Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang selalu dirahmati Allah
pada kesempatan kali ini saya akan membacakan dan menyampaikan sedikit kisah yaitu Kisah ahli ibadah yang terjebak tipu daya Iblis. Kisah ini tercantum dalam kitab an-Nail al-Hatsis fi Hikayat al-Hadits, karya Imam as-Samarqandi. atau yang biasa disebut Abu Laits As Samarqandi, Ulama yang Mendapat Gelar Al Faqih dari Rasulullah. Mengenai gelar al-faqih yang dinisbatkan kepada al-Samarkandy memiliki sejarah menarik, karena gelar tersebut konon disematkan oleh Nabi Muhammad Saw langsung. Dr. Zakariya Abdul Hamid dalam muqaddimah tahqiq tafsir Bahrul Ulum menuliskan, tatkala Imam as-Samarqandy usai menuntaskan bukunya Tanbih al-ghafilin, beliau membawanya menuju raudah Nabi dan bermalam di sana. Saat itu, Imam Al-Samarqandy bermimpi melihat Nabi Saw mengambil kitabnya tersebut dan menimangnya, kemudian Nabi berkata, “Ambil kitabmu, wahai Faqih!, kemudian ia terjaga dan mendapati buku tersebut ada di tempat di mana Nabi menaruhnya. Kemudian dalam kondisi terjaga, beliau mengharap berkah dengan gelar tersebut. Masuk kepada materi kisah: Dahulu kala, di kalangan Bani Israel terdapat seorang ahli zuhud yang sangat tekun dalam beribadah. Ia telah mengabdi kepada Allah selama 200 tahun. Tapi ia mempunyai satu obsesi yang aneh; ingin sekali melihat penampakan Iblis. Hingga akhirnya pada suatu hari ia melihat sesosok makhluk di mihrab. Kemudian ia bertanya kepada makhluk itu, “Siapa kamu?” “Aku Iblis. Aku di depan pintumu. Tetapi aku tidak bisa masuk kepadamu. Engkau ini sungguh mempesona. Yang tersisa dari umurmu, sama seperti yang sudah berlalu darimu.” Setelah berkata demikian, Iblis itu pergi. Ahli ibadah yang mendengar perkataan Iblis, bergumam dalam hati, “Wah, ternyata, umurku masih tersisa 200 tahun lagi. Kalau begitu, aku bisa melakukan apa saja, kemudian setelah itu aku bertobat.” Tipu daya iblis tepat sasaran. Sejak itulah dia tergoda untuk berbuat maksiat. Pada malam harinya, ia keluar rumah dan meninggalkan tempat ibadah untuk melakukan perbuatan buruk. Ia sangat berhasrat untuk mencoba sesuatu yang haram, yang selama ini tidak pernah ia lakukan. Tapi, nahas sekali nasibnya. Untung tak dapat diraih. Malang tak dapat ditolak. Malam itu juga, ia meninggal dunia dalam keadaan bermaksiat. Apa hikmah yang dapat kita petik dari kisah di atas? Pertama, tidak boleh bersikap sombong dengan berharap bertemu musuh. Sang ahli ibadah dalam kisah di atas sepertinya merasa hebat sampai berangan-angan ingin melihat wujud makhluk terkutuk yang paling licik dan telah berhasil mengeluarkan Nabi Adam dan Hawa dari surga. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wahai manusia, janganlah kalian berharap bertemu dengan musuh, dan mohonlah keselamatan kepada Allah ta’ala.” (HR. Al-Bukhari no. 2804, 6810; HR. Muslim no. 1742; HR. Abu Daud no. 2631) “Sungguh, setan itu musuh yang jelas bagi manusia.” (QS. Yūsuf: 5) Kedua, harus diingat betul bahwasanya Iblis adalah makhluk yang sangat licik. Dengan berbagai bentuk tipu daya, sangat mudah baginya menjerumuskan anak cucu Adam ke dalam kemaksiatan. Maka dari itu, meskipun kita sedang dalam mode semangat beribadah, tetap harus berlindung kepada Allah dari godaan setan. “Apabila kamu membaca al-Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98) Ketiga, ketahuilah, salah satu jebakan atau tipu daya Iblis yang paling licik, dan trik ini sering kali berhasil membawa manusia ke jalan yang salah adalah Iblis menggunakan narasi yang sangat membuai, “Sudah, maksiat saja dulu. Nanti kan besok-besok masih bisa tobat.” Dalam kisah di atas, seorang ahli ibadah terniat berbuat maksiat gara-gara ditipu bahwa jatah hidupnya masih panjang; seakan-akan masih bisa menunda tobat. Dengan tipu daya ini pula Iblis menghasut saudara-saudara Nabi Yusuf untuk menjebloskannya ke dalam sumur. Keempat, amalan di akhir hayat adalah penentu. Dalam hadits Arabin an-Nawawi nomor 4 disebutkan, “Demi Allah yang tidak ada Ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka.” (Muttafaqun Alaihi) Dan dalam hadits lain, yang juga diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, disebutkan bahwa, Innamal A’mālu bil Khawātim. Sesungguhnya, amalan seorang hamba itu tergantung penutupnya. Meskipun sejarah hidup seseorang penuh dengan catatan kriminal, tetapi di akhir hidupnya dia tutup dengan taubat nasuha, maka ia akan masuk surga. Sebaliknya, sekalipun seumur hidup seorang abid (ahli ibadah) diisi dengan ketaatan, tetapi di akhir hayatnya justru melakukan kemaksiatan, ia akan dimasukkan ke dalam neraka. Naudzubillahiminzaalik. Maka mulai saat ini, marilah kita sering-sering memohon perlindungan kepada Allah subhanahu wata’ala dari berbagai macam bentuk tipu daya iblis. Semoga Allah melindungi kita dari akhir hayat yang buruk dan diberikan akhir hayat yang baik. Aamiin Ya Rabbal’aalamiin.