Anda di halaman 1dari 18

Kesenjangan Ekonomi Dalam Prespektif Islam Di Negara

Indonesia

Autiya Nila Agustina (2030210073)

A. Pendahuluan
Kesenjangan ekonomi antar daerah sebenarnya bukan masalah baru
bagi perekonomian Indonesia. Selain kondisi geografis dan potensi ekonomi
masing-masing daerah yang sangat mempengaruhi persoalan ini juga sangat
dipengaruhi oleh faktor sejarah. Sebagai contoh, Pulau Jawa berada di lokasi
yang jauh lebih strategis dibandingkan pulau-pulau Indonesia lainnya dan juga
memiliki tanah yang subur. Tanahnya yang subur menjadikan pulau ini
sebagai penghasil beras terpenting di nusantara. Pada saat yang sama, kota-
kota pesisir pulau itu seperti Surabaya, Gresik dan Jepara merupakan
pelabuhan penting masuknya perdagangan khusus Indonesia Timur dan
perdagangan lada Indonesia Barat karena letaknya di tengah pulau-pulau
Indonesia lainnya.1
Karena itu, pulau Jawa menarik mitra bisnis Belanda (VOC) ketika
mereka datang ke Indonesia lebih dari pulau-pulau lain di Indonesia. Dan
sebagaimana dapat dibuktikan kemudian, kehadiran VOC – yang kemudian
diatur oleh pemerintah Hindia Belanda – antara lain juga sangat
mempengaruhi derajat perkembangan ekonomi pulau Jawa pada masa
selanjutnya. . Pembukaan perkebunan besar dari awal abad ke-17 dan
pembangunan pabrik selanjutnya menempatkan perekonomian Jawa di atas
pulau-pulau lain di Indonesia. Kemudian jalan raya dari Anyer ke Panarukan
yang dibangun oleh Daendels pada tahun 1808 membuka perekonomian pulau
Jawa. Pada saat yang sama, penggunaan kota Batavia oleh VOC sebagai
pelabuhan utama dan kemudian sebagai pusat administrasi pemerintah Hindia
Belanda menyebabkan perkembangan kota Jakarta sebagai ibu kota
Indonesia.2 Contoh lain pengaruh kehadiran Belanda terhadap perkembangan
ekonomi daerah Indonesia juga dapat diamati dalam kasus pulau Sumatera.

1
Revrisond Baswir (1987), Kesenjangan Ekonomi Antar Daerah Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, Vol 2. Hal. 1
2
Mengenai sejarah perekonomian Indonesia ini lihat Prajudi Atmo-sudirdjo, Sejarah
EkonomiIndonesia. (Jakarta: Pradnya Para-mita, Cetakan ke-IV, 1983).
Dibukanya perkebunan-perkebunan besar oleh mitra dagang Belanda di
Sumatera Timur (sekarang Sumatera Utara) perlahan-lahan menyebabkan
berkembangnya daerah itu menjadi ibu kota provinsi Sumatera.3
Bersamaan dengan itu, muncullah kota Medan yang semula tidak lebih
besar dari Banda Aceh atau Palembang, lalu kota terbesar ketiga di Indonesia
Jakarta dan Surabaya. Setelah kemerdekaan Indonesia sebelum tahun 1965,
tidak banyak perubahan keadaan umum perekonomian Indonesia yang diambil
alih oleh pemerintah Hindia Belanda tersebut. Ketegangan politik yang
berlanjut, termasuk separatisme regional,4 dan perhatian pemerintah lebih
terfokus pada isu-isu politik.5 Pada saat itu memang tidak terlalu berpengaruh
besar terhadap perkembangan perekonomian Indonesia pada umumnya dan
perekonomian daerah pada khususnya, sehingga terjadi dengan kondisi, kalau
boleh dikatakan, yang masih hampir seluruhnya diwarisi dari Belanda Timur.
Pemerintah Hindia Belanda yang mulai dibangun pemerintah Orde Baru pada
tahun 1969.6 Menurut World Inequality Report 2022, selama dua dekade
terakhir, ketimpangan ekonomi di Indonesia tidak banyak berubah.
Laporan tersebut mencatat bahwa antara tahun 2001 dan 2021, hingga
50% penduduk Indonesia memiliki kurang dari 5% dari total kekayaan rumah
tangga negara. Sementara itu, 10% penduduk sisanya memiliki sekitar 60%
kekayaan rumah tangga nasional selama periode yang sama, seperti yang
ditunjukkan oleh bagan tersebut. Dalam laporan ini, total kekayaan rumah
tangga didefinisikan sebagai total aset finansial (termasuk saham dan surat
berharga lainnya) dan aset non finansial (seperti perumahan) yang dimiliki
oleh rumah tangga Indonesia.7

3
Mubyarto, Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan. (Jakarta: Sinar Harapan, 1983).
4
Lihat: Iwan Jaya Azis, "Pengembangan Pembangunan Daerah di Indonesia", dalam M. Arsyad
Anwar (ed), Permasalahan dan Prospek Ekonomi Indonesia 198511986, Jakarta, Sinar Harapan,
1985.
5
Revrisond Baswir (1987), Kesenjangan Ekonomi Antar Daerah Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, Vol 2. Hal. 2
6
Sritua Arief dan Adi Sasono, "Indonesia: Ketergantungan dan Keterbelakangan" (Jakarta:
Lembaga Studi Pembangunan, 1981).
7
“Sejak tahun 1999, tingkat kekayaan di Indonesia meningkat drastis. Namun, pertumbuhan ini
membuat kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin hampir tidak berubah,” kata World Inequality
2022.
Laporan tersebut juga mencatat bahwa pada tahun 2021, rasio
kesenjangan pendapatan di Indonesia akan berada di antara 1 hingga 19.
Artinya, penduduk kelas ekonomi atas memiliki pendapatan rata-rata 19 kali
lebih tinggi daripada penduduk dengan penduduk terbawah. kelas ekonomi.
Rasio tersebut lebih tinggi di Amerika Serikat yang memiliki kesenjangan
pendapatan sekitar 1:17, atau Rusia, China, Korea Selatan, dan Nigeria yang
memiliki rasio 1:14.8
ISLAM mengajarkan umatnya untuk berlaku adil dengan berbagai
cara. Demikian pula dalam hal distribusi, distribusi pendapatan merupakan
persoalan yang sangat kompleks yang masih menjadi bahan perdebatan di
kalangan ekonom. Ketimpangan harus diperangi dengan cara yang
diperkenalkan oleh Islam, seperti penghapusan monopoli, kecuali pemerintah,
di daerah-daerah tertentu. Menjamin hak dan kesempatan semua pihak untuk
berpartisipasi aktif dalam proses ekonomi, baik produksi, distribusi, sirkulasi
maupun konsumsi.9
Menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar seluruh anggota masyarakat.
Dan terakhir menunaikan tugas at-takaaful al-ijtima'i atau jaminan keamanan
sosial ekonomi dimana mereka yang mampu menghidupi dan membantu
mereka yang tidak mampu.
Sistem ekonomi Islam melindungi kepentingan semua warga negara,
kaya dan miskin, dan memberi orang kaya tanggung jawab moral untuk
merawat orang miskin. Islam mengakui sistem hak kepemilikan pribadi yang
terbatas, dan setiap upaya untuk menghasilkan akumulasi kekayaan di tangan
segelintir orang dikutuk.
Al-Qur'an menyatakan bahwa orang kaya memberikan sebagian
kekayaannya untuk kesejahteraan masyarakat, melalui zakat, sedekah,
tunjangan, wasiat, dan lain-lain, karena kekayaan harus didistribusikan dengan
benar. Sistem distribusi yang tidak adil menyebabkan penyakit sosial seperti
kehidupan manusia yang tidak seimbang, kurangnya pemanfaatan potensi
ekonomi, dan kejahatan. Ekonomi Islam juga memiliki kebijakan

8
Adi Ahdiat (2022), Kesenjangan Ekonomi di RI Tidak Banyak Berubah sejak 20 Tahun Lalu [Di
Akses Pada 26 Jun. 23] https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/06/30/kesenjangan-ekonomi-
di-ri-tidak-banyak-berubah-sejak-20-tahun-lalu
9
Yudi (2021), Atasi Kesenjangan Ekonomi dengan Islam, [Di Akses Pada 26 Jun. 23]
https://www.islampos.com/atasi-kesenjangan-ekonomi-dengan-islam-224805/
mendistribusikan pendapatan, melalui faktor-faktor produksi, di antara
individu dan kelompoknya. Tidak memperhitungkan pengembalian
penyaluran jaminan sosial melalui zakat, infaq, sadaqah atau wakaf. Ekonom
menjelaskan bahwa masalah ekonomi terpenting sejauh ini adalah konsentrasi
kekayaan pada segelintir orang atau di beberapa negara.10
Ini karena distribusi sumber daya ekonomi, kekayaan, dan pendapatan
yang tidak adil. Faktanya, sistem ekonomi kapitalis gagal mencapai
pemerataan distributif, yang berdampak negatif pada sosial. Sistem ekonomi
kapitalis memperlebar jarak antar negara, memperlebar jarak antar anggota
masyarakat, bahkan antar anggota masyarakat dalam kelompoknya sendiri,
mempengaruhi perkembangan ekonomi negara, distribusi kemiskinan dan
ketidakadilan. Menyadari bahwa sistem kapitalis dan sistem sosialis telah
gagal mencapai tingkat keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat, baik individu,
kelompok maupun nasional, karena ketimpangan dalam sistem distribusi
distribusinya.11
Dalam tulisan ini, masalah kesenjangan ekonomi antardaerah akan
dilihat dari Kesenjangan ekonomi dalam prespektif Islam di negara Indonesia.
Sistem ekonomi kapitalis memperlebar jarak antar negara, memperlebar jarak
antar anggota masyarakat, bahkan antar anggota masyarakat dalam kelompoknya
sendiri, mempengaruhi perkembangan ekonomi negara, distribusi kemiskinan dan
ketidakadilan. Menyadari bahwa sistem kapitalis dan sistem sosialis telah gagal
mencapai tingkat keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat, baik individu, kelompok
maupun nasional, karena ketimpangan dalam sistem distribusi distribusinya. 
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut muncul pertanyaan
penelitian: 1). Faktor apa saja yang terjadi kesenjangan ekonomi di Indonesia?
2). Implikasi apakah yang terjadi akibat adanya kesenjangan ekonomi terhadap
Islam?
Tujuan penelitian ini untuk mempelajarai dan menjelaskan sejauhmana
telah terjadi kesenjangan dalam perkembangan Ekonomi di Indonesia serta
impilikasi apakah yang terjadi akibat dari kesenjangan ini, khususnya dalam
konteks sosialekonomi. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memperjelas

10
Yudi (2021), Atasi Kesenjangan Ekonomi dengan Islam, [Di Akses Pada 26 Jun. 23]
https://www.islampos.com/atasi-kesenjangan-ekonomi-dengan-islam-224805/
11
Yudi (2021), Atasi Kesenjangan Ekonomi dengan Islam, [Di Akses Pada 26 Jun. 23]
https://www.islampos.com/atasi-kesenjangan-ekonomi-dengan-islam-224805/
masalahmasalah perekonomian pada umumnya dan dapat digunakan sebagai
dasar untuk pengambilan keputusan.

B. Kerangka Teori
1. Definisi kesenjangan ekonomi
Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan ekonomi adalah ketimpangan
yang terjadi dalam masyarakat dari segi ekonomi, yang aspek ekonominya
dapat dilihat dari ketimpangan pendapatan masyarakat. Di dalam suatu
wilayah, bisa terdapat kelompok masyarakat yang berpenghasilan sangat
tinggi atau bahkan di atas rata-rata, tetapi ada juga kelompok masyarakat
yang berpenghasilan rendah dan di bawah rata-rata yang tinggal di wilayah
yang sama.
Kesenjangan ekonomi dapat muncul karena perbedaan kemampuan
keuangan yang besar antara kelompok berpenghasilan tinggi dan rendah.
Tentu saja, ini bukan hal yang baik bagi suatu negara, karena kesenjangan
keuangan yang besar antara kelompok berpenghasilan tinggi dan rendah
menunjukkan bahwa masih ada ketimpangan ekonomi yang kuat di negara
tersebut. Kesenjangan ekonomi dapat menyebabkan kemiskinan di
masyarakat.12
2. Penyebab & Dampak Kesenjangan
Menurut Joseph Stiglits, peraih Nobel di bidang ekonomi, ada dua
penyebab ketimpangan di dunia. Pertama, karena pengaruh kekuatan
pasar, dimana hukum penawaran dan permintaan berperan dalam
meningkatkan ketimpangan ekonomi (Sstrictlitz, n.d.). Kedua, kegagalan
sistem politik menyebabkan ketidakstabilan sistem ekonomi, sehingga
berkontribusi pada peningkatan ketimpangan (Stighlitz, n.d.). Dengan

12
wislah.com (2020), Kesenjangan Ekonomi, Pengertian, Penyebab, Ketimpangan dan Solusi [Di
Akses Pada 26 Jun. 23] https://wislah.com/kesenjangan-ekonomi-pengertian-penyebab-ketimpangan-
dan-solusi/
demikian, dapat dikatakan bahwa ketimpangan ekonomi disebabkan oleh
kekuatan pasar dan sistem politik yang gagal.13
Mengenai penyebab ketimpangan ekonomi, menurut Syamsuri dalam
bukunya “Ekonomi Pembangunan Islam Suatu Prinsip, Konsep, dan
Prinsip Filosofis”, munculnya ketimpangan ekonomi di Indonesia
disebabkan oleh banyak faktor penyebab. Faktor pembeda tersebut bersifat
alamiah, kultural dan struktural (Syamsuri, 2020). Pertama, faktor alam
terjadi karena faktor alam, baik kelemahan sumber daya manusia dalam
memanfaatkan atau memanfaatkan potensi intelektual lokal, maupun
perbedaan sumber daya alam (SDA). Tidak mendukung pengembangan
usaha. Kedua, faktor budaya lebih merupakan aspek budaya, dimana
tradisi suatu daerah mengurangi pendapatan per kapita.14
Hal ini ditunjukkan dengan adanya sebagian masyarakat di beberapa
daerah memiliki budaya etik yang tinggi sedangkan di daerah lain
memiliki budaya etik yang rendah, dimana yang paling lemah hanya bisa
menunggu bantuan pihak lain yang terbaik dengan cara mengemis. Ketiga,
faktor struktural lebih terkait dengan kebijakan pemerintah tentang
perpajakan, perpajakan, korupsi, kolusi, demografi, serta pengaruh
globalisasi (Baswir, 1997). Oleh karena itu, konsep pembangunan
Indonesia selama tiga dasawarsa terakhir telah menciptakan lebih banyak
ketimpangan yang disertai dengan tingkat kerusakan lingkungan yang
sistematis.
Dimana model pembangunan hanya berfokus pada pertumbuhan
ekonomi, cenderung mengarah pada pemanfaatan sumber daya alam
(TNTN) kurang terkendali dan hanya mencari penerimaan devisa.
Kapitalisasi pemanfaatan sumber daya hayati (SDH) diyakini sebagai
penyebab utama rusaknya sumber daya alam, rusaknya ekosistem dan
hilangnya keanekaragaman hayati di Indonesia. Penggunaan teknologi
pertambangan jelas membutuhkan alokasi modal yang cukup besar, yang

13
M. Syahrul Syarifuddin (2021), Filantropi Islam Menjawab Problem Kesenjangan Ekonomi, Jurnal
Penelitian Medan Agama, Volume 12, Nomor 02, 2021, DOI:10.58836/jpma.v12i2.11506. h. 103,
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/3.0/
14
M. Syahrul Syarifuddin (2021), Filantropi Islam Menjawab Problem Kesenjangan Ekonomi, Jurnal
Penelitian Medan Agama, Volume 12, Nomor 02, 2021, DOI:10.58836/jpma.v12i2.11506. h. 103,
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/3.0/
pada akhirnya mendorong para pengusaha untuk mencari keuntungan
sebesar-besarnya agar modal tersebut menguntungkan (Supriatna, 2008).
Selain itu, sentralisasi pembangunan telah melahirkan banyak
kebijakan top-down yang bermuara pada aspirasi dan peran rakyat di
tingkat paling bawah, termasuk dalam pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya alam. Hasil pembangunan yang diperoleh dari eksploitasi
sumber daya di daerah “mengalir” ke pusat dengan sistem redistribusi
yang tidak adil dan tidak merata. Terakhir, adanya kesenjangan ekonomi
dan sosial dalam masyarakat, serta kesenjangan antar daerah antara pusat
dan daerah.15
Komunitas lokal, yang benar-benar menangani sumber daya secara
langsung dan yang pertama kali menderita akibat buruk dari gangguan
ekosistem, selalu terpinggirkan ketika mereka tidak memiliki akses ke
sumber daya. Berbagai bentuk pemanfaatan sumber daya alam oleh
penduduk lokal yang lebih bijak dan ramah lingkungan semakin
terpinggirkan dan dilupakan (Supriatna, 2008).
Dengan demikian, ketimpangan kepemilikan kekayaan di Indonesia
menurut Laporan Posisi Forum Rakyat Eurasia ke-9 Sub-Regional
Conference, negara memiliki 85% aset migas dan 75% asetnya batubara
adalah pihak asing (Deliana, 2018). Hal ini memudahkan pihak swasta
asing menjadi kaya karena memiliki modal besar dimana mereka bebas
mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia. Hal ini karena sistem
kapitalis menganggap bahwa hak milik individu bersifat mutlak tanpa ada
campur tangan negara (Rahman, 1995), sehingga ia bebas
menggunakannya semaunya.
Manusia dapat mengeksploitasi semua sumber daya ekonomi yang
dianggap dapat memberikan kesejahteraan yang optimal dan untuk
menguasai sumber daya alam harus menjadi pemilik pribadi yang mutlak
(Kamil, 2016), dengan sumber daya berapa pun, jumlah dan caranya. Oleh
karena itu, hal ini menyebabkan orang berambisi untuk menyimpan
kekayaan sebanyak-banyaknya (Anto, 2003) sehingga menimbulkan
perilaku materialistis yang tujuannya hanya materi. Meskipun kekayaan
15
M. Syahrul Syarifuddin (2021), Filantropi Islam Menjawab Problem Kesenjangan Ekonomi, Jurnal
Penelitian Medan Agama, Volume 12, Nomor 02, 2021, DOI:10.58836/jpma.v12i2.11506. h. 104,
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/3.0/
sejati seperti pedang bermata dua, ia dapat digunakan untuk membangun
banyak hal positif. Namun di sisi lain, kekayaan juga dapat merusak
kekeluargaan, menyebabkan perkelahian, pembunuhan, fitnah dan
kejahatan lainnya (Hafidhudin, 2007).
Ini kemudian menyebabkan efek yang tidak diinginkan lainnya.
Menurut Sen dan Foster (1997), hubungan antara ketimpangan dan
pemberontakan sangat erat dan berjalan dua arah. Di mana ketidaksetaraan
yang dirasakan adalah elemen pemberontakan yang meresap dalam
masyarakat (Sen & Foster, 1997). Selain itu, banyak dampak berbahaya
lainnya dari ketimpangan ekonomi adalah:
Pertama, menimbulkan masalah pidana seperti pencurian (Firdaus,
2013). Kedua, kawasan kumuh. Ketiga, konflik agama (hilangnya
persaudaraan) (Irw, 2010). Keempat, pendapatan nasional menurun.
Kelima, pembangunan nasional terhambat. Keenam, kesejahteraan
masyarakat menurun (LecturerSociology.com, 2021). Ketujuh, akar
permasalahan ekstremisme (Amrullah, 2017).
Oleh karena itu, ketimpangan ekonomi merupakan masalah yang
sangat sulit dipecahkan dalam rangkaian kehidupan manusia. Oleh karena
itu, tidak heran jika masyarakat saat ini secara keseluruhan menganggap
kekayaan atau kekuatan finansial sebagai satu-satunya faktor yang dapat
dikatakan sejahtera.
Walaupun orientasi masyarakat terhadap kekayaan sangat besar,
namun teori kapitalisme tidak lagi menyatukan dan mengotori pikiran
masyarakat sebagai sistem ekonomi yang sudah terbukti dengan baik.
Padahal pada kenyataannya kapitalisme hanya memperparah ketimpangan
di mana yang kaya semakin kaya dan yang miskin tidak bisa lepas dari
jerat kemiskinan(Maududi, 2013). Oleh karena itu, diperlukan pendekatan
Islami sebagai solusi dari berbagai permasalahan di atas.16
3. Filantropi Islam Dalam Menyelesaikan Kesenjangan
Secara etimologis, istilah charity atau filantropi berasal dari bahasa
Yunani yang merupakan bagian dari kata philos dan anthropos. Philos
artinya cinta, sedangkan anthropos artinya manusia. Menurut Kamus
16
M. Syahrul Syarifuddin (2021), Filantropi Islam Menjawab Problem Kesenjangan Ekonomi, Jurnal
Penelitian Medan Agama, Volume 12, Nomor 02, 2021, DOI:10.58836/jpma.v12i2.11506. h. 104,
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/3.0/
Merriam Webster, filantropi adalah tindakan memberikan uang, uang, dan
waktu untuk membantu orang lain memiliki kehidupan yang lebih baik
('Merriam-Webster', n.d.). Makna ini kurang lebih sama dengan kamus
Oxford mendefinisikannya sebagai tindakan membantu orang miskin dan
membutuhkan, terutama dengan memberikan uang (“Oxford”, 2022).
Dengan demikian, filantropi dapat dipahami sebagai konsep praktik
memberi dan melayani secara sukarela dan penuh kasih untuk membantu
mereka yang membutuhkan (Sakni, 2013). Filantropi juga dapat dipahami
sebagai sikap dermawan yang berpihak pada kepentingan orang lain, baik
secara individu maupun kolektif (Latief, 2010).
Kegiatan ini populer karena orang-orang di banyak belahan dunia
mendedikasikan waktu atau harta mereka untuk membantu orang lain
(Maftuhin, 2017). Untuk itu zakat dalam Islam dijelaskan dengan beberapa
alat seperti zakat, infak, sedekah dan wakaf (ZISWAF). Fungsi zakat disini
adalah solidaritas sosial; infak dan sedekah seperti jaminan sosial; serta
wakaf sebagai alternatif utilitas publik (Fauzia, 2019).
Dengan demikian, filantropi berpengaruh sangat positif dalam
mengurangi ketimpangan ekonomi karena membantu sesama yang
membutuhkan. Dengan demikian, secara umum prinsip zakat dan ajaran
keadilan sosial dalam Islam dapat dikatakan identik. Jika ada yang berbeda
itu berkaitan dengan motivasi dan cara melakukannya, bagi Islam
motivasinya adalah agama dan sistem pelaksanaannya harus sesuai dengan
ketentuan yang dibuktikan oleh Islam (Sakni,2013).
Namun, tujuan yang dicapai keduanya sama-sama luhur. Keadilan
dalam Islam juga diungkapkan dengan beberapa kata dalam Al-Qur'an,
misalnya kata 'adl, qisth dan mizan. Kata 'adl diulang sebanyak 28 kali
dalam Al-Qur'an yang menunjukkan pentingnya pokok bahasan ini, selain
itu ketiga istilah tersebut dapat dipahami dengan makna yang berbeda-
beda seperti: keseimbangan (Qs. Al-Nahl:3 & Al-Infitar: 6-7), penerapan
kesamaan hak (Qs. Al-Nisa:58), jangan berlaku zalim dan berlaku
proporsional (Qs. Al-Nisa': 135 & al-Mumtahanah: 8), serta keadilan Allah
(Qs. Ali-Imran:18 & Fusilat:46).
Juga, karena orang cenderung mencintai kekayaan. Dengan demikian,
hal itu akan mendorong pengakuan mutlak terhadap harta dan berujung
pada penimbunan harta yang berlebihan (Q.S. Al-Humazah: 1-3). Oleh
karena itu, kecenderungan manusia dalam Islam harus dikendalikan dan
diarahkan untuk mendorong tumbuhnya perdagangan dan partisipasi sosial
melalui zakat, infak, sedekah, dan infak untuk kepentingan bersama.17
Tentunya diharapkan tumbuh kesadaran masyarakat untuk menutup jurang
antara kaya dan miskin dalam masyarakat. 
C. Metode Penelitian
Penelitan ini merupakan kajian berjenis kepustakaan atau library
reseach dengan menggunakan pendekatan deskriptif-analisis. Untuk itu, data-
data akan dikumpulkan melalui penelurusan kepustakaan. Adapun untuk
menganalisis data, kajian ini menggunakan analisis konten-kualitatif atau
qualitative-content analysis, yaitu dengan melakukan interpretasi kritis
terhadap data yang didapatkan baik primer ataupun sekunder (Krippendoff,
2004). Data-data tersebut kemudian akan dianalisis secara deskriptif untuk
memperoleh hasil yang diinginkan berupa, Kesenjangan Ekonomi Dalam
Prespektif Islam Di Negara Indonesia.
D. Pembahasan Penelitian
1. Faktor yang terjadi kesenjangan ekonomi di Indonesia
a. Penyebab kesenjangan ekonomi
1) Kondisi demografis
Kondisi demografi yang berkaitan dengan jumlah penduduk.
Status kependudukan dari satu daerah dengan daerah lain tentu saja
berbeda baik dari segi jumlah, komposisi maupun persebarannya.
Situasi kependudukan yang semakin heterogen antara penduduk
perkotaan dan pedesaan tentunya akan menimbulkan permasalahan
yang semakin kompleks. Komposisi penduduk juga menentukan jarak
ekonomi. Komposisi penduduk dapat dilihat dari jumlah penduduk
usia kerja.
Daerah dengan komposisi penduduk usia produktif tentu akan
berbeda dengan daerah dengan jumlah penduduk usia produktif yang
lebih sedikit. Penyebaran penduduk juga menjadi masalah, dimana
persebarannya tidak merata. Misalnya, karena mereka percaya bahwa
17
M. Syahrul Syarifuddin (2021), Filantropi Islam Menjawab Problem Kesenjangan Ekonomi, Jurnal
Penelitian Medan Agama, Volume 12, Nomor 02, 2021, DOI:10.58836/jpma.v12i2.11506. h. 106,
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/3.0/
pulau Jawa menawarkan kesempatan kerja yang baik, banyak orang
mencari pekerjaan di pulau Jawa, menyebabkan distribusi penduduk
yang cenderung terkonsentrasi hanya di pulau Jawa.18
2) kondisi pendidikan
Pendidikan adalah lift yang memungkinkan orang untuk meningkatkan
kualitas hidupnya. Sekalipun memiliki kurikulum yang sama, setiap daerah
tidak memiliki kualitas pendidikan yang sama. Hal ini disebabkan adanya
perbedaan fasilitas dan kualitas pendidikan.
Perbedaan kondisi pendidikan akan diterjemahkan menjadi perbedaan
kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas
dapat menjadi salah satu modal untuk menciptakan standar ekonomi yang
tinggi bagi masyarakat.19
3) Ketimpangan Pendapatan
Tingkat pendapatan atau upah di setiap daerah berbeda-beda. Hal ini
dapat menyebabkan ketimpangan ekonomi karena masyarakat di perkotaan
atau kawasan industri akan memiliki kesempatan yang lebih baik untuk
mendapatkan upah yang lebih tinggi daripada masyarakat di pedesaan.
Tingkat pendapatan ini akan dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhan
dasar setiap individu. Dengan pendapatan yang tinggi maka kemampuan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan lebih tinggi, sedangkan gaji
yang rendah akan mempersulit masyarakat untuk memenuhi
kebutuhannya.20
4) Pembangunan Yang Tidak Merata
Pemerataan pembangunan merupakan salah satu langkah yang diambil
oleh negara untuk mengurangi kesenjangan ekonomi. Salah satu contoh
pembangunan yang dipimpin oleh pemerintah adalah pembangunan
infrastruktur. Jika pembangunan infrastruktur dilakukan dengan baik, akan
lebih mudah untuk mencapai pembangunan ekonomi yang merata. Jika

18
wislah.com (2020), Kesenjangan Ekonomi, Pengertian, Penyebab, Ketimpangan dan Solusi [Di
Akses Pada 26 Jun. 23] https://wislah.com/kesenjangan-ekonomi-pengertian-penyebab-ketimpangan-
dan-solusi/
19
wislah.com (2020), Kesenjangan Ekonomi, Pengertian, Penyebab, Ketimpangan dan Solusi [Di
Akses Pada 26 Jun. 23] https://wislah.com/kesenjangan-ekonomi-pengertian-penyebab-ketimpangan-
dan-solusi/
20
wislah.com (2020), Kesenjangan Ekonomi, Pengertian, Penyebab, Ketimpangan dan Solusi [Di
Akses Pada 26 Jun. 23] https://wislah.com/kesenjangan-ekonomi-pengertian-penyebab-ketimpangan-
dan-solusi/
pembangunan infrastruktur dilakukan secara serempak, masyarakat di
setiap daerah dapat melakukan kegiatan ekonominya.
Rendahnya kemampuan pelaku ekonomi dalam melakukan kegiatan
ekonomi akan menyebabkan penurunan pendapatan yang akan
diterimanya. Rendahnya pendapatan menjadi penyebab yang
menyebabkan ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi
kebutuhannya, sehingga menimbulkan masalah ketimpangan ekonomi
dalam masyarakat.21
5) Pengangguran
Kesejahteraan masyarakat dipengaruhi oleh tersedianya lapangan
kerja. Penyempitan lapangan pekerjaan akan menimbulkan pengangguran
di masyarakat. Pengangguran tidak dapat sepenuhnya memenuhi
kebutuhan mereka. Bayangkan jika tenaga kerja tidak terserap sebagai
kepala rumah tangga yang berada pada usia produktif, hal ini tentu
berdampak tidak hanya pada individu tetapi juga seluruh keluarga.
Tingginya angka pengangguran juga disebabkan oleh tingginya jumlah
angkatan kerja di suatu daerah, sementara lapangan pekerjaan di daerah
tersebut sedikit. Rendahnya kualitas sumber daya manusia juga menjadi
penyebab sulitnya masyarakat mendapatkan pekerjaan sesuai dengan
kemampuannya.
Bisa saja terjadi, lapangan kerja terbuka lebar, namun keterampilan
yang diperlukan tidak tersedia di masyarakat. Jika suatu daerah tidak bisa
menciptakan lapangan kerja, kesenjangan ekonomi bisa semakin besar.22

b. Ketimpangan Pendapatan
Ketimpangan pendapatan dapat timbul karena distribusi pendapatan yang tidak
merata. Distribusi pendapatan menjelaskan dan mengevaluasi distribusi
pendapatan dalam suatu negara. Menurut Bank Dunia, ketimpangan pendapatan
merupakan aspek penting untuk mengukur kesejahteraan suatu negara karena
pengaruhnya terhadap kemampuannya untuk mengurangi kemiskinan.
21
wislah.com (2020), Kesenjangan Ekonomi, Pengertian, Penyebab, Ketimpangan dan Solusi [Di
Akses Pada 26 Jun. 23] https://wislah.com/kesenjangan-ekonomi-pengertian-penyebab-ketimpangan-
dan-solusi/
22
wislah.com (2020), Kesenjangan Ekonomi, Pengertian, Penyebab, Ketimpangan dan Solusi [Di
Akses Pada 26 Jun. 23] https://wislah.com/kesenjangan-ekonomi-pengertian-penyebab-ketimpangan-
dan-solusi/
Dibandingkan dengan indikator lainnya, ketimpangan pendapatan merupakan
aspek kebahagiaan yang penting karena juga melihat distribusi pendapatan antar
kelompok masyarakat yang berbeda dan bukan hanya satu kelompok
masyarakat.
Distribusi yang tidak merata dalam suatu negara menciptakan distribusi
pendapatan yang tidak merata. Untuk mengetahui ketimpangan distribusi
pendapatan dapat menggunakan indikator koefisien gini dan kurva Lorenz.23
1) Koefisien Gini
Koefisien Gini atau indeks Gini adalah ukuran distribusi pendapatan. Teori
koefisien Gini dikembangkan oleh seorang ahli statistik Italia bernama
Corrado Gini pada tahun 1912. Tidak hanya mengukur distribusi pendapatan,
koefisien Gini juga digunakan untuk mengukur ketimpangan ekonomi dan
mengukur distribusi kekayaan di antara penduduk.
Nilai koefisien gini bervariasi dari 0 (0%) sampai dengan 1 (100%). Jika
koefisien gini mendekati nol (0), maka pendapatan merata, tetapi mendekati
satu pendapatan tidak merata.
Koefisien Gini secara efektif digunakan sebagai ukuran distribusi
pendapatan, tetapi tidak menjadikannya sebagai ukuran absolut dari
pendapatan atau kekayaan suatu negara. Negara berpenghasilan tinggi dan
negara berpenghasilan rendah dapat memiliki koefisien Gini yang sama. Hal
ini dapat terjadi jika kedua negara memiliki distribusi pendapatan yang sama.24
2) kurva Lorenz
Kurva Lorenz adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara persentase
pendapatan dan persentase penerima pendapatan selama periode waktu
tertentu dan biasanya diukur oleh negara selama setahun. Kurva Lorenz akan
muncul dengan kemiringan 1 yang dilambangkan dengan diagonal.
Semakin jauh kurva dari diagonal, distribusi pendapatan semakin timpang,
sebaliknya semakin dekat kurva dengan diagonal, distribusi pendapatan
semakin seragam.25
23
wislah.com (2020), Kesenjangan Ekonomi, Pengertian, Penyebab, Ketimpangan dan Solusi [Di
Akses Pada 26 Jun. 23] https://wislah.com/kesenjangan-ekonomi-pengertian-penyebab-ketimpangan-
dan-solusi/
24
wislah.com (2020), Kesenjangan Ekonomi, Pengertian, Penyebab, Ketimpangan dan Solusi [Di
Akses Pada 26 Jun. 23] https://wislah.com/kesenjangan-ekonomi-pengertian-penyebab-ketimpangan-
dan-solusi/
25
wislah.com (2020), Kesenjangan Ekonomi, Pengertian, Penyebab, Ketimpangan dan Solusi [Di
Akses Pada 26 Jun. 23] https://wislah.com/kesenjangan-ekonomi-pengertian-penyebab-ketimpangan-
c. Solusi Untuk Mempersempit Kesenjangan Ekonomi
Ketimpangan ekonomi berdampak pada kesejahteraan setiap orang. Oleh
karena itu, perlu adanya solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Solusi untuk
kesenjangan ekonomi dapat ditemukan dengan mengidentifikasi akar
penyebabnya. Jika akar masalahnya berbeda, solusinya juga akan berbeda.
Misalnya, jika penyebab ketimpangan ekonomi terkait dengan ketimpangan
pendidikan, solusinya adalah mengembangkan kebijakan yang menangani
pemerataan pendidikan, serta aspek lainnya.  
Mengatasi ketimpangan ekonomi bukan hanya tanggung jawab pemerintah,
tetapi tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan
sinergi dan kerjasama antara masyarakat dengan pemerintah. Solusi yang dapat
diberikan untuk mengatasi kesenjangan ekonomi adalah sebagai berikut.
1) Pendidikan
Karena penyebab ketimpangan ekonomi adalah pendidikan yang tidak
merata, maka solusi untuk mengatasi ketimpangan ekonomi adalah dengan
meningkatkan kualitas pemerataan pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa
pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang turut memperkuat
pondasi perekonomian. Infrastruktur Pembangunan, infrastruktur dapat
mengurangi ketimpangan ekonomi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa adanya infrastruktur yang tidak merata
menyebabkan lambatnya pengangkutan barang ke berbagai daerah sehingga
meningkatkan biaya produksi. Salah satu pembangunan infrastruktur yang
dapat mengurangi ketimpangan adalah dengan membangun pelabuhan agar
barang dapat dikirim dan diterima dengan cepat.26
2) Subsidi
Pemberian hibah yang tepat sasaran kepada masyarakat dapat menjadi
solusi atas permasalahan ketimpangan ekonomi. Subsidi pemerintah dapat
berupa bantuan langsung atau bantuan berupa instrumen permodalan bagi
masyarakat, untuk meningkatkan kegiatan ekonominya. Hal ini diharapkan

dan-solusi/
26
wislah.com (2020), Kesenjangan Ekonomi, Pengertian, Penyebab, Ketimpangan dan Solusi [Di
Akses Pada 26 Jun. 23] https://wislah.com/kesenjangan-ekonomi-pengertian-penyebab-ketimpangan-
dan-solusi/
dapat meningkatkan pendapatan daerah sehingga kesenjangan ekonomi dapat
teratasi.27
2. Implikasi yang terjadi akibat adanya kesenjangan ekonomi terhadap Islam
a. Zakat
Secara etimologi zakat berasal dari akar kata zaka yang berarti
pertumbuhan, kebersihan, dan kebaikan (Qardawi, 1999). Dari sudut
pandang fikih, zakat mengacu pada pengeluaran wajib atas barang-barang
tertentu yang diselenggarakan oleh pihak tertentu (muzakki) dengan cara
tertentu dan untuk golongan (mustahik) tertentu (Al-Baghdadi, 1999).
Distribusi kekayaan dan pendapatan melalui zakat akan menciptakan
keharmonisan antara si kaya dan si miskin. Dengan kekayaan dan
pendapatan yang disalurkan melalui zakat, maka akan tercipta agunan untuk
memenuhi kebutuhan dasar mereka yang tidak mampu (Kementerian
Ekonomi dan Keuangan Islam, Fundamental Nilai dan Prinsip Ekonomi
Islam, 2018).
Lebih jauh lagi, dengan zakat, redistribusi sumber daya ekonomi dari
kaya ke miskin tercapai. Memang, zakat mengarah pada redistribusi produk
di pasar dari yang kaya ke yang miskin. Apalagi jika zakat diberikan sebagai
input kepada mustahik, maka penyalurannya akan diarahkan melalui
peningkatan sumber-sumber pendapatan fungsional mustahik, seperti
kenaikan gaji atau keuntungan yang akan diterima mustahik (Bank
Indonesia, n.d.).28
Namun seperti diketahui, pengeluaran zakat sendiri dihitung sebesar
2,5% dari harta yang dimiliki dari 100% total harta. Ini benar-benar tidak
sepenuhnya menyelesaikan perbedaan yang terjadi. Residunya sekitar
97,5%. Betul, mereka yang memiliki kelebihan harta rela mengeluarkan
97,5% hartanya dan menyalurkannya dalam bentuk infak, sedekah, dan
hibah. Maka kesenjangan ekonomi rakyat akan menyempit.29

27
wislah.com (2020), Kesenjangan Ekonomi, Pengertian, Penyebab, Ketimpangan dan Solusi [Di
Akses Pada 26 Jun. 23] https://wislah.com/kesenjangan-ekonomi-pengertian-penyebab-ketimpangan-
dan-solusi/
28
M. Syahrul Syarifuddin (2021), Filantropi Islam Menjawab Problem Kesenjangan Ekonomi, Jurnal
Penelitian Medan Agama, Volume 12, Nomor 02, 2021, DOI:10.58836/jpma.v12i2.11506. h. 106,
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/3.0/
29
M. Syahrul Syarifuddin (2021), Filantropi Islam Menjawab Problem Kesenjangan Ekonomi, Jurnal
Penelitian Medan Agama, Volume 12, Nomor 02, 2021, DOI:10.58836/jpma.v12i2.11506. h. 106,
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/3.0/
b. Wakaf
Wakaf secara etimologi berarti menjaga, melarang atau menjaga
(Mandzur, 1999). Sedangkan dalam hal hak asuh atas harta Allah
mengizinkan seseorang untuk menikmatinya, yang disertai dengan
kestabilan harta tersebut (Muflih, 1997). Oleh karena itu, kata wakaf
digunakan dalam Islam dalam arti memiliki harta dan melestarikannya untuk
manfaat amal tertentu yang terbatas, sambil melarang penggunaan apa pun
selain tujuan khusus itu.30
Definisi ini sesuai dengan keabadian wakaf itu sendiri, yaitu berlaku
untuk barang yang mudah rusak yang manfaatnya dapat diperoleh tanpa
menghabiskan barang itu sendiri. Oleh karena itu, wakaf banyak kaitannya
dengan tanah dan bangunan. Namun sebenarnya ada juga wakaf dalam
bentuk lain, seperti: buku, saham, kas, dll. (Sahidin, 2021).
Wakaf adalah sarana utama untuk mendistribusikan harta atau
kekayaan orang dan bersifat publik. Melalui wakaf, diharapkan sumber daya
ekonomi tidak hanya terkonsentrasi pada orang kaya tetapi juga
memungkinkan untuk didistribusikan kepada mereka yang benar-benar
membutuhkannya. Dalam Islam, wakaf merupakan ajaran agama dengan
tujuan mulia, sedangkan dalam ilmu ekonomi merupakan sarana penting
untuk mencapai kesejahteraan (Hazami, 2016).
Untuk itu, melalui alat wakaf ini diharapkan dapat memberdayakan
masyarakat khususnya masyarakat menengah ke bawah untuk memberikan
kesempatan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, mengurangi
kemiskinan dan mengurangi kesenjangan pendapatan masyarakat Indonesia
(Bank Indonesia, 2016).
Adapun kegunaan wakaf, dalam literatur fikih dapat digunakan untuk
kepentingan keagamaan seperti pembangunan masjid dan mushola, maupun
untuk kepentingan umum, seperti lembaga lembaga pendidikan,
pembuangan jenazah, pembangunan jembatan, perpustakaan. dll. (Kamil,
2016).
c. Infaq dan Sadaqah
30
M. Syahrul Syarifuddin (2021), Filantropi Islam Menjawab Problem Kesenjangan Ekonomi, Jurnal
Penelitian Medan Agama, Volume 12, Nomor 02, 2021, DOI:10.58836/jpma.v12i2.11506. h. 106-107,
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/3.0/
Secara etimologis, infaq berasal dari kata anfaqa yang artinya
memberikan sesuatu untuk tujuan tertentu. Sedangkan secara terminologi,
infaq berarti menyisihkan sebagian harta atau penghasilan untuk
kepentingan yang diatur oleh ajaran Islam. Artinya infaq adalah salah satu
kegiatan manusia yang bertujuan untuk memberikan makanan yang
diberikan Allah kepada sesamanya dengan ikhlas (Hafidhudin, 2007).
Sedangkan memberi berasal dari kata etimologi sadaqa, yang berarti
“benar”. Dengan demikian, orang yang suka bersedekah adalah orang yang
beriman dengan imannya. Padahal secara terminologi pengertian sedekah
sama dengan infak, termasuk hukum dan ketentuan yang terkandung di
dalamnya. Namun infak berkaitan dengan materi, sedangkan memberi
memiliki makna yang lebih luas dari infaq, baik materi maupun immateri
(Rosmini, 2016). 
E. Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan.
Pertama, penyebab ketimpangan ekonomi disebabkan oleh tiga faktor utama,
yaitu:
1. Faktor alam, budaya dan struktural. Hal ini disebabkan pengaruh
sistem kapitalisme dan materialisme.
2. Banyak dampak negatif jika terjadi kesenjangan ekonomi, misalnya
pemberontakan, kriminalitas, radikalisme, kemiskinan, penurunan
pendapatan nasional dan menghambat pembangunan bangsa.
3. Islam menyikapi ketimpangan dengan berperilaku adil, khususnya
dalam bidang ekonomi, dengan saling tolong-menolong dan dengan
meningkatkan kesadaran akan pentingnya zakat, wakaf, infak dan
sedekah yang semuanya merupakan kegiatan filantropi, bertujuan
untuk memperkuat ukhuwah Islamiyyah dan menghilangkan
ketimpangan.
 

Daftar Pustaka

Jurnal
Revrisond Baswir (1987), Kesenjangan Ekonomi Antar Daerah Indonesia, Jurnal Ekonomi
dan Bisnis Indonesia, Vol 2.
Mengenai sejarah perekonomian Indonesia ini lihat Prajudi Atmo-sudirdjo, Sejarah
EkonomiIndonesia. (Jakarta: Pradnya Para-mita, Cetakan ke-IV, 1983).
Mubyarto, Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan. (Jakarta: Sinar Harapan, 1983).
Iwan Jaya Azis, "Pengembangan Pembangunan Daerah di Indonesia", dalam M. Arsyad
Anwar (ed), Permasalahan dan Prospek Ekonomi Indonesia 198511986, Jakarta, Sinar
Harapan, 1985.
Revrisond Baswir (1987), Kesenjangan Ekonomi Antar Daerah Indonesia, Jurnal Ekonomi
dan Bisnis Indonesia, Vol 2.
Sritua Arief dan Adi Sasono, "Indonesia: Ketergantungan dan Keterbelakangan"
(Jakarta: Lembaga Studi Pembangunan, 1981).
M. Syahrul Syarifuddin, Filantropi Islam Menjawab Problem Kesenjangan Ekonomi, Jurnal
Penelitian Medan Agama, Volume 12, Nomor 02, 2021, DOI:10.58836/jpma.v12i2.11506.
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/3.0/

Artikel

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/06/30/kesenjangan-ekonomi-di-ri-tidak-banyak-
berubah-sejak-20-tahun-lalu
https://www.islampos.com/atasi-kesenjangan-ekonomi-dengan-islam-224805/

https://wislah.com/kesenjangan-ekonomi-pengertian-penyebab-ketimpangan-dan-solusi/

Anda mungkin juga menyukai