Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MANDIRI PENGANTAR ILMU HUKUM

MAKALAH

“ANALISIS SISTEM HUKUM CIVIL LAW DAN COMMON


LAW”

Disusun Oleh :

Nama : Mariyo

NPM : 211010019

Dosen Pengampu : Lenny Husna, S.H., M.H.

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS PUTERA BATAM

T.A 2021/2022
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Sejarah Common Law ............................................................................... 1


1.2 Sejarah Civil Law ....................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perbedaan Hukum Civil Law Dan Common Law ..................................... 6
2.2 Kelebihan Serta Kekurangan Sistem
Hukum Civil Law Dan Common Law ....................................................... 9
2.3 Negara Negara Yang Menerapkan
Sistem Civil Law Dan Common Law ........................................................ 13

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Sejarah Common Law


Pada abad ke 11 sebutan common law awal timbul. penduduk di
Inggris masih relatif sedikit dengan permukiman yang mengelompok dan
terpecah. Masing- masing zona permukiman ini memiliki Kerutinan
setempat yang dipelihara dari waktu ke waktu sebagai” hukum Kerutinan”.
Apabila terjalin sengketa antar- masyarakat di daerah- wilayah ini,
masyarakat sudah memiliki pengadilan- majelis hukum mereka sendiri buat
menyelesaikan. Raja dini dari Normandia yang berkuasa di Inggris ialah
William I, bertahta pada tahun 1066- 1087. Walaupun suasana di Inggris
sangat tidak wajar pada pertengahan abad ke- 12 tersebut, Henry II
memutuskan buat mulai” mengintervensi” hukum Kerutinan yang telah ada
jauh dikala saat sebelum Inggris ditaklukkan. pada pemerintahan pusat,
lebih tepatnya di Wesminster( London), di buatlah Dewan Penasihat Raja(
King’ s Council) yang meiliki tugas pokok untuk mengecek berbagai
permasalahan hukum yang masuk ke kerajaan. Buat mengecek
permasalahan ini, oleh Dewan Penasihat Raja ini, ditunjuk panitia- panitia
istimewa yang secara tertib bersidang atas nama Raja. Dalam
perkembangannya sehabis itu, pengadilan- majelis hukum ini dipisahkan
dari kewenangan Dewan. Buat memberikan pelayanan yang lebih luas buat
masyarakat, pula dalam rangka melakukan pengawasan terhadap aplikasi
peradilan di daerah, para hakim yang semula tinggal di London ini dikirim
berkelana ke daerah- wilayah( mencakup seluruh England dan Wales). Para
hakim yang di utus untuk melakukan perjalanan ini membuat sidang-
persidangan majelis hukum yang diucap assizes.
Ada uraian yang kuat di kalangan para hakim yang notabene” orang-
orang pusat” ini jika mereka tidak sepenuhnya dapat menangkap perasaan
hukum masyarakat setempat, spesialnya nilai- nilai yang hidup di
masyarakat itu. Buat semacam itu, guna meminimalisasi kesalahan yang

1
dibuat oleh para hakim ini dalam memperhitungkan realitas yang terjalin,
Sistem majelis hukum juri ini sendiri sebetulnya baru mencuat dekat tahun
1166, sebagai dampingan dari majelis hukum juga sistem majelis hakim( a
bench trial). Sistem juri diterapkan buat permasalahan pidana( namun di
Amerika Serikat dikala ini bisa dipakai pula buat permasalahan non-
pidana). Walaupun penerapan sistem juri tercatat baru mencuat di dini abad
ke- 12, sebetulnya sistem ini bisa ditelusuri dari aplikasi persidangan kuno
di Inggris, misalnya sebagaimana dipraktikkan oleh masyarakat Anglo-
Sakson. Pembuktian benar- salah di dalam peradilan terdahulu itu dicoba
dengan ritual tersendiri yang sebetulnya irasional, dalam arti tidak
berkorelasi langsung dengan perlakuan yang dilontarkan. Uji raga( ordeal)
semacam ini tentu menyakitkan. Ada peran juri dalam penilaian salah-
tidak salahnya seseorang dalam kasus- permasalahan pidana, tentu ada
benang merah yang dapat ditarik secara rasional buat dipindahkan jadi
putusan hakim. Pertimbangan yang rasional inilah yang diucap dengan
ratio decidendi yang berupaya ditunjukkan oleh masing- masing hakim. Di
ayo terlihat jika seorang hakim yang pertama- tama hadapi suatu kasus
baru( belum ada realitas yang menyerupai sebelumnya), sampai ia
mempunyai tugas berat buat menciptakan preseden. Pada sisi besebrangan,
Raja Inggris yang memiliki kekuasaan di pusat pemerintahan ingin pula
membuat peraturan- peraturan buat seluruh negara. Sumber material dari
peraturan- peraturan ini sangat utama berasal dari putusan- vonis hakim
atas kasus- permasalahan yang ditemui langsung di lapangan. Jadi, di ayo
terlihat ada gerakan nondoktrinal yang berangkat dari kejadian- peristiwa
konkret di lapangan, bertemu dengan gerakan doktrinal berupa pembuatan
peraturan- peraturan normatif oleh pemerintah. Proses inilah yang
membentuk bentuk hukum umum di Inggris, yang secara luas diucap
sebagai” common law”.
Di ceritakan proses ini terjadi kira kira abad ke- 13. Majelis hukum
yang dibangun oleh Kerajaan Inggris atas dasar syarat“ common law” ini
tampaknya tidak bisa sepenuhnya melayani kebutuhan masyarakat yang

2
ingin kilat diselesaikan permasalahan hukum mereka. Majelis hukum yang
diucap Court of Chancery ini memberikan pengadilan atas dasar equity.
Dengan ini , sampailah tahun 1835, di England dan Wales di temukan
dualisme sistem peradilan yang disebabkan pada tradisi yang dibangun
melalui lembaga King’ s Court dan Court of Chancery. Jadi,“ common law”
memiliki arti luas maupun kecil. Kolonialisme inggris yang dikala ini
dikenal sebagai negara- negeri kelompok Persemakmuran(
Commonwealth) Sekalipun sebagian wilayah Indonesia pernah diduduki
oleh Inggris, yakni antara tahun 1811- 1814, juga sistem“ common law”
pernah coba dikonsepkan buat diberlakukan oleh Gubernur Jenderal
Thomas Stamford Raffles( 1781- 1826) kenyataannya sisa- sisa usaha dari
efek tradisi hukum ini tidak cukup kuat menempel dalam tubuh sistem
hukum Indonesia. Namun, pada sebagian segi, kita dapat mengatakan jika
karakteristik pengadilan- majelis hukum hukum adat di Indonesia memiliki
kesamaan konsep dengan bangunan sistem hukum“ common law” ini
Pengaruh common law malah makin menguat tidak karena aspek historis
lagi. Pada era ini tatkala jalinan internasional makin intens memasuki batas-
batasan teritorial suatu negara, pengaruh“ common law” di tubuh hukum
sudah sangat meluas. Misalnya, di hukum investasi dikenal adanya pranata
hukum selayaknya trust dan secondary mortgage facility jelas tidak
disebutkan dalam sistem civil law, tetapi dari common law.

1.2 Sejarah Civil Law


Dari dini abad pertengahan sampai pertengahan abad ke 12, sistem
hukum Eropa Kontinental serta Anglo Saxon tercantum dalam sistem
hukum yang sama yakni hukum Germania yang bertabiat feodal baik itu
dari aspek substansinya maupun prosedurnya. 1000 tahun( satu abad)
sehabis itu, sehabis terjalin pergantian suasana. Hukum Romawi yang ialah
hukum materil serta hukum Kanonik yang ialah hukum prosedural, sudah
merubah kehidupan di negara- negara yang tercantum Eropa Kontinental.
10 Kebalikannya di lnggris yang semula pula menganut sistem hukum

3
Jerman yang feodal, terluput dari pengaruh infiltrasi Hukum Romawi (
Roman Law System), sehingga di lnggris yang berlaku yakni hukum asli
pribumi. Sistem hukum yakni di terapakan oleh negara- negara Eropa
Kontinental yang berakar dan bersumber dari Hukum Romawi inilah yang
diucap dengan Civil Law. Penggunaanterminus tersebut diakibatkan oleh
sebab Hukum Romawi semula bersumber darikarya agung Kaisar
Justinianus" Corpus Juris Civilis". Jadi kata Civil diambil dari kata Civilis.
Dalam penyebarannya sistem ini dianut oleh negara- negara Eropa
Kontinental, sehingga diucap pulalah dengan sistem Eropa Kontinental11
Corpus Juris Civilis ialah sesuatu Kompilasi Hukum yang disusun oleh ahli
hukum Romawi, ialah Ulpianus, Papianianus serta Gaius atas arahan serta
petunjuk dari Raja Byzantine ialah Justinianus pada abad VI Masehi,
sehingga biasa pula diucap selaku hukum Justinianus. 12 Corpus Juris
Civilis ialah kompilasi keharusan hukum yang di bentuk atas arahan Raja
Justinian berbentuk kodifikasi hukum yang di awali dari keputusan serta
maklumat raja- raja tadinya dengan bonus modifikasi yang disesuaikan
dengan keadaan sosial serta ekonomi pada disaat itu. Corpus Juris Civilis
terdiri atas sebagian bagian, yaitu13:
• The Institute ialah sebuah risalah sistematis berupa novel kecil yang
dimaksudkan buat pendahulua teruntuk mereka yang baru mendalami
hukum.
• The Digest maupun Pandect Digest maupun Pandect merupakan
bagian utama dari Corpus Juris Civilis.berisikan kompilasi dari
Sebagian asumsi juris Romawi yang telah seleksi, disusun bersumber
pada tema maupun tipe yang diambil dari era klasik hingga dengan
abad ke- 3 M.
• The Code ialah sekumpulan hukum tercantum maklumat dan
keputusan berawal dari masa Hadrian yang tersusun secara kronologis
dalam masing- masing judul biar bisa dilacak evolusi dari sesuatu
konsep, demikian fakta- kenyataan dalam suatu konflik dibedakan dari
fakta- kenyataan yang seragam dalam kasus tersebut.

4
• The Novels yakni kumpulan peraturan yang terbentuk oleh Justinian
itu seorang, bersumber pada milik perorangan, sehingga mulai
disebarluaskan antara tahun 553 dan 544 M. Bagian intinya dari 4
bagian Kitab Hukum tersebut merupakan ada pada bagian The Digest
dan The Code, sebab dibagian inilah secara sempurna dan sistematik
diatur berbagai- bagai syarat dan kaidah hukum serta gimana tata cara
kerja dari badan pembuat undang- undang. Dari 2 bagian dimaksud di
atas, sedikit banyak memberikan akibat yang besar terhadap
pertumbuhan sistem hukum Eropa Kontinental14

Hukum Romawi tumbuh di universitas- universitas di Bologna, Italia


yang sehabis itu jadi referensi pendidikan hukum di segala penjuru Eropa.
Di universitas- universitas tersebut sehabis itu lahir kelompok- kelompok
pakar hukum, di antara lain yang populer yakni Glossator serta
Commentator. Glossator ialah kelompok sarjana yang dini kali berinisitaif
buat menekuni hukum Romawi secara sistematik dengan menganalisis
teks- teks individual yang di buat Corpus Juris Civilis serta berupaya
merekonsiliasikannya secara masuk akal dengan teks- teks yang lain.
kebalikannya Commentator yakni sebuah perkumpulan yang lahir sehabis
Glossator yang membagikan ulasan ulasan terpaut bacaan Corpus Juris
Civilis secara sistematis

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perbedaan Hukum Civil Law Dan Common Law


Common law ( Anglo- Saxon) merupakan sistem hukum yang
bermula di Inggris serta bertumbuh kembang di wilayah jajahannya. Sistem
hukum common law di lahirkan bersumber pada dalam keputusan majelis
hukum selaku kunci data hukum. Sedangkan itu, sistem hukum civil law(
Eropa Kontinental) yang berlaku di daerah jajahannya, tercantum Eropa
daratan dan Indonesia, menganut kodifikasi selaku sumber hukum utama.
Tidak hanya itu, sistem peradilan sistem peradilan sipil merupakan
pengecekan silang dalam pengelolaan serta pengambilan keputusan dari
seluruh permasalahan yang mereka tangani( hakim memainkan kedudukan
utama). Hukum perdata terhadap hukum universal ialah 2 sisi sistem
hukum yang berbeda. Dalam bukunya Ilmu Hukum( hlm. 235), Satjipto
Rahardjo mengklaim bahwa dunia tidak cuma menjumpai satu sistem
hukum, namun sebagian sistem hukum. Sistem hukum yang tercakup di
mari mencakup unsur- unsur semacam struktur, jenis, serta konsep.
Perbandingan aspek demikianlah yang menimbulkan ketidaksamaan
pendapat sistem hukum yang diterapkan. Lain pula, Satjipto mengaku
sudah lama memahami 2 sistem hukum yang berbeda: sistem hukum
daratan Eropa serta sistem hukum Inggris. Sebutan sistem hukum Romawi-
Jerman ataupun sistem hukum sipil kerap digunakan buat yang awal serta
sistem hukum universal buat yang terakhir. Identitas Sistem Hukum civil
law ataupun yang kerap di sebut dengan hukum perdata dengan memakai
pembagian aspek dasar hukum perdata serta hukum publik. Jenis semacam
itu belum memperoleh izin dalam sistem hukum universal. dalam novel
Nurul Qamar, berpandang terhadap perbandingan sistem hukum dengan
sistem hukum Civil law system serta common law system:

6
➢ ciri-ciri sistem civil law adalah di bawah ini:
1. sistemnya berkodifikasi
2. Hukum ialah dasar hukum yang paling utama di karenakan hakim
tidak terikat dengan hukum perkara atau doktrin putusan putusan.
3. Sistem peradilan bersifat inkuisitorial.

1. Adanya sistem kodifikasi


Di atas segalanya, sistem civil law sesuai dengan konsep
kodifikasi, terutama untuk kepentingan politik Kekaisaran Romawi.
Tidak ada lagi minat. Kodifikasi dibutuhkan dalam kebanyakan
hukum untuk memberikan kesatuan hukum. Agar adat-istiadat yang
telah menetapkan status pemerintahan kerajaan menjadi hukum
yang berlaku umum, perlu mempertimbangkan kesatuan hukum
tertentu. Dalam pengertian ini, solusinya adalah perlunya kodifikasi.
2. Hakim Tidak Terikat Perkara
Nururu, mengutip pendapat Paul Scholten, bertujuan untuk
mengatur lembaga negara Belanda untuk memisahkan hukum,
yudikatif, pengadilan Kasasi, dan eksekutif.Dengan cara ini
yudikatif terbentuk.
3. Peradilan menganut sistem Inkuisisi
Pada system di sebutkan hakim memainkan hak penting
dalam mengatur dan mengambilan keputusan perkara. Hakim
bersedia mencari fakta hukum dan memperhatikan evaluasi alat
bukti. Hakim hukum perdata mencoba untuk memeroleh gambaran
utuh dalam apa yang mereka hadapi sejak mula. Sistem ini
didasarkan pada profesionalisme dan integritas hakim.
➢ Ciri-ciri sistem common law adalah sebagai berikut.
1. Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum Utama
2. Ketaatan pada doktrin/sistem prioritas Stare Decicis
3. Prosedur oposisi di pengadilan.

7
1. Hukum sebagai sumber hukum utama
Berikut 2 alasan mengapa hukum acara dimasukkan ke
dalam sistem common law. Alasan Psikologis Alasan ini adalah
bahwa setiap orang yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan
suatu kasus tidak bertanggung jawab atas keputusan yang dibuat
sendiri, tetapi membenarkan keputusannya sebanyak mungkin
dengan mengacu pada keputusan yang ada, karena cenderung
menjadi. Lahir Alasan Praktis Undang-undang tidak menekankan
keadilan, tetapi sering kali berargumen bahwa keamanan harus
dipastikan dalam semua kasus tertentu, sehingga keputusan yang
seragam diharapkan. Selain itu, dalam sistem common law, adalah
tindakan yang berbahaya untuk menempatkan hukum sebagai acuan
utama, karena hukum tidak dapat menyimpang dari kenyataan yang
tidak mungkin dan merupakan hasil karya para ahli teori yang tidak
memenuhi kebutuhan mereka. Lagi-lagi, seiring berjalannya
waktu,undang-undang tidak lagi merespons situasi saat ini dan
membutuhkan interpretasi yudisial.
2. Ketaatan pada Stare Decicis / Precedent Doctrine
Doktrin ini pada dasarnya wajib mengikuti putusan-putusan
pengadilan sebelumnya, baik yang dilakukan sendiri oleh hakim
maupun oleh pendahulunya dalam perkara yang serupa, artinya ada.
Sekalipun sistem common law mengatakan bahwa prinsip
penentuan bintang berlaku, itu berarti bahwa jika pengadilan dapat
membuktikan fakta yang berbeda dari fakta yang diputuskan oleh
pengadilan sebelumnya, pengadilan tidak dapat mendelegasikan
dengan diskriminasi.
3. Sistem oposisi dalam persidangan
Dalam sistem ini, para pihak yang bersengketa masing-
masing mengandalkan hakim melalui pengacara. Masing-masing
pihak mengembangkan strategi semacam itu dan menghadirkan
banyak diskusi dan bukti di pengadilan. Oleh karena itu, para pihak

8
dalam persidangan adalah lawan yang dipimpin oleh pengacara
masing-masing.

2.2 Kelebihan Serta Kekurangan Sistem Hukum Civil Law Dan Common
Law
a. Kelebihan dan kekurangan system hukum civil law
Sistem hukum Benua Eropa atau system hukum civil law yang
sering disebut dengan “Hukum Perdata” adalah suatu sistem hukum
yang bercirikan kodifikasi (kumpulan) secara sistematis dari berbagai
ketentuan hukum yang selanjutnya ditafsirkan dalam penerapannya.
Oleh hakim. faktanya, sistem hukum ini mulanya berasal dari
kodifikasi hukum yang dikenal di Kekaisaran Romawi pada masa
kekuasaan Kaisar Justinian dari VI. Abad ke-1 SM . Itu diprioritaskan.
Sistem hukum ini berkembang pada bangsa bangsa Eropa daratan
seperti Jerman, Belanda, Prancis dan Italia.

Kelebihan:

1. Dalam contoh hukum pidana yang dikodifikasikan (KUHP), jika


ada pelanggaran hukum pidana, hal ini dapat dilihat dalam hukum
pidana yang dikodifikasikan.
2. Asas utama yang melandasi tatanan hukum benua Eropa adalah
“hukum itu terikat dengan tata cara yang berupa undang-undang
dan disusun secara sistematis dalam suatu kodifikasi atau
redaksional tertentu. Akan ada”. Prinsip dasar ini ditaati karena
kita ingin mencapai tujuan hukum “kepastian hukum”. Oleh
karena itu, keamanan hukum dievaluasi dan dijamin dalam sistem
hukum benua Eropa.
3. Sumber hukum yang digunakan adalah hukum. Undang-undang
ini dibuat atau di bentuk oleh kekuasaan legislatif dari pemerintah
eksekutif. Ada kerjasama yang baik antara mereka yang berkuasa
dalam hal penyusunan undang-undang.

9
4. Sistem hukum benua Eropa dibagi menjadi dua bidang: hukum
privat dan hukum publik. Ini membuatnya lebih mudah untuk
memecahkan masalah negara termasuk dalam hukum publik. Dan
jika ada konflik antar individu dalam masyarakat, itu termasuk
dalam ranah hukum privat.
5. Adanya undang-undang baru yang menyesuaikan dengan
pertumbuhan tingkah laku masyarakat. Berikut contohnya ialah
undang-undang korupsi di Indonesia. Undang-undang baru ini
mempermudah penyelesaian kasus yang terjadi.
6. Kasus selalu diselesaikan sesuai dengan hukum. Karena itu,
keputusannya diharapkan objektif.

Kekurangan :

1. Hakim harus mematuhi hukum yang ada (hukum positif),


sehingga sistemnya terlalu ketat mengikuti perkembangan zaman.
Untuk mencapai keadilan, profesi hukum harus dinamis dan
beradaptasi dengan perkembangan masyarakat.
2. Hakim bertugas menyebarkan dan mengartikan peraturan hanya
dalam konteks kewenangannya. Putusan hakim dalam
permasalahan terkait tersebut hanyalah menarik pihak-pihak yang
berseberangan. Misalnya, jika kasus yang sama diselesaikan di
kemudian hari, hakim perlu membuat dan menafsirkan kembali
undang-undang tersebut.
b. Kelebihan dan kekurangan system hukum common law
Sistem Hukum Anglo-Saxon (Common Law) yakni meliputi system
hukum perhakiman. sistem hukum yang berawal dari pada putusan
hakim-hakim terdahulu, dan menjadikannya dasar untuk putusan
hakim-hakim seterusnya. Sistem hukum Anglo-Saxon telah dikenal
sebagai "Anglo-Amerika." Sistem hukum ini mulai berkembang di
Inggris pada abad ke-11 dan sering disebut sebagai sistem “common

10
law” atau sistem “hukum tidak tertulis”. Sistem hukum Anglo-Saxon
mempunyai kekurangan dan kelebihan yang di jelaskan di bawah ini

Kelebihan:

1. Sistem hukum Anglo-Saxon on time dan mudah direalisasikan,


terlebihlagi bagi masyarakat di negara yang sedang berkembang.
Masukan ahli dan pengacara paling banyak digunakan oleh hakim
dalam pengambilan keputusan.
2. Sumber hukumnya adalah peraturan tertulis tentang putusan
pengadilan, adat istiadat, dan peraturan perundang-undangan tata
usaha negara, tetapi sebagian besar dasar pembentukan peraturan
perundang-undangan tertulis tersebut didasarkan oleh keputusan
yang di lakukan pengadilan. Oleh karena itu, sumber hukum yang
ada diuji dalam menyelesaikan kasus-kasus sebelumnya.
3. Dari perspektif sistem penegakan hukum Anglo-Saxon, sistem
juri, kepastian hukum lebih penting. Di bawah sistem ini, dalam
persidangan pidana, juri memutuskan apakah terdakwa bersalah
atau tidak bersalah pada akhir pemeriksaan silang. Jika juri
dinyatakan bersalah, hakim (biasanya seorang pejuang)
bertanggung jawab untuk menentukan tingkat keparahan atau sifat
kejahatan. Jika juri menemukan itu tidak bersalah, hakim
membebaskan terdakwa (terdakwa).
4. Juri yang digunakan dalam sistem hukum ini adalah orang sipil
yang diwajibkan oleh negara untuk bertindak sebagai juri dalam
persidangan. Juri harus ditunjuk secara acak oleh negara dan
harus terdiri dari orang-orang yang sangat netral, dengan asumsi
juri adalah orang awam yang tidak memiliki pengetahuan tentang
latar belakang prosedur yang sedang dirundingkan. Kedua belah
pihak terkait dalam persidangan kemudian diberi kesempatan
untuk menanyakan dan mengambil keputusan juri pilihan mereka.
Membuat netralitas dan keadilan lebih terlihat.

11
5. Hakim memegang peran yang sangat kuat dalam terbentuknya
seluruh kehidupan orang. Hakim mendapatkan jangkauan
wilayah penafsiran yang teramat sangat luas pada ketentuan
hukum yang berlaku dan berjalan. Demikian pula,sudah
diciptakanlah asas-asas hukum baru yang menjadi kiprah untuk
hakim-hakim lain dalam memutus perkara serupa.
6. Jika suatu putusan dianggap ketinggalan zaman, hakim dapat
membuat putusan baru berdasarkan nilai-nilai keadilan,
kebenaran, dan akal sehat. Dengan demikian. keputusan yang di
atur sesuai dengan kenyataan dan menyesuaikan dengan
perkembangan masyarakat sekitar.

Kekurangan:

1. Tidak ada jaminan keamanan hukum. Mengingat kebebasan


undang-undang bagi hakim, bisa ada faktor subjektif. Kecuali
hakim di berikan anugrah kejujuran dan rasa keadilan yang sangat
tinggi. Tentu saja, undang-undang Anglo-Saxon tidak diadopsi
dengan benar di negara-negara berkembang dengan tingkat
korupsi yang tinggi.
2. Terlalu banyak kekuatan dan kewenangan yang diberikan di
tangan hakim ketika menetapkan hukuman. Ini adalah bagaimana
faktor subjek kadang-kadang muncul. Hakim juga manusia dan
bisa ragu atau bingung tentang kecurangan. Misalnya, baru-baru
ini ada berita tentang hakim yang salah menjatuhkan hukuman
mati kepada terdakwa pada tahun 1991. Penyelidikan lebih lanjut
membuktikan bahwa terdakwa yang dijatuhi hukuman mati sama
sekali tidak bersalah.

12
2.3 Negara Negara Yang Menerapkan Sistem Civil Law Dan Common
Law
1. Negara negara dengan sistem hukum civil law
a. Albania
b. Angola
c. Argentina
d. Andorra
e. Belanda
f. Prancis
g. Jerman
h. Yunani
i. Swedia
j. Korea selatan
k. Rusia
l. Kroasia
m. Kolombia
n. Portugal
o. Kamboja
p. Spanyol
q. Swiss
r. Vietnam
s. Denmark
t. Serbia
u. Brasil
v. Italia
w. Lebanon
x. Bulgaria
y. Azerbaijan
z. Belgia.

13
2. Negara negara dengan sistem hukum common law
a. Samoa amerika
b. Australia
c. Bahamas
d. Bangladesh
e. Barbados
f. Belize
g. Bhutan
h. Kepulauan virgin inggris
i. Kanada
j. Wales
k. Ghana
l. Hongkong
m. India
n. Israil
o. Jamaika
p. Liberia
q. Myanmar
r. Nepal
s. Selandia baru
t. Pakistan
u. Papua nugini
v. Singapura
w. Uganda
x. Grenada
y. Amerika serikat (kecuali Louisiana)
z. Tonga

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Analisis sistem hukum yang paling tepat di terapkan di indonesia
yakni adalah system hukum civil law menagapa demikian, karena Sebelum
Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, seluruh negeri didominasi
oleh negara-negara kolonial. Penjajahan yang terjadi mempengaruhi sistem
hukum dari koloni-koloni sebelumnya. Belanda menjajah Indonesia dan
bisa dibilang yang paling sukses dari penjajah lainnya. Artinya,
kolonialisme yang diterapkan masih meninggalkan bekas pada sistem
hukum saat ini. Hukum adalah bahasa Belanda yang masih ada di negeri
kita tercinta ini. Kodifikasi merupakan warisan Belanda yang dibawa
dalam proses penjajahan. Adanya kodifikasi tidak berarti bahwa kita
termasuk dalam sebuah rancangan tersebut. Proses peradilan umum
umumnya mengacu pada hukum substantif dan formal. Namun, jika sistem
hukum Indonesia masuk ke dalam sistem hukum tertentu, penulis memiliki
pandangan yang berbeda tentangnya. Menurut hemat saya, sistem
Indonesia tidak termasuk dalam hak-hak sipil atau sistem komando.
Meskipun sistem hukum Indonesia dikodifikasi, kodifikasi tidak
sepenuhnya mengatur hubungan masyarakat karena hukum umum dan
hukum Islam berlaku jauh sebelum berdirinya negara Indonesia. Undang-
undang Waris
ternyata tidak sepenuhnya menggunakan hukum perdata
(Burgerlijik wetboek) meskipun peraturan ini, tetapi hukum adat dan
hukum Islam berlaku di daerah-daerah tertentu. Sehingga fakta tersebut
menjadi dasar penulis dalam menilai bahwa sistem hukum yang
berkembang saat ini tidak tergolong terhadap sistem Civil Law(Eropa
Contonental) yang salah satu ciri cirinya bersifat kodifikasi. kemudian yang
kedua adanya yurisprudensi memberikan perbedaan yang jelas bahwa

15
dalam ciri ciri sistem hukum Civil Law tidak dikenal hal demikian. Namun
adanya yurisprudensi dalam tata hukum di Indonesia bukan merupakan
golongan Anglo Saxon yang dalam pembuatan undang undangnya bersifat
Judge Made Law. Karena dalam pembagian kekuasaan terdapat lembaga
legislasi yaitu kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang
berwenang membuat undang undang walaupun dalam perkembangannya,
pembagian kekuasaan tidak menganut teori Montesqui. Oleh karena itu,
dalam kesimpulan ini, penulis ingin menyampaikan pendapat bahwa sistem
hukum yang berkembang di Indonesia adalah sistem hukum Pancasila.
Dengan demikian system hukum civil law adalah system hukum yang
paling tepat untuk di terapkan di Indonesia. Karena negara Indonesia adalah
negara dengan karakteristik yang kuat dengan ciri hukum civil law.

16
DAFTAR PUSTAKA

Perbandingan civil law dan common law (Electric, 2021)

Sejarah civil law dan common law (Civil et al., 2018)

Hukum di Indonesia (Ramadhan, 2018)

Anda mungkin juga menyukai