Anda di halaman 1dari 11

Penggunaan Tutur Bahasa Indonesia Serta Peranannya

Terhadap Pendidikan Beretika Di Sekolah Dasar


Athia Amelda (Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro)
Fitriani (Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro)
Niken Amanda (Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro)
Risna Dini Ariani (Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro)
Tutik Warianti (Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro)
Abstract: There are several things that must be considered when we are going to use language or in language.
The things that must be considered in language are general rules in language, namely (1) the setting and
atmosphere of the conversation, (2) who the participants are speaking, (3) the clear purpose of the
conversation, (4) the sequence, rules, or turn of speech, (5 ) the topic of conversation is appropriate, (6) the
tools or speech channels used, (7) the norms or manners that apply in society, and (8) the appropriate variety
of language. There are several basic Indonesian speech cultures that must be obeyed so that communication
sounds polite. Where the basic rules in question are (1) an open and friendly attitude, (2) consideration of
language taboos, (3) the use of scientific language, (4) refinement of language (euphemism), (5) the use of
special normative expressions, (6) the use of pronouns appropriately, (7) choosing words that have a more
refined taste, and (8) using body language appropriately. The culture of speaking Indonesian really needs to
be taught in elementary schools as a means of ethics education.
Keywords: Speech culture, Indonesian language, ethics education

Abstrak: Ada beberaa hal yang harus diperhatikan ketika kita akan menggunakn Bahasa atau dalam
berbahasa. Adapun hal yang harus dipertimbangkan dalam berbahasa ialah kaidah umum dalam berbahasa,
yaitu 1) Setting dan suasana pembicaraan, 2) siapa peserta bicaranya (orang pertama, keduatau ketiga), 3)
tujuan pembicaraan yang jelas, 4) berurutan, beraturan, atau giliran bicara (menyela pembicaraan dengan
benar), 5) topik pembicaraan yang sesuai, 6) alat yang digunakan dalam bicara, 7) norma bahasa yang
berlaku di masyarakat setempat, 8) ragam bahasa yang tepat (resmi, santai,ilmiah, dan sebagainya). Sebagai
sarana dalam beretika di sekolah dasar, budaya dalam bertutur bahasa Indonesia sangat perlu diajarkan di
sekolah dasar sebagai sarana pendidikan etika.
Kata kunci : Budaya bertutur, Bahasa Indonesia, Pendidikan etika

PENDAHULUAN
Etika bahasa merupakan kaidah normatif dalam penggunaan bahasa yang menjadi pedoman
umum serta diakui oleh masyarakat bahwa bahasa yang seperti itu merupakan bahasa yang sopan,
dihormati serta sesuai dengan tatanilai wawasan masyarakat yang berkaitan.
Gumpersz dan Hymes menemukan aturan dalam berbahasa yang baik yaitu apabila
seseorang berbahasa harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut, 1) Setting dan suasana
pembicaraan, 2) siapa peserta bicaranya (orang pertama, keduatau ketiga), 3) tujuan pembicaraan
yang jelas, 4) berurutan, beraturan, atau giliran bicara (menyela pembicaraan dengan benar), 5)
topik pembicaraan yang sesuai, 6) alat yang digunakan dalam bicara, 7) norma bahasa yang berlaku
di masyarakat setempat, 8) ragam bahasa yang tepat (resmi, santai,ilmiah, dan sebagainya).
Kedelapan pertimbangan sopan santun bahasa tersebut disingkat menjadi SPEAKING oleh
Hymes yaitu:
S (etting and Scene) : Situasi berbahasa
P (articipants) : Peserta
E (nds purpose and goal) : tujuan
A (ct sequences): berurutan
K(ey tone or spiritus of act) : nada bicara
I (nstrumentalities): alat komunikasi nya
N (orms of interaction Andre interpretation): norma dan aturan nya
G (enres): bentuk dan ragam bahasa
Seseorang harus mematuhi prinsip dasar dalam berkomunikasi agar berjalan dengan baik,
sopan serta tidak menimbulkan kesalahpahaman. Pembicaraan di berbagai tempat akan
mempengaruhi perbedaan penggunaan bahasa Indonesia seperti di sekolah, lingkungan rumah,
pasar, dan lain sebagainya. Kondisi emosional seseorang juga mempengaruhi penggunaan
bahasanya seperti saat sedang marah, sedih, senang, santai, dan lain sebagainya. Jadi setting serta
suasana pembicaraan menonton pembicara untuk dapat memilih serta menyelesaikan bahasa yang
digunakan dengan sesuai.
Partisipan yang diajak dalam berkomunikasi akan menentukan pilihan sapaan dan tutur
bahasa yang digunakan. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor umur, jabatan, pendidikan,
status sosial, bahkan tingkat kekayaan yang mempengaruhi pilihan kata dalam berbahasa.
Berkomunikasi berkaitan dengan tujuan dalam pilihan ragam bahaaa yang digunakan. Tutur
bertujuan untuk mendidik, meminta tolong, merayu, menyanjung, memarahi, dan lain sebagaiya..
Saat berkomunikasi dengan dua orang atau lebih terdapat aturan dari cara membuka percakapan,
kapan ketika harus berbicara, cara menyela, dan cara menutup percakapan dengan baik.
Suasana pembicaraan seperti bahagia, sedih, marah, kecewa, dan lain sebagainya akan
menjadi pertimbangan dalam memilih memilih bahasa yang sesuai. Ragam bahasa juga dapat
ditentukan oleh berbagai macam alat komunikasi yang digunakan seperti surat, telepon, telegram,
dan lain sebagainya. Norma sosial yang ada di masyarakat juga mempengaruhi etika dalam bertutur
bahasa. Selain itu dalam penggunaan bahasa juga perlu mempertimbangkan ragam bahasa yang
digunakan sesuai dengan kebutuhan seperti saat ragam santai, ragam resmi, ragam akrab, saat
upacara, dan lain sebagainya. Apabila aturan tersebut dilanggar akan memberikan pesan bahwa
pembicara tertentu dianggap tidak sopan. Aturan tersebut berlaku dalam sopan santun berbahasa
Indonesia dan merupakan prinsip umum.

Kaidah Tutur

(Triyanto, dkk, 4)Dalam bertutur harus memperhatikan pemahaman orang yang bertutur
adalah konsep tindak tutur serta kesopanan karena hal tersebut bukan hanya sebagai alat
komunikasi, akan tetapi juga sebagai alat interaksi. Secara khusus, terdapat sejumlah aturan tutur
dasar bahasa Indonesia yang harus diikuti serta diterapkan supaya tuturan komunikasi terasa
sopan dan baik. Aturan dasar yang dimaksud yaitu bersikap terbuka dan bersahabat,
pertimbangan tabu bahasa, penggunaan bahasa ilmiah, penggunaan penghalusan bahasa,
penggunaan ungkapan normatif khusus, ketepatan penggunaan pronomina, pemilihan kata yang
lebih halus dan serta penggunaan bahasa tubuh secara tepat.

1) Sikap terbuka dan bersahabat


Sikap terbuka untuk dapat mendengarkan keluhan dari siapa saja di dalam masyarakat
tersebut. Sikap yang sopan dalam tindak tutur diakui oleh tutur Bahasa Indonesia. Sebab itulah
orang yang menolak diajak bicara atau tidak merespon pertanyaan di kesan sebagai orang yang
sombong dan kurang sopan. Penanggapan keluhan atau pembicaraan dengan bersahabat diakui
sebagai tata cara yang sopan dalam bertutur. Hal tersebut akan memunculkan suasana tutur yang
kondusif, sehingga komunikasi berjalan dengan baik. (Triyanto, dkk, 4)

Pertanyaan dapat ditolak atau ketika tidak ingin berbicara dengan alasan penolakan seperti,
benar-benar tidak memiliki waktu, tidak memiliki kewenangan mengenai hal yang dibicarakan,
menolak dengan sopan, misalnya: maaf sekarang sayasedang sibuk, apa kita bisa bicara nanti sore?.

2) Pertimbangan Tabu Bahasa

Pada saat bertutur dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan kata tutur tertentu harus
dihindari disebabkan karena nilai rasa tidak sesuai dan tidak tepat.. Apabila dipaksa untuk dipakai
akan memunculkan kesan yang tidak baik, jorok, vulgar, dan tidak sopan. Pada kelompok kolom
yang kedua terkesan lebih sopan jika dipakai dibandingkan dengan kelompok kata pada kolom
pertama. Perhatikan kelompok kata di bawah ini.

No. Bentuk Tabu Bentuk Sopan

1 Kakus Kamar Kecil

2 Pelacur Tunasusila

3 Berak Buang air besar

4 Kencing Buang air kecil

5 Mati Meninggal dunia, wafat, mangkat

6 Mampus Tewas

7 Penjara Rumah tahanan

3) Penggunaan Bahasa Ilmiah

Kata-kata ragam ilmiah dapat memunculkan kesopanan dalam bertutur karena dalam
ragam keseharian dirasa kurang baik, dan tidak sopan. Pada kelompok kolom yang kedua kata-
katanya terkesan lebih sopan apabila dipakai dibandingkan dengan kelompok kata pada kolom
pertama. Perhatikan kata-kata di bawah ini.

No Bentuk Tabu Bentuk Ilmiah (Sopan)

1. Wasir Ambien
2. Air Kencing Urine
3. Ayan Epilepsi
4. Dipotong Diamputasi
5. Bersetubuh Sanggama, Coitus,
6. Bengek Selesma, pilek, flu
7. Mencret Diare
8. Cacat Invalid
4) Penghalusan Bahasa (Eufemisme)

Masyarakat Indonesia sering menghaluskan kata-kata yang kasar untuk memberikan kesan
tutur yang baik dan sopan. Penghalusan tersebut dilakukan dengan cara mencari badannya yang
secara semantis relatif bersinonim, dan bernilai rasa lebih santun. Penggunaan bentuk halus
tersebut berfungsi untuk menghindari kesan yang tidak sopan, dan salah paham. Misalnya:
tersinggung dengan penggunaan kata tertentu. Gejala penghalusan ini dikenal dengan gaya
eufemisme. Kelompok kata pada kolom kedua di bawah ini terasa kata-katanya lebih sopan jika
dibandingkan dengan kelompok kata pada kolom pertama. Lihat kelompok kata berikut ini.

No Bentuk Kasar Bentuk Halus (Sopan)

1 Gila Terganggu Pikiran

2 Bodoh Kurang Cerdas

3 Gembrot Kurang Langsing

4 Miskin Prasejahtera

5 Dipecat Di-PHK, Dirumahkan

6 Cacat Kurang sempurna

7 Kurus, Kerempeng Kurang Subur

8 Lamban Kurang Cekatan

9 Mandul Kurang Subur

5) Penggunaan Ungkapan Normatif Khusus

Terdapat beberapa ungkapan khusus dalam bahasa Indonesia, yang apabila digunakan
dalam bertutur kata akan terasa sopan. Ungkapan khusus tersebut dapat menghindarkan
pembicaraan dari kesan mendikte, asal menyuruh, memandang rendah orang yang dikenai
tindakan, dan "sok kuasa". Perhatikan contoh berikut.

1) Maaf, bisa mengganggu sebentar, mau minta rekomendasi.

2) Mohon (dengan kerelaan hati) untuk memberi sumbangan bagi penderita bencana banjir.

3) Dimohon (dengan hormat) untuk menunggu giliran.

4) Boleh minta tolong, untuk membelikan tiket pesawat?

5) Sebaiknya Ibu pulang, masalahnya sudah selesai.

6) Akan lebih baik jika Bapak tidak berdiri memenuhi jalan ini.
Kalimat-kalimat di atas tersebut terasa lebih sopan jika dibandingkan dengan kalimat di
bawah ini, walaupun maknanya relatif sama.

1) Mau minta rekomendasi

2) Minta sumbangan untuk penderita bencana banjir

3) Tunggu giliran

4) Belikan tiket pesawat!

5) Pulanglah, urusanmu sudah selesai.

6) Dilarang berdiri di jalan ini.

6) Penggunaan Pronomina

Pada kolom pertama, kata ganti orang (Pronomina) biasanya dipakai untuk orang yang
memiliki kesetaraan seperti, umur, jabatan, status sosial, dan telah akrab. Pada kolom kedua
biasanya Pronomina tersebut dipakai untuk berbicara dengan orang yang perlu dihormati secara
proporsional dan tidak terlalu feodal. Pada kolom kedua ini biasanya pronominal dimaksudkan
untuk menunjukkan rasa hormat, dan nilai rasanya secara objektif relatif sopan dibandingkan
dengan pronomina pada kolom pertama.

Kata Ganti Orang Bentuk Biasa Bentuk Halus (sopan)

Pertama Aku Saya, Hamba

Kedua Kamu (Engkau, Kau) Anda, Saudara, Tuan

Ketiga Tunggal Dia, Ia Beliau, Bapak, Ibu

Ketiga Jamak Mereka Bapak-Bapak, Ibu-Ibu, Tuan-Tuan

7) Pemilihan Kata yang Bernilai Rasa Lebih Halus

Pilihan kata yang bernilai rasa halus diperlukan sekali dalam bertutur kata. Dalam bahasa
Indonesia terdapat kata yang mempunyai ide pokok sama tetapi nilai maknanya sangat berbeda.
Kata kata tertentu hanya cocok digunakan bagi "penjahat" dan bahkan, hanya cocok untuk
binatang saja. Kelompok kata pada kolom pertama nilai rasanya lebih jelek (rendah) dan hanya
cocok untuk binatang dibandingkan kelompok kata pada kolom kedua. Perhatikan kelompok kata
berikut.

No Bentuk Kasar Bentuk Halus (Sopan)

1. Bunting Hamil
2. Beranak Melahirkan
3. Kandang Pondok, Rumah
4. Melahap Makan, Santap Siang
5. Berkicau Bersenandung
8) Penggunaan Bahasa Tubuh secara Tepat

Dalam kegiatan tutur sehari-hari masyarakat BI lazim menggunakan bahasa tubuh (gestur)
secara proporsional. Penggunaan bahasa tubuh tersebut biasanya mempertimbangkan mitra tutur.
Apabila berbicara dengan orang yang perlu dihormati, dan apalagi lebih tua umurnya, akan dilihat
kurang sopan apabila berbicara sambil berkacak pinggang, memandangi mata terus-menerus,
menyilangkan kaki kepaha, membuang muka, menunjukkan sesuatu dengan tangan kiri atau kaki ,
menunjuk-nunjuk tuturnya dengan jari, meletakan kaki diatas meja, dan memberikan sesuatu
dengan tangan kiri.

Gesture sering digunakan dalam berbahasa Indonesia oleh etnis tertentu yang berasal dari
bahasa daerah yang bersangkutan. Misalnya, masyarakat Jawa dalam bertutur BI akan dinilai lebih
sopan jika menaruh kedua tangan di depan ("ngapu rancang"), berjalan dengan sedikit
membungkuk apabila lewat di depan orang yang lebih tua (perlu dihormati), mempersilakan
seseorang atau menunjuk sesuatu dengan ibu jari tangan kanan.(Muhammad Rohmadi, 2016)

Bentuk, Makna, dan Fungsi Bahasa Tubuh

1) Bentuk tubuh

Komunikasi bahasa tubuh dapat dilihat dari berbagai perspektif. Setidaknya ada dua aliran.
Pertama, ahli yang tergolong pemikir Dialektika komunikasi, yang membahas komunikasi bahasa
tubuh secara terbalik dari komunikasi lisan. Aliran ini diwakili oleh Richmond et al. (1991), Schutz
(1971), Abizar (1988), Muhammad (1995). Kedua, para ahli yang menganut pandangan
interaksionis, diwakili oleh Karp dan Yoles (1986).

Bagi pendukung dialektika, berkomunikasi dalam bahasa tubuh dianggap salah bentuk
komunikasi interpersonal yang berbeda dengan komunikasi verbal. perbedaan seperti itu terjadi
dalam keadaan dialektis, yaitu proses penyampaian pesan berlangsung ekspresi bahasa tubuh
tanpa kata-kata, seperti dalam komunikasi verbal. Dari perspektif ilmiah komunikasi bahasa tubuh
didefinisikan oleh Richmond et al (1991). sebagai "... cara berkomunikasi (seperti gerak tubuh dan
ekspresi wajah) tanpa kata-kata Bahasa". Karp dan Yoels (1982) mendefinisikan komunikasi dalam
bahasa tubuh dari sudut pandang komunikasi simbolik. Dalam perspektif ini, komunikasi bahasa
tubuh terlihat menggunakan simbol-simbol bahasa tubuh sebagai bentuk komunikasi diciptakan
oleh manusia. Berdasarkan ide-ide yang disajikan oleh para pemikir dialektis dan interaksi, dapat
dipahami bahwa komunikasi bahasa tubuh adalah suatu bentuk komunikasi untuk menyampaikan
pesan menggunakan simbol bahasa tubuh yang berbeda seperti perilaku bahasa tubuh, simbol
budaya dan simbol sosial. Dalam pembahasan ini istilah perilaku bahasa tubuh dan komunikasi
bahasa tubuh ditafsirkan dengan cara yang sama karena setiap tindakan komunikasi bahasa tubuh
antara orang-orang selalu mencakup perilaku bahasa tubuh.

Bahasa tubuh memiliki ciri umum kebiasaan manusia (a) mengungkapkan perasaan, (b)
merupakan ungkapan perilaku sehari-hari, (c) makna komunikasi bahasa tubuh sangat bergantung
pada konteks; d) pesan bahasa tubuh mendahului pesan verbal, (e) bahasa tubuh lebih jujur
daripada bahasa verbal, dan f) komunikasi bahasa tubuh terkadang sulit untuk ditafsirkan
membutuhkan model penafsiran yang holistik (Muhammad, 1995; Latipun, 1996).

Bentuk bahasa tubuh dapat dikelompokkan menjadi sepuluh bentuk sebagai berikut.
1) Kontak visual, yang unsur-unsurnya terdiri dari : (a) melihat objek tertentu, (b)
menunduk, (c) memandang orang lain, (d) menatap tajam, dan (e) bolak-balik dari objek
ke objek.
2) Posisi yang unsur-unsurnya terdiri dari (a) fleksi, (b) tegak, (c) postur tubuh duduk, d)
berdiri dan e) berjalan/berlari. (3) Kulit terdiri dari (a) cerah, (b) berkeringat, (c) muka
merah malu;
3) mengangkat rambut sebagai tanda ketakutan.
4) Gerakan tangan dan lengan sambil berdiri: (a) menunjuk benda, (b) membentuk ukuran
atau bentuk dan (c) menunjukkan tantangan.
5) Perilaku melukai diri sendiri, termasuk menggigit kuku dan mencabuti rambut.
6) Perilaku berulang yang biasanya diartikan sebagai tanda kecemasan atau ketakutan Unsur-
unsurnya adalah (a) meraba, (b) melambaikan tangan, dan (c) gemetar
7) Ekspresi wajah yang menunjukkan sikap, pikiran, perasaan yang saya suka atau tidak suka.
Unsur-unsurnya adalah (a) tidak berubah, (b) berkerut, (c) berkerut hidung, (d) menggigit
bibir, dan (e) perubahan bentuk bibir (bersiul, tersenyum, mendengus).
8) Sentuhan menarik perhatian dengan menyentuh bahu dan ekspresi wajah persahabatan,
seperti berpelukan dan berjabat tangan.
9) Perawatan tubuh, meliputi a) pewarnaan dan penataan rambut, b) rias wajah, dan c)
penggunaan wewangian. (10) Rambu atau perintah berupa (a) menunjuk, (b) menyodok
tanda diam di bibir, (c) menunjukkan posisi, (d) tanda dengan ibu jari persetujuan, (e)
lambaian tangan, (f) kedipan mata dan (g) mengangguk (juga), menggelengkan kepala atau
mengungkapkan ketidaksetujuan(Eko Kuntarto, 2016)

2) Makna Tubuh

Meskipun hingga saat ini bahasa lisan selalu dianggap sebagai alat komunikasi yang paling
dapat diandalkan mengabaikan unsur non-verbal. Terdapat tiga makna yang terkandung dalam
bahasa tubuh yaitu: (1) makna personal, (2) makna sosiokultural, dan (3) makna makna religius
(Taufik, 2003).

Makna pribadi dikaitkan dengan penggunaan zona bicara sebagai alat mengungkapkan
perasaan pribadi Anda. Area bicara dibagi (1) Tutup Zona Intim, (2) Zona Intim, (3) Zona Privat, (4)
Zona Sosial dan (5) Zona Publik.

1) Zona intim terdekat (0-15 cm/0-6 inci)


Hanya kekasih, teman dekat, atau kerabat dekat yang bisa memasuki kawasan ini
mencapai daerah ini dan biasanya mereka memeluk atau menyentuhnya. Jika seseorang
yang tidak suka atau tidak tahu, datang ke area intim ini, reaksi emosional orang ini
muncul.
2) Zona intim (15-45 cm/6 inci - 1 kaki 6 inci)
Seseorang atas kehendaknya sendiri akan memberikan kekasihnya, teman dekat atau
kerabat memasuki daerah ini, tetapi zona ini bebas dari serbuan orang asing untuk
kenyamanan dan keamanan. Ketika seseorang yang tidak Anda kenal dengan baik atau
tidak Anda sukai memasuki ranah pribadi, orang tersebut merasa stres. Tubuh mungkin
secara otomatis mengalami perubahan untuk mempersiapkan kontak serangan yang
tidak diinginkan atau fisik.
3) Zona Pribadi (46cm - 1,2m/1 kaki 6 inci - 4 kaki)
Zona ini adalah jarak terjauh yang ingin dipertahankan seseorang selama percakapan
dengan orang lain di acara sosial. Berdiri lebih dekat pada jarak itu terasa terlalu intim ke
kenalan baru. Namun, berdiri terlalu jauh bukanlah langkah yang tepat. untuk untuk
sesaat, saya otomatis merasa terancam jika seseorang berdiri terlalu dekat bersamanya,
tapi dia juga merasa ditinggalkan saat seseorang berdiri terlalu jauh darinya. Ini
menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang kompetitif meskipun bersifat sosial.
4) Zona Sosial (1, 2, 3,5 m/4-12 kaki)
Zona ini lebih jauh dari zona sosial yang Anda gunakan orang berbicara satu sama lain di
pesta-pesta. Zona sosial digunakan di toko, jalan, atau di rumah saat pembeli atau
pelanggan mengobrol dengan pedagang atau pemilik toko. Zona sosial juga digunakan
dalam bisnis.
5) Area publik (di atas 3,6 m / di atas 12 kaki)
Seseorang yang berbicara di depan sekelompok orang biasanya berdiri setidaknya di
barisan depan penonton yang hadir hingga zona ini.
Makna sosio-kultural dari bahasa tubuh terkait dengan konteks budaya etnis atau bangsa
tanpa keraguan Di beberapa negara, mengangguk berarti "tidak", misalnya di Bulgaria, jika saran
"ya" di negara ini menggelengkan kepala. Dalam budaya Menggelengkan kepala berarti "ya" dalam
bahasa Arab. Ini adalah anekdot yang memilukan. peta, TKW asal Indonesia dituduh berzinah
dengan seorang PRT India dan tetap bersalah saat dia menggelengkan kepalanya ketika ditanya
pengacara dan ahli hukum. Selama persidangan, Kartin untuk sementara tanpa penerjemah bahasa
arabnya sangat buruk. Semua pertanyaan telah dijawab menggelengkan kepala berarti "tidak"
sedangkan di negara ini menggelengkan kepala berarti "ya" (Waktu, 2000). Di Indonesia, orang
membungkuk lebih rendah dari berjabat tangan dengan orang lain yang dihormati. Misalnya di
Jawa, jika ada memberi dan menerima sesuatu dengan tangan kiri dianggap tidak sopan. Ketika
dipaksa menggunakan tangan kiri, biasanya mereka meminta maaf terlebih dahulu kata: “amit”
itupun hanya bisa dilakukan kepada orang yang dianggap kenalan. Salam Malaysia: berdiri, angkat
tangan, jemari rapat, lalu letakkan tangan Anda di dada. Makna religius dari bahasa tubuh mengacu
pada komunikasi seseorang dengan Tuhan Sang Pencipta. Dalam setiap agama, gerakan bahasa
tubuh mewakili keyakinan dan agama mereka yang tetap. Misalnya, umat Islam berdoa, bahasa
tubuhnya sesuai dengan disiplin gerakan tubuh yang teratur dalam surat doa (Taufik, 2006).
Contoh: mengangkat kedua tangan, bergandengan tangan, ruku', i'tidal, sujud, duduk di antara dua
sujud, sujud kedua, duduk di tahiyat terakhir dan berdoa mengangkat kedua lengan. Kristen
Protestan, gerakan bahasa tubuh dalam bentuk lipat tangan Imam juga mengulurkan kedua tangan
menghadap ke bawah dan masyarakat menerima dengan tangan terulur di area terbuka.(Wahyu
Wibowo, 2016)

3) Fungsi Bahasa Tubuh

Fungsi bahasa tubuh (1) Pengulangan, yaitu pengulangan suatu gagasan diberikan secara
lisan, sebagai tanda persetujuan secara lisan untuk beberapa waktu mengangguk beberapa kali; (2)
kontradiksi, yaitu penolakan atau pemberian makna lain pesan verbal, seperti memberikan pujian
di bibir dan mengatakan "kamu luar biasa"; (3) Penekanan yaitu memberikan penegasan terhadap
pesan verbal seperti penyesalan untuk menangkap sesuatu, (4) tindakan tambahan dimaksudkan
untuk dilakukan makna pesan verbal, (5) substitusi, yaitu substitusi pesan verbal seperti yang
tertera Pujian dengan acungan jempol tanpa kata (Pease, 1996).

Buber (1957) membedakan tiga bentuk hubungan manusia, yaitu (1) keberadaan pribadi,
(2) eksistensi sosial dan (3) eksistensi religius. Dalam arti keberadaan pribadi, manusia selalu
membutuhkan komunikasi untuk mengekspresikan perasaan mereka pribadi Dalam hal eksistensi
sosial, hubungan membutuhkan komunikasi dengan aspek sosial masyarakat, yang tercermin
dalam hubungan dengan orang lain dan orang lain terhadap lingkungan sekitar. Ada hubungan
dalam komunikasi manusia dengan Sang Pencipta keberadaan religious.(Eka Haryanti, 2019)

Peranan Budaya Bicara pada Pendidikan Etika di SD

Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, dapat dilihat bahwa dalam fungsi
tuturan bahasa Indonesia memiliki etika (kesopanan). Itu sebabnya saya tahu bahasa Indonesia
benar membutuhkan pengetahuan tentang retorika BI. Mempelajari etika berbicara berarti belajar
menjadi sopan Materi etika lisan BI harus disampaikan kepada siswa sekolah dasar karena bersifat
komprehensif Kurikulum satuan pendidikan pengajaran etika di sekolah dasar (KTSP SD). disajikan
secara terintegrasi dengan mata pelajaran lain, termasuk BI. Ada tiga masukan untuk memberikan
materi ini kepada siswa sekolah dasar, yaitu (1) siswa dapat melakukannya belajar bagaimana
berbicara dengan benar, (2) siswa dapat belajar etika atau kesantunan berkat organisasi interaksi
sosial dan kehidupan bisnis (3), siswa dapat belajar bahasa dalam konteks nyata dan sesuai dengan
kebutuhan hidup, dan tutorial ini cocok pendekatan kontekstual yang sekarang banyak diterapkan.
Pentingnya pendidikan etika saat ini tidak dapat disangkal. Seperti yang kita tahu sekarang terjadi
krisis multidimensi, termasuk krisis moral. SD adalah titik awal yang baik mulailah dengan awal
yang baik dan tingkatkan moral positif siswa Anda diterima oleh keluarga, playgroup dan
prasekolah (taman kanak-kanak). Pendidikan moral ini harus terus menerus diajarkan ke tingkat
yang lebih tinggi tinggi, bahkan universitas. (Umar Mansyur, n.d.)

SIMPULAN

Dalam berbahasa perlu diperhatikan kaidah-kaidah umum berbahasa, yaitu konteks dan
suasana percakapan, siapa saja yang menjadi peserta wicaranya (orang pertama, kedua, bahkan
ketiga), tujuan pembicaraan yang jelas, urutannya, aturan, dan gilirannya untuk berbicara (cara
menyela dengan benar), apakah topik pembicaraan sudah sesuai, alat atau saluran komunikasi
yang digunakan (telepon,telegram, surat, dll. memiliki aturannya sendiri), norma atau gaya bahasa
yang berlaku di masyarakat dan bahasa yang digunakan, dan berbagai bahasa yang tepat (formal,
santai, ilmiah, dan lain lain).
Secara khusus, ada beberapa budaya tutur yang aturan dasar bahasa Indonesianya harus
diikuti agar komunikasi terdengar santun. Aturan dasar yang dimaksud adalah:
1) Sikap terbuka dan ramah
2) Pertimbangkan tabu bahasa

3) Penggunaan bahasa ilmiah

4) Penghalusan bahasa (eufemisme)

5) Penggunaan ungkapan normatif khusus

6) Gunakan Pronomina dengan Benar

7) Pilihan ucapan yang lebih halus

8) Gunakan bahasa tubuh yang benar

Bahasa tubuh merupakan suatu bentuk komunikasi yang menyampaikan pesan yang
melalui penggunaan simbol yang berbeda. Fungsi bahasa tubuh meliputi pengulangan, kontradiksi,
penekanan, saling melengkapi, dan substitusi. Pentingnya bahasa tubuh dalam perilaku manusia
mencakup makna pribadi, sosial budaya, dan agama. Bahasa tubuh perlu dikaji lebih lanjut,
khususnya bahasa tubuh dalam konteks sosial budaya Indonesia. Etika berbahasa Indonesia harus
diajarkan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan membangun moral siswa
yang positif.
DAFTAR PUSTAKA

Eka Haryanti. (2019). Penggunaan Bahasa Dalam Perspektif Tindak Tutur Dan Implikasinya Bagi

Pendidikan Literasi. Jurnal Tambora, 3(1), 24.

Eko Kuntarto. (2016). Kesantunan Berbahasa Ditinjau Dari Perspektif Kecerdasan majemuk. Jurnal

Ilmiah Universitas Batanghari, 16(2), 58–72.

Muhammad Rohmadi. (2016). Kajian Pragmatik Percakapan Guru Guru Dan Siswa Dalam

pembelajran Bahasa Indonesia. Jurnal Paedagogia, 17(1), 78.

Triyanto, dkk. (4). Bahasa Sebagai pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa. Jurnal Salaka, 1(1),

2019.

Umar Mansyur. (n.d.). Peranan Etika Tutur Bahasa Indonesia Dalam Pembelajaran Di Sekolah.

Tamaddun, 16(2), 692017.

Wahyu Wibowo. (2016). Konsep Tindak Tutur Komunikasi (p. 9). Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai