Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM

RESTORASI EKOSISTEM PESISIR

DISUSUN OLEH

KELOMPOK : 2
ASISTEN : ACHMAT SOLEH HUDIN

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN

KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIKUM
RESTORASI EKOSISTEM PESISIR

Disusun oleh :
Kelompok 2

Abhiseka Putra Mahatma 205080601111001


Arya Golomtam Sihombing 205080600111052
Azizah Nur Aini 205080601111021
Berlian Permata Nirwana 205080600111051
Berliani Putri Ganda 205080600111058
Intan Cahaya Putri 205080601111003
Meyliana Gabriella Sudiro 205080601111016
Paska Dinata Venantius Samosir 205080600111054
Tarisa Lestari Ayuningsih 205080600111048
Yudha Ksatria Siagian 205080600111047

Malang, 18 Juni 2023

Mengetahui,

Koordinator Asisten Asisten Kelompok

Achmat Soleh Hudin Achmat Soleh Hudin


NIM. 185080600111043 NIM. 185080600111043

Menyetujui,
Dosen Pengampu
Restorasi Ekosistem Pesisir

Prof. Dr. H. Rudianto, MA


NIP. 19570715 198603 1 024

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya sehingga kelas kami sebagai penulis dapat

menyelesaikan Laporan Praktikum Restorasi Ekosistem Pesisir tahun 2023 ini

tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk

menyelesaikan tugas Praktikum Restorasi Ekosistem Pesisir tahun 2023.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membagi sebagian pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan

laporan ini.

Kami selaku penulis menyadari, laporan yang disusun ini masih jauh

dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan

penulis nantikan demi kesempurnaan laporan ini.

Malang, 18 Juni 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................... 3
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................4
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................5
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................6
1.1 Latar Belakang...............................................................................................6
1.2 Tujuan............................................................................................................7
1.3 Manfaat..........................................................................................................8
1.4 Waktu dan Tempat.........................................................................................8
BAB II METODOLOGI..........................................................................................9
2.1 Lokasi Praktikum...........................................................................................9
2.2 Skema Kerja.................................................................................................11
2.3 Metode Pengumpulan Data..........................................................................12
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................14
3.1 Deskripsi Daerah Praktikum........................................................................14
3.2 Kondisi Ekosistem Pesisir............................................................................15
3.3 Kondisi Antrophogenik................................................................................16
3.4 Penataan Ruang Daerah Penelitian...............................................................18
3.5 Perubahan Pengelolaan Kawasan Pesisir......................................................20
3.6 Strategi Pengelolaan.....................................................................................23
3.6.1 Aspek Biofisik.............................................................................................23
3.6.2 Aspek Sosial Ekonomi Budaya....................................................................24
3.6.3 Aspek Kelembagaan.....................................................................................25
BAB IV PENUTUP..............................................................................................27
4.1 Kesimpulan..................................................................................................27
4.2 Saran............................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................28
LAMPIRAN.........................................................................................................30

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Lokasi Praktikum..........................................................................................................


Gambar 2. Skema Kerja Praktikum.............................................................................................

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Wawancara di Kantor Desa Tanjung Widoro.......................................................
Lampiran 2. Pesisir Tanjung Widoro............................................................................................
Lampiran 3. Wawancara Lapang.................................................................................................
Lampiran 4. Kondisi Ekosistem Mangrove.................................................................................

v
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Restorasi adalah tindakan untuk mencegah ancaman atau memperkuat

faktor-faktor yang mendukung konservasi. Restorasi pesisir merupakan sebuah

usaha untuk memulihkan kondisi wilayah pesisir yang telah mengalami

kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia yang semakin tidak rasional dan

perubahan alam yang sangat drastis. Dalam melakukan restorasi pada area yang

mengalami kerusakan, penting dilakukan penanaman berbagai jenis tumbuhan

dan ketersediaan bibitnya (Ardillah et al., 2014). Restorasi pada hutan mangrove

yang telah terdegradasi adalah sebuah tugas yang tidak mudah dilakukan. Selain

memerlukan biaya dan tenaga yang besar, juga membutuhkan waktu yang lama.

Restorasi hutan mangrove dapat dilakukan dalam dua rentang waktu, yaitu

jangka panjang (>20 tahun) dan jangka pendek (<20 tahun). Degradasi yang

disebabkan oleh pembangunan manusia, baik di negara maju maupun negara

berkembang, merupakan kerusakan utama yang memerlukan waktu restorasi

lebih dari 20 tahun. Oleh karena itu, upaya restorasi perlu dilakukan sebelum

terjadi kerusakan yang lebih parah terhadap kawasan hutan mangrove (Eddy et

al., 2019).

Wilayah pesisir pada saat ini sedang menghadapi berbagai tekanan baik

dari faktor alam maupun faktor manusia. Tekanan yang terus-menerus tersebut

menyebabkan kerusakan yang semakin parah, terutama terkait dengan

kehilangan kemampuan pesisir dalam menyimpan karbon. Untuk mencegah

kerusakan yang semakin memburuk, perlu dilakukan upaya restorasi ekosistem

pesisir secara menyeluruh dan terpadu. Di wilayah pantai utara Kabupaten

Gresik, khususnya di Desa Tanjung Widoro, Kecamatan Bungah, terdapat

6
berbagai jenis mangrove seperti Avicennia marina (api-api), Rhizophora

mucronata (tanjang atau bakau), Rhizophora apiculata, Ceriops tagal,

Rhizophora ctylosa, Sonneratia sp., Kylocarpus granata, dan Aegiceras

curriculatum (gedhanggedhangan). Hutan mangrove di pantai utara tersebut

memiliki luas sekitar 250 hektar, dengan area budidaya seluas 5 hektar di

Kecamatan Bungah (Rudianto, 2014).

Restorasi pesisir memulihkan wilayah yang rusak oleh aktivitas manusia

dan perubahan alam. Penanaman berbagai jenis tumbuhan penting dalam

restorasi. Restorasi hutan mangrove sulit dan memerlukan biaya, tenaga, dan

waktu yang lama. Rentang waktu restorasi mangrove terbagi menjadi jangka

panjang dan jangka pendek. Pembangunan manusia menyebabkan degradasi

yang membutuhkan restorasi lebih dari 20 tahun. Upaya restorasi perlu dilakukan

sebelum kerusakan memburuk. Wilayah pesisir menghadapi tekanan dari faktor

alam dan manusia, terutama dalam hal penyimpanan karbon. Restorasi

ekosistem pesisir yang terpadu dan menyeluruh diperlukan untuk mencegah

kerusakan yang lebih parah. Di pantai utara Kabupaten Gresik, terdapat berbagai

jenis mangrove di Desa Tanjung Widoro, Kecamatan Bungah, dengan luas hutan

mangrove sekitar 250 hektar dan area budidaya 5 hektar di Kecamatan Bungah.

1.2 Tujuan

Tujuan dilaksanakannya Praktikum Restorasi Ekosistem Pesisir 2023

diantaranya sebagai berikut.

1. Pengalaman langsung kepada praktikan dalam melakukan wawancara

dengan pihak desa.

2. Mempraktikkan keterampilan komunikasi.

3. Mengembangkan keterampilan observasi lapang. 

7
4. Memahami konteks dan realitas. Praktikum ini membantu peserta

praktikum untuk memahami konteks dan realitas di lapangan terkait dengan

wawancara. Mereka dapat menghadapi tantangan dan situasi yang

mungkin timbul dalam wawancara nyata, seperti penolakan atau

kebingungan subjek wawancara, dan belajar bagaimana menangani

situasi-situasi tersebut dengan bijaksana.

1.3 Manfaat

Manfaat dilaksanakannya Praktikum Restorasi Ekosistem Pesisir 2023

diantaranya sebagai berikut.

1. Praktikan dapat mengetahui restorasi ekosistem pesisir secara luas.

2. Praktikan dapat mengetahui kondisi lokasi praktikum.

3. Praktikan dapat memahami cara untuk melakukan restorasi baik dari segi

biofisik, sosial ekonomi budaya, maupun kelembagaan dan tata ruang

1.4 Waktu dan Tempat

Praktikum Restorasi Ekosistem Pesisir 2023 dilaksanakan pada Sabtu,

03 Juni 2023 pukul 11.00-15.00 WIB. Praktikum Restorasi Ekosistem Pesisir

berlokasi di Desa Tanjung Widoro, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik,

Jawa Timur.

8
BAB II METODOLOGI

2.1 Lokasi Praktikum

Berikut merupakan wilayah atau lokasi yang digunakan dalam

Praktikum Restorasi Ekosistem Pesisir 2023, yaitu di Kelurahan Desa

Tanjung Widoro, Kabupaten Gresik.

Gambar 1. Lokasi Praktikum

Gresik merupakan salah satu kabupaten yang terletak di wilayah utara

provinsi Jawa Timur. Luas daerah Kabupaten Gresik yaitu sebesar 1.191,25

km2. Secara administrasi, Kabupaten Gresik terbagi menjadi 18 kecamatan

yang terdiri dari 33o desa dan 26 kelurahan. Kabupaten Gresik memiliki

panjang garis pantai 140 km dan sangat intensif dimanfaatkan untuk kegiatan

manusia. Kabupaten tersebut memiliki potensi untuk digunakan sebagai pusat

9
pemerintahan, pemukiman, industri, pelabuhan, pertambakan, pariwisata, dan

sebagainya (Barcelona et al., 2020).

Wilayah Kabupaten Gresik sebelah utara berbatasan langsung dengan

Laut Jawa. Oleh karena itu, sebagian wilayah utara di Gresik yaitu kawasan

pesisir. Kawasan pesisir di Gresik meliputi beberapa kecamatan yaitu

kecamatan Mayar, kecamatan Bungah, kecamatan Sidayu, kecamatan

Ujungpangkah, kecamatan Sangkahpura, dan kecamatan Tambak.

Kecamatan Bungah memiliki luas daerah sebesar 79,49 Km2. Salah satu

desa yang terletak di Kecamatan Bunga yaitu Desa Tanjung Widoro (Alit et

al., 2015).

Praktikum lapang mata kuliah Restorasi Ekosistem Pesisir dilaksanakan

di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Lokasi praktikum berada di Desa Tanjung

Widoro. Desa tersebut merupakan salah satu desa yang terletak di

Kecamatan Bungah. Desa Tanjung Widoro memiliki daerah restorasi yang

terletak di kawasan pesisir. Ekosistem pesisir yang direstorasi di Desa

Tanjung Widoro yaitu mangrove.

10
2.2 Skema Kerja

Berikut merupakan skema kerja strategi pengelolaan aspek ruang,

biofisik, sosial ekonomi budaya, dan kelembagaan pada Praktikum Restorasi

Ekosistem Pesisir 2023.

Menyiapkan daftar pertanyaan terkait aspek ruang, biofisik, sosial


ekonomi budaya, dan kelembagaan yang akan ditanyakan ke
narasumber

Menanyakan kepada narasumber sesuai dengan daftar pertanyaan yang


dibuat dengan bahasa yang sopan

Mencatat jawaban narasumber sebagai data hasil wawancara

Mendokumentasikan proses wawancara menggunakan kamera

Menyusun data hasil wawancara dalam laporan

Gambar 2. Skema Kerja Praktikum

11
2.3 Metode Pengumpulan Data

Metode yang dilakukan untuk mendapatkan informasi dan data yang

diperlukan dalam praktikum ini adalah melalui wawancara, observasi dan

dokumentasi, serta studi literatur. Metode-metode ini dilakukan secara

berbeda terhadap masing-masing jenis data yang ingin diperoleh. Terdapat

dua jenis data yang dikumpulkan dalam praktikum ini, yakni data primer dan

sekunder. Data primer di peroleh dengan metode wawancara, observasi, dan

dokumentasi. Dataa sekunder diperoleh dengan melakukan studi pustaka

terhadap buku, web resmi, laporan maupun hasil penelitian resmi lainnya.

Wawancara merupakan proses interaksi secara langsung yang terjadi

antara pewawancara dengan narasumber atau pemberi informasi. Proses

interaksi terjadi dengan melibatkan percakapan secara dua arah, di mana

pewawancara menanyakan pertanyaan, dan narasumber menjawab dengan

informasi yang diketahui. Wawancara umumnya digunakan peneliti sebagai

teknik untuk mengetahui permasalahan yang terjadi dan menentukan

permasalahan apa yang seharusnya diteliti, mengetahui latar belakang suatu

masalah, atau menilai keadaan. Wawancara seharusnya dilakukan dengan

baik, sehingga menghasilkan data yang baik pula. Agar dapat dilakukan

dengan baik, pewawancara sebagai pihak yang memimpin dalam proses

interaksi saat wawancara sebaiknya menyusun petunjuk wawancara terlebih

dahulu (Makbul, 2021).

Observasi sendiri dilakukan secara berbeda tergantung jenis

penelitiannya. Observasi kuantitatif dirancang sehingga diterapkan sebagai

penetapan standardisasi dan control. Sedangkan observasi kualitatif

mengamati hal yang ada atau kejadian alami dan mengikuti alur alami dari

kehidupan objek pengamatan. Kegiatan observasi didasarkan pada fakta

yang terjadi sebenarnya sehingga termasuk kegiatan ilmiah empiris. Terdapat

12
beberapa jenis observasi, beberapa di antaranya adalah observasi systematic

dan unsystematic. Observasi terstruktur atau systematic dilakukan dengan

menentukan kategori aktivitas atau fenomena yang ingin diteliti, lalu disiapkan

format khusus pencatatan proses pengamatan secara sistematik. Sedangkan

observasi unsystematic dilakukan dengan tanpa persiapan terstruktur

dikarenakan peneliti belum mengetahui secara pasti apa yang akan diamati

(Hasanah, 2017).

13
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Deskripsi Daerah Praktikum

Kabupaten Gresik berada pada koordinat 1120 – 1130 Bujur Timur dan

070 – 080 Lintang Selatan. Gresik merupakan kabupaten yang terkenal

sebagai salah satu kawasan industri di Jawa Timur. Tidak hanya

perindustriannya yang maju dikabupaten ini, masyarakat terutama

masyarakat pesisir di kabupaten ini juga tergolong maju dengan masuknya

pendatang yang bekerja sebagai buruh. Salah satu Desa yang dekat dengan

pesisir dan melakukan banyak hal di industri pesisir yaitu Desa Widoro. Hal ini

membuat sedikit moderenisasi dalam kultur budaya di Kabupaten Gresik.

Desa Tanjung Widoro yang dekat dengan lautan membuat masyarakat sekitar

tidak bisa lepas dengan kapal atau perahu. Pasalnya masyarakat sekitar

mayoritas adalah nelayan. Dengan luas daerah 1259.253 Ha dan panjang

garis pantai sekitar 4.321 Km (Sunandar et al., 2016).

Kecamatan Bungah merupakan salah satu wilayah pesisir di Kabupaten

Gresik yang memiliki banyak potensi lokal daerah, antara lain destinasi wisata

pesisir, hasil laut melimpah, dan situs budaya lokal. Potensi daerah di

Kecamatan Bungah dapat dijadikan sebagai suatu destinasi wisata unggul

sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bungah.

Kecamatan Bungah dikelilingi oleh kawasan pesisir Mengare yang terbagi

menjadi 3 desa, yaitu Desa Kramat, Watuagung, dan Tanjung Widoro.

Potensi wisata yang unik antara lain Benteng Lodewijk yang berada di pesisir

pantai Desa Tanjung Widoro, Sumur Tua yang menyatu dengan Benteng

Lodewijk, Goa dan Jalan Lori, Wisata Pantai, dan Wisata Hutan Bakau

(Mangrove). Potensi ekonomi antara lain hasil tambak Bandeng dengan

ukuran besar dan hasil laut, antara lain Rajungan, Lobster, dan Kerapu serta

14
Batik Bangsawan hasil karya warga Bungah dan sudah dikomersilkan oleh

Wakil Bupati Gresik. Potensi tersebut dikemas menjadi suatu sajian wisata

edukasi yang menarik bagi para pengunjung (Prasetyo et al., 2020).

Salah satu daerah pesisir di Kabupaten Gresik, Kecamatan Bungah

memiliki banyak potensi lokal, termasuk destinasi wisata pantai, hasil laut

yang melimpah, dan situs budaya lokal. Dimungkinkan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat Bungah dengan menjadikan wilayah tersebut

sebagai destinasi wisata unggul. Kawasan pantai Mengare di sekitar

Kecamatan Bungah terdiri dari tiga desa: Desa Kramat, Watuagung, dan

Tanjung Widoro. Benteng Lodewijk di pesisir Desa Tanjung Widoro, Sumur

Tua yang menyatu dengan Benteng Lodewijk, Goa dan Jalan Lori, Pantai,

dan Wisata Hutan Bakau (Mangrove). Potensi ekonomi termasuk hasil

tambak bandeng berukuran besar dan hasil laut seperti rajungan, lobster, dan

kerapu, serta batik bangsawan yang dibuat oleh penduduk Bungah.

3.2 Kondisi Ekosistem Pesisir

Wilayah pesisir saat ini sedang mengalami masa kritis dimana terdapat

tekanan baik itu karena proses alam maupun antropogenik. Adanya tekanan

tersebut dapat menyebabkan terjadinya kerusakan yang semakin bertambah

parah dimana dapat hilangnya kemampuan pesisir dalam penyerapan karbon.

Kemudian dari pada itu, perlunya dilakukan perestorasian pesisir yang

terpadu untuk memperbaiki kerusakan yang telah terjadi. Berdasarkan data

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur tahun 2009 dimana

dijelaskan bahwa adanya kerusakan terumbu karang di kawasan utara Jawa

Timur dari Kabupaten Tuban, Lamongan, Gresik hingga pesisir Pulau Madura

sangat memprihatinkan dimana hampir 60% terumbu karangnya mengalami

kerusakan yang sangat parah (Rudianto, 2014).

15
Kondisi padang lamun di Kabupaten Gresik dinyatakan bahwa tidak ada

atau tidak ditemukannya lamun dikarenakan kondisi perairan yang tidak

memungkinkannya lamun dapat bidup di perairan yang keruh dan sinar

matahari pun tidak dapat menembus ke perairan. hal tersebut terjadi

khususnya pada wilayah Ujung Pangkah dimana memiliki karakteristik pantai

yang berkaral, kerikil, pasir, lumpur atau lempung sehingga membuat lamun

tidak ditemukan di wilayah tersebut. Adanya tingkat sedimentasi di wilayah

tersebut pun terbilang cukup tinggi sehingga ketika lamun yang sudah mati

tidak dapat tumbuh optimal kembali yang mana dapat disimpulkan bahwa

kondisi lamunnya ini terbilang rusak (Arsita, 2023).

Wilayah pesisir Kabupaten Gresik tergolong cukup parah, karena pada

wilayah pesisirnya sendiri sudah banyak terjadinya alih fungsi lahan menjadi

sawah atau tambak. Selain itu juga karena tingginya faktor sedimentasi

sehingga membuat tanaman lamun tidak dapat bertumbuh kembang dengan

baik yang berakibat menjadi rusak. Adanya kerusakan terumbu karang yang

terjadi pada tahun 2009 dengan persentase 60% juga sangat berpengaruh

karena itu merupakan kerusakan yang sangat besar dan jika tidak segera

dilakukan tindakan restorasi maka fungsi pesisirnya sendiri akan mulai

menurun.

3.3 Kondisi Antrophogenik

Kondisi terumbu karang di pesisir Kabupaten Gresik khususnya di

kecamatan Ujung Pangkah dan kecamatan Bungah yaitu terdapat terumbu

karang jenis karang otak dengan kondisi rusak parah karena terjadi

sedimentasi tingkat tinggi sehingga fotosintesis terumbu karang terganggu.

Cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan tidak secara optimal

memengaruhi proses fotosintesis pada zooxanthellae yang memiliki

keterkaitan dengan karang yang mana hal ini akan memengaruhi tingkat

16
pertumbuhan terumbu karang. Sehingga terumbu karang mengalami

pertumbuhan yang terhambat padahal pertumbuhan terumbu karang

memerlukan waktu yang sangat lama yaitu puluhan tahun. Kondisi mangrove

yang ada di Kabupaten Gresik khususnya pada desa Tanjung Widoro

Kecamatan Bungah memiliki 8 jenis mangrove yaitu, Avicenna Marina (api-

api), Rhiziphora mucronata (tanjang), Rhizophora Apicilata, Cerip Tagal,

Rhizophora Ctylosa, Sonneratia SP, Kylocarpus Granata, dan Aegiceras

Curiculatum (gedhang-gedhangan). Dengan luasan area budidaya seluas 5

ha. Untuk kondisi padang lamun pada Kabupaten Gresik tidak ditemukan

lamun karena melihat dari kondisi perairan yang keruh sehingga lamun tidak

bisa hidup di perairan yang keruh karena sinar matahari sulit menembus ke

dalam dan membuat lamun tidak bisa melakukan fotosintesis dan

berkembang biak (Rudianto, 2014).

Dewasa ini, laut dipenuhi sampah. Sebagian besar berupa plastik,

logam, karet, kertas, tekstil, peralatan tangkap, kapal, dan barang-barang

lainnya yang hilang atau dibuang dan memasuki lingkungan laut setiap hari

menjadi sampah laut atau biasa disebut marine debris. Salah satu sampah

laut yang banyak menjadi masalah adalah sampah plastik karena proses

degradasinya membutuhkan waktu yang lama. Proses degradasi plastik

sangat lama, partikel ini sangat tahan untuk periode waktu yang sangat lama

di lingkungan laut. Plastik juga berpotensi menimbulkan dampak yang sangat

besar dan dapat menyerap bahan kimia beracun seperti PBTs (persistent,

bioaccumulative and toxic substances) dan POPs (persistent organic

pollutants). Mikroplastik tidak dapat dengan mudah dihilangkan dari

lingkungan laut dan plastik merupakan bahan yang sangat persisten. Salah

satu wilayah yang berpotensi tercemar oleh mikroplastik adalah Desa

Banyuurip. Banyuurip dilewati oleh dua sungai besar yaitu Bengawan Solo

17
dan Sungai Brantas. Bengawan Solo merupakan sungai panjang yang dalam

prosesnya banyak mengakumulasi sampah-sampah hingga akhirnya masuk

ke perairan Jawa karena terbawa oleh arus (Ayuningtyas et al., 2019).

Kabupaten Gresik adalah sebuah wilayah di Indonesia yang terletak di

Provinsi Jawa Timur. Sebagai sebuah daerah yang dihuni oleh manusia dan

memiliki aktivitas manusia yang signifikan, Kabupaten Gresik juga

menghadapi beberapa masalah lingkungan yang disebabkan oleh faktor

antropogenik. Limbah industri, limbah domestik, dan pertanian intensif dapat

mencemari sumber daya air di Kabupaten Gresik. Penggunaan pupuk dan

pestisida yang berlebihan dapat mengalir ke sungai dan menyebabkan

eutrofikasi dan pencemaran air tanah. Selain itu pengembangan infrastruktur,

konversi lahan untuk pertanian, dan penebangan hutan ilegal dapat

menyebabkan deforestasi dan kerusakan habitat di Kabupaten Gresik. Ini

dapat mengancam keanekaragaman hayati lokal dan mengurangi

ketersediaan sumber daya alam. Tumpukan sampah dan pengelolaan limbah

yang tidak memadai dapat menjadi masalah di beberapa wilayah Kabupaten

Gresik. Dibutuhkan pengelolaan limbah yang lebih baik, termasuk sistem

pengumpulan dan daur ulang yang efisien untuk mengurangi dampak

negatifnya.

3.4 Penataan Ruang Daerah Penelitian

Sebagai sebuah daerah yang dinamis penduduk Gresik juga cukup

padat. Pada tahun 1845 kepadatan penduduk Gresik mencapai 6.876 jiwa

per kilometer persegi. Sebagian besar kota terutama kota-kota besar di

kawasan pantai, dihadapkan pada peningkatan jumlah penduduk yang

pesat, permintaan yang tinggi terhadap perumahan dan berbagai

kebutuhan. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan akan pemukiman

yang khusus dihuni oleh para orang-orang Eropa. Mereka membentuk

18
pemukiman baru di sekitar wilayah penduduk asli kawasan tersebut.

Gresik merupakan wilayah pesisir pantai dengan panjang 140 km, 69 km

di daratan Pulau Jawa memanjang dari Distrik Kebomas, Gresik, Manyar,

Bungah, Sedayu, Ujungpangkah, Tjermee dan Panceng. Berdasarkan

Rencana Tata Ruang Wilayah Gresik Tahun2010-2030 menunjukkan bahwa

Gresik ingin memperkuat imagesebagaikota lama. Kawasan pariwisata di

Kabupaten Gresik dikelompokkan menjadi pariwisata budaya, pariwisata

alam, dan pariwisata buatan. Dengan mengedepankan potensi-potensi

wisata berupa objek wisata, atraksi i wisata, dan nilai historis. Sebaran

pariwisata budaya meliputi Wisata Budaya Gresik Kota dan Pulau Bawean

(Sulaiman dan Nurhadi, 2022).

Kabupaten Gresik merupakan salah satu dari 179 kabupaten/kota yang

ditetapkan sebagai kawasan minapolitan. Kawasan minapolitan di Kabupaten

Gresik terdiri dari Kecamatan Sidayu sebagai kawasan minapolis (pusat), dan

Kecamatan Bungah, Dukun, Panceng dan Kecamatan Ujungpangkah yang

menjadi kawasan hinterland dengan komoditas unggulan yang dikembangkan

adalah udang dan bandeng. Penerapan program minapolitan di Kabupaten

Gresik tidak luput dari berbagai permasalahan baik permasalahan internal

maupun eksternal. Beberapa permasalahan terkait pengembangan perikanan

budidaya di Kabupaten Gresik adalah adanya pencemaran limbah industri di

sekitar DAS yang berdampak pada penurunan kualitas air untuk kegiatan

pengairan tambak; permasalahan degradasi luasan ekosistem mangrove di

keseluruhan wilayah pesisir Kabupaten Gresik dan permasalahan kurangnya

pemahaman pembudidaya tambak tentang sistem budidaya yang pro

lingkungan. Pada tahun 2016, banyak ditemukan alih fungsi lahan dari lahan

tambak menjadi lahan terbangun untuk kegiatan industri dan pergudangan

sebagai efek dari kegiatan pembangunan pelabuhan internasional di

19
Kabupaten Gresik. Pada proses pembangunan pelabuhan internasional ini

pun menimbulkan berbagai efek negatif terhadap lingkungan terutama pada

perkembangan kegiatan perikanan budidaya (Wibowo et al., 2019).

Penantaan ruang di kecamatan Bungah kabupaten Gresik berdasarkan

konsep manipolitan. Konsep tersebut diterapkan karena letak kabupaten

Gresik yang berada di utara jawa. Namun, penerapan program minapolitan di

Kabupaten Gresik tidak terlepas dari berbagai permasalahan, baik internal

maupun eksternal. Permasalahan yang dihadapi antara lain pencemaran

limbah industri yang mempengaruhi kualitas air untuk pengairan tambak,

degradasi ekosistem mangrove di wilayah pesisir, dan kurangnya

pemahaman pembudidaya tambak tentang praktik budidaya yang ramah

lingkungan. pembangunan pelabuhan internasional di Kabupaten Gresik juga

berdampak negatif terhadap lingkungan, terutama pada perkembangan

kegiatan perikanan budidaya. Pada tahun 2016, terjadi alih fungsi lahan

tambak menjadi lahan terbangun untuk industri dan pergudangan.

3.5 Perubahan Pengelolaan Kawasan Pesisir

Perubahan status kawasan ini membuat pengelolaan kawasan

cenderung lebih terarah dengan adanya sistem zonasi yang membagi

kawasan menjadi areal-areal yang memiliki fungsi berbeda-beda. Adanya

perbedaan faktor-faktor pemicu perubahan tutupan mangrove di masing-

masing wilayah. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa faktor-

faktor tersebut cenderung didominasi oleh pengaruh dari kebijakan dan

program dari Kementerian Kehutanan, seperti perubahan status pengelolaan

kawasan hingga pembatasan akses masyarakat ke dalam kawasan. Adapun

dilihat dari segi etnoekologi, perubahan status pengelolaan kawasan dan

pembatasan akses masyarakat ke dalam kawasan yang cenderung

mengarah ke upaya konservasi kawasan merupakan interaksi yang bersifat

20
positif bagi luas tutupan mangrove setempat guna mempertahankan serta

meningkatkan pertumbuhannya (Darmawan et al., 2014).

Perubahan pengelolaan kawasan pesisir sangat penting untuk menjaga

kelestarian lingkungan dan sumber daya alam yang ada di wilayah pesisir.

Untuk mencapai hal ini, berbagai tindakan dapat dilakukan. Salah satunya

adalah dengan membangun kawasan konservasi di kawasan pesisir untuk

melindungi keanekaragaman hayati dan habitat alami. Selain itu,

pengembangan taman wisata juga dapat dilakukan untuk mempromosikan

ekonomi lokal dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga

lingkungan pesisir. Pengelolaan kawasan pesisir juga dapat melibatkan

restorasi ekosistem yang rusak, seperti pemulihan terumbu karang atau

penanaman kembali hutan mangrove yang hilang. Hal ini bertujuan untuk

memulihkan fungsi ekosistem, memperbaiki kualitas air, dan melindungi

pantai dari erosi. Selain itu, pengaturan penggunaan lahan juga diperlukan

untuk menghindari pembangunan di daerah rawan bencana alam dan

menjaga keamanan manusia serta lingkungan (Aisyiawati et al., 2014).

Perubahan status kawasan tersebut membawa dampak positif terhadap

pengelolaan kawasan pesisir karena adanya sistem zonasi yang membagi

kawasan menjadi area dengan fungsi yang berbeda. Faktor-faktor pemicu

perubahan tutupan mangrove juga bervariasi di setiap wilayah, dan data

menunjukkan pengaruh kebijakan. Perubahan status pengelolaan kawasan

dan pembatasan akses masyarakat ke dalam kawasan, yang lebih mengarah

pada upaya konservasi, memiliki interaksi yang positif terhadap luas tutupan

mangrove setempat, yang berkontribusi dalam menjaga dan meningkatkan

pertumbuhan mangrove. Dalam konteks ini, perubahan pengelolaan kawasan

pesisir sangat penting untuk mempertahankan kelestarian lingkungan dan

sumber daya alam di wilayah pesisir. Selain itu, restorasi ekosistem seperti

21
pemulihan terumbu karang dan penanaman kembali hutan mangrove juga

diperlukan untuk memulihkan fungsi ekosistem, memperbaiki kualitas air, dan

melindungi pantai dari erosi. Pengaturan penggunaan lahan juga penting

dalam menghindari pembangunan di daerah rawan bencana alam serta

menjaga keamanan manusia dan lingkungan.

3.6 Strategi Pengelolaan

Strategi pengolaan kawasan pesisir menyangkut 3 aspek, diantaranya

yaitu aspek biofisik, sosial ekonomi budaya, serta kelembagaan dan tata

ruang. Strategi pengelolaan pada tiap aspeknya dijelaskan sebagai berikut.

3.6.1 Aspek Biofisik

Mangrove merupakan vegetasi pantai tropis dan subtropis yang mampu

tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur atau

berpasir. Desa Tanjung Widoro memiliki mangrove jenis Avicennia marina

(api-api), Rhizhopora mucronata (tanjang atau bakau), Rhizopora apicilata,

Cerip tagal, Rhizopora ctylosa, Sonneratia sp., Kylocarpus granata, Aegiceras

curriculatum (gedhanggedhangan). Sekitar 70% - 80% ekosistem mangrove

di kawasan pesisir Kabupaten Gresik mengalami kerusakan yang parah.

Aktivitas manusia yang tinggi merupakan faktor utama penyebab rusaknya

ekosistem mangrove. Bahkan kawasan pesisir di Kabupaten Gresik

digunakan untuk “water front city”. Aktivitas tersebut semakin memperparah

kerusakan ekosistem mangrove (Rudianto, 2014).

Kerusakan mangrove diakibatkan oleh kegiatan masyarakat yang

pemanfaatan ruangnya tidak sesuai atau melebihi kapasitas. Aktivitas

tersebut menyebabkan terjadinya abrasi pantai, berkurangnya habitat

pembenihan ikan laut sehingga berdampak pada penurunan hasil tangkapan

nelayan. Hal tersebut dikarenakan minimnya pemahaman masyarakat

22
mengenai pengelolaan pesisir dan hutan mangrove berdampak pada

penurunan area mangrove. Berdasarkan RTRW Kabupaten Gresik 2010-

2030 menyatakan bahwa perlu adanya pelestarian hutan mangrove.

Tujuannya agar mekanisme hubungan ekosistem mangrove dengan jenis-

jenis ekosistem lainnya seperti padang lamun dan terumbu karang tidak

terganggu (Alit et al., 2015).

Pada wilayah pantai utara kabupaten Gresik yaitu di desa Tanjung

Widoro, Kecamatan Bungah kondisi mangrove mengalami kerusakan. Hal ini

dikarenakan terjadinya abrasi di kawasan pesisir. Abrasi pantai merupakan

pengikisan yang terjadi di pesisir pantai yang diakibatkan oleh arus

gelombang laut dalam waktu yang lama. Abrasi juga dapat terjadi akibat

perilaku manusia yang kurang baik. Oleh karena itu, perlu adanya

pengelolaan biofisik agar kondisi ekosistem pesisir dapat terjaga. Salah satu

pengelolaan yang dapat dilakukan yaitu penanaman kembali mangrove. Hal

ini bertujuan agar dapat mengurangi abrasi di kawasan pesisir sehingga tidak

berdampak pada pemukiman. Selain itu, diperlukan adanya peran

masyarakat dan pemerintah serta kelembagaan lainnya dalam memelihara

dan mengawasi hutan mangrove.

3.6.2 Aspek Sosial Ekonomi Budaya

Kabupaten Gresik merupakan salah satu wilayah kabupaten yang

tempatnya berada di zona pesisir utara Jawa Timur dengan memiliki panjang

pantai hingga 140 km dan terdiri atas daratan sejauh 69 km di Pulau Jawa.

Wilayah pesisir Gresik merupakan kawasan yang startegis serta memiliki

banyak potensi perikanan, wisata bahari, pergudangan, perindustrian,

perikanan tangkap, perikanan budidaya dan juga ekosistem mangrove yang

memiliki banyak manfaat bagi masyarakat sekitar. Adanya pembangunan

23
besar-besaran di wilayah pesisir karena adanya pertumbuhan penduduk dan

penambahan infrastruktur yang berpotensi dapat membuat wilayah pesisir

menjadi semakin rentan. Ketika pembangunan tersebut berlanjut secara terus

menerus tanpa adanya penanggulangan atau pengembalian, maka dapat

mengakibatkan defisit sumberdaya pesisir dan juga laut (Zubaidah, 2021).

Wilayah Gresik memiliki banyak sekali keanekaragaman budaya

dimana tradisi-tradisi sejarahnya ini sangat menarik untuk diketahui. Salah

satu traidisinya yaitu Gurdho, dimana memiliki arti seperti sedekah bumi.

Tradisi ini merupakan sebuah upacar ungkapan rasa syukur kepada Tuhan

yang telah mengkaruniakan hasil bumi yang berlimpah. Kegiatan ini biasanya

dilakukan pada bulan Oktober atau November yang aman dilaksanakan

setelah panen padi atau tegalan (Amelia, 2013).

Kabupaten Gresik merupakan Kabupaten yang memiliki keberagaman

tradisi dan budaya salah satunya yaitu gurdho. Tradisi tersebut perlunya

dilakukan lebih lanjut untuk menjadi ciri khas dalam memperkenalkan budaya

Gresik. Adapun potensi perikanan maupun wisata bahari yang melimpah

merupakan sebuah manfaat yang dapat membantu adanya pendapatan

wilayah tersebut. Namun tetap perlunya pemantauan lebih lanjut dalam

pengembangan budaya maupun ekonomi yang ada, supaya wilayah Gresik

tetap terjaga kealamiannya serta tidak merugikan masyarakat di hari

kemudian.

3.6.3 Aspek Kelembagaan

Penataan ruang dibutuhkan dalam perencanaan, pemanfaatan, dan

pengendalian untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, berkelanjutan

berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional dan produktif.

Sebagai upaya pemanfaatan potensi dari suatu ruang atau wilayah,

digunakan peraturan dalam Undang - Undang. Menurut Undang - Undang

24
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau

Kecil, terdapat 3 struktur yang Menyusun pengelolaan pesisir dan pulau-pulau

kecil, yaitu perencanaan, pemanfaatan, serta pengawasan dan pengendalian,

yang terdapat dalam RWZP3K. Sementara, untuk perencanaan di wilayah

darat yang mencakup wilayah administrasi dalam satu Kabupaten atau Kota,

digunakan RTRW. Penerapan RWZPK3K dan RTRW dalam pemanfaatan

ruang wilayah laut dan pesisir digunakan untuk menghindari terjadinya

overlay penggunaan lahan yang tidak sesuai rencana (Perda Kabupaten

Gresik, 2001).

Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan efektif adalah yang

berbasis pada masyarakat. pengelolaan berbasis masyarakat merupakan

salah satu pendekatan pengelolaan alam yang meletakkan pengetahuan dan

kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaanya.

Ditambah adanya transfer diantara generasi yang menjadikan pengelolaan

menjadi berkesinambungan menjadikan cara inilah yang paling efektif,

dibanding cara yang lainya. Namun, masyarakat juga jangan sampai

dilepaskan sendirian untuk mengelola semuanya. Karena sudah diketahui

bersama, bahwa salah satu masalah utama yang dihadapi dalam pengelolaan

di Indonesia adalah masalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), karena

ketidakmerataan pendidikan yang diperoleh. Salah satu hal yang bisa

dilakukan dengan melibatkan pemerintah lokal dalam pengelolaan (Husain et

al., 2019).

Terdapat beberapa lembaga yang ada di Desa Tanjung Widoro yang

meliputi BPD, NU, IPBNU, LPD, KLD, karang taruna, kelompok nelayan,

pokmaswas, dan pokdarwis. Pada pengelolaan wilayah pesisir, lembaga yang

paling berdampak ialah pokmaswas yang bertugas untuk mengawasi

kegiatan pada wilayah pesisir, salah satunya ialah masalah penebangan

25
hutan mangrove dan penangkapan ikan di wilayah mangrove. Untuk

perencanaan RTRW di wilayah pesisir Desa Tanjung Widoro adalah untuk

tujuan pariwisata dan hingga saat ini tidak pernah terjadi permasalahan

pengalihan fungsi lahan.

26
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Restorasi pesisir merupakan sebuah usaha untuk memulihkan kondisi

wilayah pesisir yang telah mengalami kerusakan lingkungan akibat aktivitas

manusia yang semakin tidak rasional dan perubahan alam yang sangat

drastis. Kondisi padang lamun di Kabupaten Gresik dinyatakan bahwa tidak

ada atau tidak ditemukannya lamun dikarenakan kondisi perairan yang tidak

memungkinkannya lamun dapat hidup di perairan yang keruh dan sinar

matahari pun tidak dapat menembus ke perairan. Berdasarkan RTRW

Kabupaten Gresik 2010-2030 menyatakan bahwa perlu adanya pelestarian

hutan mangrove. Tujuannya agar mekanisme hubungan ekosistem mangrove

dengan jenis-jenis ekosistem lainnya seperti padang lamun dan terumbu

karang tidak terganggu. Selain itu, diperlukan adanya peran masyarakat dan

pemerintah serta kelembagaan lainnya dalam memelihara dan mengawasi

hutan mangrove.

4.2 Saran

Praktikum Restorasi Ekosistem Pesisir 2023 sudah berjalan dengan

cukup baik, sedikit kekurangan saat berlangsungnya praktikum selama ini

ialah pemberian informasi yang mendadak dan diperlukannya waktu ataupun

hari yang lebih untuk mempersiapkannya.

27
DAFTAR PUSTAKA

Aisyiawati, Y., & Akliyah, LS (2014).Identifikasi dampak perubahan fungsi


ekosistem pesisir terhadap lingkungan di wilayah pesisir Kecamatan
Muaragemong. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota , 14 (1).

Alit, A. A. S., Ratnawati, R., Siswanto, P. A., (2015). Pemeteaan Kerusakan


Hutan Mangrove Kawasan Pesisir Desa Kramat Kecamatan Bungah
Kabupaten Gresik. Prosiding. 2(1): 1-7.

Amelia, Chandra. (2013). Budaya daerah Gresik. Diakses pada 18 Juni 2023
pukul 10.43 WIB.

Arsita, P., D. (2023). Fenomena Ekosistem Pesisir di Kabupaten Gresik.

Ayuningtyas, W. C., Defri, Y., Syarifah, H. J., dan Feni, I. (2019). Kelimpahan
mikroplastik pada perairan di Banyuurip, Gresik, Jawa Timur. Journal of
Fisheries and Marine Research, 3(1), 41-45

Barcelona, A. E., Sugianto, D. N., & Rifai, A. (2015). Kajian Refraksi


Gelombang Di Perairan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Journal of Oceanography, 4(2), 434-441.

Darmawan, A., & Hilmanto, R. (2014). Perubahan tutupan hutan mangrove di


pesisir Kabupaten lampung timur. Jurnal Sylva Lestari, 2(3), 111-124.

Eddy, S., Iskandar, I. I., Ridho, M. R., & Mulyana, A. (2019). Restorasi hutan
mangrove terdegradasi berbasis masyarakat lokal. Jurnal Indobiosains,
1(1), 1-13.

Hasanah, H. (2017). Teknik-teknik observasi (sebuah alternatif metode


pengumpulan data kualitatif ilmu-ilmu sosial). At-Taqaddum, 8(1), 21-46.
Diakses melalui
https://103.19.37.186/index.php/attaqaddum/article/view/1163/932

Husain, A., Satria, A., Kusmana, C., Eriyatno. (2019). Kelembagaan


Pengelolaan Sumber Daya Pesisirkota Gorontalo. Journal of Natural
Resources and Environmental Management, 9(4), 1041-1052.
http://dx.doi.org/10.29244/jpsl.9.4.1041-1052

Makbul, M. (2021, 15 Juni). Metode Pengumpulan Data dan Instrumen


Penelitian. https://doi.org/10.31219/osf.io/svu73.

Prasetyo. A. E., Setyaningrum. P., Prasetya. F. A. (2022). Pengembangan


Wisata Warakas berbasis Edu Eco Wisata sebagai Penunjang
Kampung Bahari Nusantara. Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan
Masyarakat. 2(2).

Rudianto, R. (2014). Analisis restorasi ekosistem wilayah pesisir terpadu


berbasis Co-Management: studi kasus Di Kecamatan Ujung Pangkah

28
dan Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik. Research Journal of Life
Science, 1(1), 54-67.

Rudianto. (2014). Analisis Restorasi Ekosistem Wilayah Pesisir Terpadu


Berbasik Co-Management: Studi Kasus di Kecamatan Ujung Pangkah
dan Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik. Reasearch Journal Of Life
Science, 1(1).

Rudianto. (2018). Restorasi Ekosistem Mangrove Desa Pesisir Berbasi Co-


Management. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada, 20(1): 1-12.

Sulaiman, M., & Sasmita, N. (2022). Penataan Ruang Perkotaan di Gresik


Masa Pemerintahan Bupati Sambari Halim Radianto tahun 2010-2020.
Historia, 5(2), 162-174.

Sunandar., Harsindhi. C. J., Dewi. C. S. U., Handayani. M., Maulana. A. W.,


Supriyadi., Bahroni. A. (2016). Profil Desa Pesisir Provinsi Jawa Timur
Volume 1 (Utara Jawa Timur). Provinsi Jawa Timur: Dinas Perikanan
dan Kelautan Provinsi Jawa Timur.

Wibowo, M. I. H., Wicaksono, A. D., & Rachmawati, T. A. (2019). Evaluasi


Pengembangan Sektor Perikanan Pada Kawasan Minapolitan Pesisir
Utara Kabupaten Gresik. Planning for Urban Region and Environment
Journal (PURE). 8(3), 105-112.

Zubaidah, Alfie., F. (2021). Keterlibatan Masyarakat dan Kearifan Lokal Kunci


Pengelolaan Wilayah Pesisir Gresik yang Berkelanjutan. Diakses pada
18 Juni 2023 pukul 10.43 WIB.

29
LAMPIRAN

Lampiran 1. Wawancara di Kantor Desa Tanjung Widoro

Lampiran 2. Pesisir Tanjung Widoro

30
Lampiran 3. Wawancara Lapang

Lampiran 4. Kondisi Ekosistem Mangrove

31

Anda mungkin juga menyukai