingga pada periode ini (1960-1970) dimensi aksiologis menjadi perhatian para
filosof, hal ini tak lain untuk meniupkan ruh etis dan agamis pada ilmu agar
pemanfaatannya dapat menjadi berkah bagi manusia dan kemanusiaan, sehingga
telaah pada fakta empiris berkembang ke pencarian makna dibaliknya atau seperti
yang dikemukakan oleh Prof. Dr. H. Ismaun, M. Pd (2000: 131) dari telaah
positivistik ke telaah meta-science yang dimulai sejak tahun 1965.
Memasuki tahun 1970-an pencarian makna ilmu mulai berkembang khususnya di
kalangan pemikir muslim, bahkan pada dasawarsa ini lahir gerakan islamisasi ilmu,

13
hal ini tidak terlepas dari sikap apologetik umat islam terhadap kemajuan barat,
sampai-sampai ada ide untuk melakukan sekularisasi, seperti yang dilontarkan oleh
Nurcholis Majid pada tahun 1974 yang kemudian banyak mendapat reaksi keras dari
pemikir-pemikir Islam seperti dari Prof. H.M Rasyidi dan Endang Saifudin Anshori.
Mulai awal tahun 1980-an, makin banyak karya cendekiawan muslim yang berbicara
tentang integrasi ilmu dan agama atau islamisasi ilmu, seperti terlihat dari berbagai
karya mereka yang mencakup variasi ilmu seperti karya Ilyas Ba Yunus tentang
Sosiologi Islam, serta karya-karya dibidang ekonomi, seperti karya Syed Haider
Naqvi Etika dan Ilmu Ekonomi, karya Umar Chapra Al Qur'an, menuju sistem
moneter yang adil, dan karya-karya lainnya yang pada intinya semua itu merupakan
upaya penulisnya untuk menjadikan ilmu-ilmu tersebut mempunyai landasan nilai
islam.
Memasuki tahun 1990-an khususnya di Indosesia perbincangan filsafat diramaikan
dengan wacana post modemisme, sebagai suatu kritik terhadap modernisme yang
berbasis positivisme yang sering mengklaim universalitas ilmu, juga diskursus post
modernisme memasuki kajian-kajian agama, Post modernisme yang sering
dihubungkan dengan Michael Foccault dan Derrida dengan beberapa konsep
paradigma yang kontradiktif dengan modemisme seperti dekonstruksi, desentralisasi,
nihilisme dsb, yang pada dasarnya ingin menempatkan narasi-narasi kecil ketimbang
narasi-narasi besar, namun post modernisme mendapat kritik keras dari Ernest Gellner
dalam bukunya Post modernism, Reason and Religion yang terbit pada tahun 1992.
Dia menyatakan bahwa post modernisme akan menjurus pada relativisme dan untuk
itu dia mengajukan konsep fundamentalisme rasionalis, karena rasionalitas
merupakan standar yang berlaku lintas budaya.Gerakan meniupkan nilai-nilai agama
pada ilmu makin berkembang. bahkan untuk Indonesia disambut hangat oleh ulama
dan masyarakat terlihat dari berdirinya BMI. yang pada dasarnya hal ini tidak terlepas
dari gerakan islamisasi ilmu, khususnya dalam bidang ilmu ekonomi. Dan pada
periode ini pula teknologi informasi sangat luar biasa, berakibat pada makin pluralnya
perbincangan diskursus filsafat, sehingga sulit menentukan diskursus mana yang
paling menonjol, hal ini mungkin sesuai dengan apa yang digambarkan oleh Alvin
Tofler sebagai The third Wave, dimana informasi makin cepat memasuki berbagai
belahan dunia yang pada gilirannya akan mengakibatkan kejutan-kejutan budaya tak
terkecuali bidang pemikiran filsafat.
Meskipun nampaknya prkembangan Filsafat dan ilmu erat kaitan dengan dimensi
axiologi atau nilai-nilai pemanfaatan ilmu, namun dalam perkembangannya keadaan
tersebut telah juga mendorong para akhli untuk lebih mencermati apa sebenarnya ilmu
itu atau apa hakekat ilmu, mengingat dimensi ontologis sebenarnya punya kaitan
dengan dimensi-dimensi lainnya seperti ontologi dan epistemologi, sehingga dua
dimensi yang terakhir pun mendapat evaluasi ulang dan pengkajian yang serius.
Tonggak penting dalam bidang kajian ilmu dalam filsafat ilmu diantaranya terbitnya
Buku The Structure of Scientific Revolution yang ditulis oleh Thomas S Kuhn, yang
untuk pertama kalinya terbit tahun 1962, buku ini merupakan sebuah karya yang
monumental mengenai perkembangan sejarah dan filsafat sains, dimana didalamnya
paradigma menjadi konsep sentral, disamping konsep sains/ilmu normal. Dalam
pandangan Kuhn ilmu pengetahuan tidak hanya pengumpulan fakta untuk

14
membuktikan suatu teori, sebab selalu ada anomali yang dapat mematahkan teori
yang telah dominan
Pencapaian-pencapaian manusia dalam bidang pemikiran ilmiah telah menghasilkan
teori-teori, kemudian teori-teori terspesifikasikan berdasarkan karakteristik tertentu ke
dalam suatu ilmu. Ilmu (teori) tersebut kemudian dikembangkan, diuji sehingga
menjadi mapan dan menjadi dasar bagi riset-riset selanjutnya, maka Ilmu (sains)
tersebut menjadi sains normal yaitu riset yang dengan teguh berdasar atas suatu
pencapaian ilmiah yang lalu, pencapaian yang oleh masyarakat ilmiah tertentu pada
suatu ketika dinyatakan sebagai pemberi fundasi bagi praktek riset selanjutnya
(Thomas S Kuhn, 2000:10).
Pencapaian pemikiran ilmiah tersebut dan terbentuknya sains yang normal kemudian
menjadi paradigma yang berarti "apa yang dimiliki bersama oleh anggota suatu
masyarakat sains dan sebaliknya masyarakat sains terdiri atas orang yang memiliki
suatu paradigma tertentu (Thomas S Kuhn, 2000: 171). Paradigma dari sains yang
normal kemudian mendorong riset normal yang cenderung sedikit sekali ditujukan
untuk menghasilkan penemuan baru yang konseptual atau yang hebat (Thomas S
Kuhn, 2000: 134). Keadaan Ini berakibat pada sains yang normal, kegunaannya
sangat bermanfaat dan bersifat kumulatif. Teori yang memperoleh pengakuan sosial
akan menjadi paradigma, dan kondisi ini merupakan periode ilmu normal. Kemajuan
ilmu berawal dari perjuangan kompetisi berbagai teori untuk mendapat pengakuan
intersubjektif dari suatu masyarakat ilmu. Dalam periode sain normal ilmu hanyalah
merupakan pembenaran-pembenaran sesuai dengan asumsi-asumsi paaradigma yang
dianut masyarakat tersebut, ini tidak lain dikarenakan paradigma yang berlaku telah
menjadi patokan bagi ilmu untuk melakukan penelitian, memecahkan masalah. atau
bahkan menyeleksi masalah-masalah yang layak dibicarakan dan dikaji.
Akan tetapi didalam perkembangan selanjutnya ilmuwan banyak menemukan hal-hal
baru yang sering mengejutkan, semua ini diawali dengan kesadaran akan anomali atas
prediksi-prediksi paradigma sains normal, kemudian pandangan yang anomali ini
dikembangkan sampai akhirnya ditemukan paradigma baru yang mana perubahan ini
sering sangat revolusioner.
2.5 Peran Filsafat Sebagai Induk Ilmu Pengetahuan
Ilmu-ilmu pengetahuan pada umumnya membantu manusia dalam mengorientasikan
diri dalam dunia dan memecahkan berbagai persoalan hidup. Berbeda dari binatang,
manusia tidak dapat membiarkan insting mengatur perilakunya. Untuk mengatasi
masalah-masalah, manusia membutuhkan kesadaran dalam memahami
lingkungannya. Di sinilah ilmu-ilmu membantu manusia mensistematisasikan apa
yang diketahui manusia dan mengorganisasikan proses pencariannya.
Pada abad modern ini, ilmu-ilmu pengetahuan telah merasuki setiap sudut kehidupan
manusia. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena ilmu-ilmu pengetahuan banyak
membantu manusia mengatasi berbagai masalah kehidupan. Prasetya T. W. dalam
artikelnya yang berjudul "Anarkisme dalam Ilmu Pengetahuan Paul Karl Feyerabend"
mengungkapkan bahwa ada dua alasan mengapa ilmu pengetahuan menjadi begitu
unggul Pertama, karena ilmu pengetahuan mempunyai metode yang benar untuk
mencapai hasil-hasilnya. Kedua, karena ada hasil-hasil yang dapat diajukan sebagai
bukti keunggulan ilmu pengetahuan. Dua alasan yang diungkapkan Prasetya tersebut,

15
dengan jelas menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan memainkan peranan yang cukup
penting dalam kehidupan umat manusia.
Akan tetapi, ada pula tokoh yang justru anti terhadap ilmu pengetahuan. Salah satu
tokoh yang cukup terkenal dalam hal ini adalah Paul Karl Feyerabend. Sikap anti ilmu
pengetahuannya ini, tidak berarti anti terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri, tetapi
anti terhadap kekuasaan ilmu pengetahuan yang kerap kali melampaui maksud
utamanya. Feyerabend menegaskan bahwa ilmu-ilmu pengetahuan tidak menggunguli
bidang-bidang dan bentuk-bentuk pengetahuan lain. Menurutnya, ilmu-ilmu
pengetahuan menjadi lebih unggul karena propaganda dari para ilmuan dan adanya
tolak ukur institusional yang diberi wewenang untuk memutuskannya.
Sekalipun ada berbagai kontradiksi tentang keunggulan ilmu pengetahuan, tidak dapat
disangkal bahwa ilmu pengetahuan sesungguhnya memberikan pengaruh yang besar
dalam kehidupan masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari peranan ilmu pengetahuan
dalam membantu manusia mengatasi masalah-masalah hidupnya, walaupun kadang-
kadang ilmu pengetahuan dapat pula menciptakan masalah-masalah baru Meskipun
demikian, pada kenyataannya peranan ilmu pengetahuan dalam membantu manusia
mengatasi masalah kehidupannya sesungguhnya terbatas. Seperti yang telah
diungkapkan pada bagian pendahuluan, keterbatasan itu terletak pada cara kerja ilmu-
ilmu pengetahuan yang hanya membatasi diri pada tujuan atau bidang tertentu.
Karena pembatasan itu, ilmu pengetahuan tidak dapat menjawab pertanyaan-
pertanyaan tentang keseluruhan manusia. Untuk mengatasi masalah ini, ilmu-ilmu
pengetahuan membutuhkan filsafat. Dalam hal inilah filsafat menjadi hal yang
penting.
C.Verhaak dan R.Haryono Imam dalam bukunya yang berjudul Filsafat Ilmu
Pengetahuan: Telaah Atas Cara Kerja Ilmu-ilmu, menjelaskan dua penilaian filsafat
atas kebenaran ilmu-ilmu. Pertama, filsafat ikut menilai apa yang dianggap "tepat"
dan "benar dalam ilmu-ilmu. Apa yang dianggap tepat dalam ilmu-ilmu berpulang
pada ilmu-ilmu itu sendiri. Dalam hal ini filsafat tidak ikut campur dalam bidang-
bidang ilmu itu. Akan tetapi, mengenai apa kiranya kebenaran itu, ilmu-ilmu
pengetahuan tidak dapat menjawabnya karena masalah ini tidak termasuk bidang ilmu
mereka. Hal-hal yang berhubungan dengan ada tidaknya kebenaran dan tentang apa
itu kebenaran dibahas dan dijelaskan oleh filsafat. Kedua, filsafat memberi penilaian
tentang sumbangan ilmu-ilmu pada perkembangan pengetahuan manusia guna
mencapai kebenaran.
Dari dua penilaian filsafat atas kebenaran ilmu-ilmu di atas, dapat dilihat bahwa ilmu-
ilmu pengetahuan (ilmu-ilmu pasti) tidak langsung berkecimpung dalam usaha
manusia menuju kebenaran. Usaha ilmu-ilmu itu lebih merupakan suatu sumbangan
agar pengetahuan itu sendiri semakin mendekati kebenaran. Filsafatlah yang secara
langsung berperan dalam usaha manusia untuk mencari kebenaran. Di dalam filsafat,
berbagai pertanyaan yang berhubungan dengan kebenaran dikumpulkan dan diolah
demi menemukan jawaban yang memadai. Pertanggungjawaban rasional pada
hakikatnya berarti bahwa setiap langkah harus terbuka terhadap segala pertanyaan dan
sangkalan, serta harus dipertahankan secara argumentatif dengan argumen-argumen
yang objektif. Hal ini berarti bahwa kalau ada yang mempertanyakan atau
menyangkal klaim kebenaran suatu pemikiran, pertanyaan dan sangkalan itu dapat

16
dijawab dengan argumentasi atau alasan-alasan yang masuk akal dan dapat
dimengerti.
Dari berbagai penjelasan di atas, tampak jelas bahwa filsafat selalu mengarah pada
pencarian akan kebenaran. Pencarian itu dapat dilakukan dengan menilai ilmu-ilmu
pengetahuan yang ada secara kritis sambil berusaha menemukan jawaban yang benar.
Tentu saja penilaian itu harus dilakukan dengan langkah-langkah yang teliti dan dapat
dipertanggungjawabkan secara rasional. Penilaian dan jawaban yang diberikan filsafat
sendiri, senantiasa harus terbuka terhadap berbagai kritikan dan masukan sebagai
bahan evaluasi demi mencapai kebenaran yang dicari.
Membangun ilmu pengetahuan diperlukan konsistensi yang terus berpegang pada
paradigma yang membentuknya. Kearifan memperbaiki paradigma ilmu pengetahuan
nampaknya sangat diperlukan agar ilmu pengetahuan seiring dengan tantangan
zaman, karena ilmu pengetahuan tidak hidup dengan dirinya sendiri, tetapi harus
mempunyai manfaat kepada kehidupan dunia.
Hampir semua kemampuan pemikiran (thought) manusia didominasi oleh pendekatan
filsafat. Pengetahuan manusia yang dihasilkan melalui proses berpikir selalu
digunakannya untuk menyingkap tabir ketidaktahuan dan mencari solusi masalah
kehidupan.antara ilmu Pengetahuan dan ilmu Filsafat ada persamaan dan
perbedaannya Ilmu Pengetahuan bersifat Posterior kesimpulannya ditarik setelah
melakukan pengujian-pengujian secara berulang-ulang sedangkan Filsafat bersifat
priori kesimpulannya ditarik tanpa pengujian,sebab Filsafat tidak mengharuskan
adanya data empiris seperti yang dimiliki ilmu karena Filsafat bersifat Spekulatif.
Disamping adanya perbedaan antara ilmu dengan filsafat ada sejumlah persamaan
yaitu sama-sama mencari kebenaran.

17
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Filsafat yang sering disebut sebagai induk ilmu pengetahuan (mother of sinsce ) dapat
menjadi pembuka dan sekaligus ilmu pamungkas keilmuan yang tidak dapat diselesaikan
oleh ilmu . Filsafat dapat merangsang lahirnya sejumlah keinginan dari temuan filosofi
memalui berbagai obesevasi dan eksperimen yang melahirkan berbagai pencabangan
ilmu. Realitas juga menunjukan bahwa hampir tidak ada satu cabang ilmu yang lepas
dari filsafat atau serendahnya tidak terkait dengan persoalan filsafat .Bahkan untuk
kepentingan perkembangan ilmu itu sendiri ,lahir suatu disiplin filsafat untuk mengkaji
ilmu pengetahuan ,pada apa yang disebut sebagai filsafat pengetahuan ,yang kemudian
berkembang lagi yang melahirkan salah satu cabang yang disebut sebagai filsafat ilmu.
Dengan demikian filsafat merupakan ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh
hakekat kebenaran segala sesuatu . Dengan bantuan filsafat ,manusia berusaha
menangkap makna , hakekat ,hikmat dari setiap pemikiran ,realitas dan kejadian . filsafat
mengantarkan manusia untuk lebih jernih , mendasar dan kebijaksanaan dalam
berpikir ,bersikap ,berkata ,berbuat dan mengambil kesimpulan .
3.2 Saran
Sebagai seorang dan juga calon guru yang mengabadikan diri di dunia pendidikan
sebaiknya memperdalam pengetahuan tentang peranan filsafat sebagai induk dari ilmu
pengetahuan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Gianto .2019 .pendidikan dan kewarganegaraan .Ponorogo Uwais Inspirasi Indonesia .


Iskandar ,Soetyono dan Mardi Syahir .2018 .filsafat Pendidikan Vokasi .Yokyakarya :
Deepublish.
https://id.scribd.com/document/331132450/Makalah-Filsafat-Sebagai- .

19
20

Anda mungkin juga menyukai