Anda di halaman 1dari 2

EMPAT HAL YANG HARUS DIYAKINI

Rasa yakin memiliki peranan penting dalam beragama dan menjalani kehidupan. Seberapa besar
keyakinan kita menentukan seberapa besar ketaatan kepada Allah dan bagaimana kita menjalani hidup.
Orang yang tak meyakini akhirat terkadang bisa bosan dengan hidup karena merasa apa yang dijalani akan
lenyap tak berbekas. Orang yang tak meyakini keberadaan Tuhan bisa saja terjatuh ketika terkena himpitan
kesulitan hidup karena ia tak memiliki pegangan yang ia yakini akan menyelamatkannya. Begitu besarnya
peranan keyakinan hingga Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Yakin adalah iman keseluruhannya ( HR. Al-
Baihaqi dan Khathib Al-baghdadi).
Yakin sendiri memiliki dua arti. Pertama rasa percaya dan mantap dalam hati tanpa disertai keraguan
dan tak dapat digoyahkan. Sedang makna kedua adalah kemantapan dan rasa percaya yang telah meresap
dalam jiwa sehingga berpengaruh secara psikologis dan menjadi penggerak aktifitas perilaku orang yang
memilikinya. Hal-hal yang harus diyakini terkait agama adalah segala hal yang disampaikan oleh Rasulullah
Saw baik berupa Al-Quran maupun hadis dan segala kandungan di dalamnya. semua orang Islam tentu
meyakini hal tersebut dengan arti yakin yang pertama. Ia percaya sepenuhnya bahwa apa yang dibawa oleh
Rasulullah Saw. tentu benar dan bersumber dari Allah. Walau begitu belum tentu setiap orang bisa
meyakini dengan yakin arti kedua karena itu terkait erat dengan pencerapan yang berbeda-beda. Kualitas
keagamaan seseorang sangat tergantung kepada kuat lemahnya yakin dengan makna kedua ini.
Dari sekian banyak hal yang dibawa Rasulullah Saw. dan wajib diyakini, setidaknya ada empat hal yang
harus mendapat perhatian khusus. Hal ini karena empat hal tersebut merupakan pokok dan inti dari
keseluruhan ajaran. Empat hal tersebut juga inti pedoman seseorang dalam menjalani hidup. Keempat hal
tersebut sebagaimana keterangan Imam Ghazali sebagai berikut:
Pertama, tauhid atau mengesakan Tuhan. Tauhid menurut ahlissunnah wal jamaah mencakup tiga hal;
esa dzat-Nya, esa sifat-Nya, dan esa perbuatan-Nya. Esa perbuatan atau tauhid fi al-af’al maksudnya
meyakini bahwa segala sesuatu baik benda atau aktifitas adalah ciptaan Allah Ta’ala. Ia meyakini bahwa
pemberi rizki, pemberi hidup, pemberi nikmat dan cobaan adalah Allah semata, sedangkan makhluk hanya
menjadi jalan semua itu sampai kepadanya kepadanya. Bila seseorang mempercayai hal ini dalam hatinya
tanpa keraguan berarti ia telah memiliki yakin dengan makna pertama. Bila keyakinan tersebut telah
meresap dan disadari dalam setiap hal yang menimpa padanya sehingga ia menyadari keberadaan makhluk
hanya laksana pena di tangan seorang penulis berarti ia telah memiliki yakin dengan makna kedua yang
merupakan buah dan ruh dari yakin yang pertama. Ketika seseorang menyadari bahwa matahari, air,
tetumbuhan, makhluk hidup, manusia dan semua makhluk tunduk di bawah pengaturan-Nya maka hatinya
akan penuh dengan rasa tawakkal, ridlo dan tunduk kepada taqdir Allah. Ia tak akan mempertahankan
mati-matian pekerjaan yang dimiliki karena itu hanya jalan. Ia tak akan mudah marah kepada orang yang
berbuat buruk kepadanya karena hanya orang tersebut hanya alat Allah memberi cobaan kepadanya.
Begitu pula ia tak akan mudah bersikap hipokrit kepada seseorang hanya demi mendapatkan sesuatu
karena yakin orang tersebut hanya alat dan tak menutup kemungkinan ada alat lain yang disediakan Allah
untuk menyampaikan rizki kepadanya. Segala peristiwa yang dialami akan diteima dengan lapang dada.
Dengan kesadaran tinggi akan keesaan af’al yang selalu diingat ketika mengarungi hidup ia terhindar dari
rasa marah, dendam, iri hati dan akhlak yang buruk. Ia menyadari bahwa semua yang menciptakan adalah
Allah.
Kedua, meyakini jaminan Allah atas rejeki yang termaktub dalam firman-Nya, “Dan tidak ada suatu
binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.” (QS Hûd:6), yakin bahwa rizki
yang telah ditakdirkan kepadanya tentu akan datang kepadanya. Seseorang yang hatinya telah terpenuhi
oleh keyakinan ini akan selalu hati-hati dan berbuat lurus dalam usaha menngais rejeki, ia tak akan tamak
sehingga mencederai hak orang lain. Ia juga tak akan terlalu berusah hati atas lenyapnya rizki yang telah
didapatkan atau diperhitungkan olehnya. Meyakini jaminan Allah bukan berarti tak berusaha karena usaha
merupakan langkah mengetuk pintu rizki sekaligus perintah dari-Nya. Namun ia tak menggantungkan diri
pada usahanya tersebut karena meyakini itu hanya sarana sedang pemberi rizki yang sesungguhnya adalah
Sang Pencipta. Terkadang Allah tak memberi karena itu adalah yang terbaik baginya sebab bila diberi lebih
justru ia akan melupakan kewajiban-kewajiban seperti zakat, memperhatikan tetangga yang kekurangan. Di
situlah al-ma’u ‘ainul ‘atha`, tak memberi sebenarnya adalah penyelamatan kepada dirinya.
Ketiga, meyakini sepenuh hati bahwa siapa yang berbuat kebaikan tentu ia akan melihat balasannya,
begitu pula siapa berbuat keburukan tentu juga akan mendapat balasannya. Ia meyakini bahwa hubungan
perbuatan baik dengan pahala seperti hubungan makan dengan kenyang dan hubungan perbuatan buruk
dengan siksa seperti hubungan racun dengan kematian. Karena itu ia akan berusaha terus berbuat baik agar
mendapat pahala sebagaimana ia berusaha mencari sesuap nasi untuk mengenyangkan tubuh. Begitu pula
ia akan menjauhi maksiat karena khawatir siksa sebagaimana ia berusaha keras menghindari racun agar
tidak binasa. Keyakinan akan hal ini yang telah meresap dalam jiwa dan selalu diingat dalam setiap perilaku
akan membuahkan kehati-hatian dalam bertindak. Ia akan selalu berusaha untuk bertakwa dan menjauhi
segala keburukan. Ketika keyakinan itu semakin kuat maka ia akan semakin menjauhi dosa dan semakin
tekun beribadah dan berbuat baik.
Keempat, yakin bahwa Allah selalu melihatnya dalam kondisi apapun, selalu mengetahui gerak
geriknya hingga apapun yang terlintas dalam hati dan pikirannya. Buah dari keyakinan ini ia akan selalu
menjaga adab lahir maupun batin setiap waktu karena ia merasa selalu berada di hadapan-Nya. Ia kan
selalu menjaga hati dan pikirannya sebagaimana ia menjaga perbuatan lahirnya karena tahu bahwa bagi
Allah semua akan terlihat. Kelanjutannya akan timbul rasa malu kepada Allah, rasa rendah, dan rasa ingin
selalu mendekat kepada-Nya. Dengan begitu, perasaan ini akan menumbuhkan ketaatan dan upaya untuk
menghadirkan ibadah yang berkualitas lahir batin.
Inilah empat hal yang merupakan pokok dari segala keyakinan yang akan berbuah peningkatan kualitas
hidup seseorang. Keyakinan tersebut akan bermanfaat maksimal ketika sampai level keyakinan dengan
makna kedua. Keyakinan dengan makna pertama adalah syarat bagi iman seseorang sedang keyakinan
dengan makna kedua adalah syarat keimanan tersebut berbuah. Ini seperti orang yang percaya dengan
keberadaan hantu di tempat yang angker. Ketika kepercayaan tersebut telah menyelimuti dirinya maka
secara refleks bulu kuduknya akan berdiri, ia akan berjalan cepat dan tak menoleh agar segera jauh dari
tempat tersebut. Begitulah seharusnya keyakinan kita pada keesaan Allah, jaminan rizki, pahala siksa, dan
pengetahuan Allah atas segala yang ada pada diri kita. Keyakinan yang ada pada hati seperti pohon sedang
akhlak batin seperti tawakkal, nrimo, malu kepada Allah ibarat dahan dan ranting. Sementara amal
perbuatan ibarat buah dan bunga yang tumbuh di ranting tersebut. Keyakinan yang benar dan tertanam
akan memberikan efek psikologis yang kemudian mempengaruhi prilaku.

Anda mungkin juga menyukai