MULTIKULTURALISME
DISUSUN OLEH:
Mata Kuliah
Pengantar Antropologi
UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pada era globalisasi yang semakin berkembang pesat seperti saat ini,
masyarakat di berbagai negara semakin terhubung melalui perkembangan teknologi
dan kemajuan transportasi. Hal ini membawa konsekuensi adanya interaksi yang
semakin intens antara individu-individu dengan latar belakang budaya yang
berbeda-beda. Dalam konteks multikulturalisme, perbedaan budaya diakui dan
dihargai sebagai kekayaan sosial yang penting. Namun, di tengah keberagaman
tersebut, tantangan yang timbul adalah bagaimana memperkuat identitas budaya
masing-masing individu dan kelompok budaya dalam konteks yang semakin plural
ini.
Selain itu, perubahan sosial dan lingkungan yang cepat juga dapat
menyebabkan ancaman terhadap keberlanjutan identitas budaya. Pertumbuhan
kota-kota besar dan urbanisasi yang pesat dapat mengakibatkan hilangnya tradisi,
praktik, dan nilai-nilai budaya yang sebelumnya menjadi bagian penting dalam
kehidupan masyarakat. Proses globalisasi juga berkontribusi pada penyebaran
budaya populer yang sering kali menggeser atau menggantikan budaya lokal yang
lebih tradisional. Hal ini dapat mengakibatkan hilangnya kearifan lokal dan
menimbulkan rasa kehilangan identitas budaya pada masyarakat yang merasa
terpinggirkan.
Selanjutnya, kurangnya pemahaman dan toleransi antarbudaya juga menjadi
hambatan dalam memperkuat identitas budaya dalam konteks multikulturalisme.
Ketidakpahaman atau prasangka terhadap budaya lain sering kali menghambat
proses pembentukan hubungan yang saling menghormati antarindividu dan
kelompok budaya. Hal ini dapat menciptakan ketegangan sosial, konflik, atau
bahkan diskriminasi terhadap kelompok budaya tertentu. Pada gilirannya,
ketidakadilan sosial dan ketidaksetaraan dapat terjadi, yang menghambat
perkembangan identitas budaya yang kuat dan positif.
Oleh karena itu, penting untuk memperkuat identitas budaya dalam konteks
multikulturalisme. Identitas budaya yang kuat membantu individu dan kelompok
budaya dalam mempertahankan jati diri mereka, menghargai warisan budaya, dan
berkontribusi pada pembangunan sosial yang inklusif. Memperkuat identitas
budaya dapat dilakukan melalui pendidikan yang mempromosikan pemahaman,
toleransi, dan penghargaan terhadap budaya yang beragam. Pendidikan
multikultural dapat membantu mengatasi prasangka dan stereotip, serta
membangun hubungan yang saling menghormati antarindividu dan kelompok
budaya. Selain itu, perlu juga adanya upaya untuk melestarikan tradisi dan kearifan
lokal melalui program-program budaya dan revitalisasi budaya lokal. Dukungan
dari pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan juga menjadi faktor penting
dalam memperkuat identitas budaya, termasuk melalui kebijakan yang mendorong
inklusivitas, partisipasi, dan pengakuan terhadap keberagaman budaya.
Dalam menghadapi tantangan globalisasi dan multikulturalisme, penting
untuk mengakui dan menghargai pentingnya identitas budaya yang kuat.
Memperkuat identitas budaya dalam konteks multikulturalisme tidak hanya penting
bagi individu dan kelompok budaya, tetapi juga merupakan upaya yang melibatkan
seluruh masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang inklusif, adil, dan saling
menghormati. Dengan demikian, individu dan kelompok budaya dapat hidup dalam
harmoni, saling memperkaya satu sama lain, dan menjaga keberagaman budaya
sebagai aset sosial yang berharga.
Kajian Teori
1. Teori Identitas Sosial: Teori ini dikembangkan oleh Henri Tajfel dan John
Turner. Teori ini menjelaskan bahwa individu memperoleh identitas dari
afiliasi kelompok sosial mereka. Identitas budaya merupakan salah satu
aspek dari identitas sosial. Dalam konteks multikulturalisme, individu dapat
memperkuat identitas budaya mereka dengan membangun dan
mempertahankan hubungan positif dengan kelompok budaya mereka.
Penekanan pada identitas budaya dapat membantu individu merasa
terhubung dan berkomitmen pada budaya mereka, yang pada gilirannya
meningkatkan keberagaman dan toleransi dalam masyarakat multikultural.
2. Teori Identitas Konstruksi Sosial: Teori ini berpendapat bahwa identitas
budaya bukanlah sesuatu yang melekat pada individu secara inheren, tetapi
dibangun melalui interaksi sosial. Individu mempelajari, mengadopsi, dan
mengekspresikan identitas budaya mereka melalui proses sosialisasi dan
interaksi dengan kelompok budaya mereka. Dalam konteks
multikulturalisme, individu dapat memperkuat identitas budaya mereka
dengan berpartisipasi dalam kegiatan budaya, seperti merayakan festival,
mempelajari sejarah dan tradisi, serta menjaga bahasa dan adat istiadat
budaya mereka. Melalui interaksi sosial ini, identitas budaya diperkuat dan
dilestarikan.
3. Teori Toleransi Budaya: Teori ini menekankan pentingnya toleransi dan
penghargaan terhadap budaya yang beragam. Menurut teori ini, dalam
masyarakat multikultural, individu harus menerima dan menghargai
perbedaan budaya sebagai bentuk kekayaan sosial. Toleransi budaya
mencakup pengakuan terhadap hak individu dan kelompok budaya untuk
mempertahankan dan mengembangkan identitas budaya mereka. Dalam
konteks ini, memperkuat identitas budaya melibatkan pembangunan
kesadaran, pemahaman, dan penghargaan terhadap keberagaman budaya.
Pendidikan multikultural dan dialog antarbudaya merupakan pendekatan
yang penting dalam memperkuat identitas budaya dan mempromosikan
toleransi.
4. Teori Pengaruh Media Massa: Teori ini menyelidiki peran media massa
dalam membentuk identitas budaya. Media massa memiliki pengaruh yang
besar dalam membentuk persepsi masyarakat tentang budaya tertentu dan
nilai-nilai yang mereka bawa. Dalam konteks multikulturalisme, media
massa dapat digunakan sebagai alat untuk memperkuat identitas budaya
dengan mempromosikan representasi yang akurat, seimbang, dan positif
terhadap berbagai budaya. Media massa juga dapat menjadi platform untuk
memperkenalkan dan mengapresiasi keberagaman budaya, serta
menghancurkan stereotip yang merugikan. Kesadaran terhadap peran media
massa dalam membentuk identitas budaya dapat membantu individu dan
kelompok budaya dalam memilih dan menginterpretasikan informasi secara
kritis.
5. Teori Keberlanjutan Budaya: Teori ini menekankan pentingnya
melestarikan dan mengembangkan kearifan lokal, tradisi, dan praktik
budaya sebagai bagian dari identitas budaya. Melalui upaya pemeliharaan
budaya, identitas budaya dapat diperkuat dan dilestarikan dalam konteks
multikulturalisme. Keberlanjutan budaya melibatkan adanya dukungan dari
pemerintah dan masyarakat untuk melestarikan warisan budaya, termasuk
melalui kebijakan perlindungan, pendanaan, dan program-program
revitalisasi budaya. Pemertahanan dan pengembangan kearifan lokal juga
berkontribusi pada penguatan identitas budaya yang kuat.
Salah satu isu yang sering muncul adalah hilangnya atau melemahnya
identitas budaya dalam arus globalisasi. Proses integrasi dengan kebudayaan lain
dan tekanan untuk mengesampingkan atau mengabaikan identitas budaya sendiri
dapat menyebabkan individu atau kelompok budaya kehilangan jati diri mereka.
Misalnya, di negara-negara dengan populasi imigran yang besar, generasi kedua
atau ketiga imigran sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan budaya asli
mereka. Faktor seperti penggunaan bahasa yang berkurang, pengaruh budaya
mayoritas yang dominan, dan tuntutan untuk menyesuaikan diri dengan norma
budaya yang berbeda dapat membuat mereka merasa terasing dari identitas budaya
mereka.
Selain itu, teori konstruksi sosial identitas juga relevan dalam konteks ini.
Identitas budaya tidaklah melekat pada individu secara inheren, tetapi dibangun
melalui interaksi sosial. Individu belajar, mengadopsi, dan mengekspresikan
identitas budaya melalui proses sosialisasi dan interaksi dengan kelompok budaya
mereka. Dalam konteks multikulturalisme, individu dapat memperkuat identitas
budaya dengan berinteraksi dengan kelompok budaya mereka, baik melalui
kegiatan budaya maupun melalui dialog antarbudaya. Dengan demikian, identitas
budaya diperkuat melalui interaksi sosial yang membangun pemahaman,
penghargaan, dan pengakuan terhadap keberagaman budaya.
Selain itu, peran media massa juga memiliki pengaruh yang signifikan
dalam membentuk identitas budaya. Teori pengaruh media massa menunjukkan
bahwa media massa dapat menjadi alat yang kuat dalam membentuk persepsi
masyarakat tentang budaya tertentu. Namun, terkadang media massa dapat
menyebabkan homogenisasi budaya atau bahkan pencitraan yang tidak akurat
terhadap suatu budaya tertentu. Dalam konteks memperkuat identitas budaya,
media massa dapat digunakan sebagai sarana untuk mempromosikan representasi
yang akurat, seimbang, dan positif terhadap berbagai budaya. Melalui media massa,
individu dan kelompok budaya dapat memperkenalkan dan mengapresiasi
keberagaman budaya, menghancurkan stereotip yang merugikan, dan membangun
pemahaman dan toleransi antarbudaya.
Selain teori-teori tersebut, penting juga untuk memperhatikan teori
keberlanjutan budaya dalam konteks memperkuat identitas budaya. Teori ini
menekankan pentingnya melestarikan dan mengembangkan kearifan lokal, tradisi,
dan praktik budaya sebagai bagian integral dari identitas budaya. Melalui upaya
pemeliharaan budaya, identitas budaya dapat diperkuat dan dilestarikan dalam
konteks multikulturalisme. Dukungan dari pemerintah dan masyarakat secara
keseluruhan menjadi faktor penting dalam memperkuat identitas budaya.
Pemerintah dapat melibatkan diri dalam kebijakan yang mendorong inklusivitas,
partisipasi, dan pengakuan terhadap keberagaman budaya. Program-program
budaya dan revitalisasi budaya lokal juga dapat membantu melestarikan tradisi dan
kearifan lokal.
Bourhis, R. Y., Moïse, L. C., Perreault, S., & Senécal, S. (2017). Towards an
interactive acculturation model: A social psychological approach.
International Journal of Intercultural Relations, 61, 29-42.
Calhoun, C. (2017). Cultural identity in the global era. The Annual Review of
Sociology, 43, 387-405.
Hall, S. (2017). Cultural identity and diaspora. In The Cultural Studies Reader (pp.
513-520). Routledge.
Kymlicka, W., & Norman, W. (2017). Return of the citizen: A survey of recent work
on citizenship theory. Ethics, 128(2), 413-450.
Roccas, S., & Brewer, M. B. (2018). Social identity complexity. Personality and
Social Psychology Review, 22(4), 361-384.
Samovar, L. A., Porter, R. E., McDaniel, E. R., & Roy, C. S. (2017). Intercultural
communication: A reader. Cengage Learning.
Smith, H. J., & White, P. H. (2018). Social identity and social dominance: Trade-
offs, tensions, and successful intergroup relations. Current Directions in
Psychological Science, 27(1), 26-31.
Tajfel, H., & Turner, J. C. (2017). The social identity theory of intergroup behavior.
In Readings in intergroup relations (pp. 413-417). Psychology Press.
Delanty, G., & Jones, P. (2016). The radicalization of diasporas and terrorism.
Journal of Ethnic and Migration Studies, 42(4), 557-572.
Eriksson, M., & Eriksson, L. T. (2020). The role of cultural identity for sustainable
development. Sustainability, 12(2), 532.
Esses, V. M., Hamilton, L. K., & Gaucher, D. (2017). The global refugee crisis:
Empirical evidence and policy implications for improving public attitudes
and facilitating refugee resettlement. Social Issues and Policy Review,
11(1), 78-123.
Kivisto, P., & Faist, T. (Eds.). (2018). Handbook of the Sociology of Immigration
(2nd ed.). Springer.
Nishida, T., & Kawai, Y. (2017). Social identity and well-being: The impact of
group memberships on personal and social happiness. Journal of Happiness
Studies, 18(3), 757-774.
Pauwels, A., & Winter, J. P. (Eds.). (2019). The Palgrave Handbook of Ethnicity.
Palgrave Macmillan.