Anda di halaman 1dari 5

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 2

Nama Mahasiswa  Muhammad Adrian

Nomor Induk Mahasiswa/NIM  042805165

Kode/Nama Mata Kuliah  KUM4312/Hukum Perlindungan Konsumen

Nama/Kode UPBJJ  14/Padang

Masa Ujian  2022/23.2 (2023.1)

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS TERBUKA
1. Menurut anda, berdasarkan kasus di atas apakah dalam bidang kesehatan pasien dapat
disebut sebagai konsumen? Jelaskan berlandaskan hukum

Jawaban 

Dalam bidang kesehatan, pasien sebenarnya bukanlah konsumen dalam arti yang
sebenarnya karena hubungan antara pasien dan tenaga kesehatan lebih merupakan hubungan
yang didasarkan pada prinsip-prinsip etika dan kepercayaan. Namun, pasien tetap mempunyai
hak-hak yang harus dihormati oleh pihak tenaga kesehatan, seperti hak atas informasi, hak atas
pengobatan yang sesuai dengan standar medis yang berlaku, dan hak atas kerahasiaan
informasi pribadi.

Hal ini juga diatur dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang
mengatur bahwa pasien memiliki hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang layak,
bermutu, aman, dan terjangkau. Pasien juga memiliki hak untuk memperoleh informasi yang
jelas dan lengkap mengenai kondisi kesehatannya serta hak untuk memperoleh akses terhadap
catatan medis yang berkaitan dengan kondisi kesehatannya.

Dengan demikian, pasien seharusnya diperlakukan dengan hormat dan layanan


kesehatan yang diberikan kepada pasien harus mengutamakan kepentingan pasien itu sendiri,
bukan kepentingan finansial. Oleh karena itu, pasien dalam bidang kesehatan lebih tepat
disebut sebagai penerima pelayanan kesehatan daripada konsumen. Namun demikian, dalam
konteks tertentu seperti penerapan asuransi kesehatan, pasien dapat dipandang sebagai
konsumen karena ia membeli polis asuransi untuk memperoleh manfaat kesehatan. Namun,
pada intinya, pelayanan kesehatan harus selalu dipandang sebagai suatu hak asasi manusia
yang harus dijamin oleh negara dan masyarakat secara adil dan merata.

2. Berdasarkan cerita kasus ditas, berikan penjelasan perlindungan konsumen dari aspek
hukum pidana dan apakah hukum perlindungan konsumen yang ada dalam hukum
perdata adalah bagian dari aspek hukum publik? Jelaskan berdasarkan hukum!

Jawaban 
Dalam kasus yang disebutkan, perlindungan konsumen dari aspek hukum pidana akan
tergantung pada apakah tindakan pelaku usaha yang merugikan konsumen juga merupakan
tindakan yang dilarang oleh undang-undang pidana. Jika tindakan tersebut memenuhi
unsurunsur suatu tindak pidana, maka konsumen dapat meminta bantuan pihak kepolisian dan
mengajukan tuntutan pidana terhadap pelaku usaha.

Di sisi lain, perlindungan konsumen dari aspek hukum perdata berfokus pada hak-hak
yang dimiliki konsumen dalam hubungan bisnis dengan pelaku usaha, seperti hak atas kualitas
produk atau jasa yang dijanjikan, hak atas informasi yang jujur dan tidak menyesatkan, dan hak
atas ganti rugi jika terjadi kerugian akibat dari tindakan pelaku usaha. Hukum perlindungan
konsumen dalam hukum perdata tergolong dalam aspek hukum privat yang mengatur
hubungan antara individu atau badan hukum dengan individu atau badan hukum lainnya.

Landasan hukum terkait perlindungan konsumen dari aspek hukum pidana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Kitab
UndangUndang Hukum Pidana. Sedangkan untuk aspek hukum perdata, landasan hukumnya
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam praktiknya, perlindungan konsumen dilakukan
melalui lembaga penegak hukum dan pengadilan yang bertugas menyelesaikan sengketa antara
pelaku usaha dan konsumen.

Perlu dicatat bahwa hukum perlindungan konsumen terdiri dari aspek hukum publik dan
hukum perdata. Aspek hukum publik meliputi undang-undang yang dibuat oleh negara untuk
melindungi konsumen dari tindakan pelaku usaha yang merugikan, sedangkan aspek hukum
perdata mengatur hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha dalam hubungan bisnis.
Namun, dalam kasus tindakan pidana yang dilakukan oleh pelaku usaha, perlindungan
konsumen lebih terfokus pada aspek hukum pidana sebagai upaya menegakkan hukum dan
menghukum pelaku usaha yang melanggar undang-undang.

3. Perlu diketahui bahwa hubungan hukum merupakan hubungan yang terhadapnya melekat
hak dan kewajiban, yaitu melekat hak pada satu pihak dan melekat kewajiban pada pihak
lain. jadi, hubungan hukum melibatkan sekurang-kurangnya 2 pihak, apabila salah satu
pihak tidak memperdulikan atau melanggar hak atau kewajiban tersebut maka hukum
dapat memaksakan agar hak dan kewajiban tadi dapat terpenuhi. Terkait kasus diatas
apakah pencantuman klausul baku dalam jual-beli dibolehkan? Berikan analisa hukum
anda berdasarkan Undang Undang Perlindugan Konsumen!

Jawaban 

Pencantuman klausul baku dalam jual-beli memang diizinkan dalam hukum perdata,
namun hal ini tidak berarti bahwa klausul baku tersebut dapat melanggar hak-hak konsumen
yang dijamin oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Dalam kasus ini, kalimat yang
menyatakan barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan dapat
dipertanyakan keabsahannya apabila melanggar ketentuan Undang-Undang Perlindungan
Konsumen.

Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa konsumen


memiliki hak untuk mengembalikan barang dan/atau meminta pengembalian uang jika barang
yang diterima tidak sesuai dengan yang dijanjikan atau tidak memiliki kualitas yang diharapkan.
Oleh karena itu, pelaku usaha tidak dapat dengan seenaknya mengeluarkan klausul baku yang
merugikan hak-hak konsumen.

Dalam hal terjadi perselisihan antara konsumen dan pelaku usaha, lembaga
penyelesaian sengketa konsumen seperti Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dapat
menilai keabsahan klausul baku tersebut dan menentukan apakah pelaku usaha telah
melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Jika pelaku usaha terbukti melanggar ketentuan
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, maka pelaku usaha dapat dikenakan sanksi dan/atau
wajib memenuhi hak-hak konsumen yang telah dijamin oleh undang-undang.

Pencantuman klausul baku dalam jual-beli diizinkan dalam hukum perdata, namun hal
tersebut tidak dapat melanggar hak-hak konsumen yang dijamin oleh Undang-Undang
Perlindungan Konsumen. Jika terdapat klausul baku yang merugikan hak-hak konsumen,
lembaga penyelesaian sengketa konsumen dapat menilai keabsahannya dan menentukan
apakah pelaku usaha telah melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Jika pelaku usaha
terbukti melanggar ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, maka pelaku usaha
dapat dikenakan sanksi dan/atau wajib memenuhi hak-hak konsumen yang telah dijamin oleh
undang-undang. Oleh karena itu, pelaku usaha harus memastikan bahwa klausul baku yang
digunakan tidak melanggar hak-hak konsumen dan sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku.

Anda mungkin juga menyukai