Disusun Oleh:
Hari/TanggaL
BAB II ........................................................................................................................... 3
DASAR TEORI.............................................................................................................. 3
BAB III .......................................................................................................................... 4
3.1 Jenis penelitian...................................................................................................... 4
Jenis hewan yang digunakan pada penelitian kali ini adalah serangga ...................... 4
BAB IV .......................................................................................................................... 7
4.1 Hasil Pengamatan ..................................................................................................... 7
4.2 Analisis Data dan Pembahasan .................................................................................. 7
4.3 Diskusi ..................................................................................................................... 9
BAB V ......................................................................................................................... 11
KESIMPULAN ............................................................................................................ 11
Daftar pustaka .............................................................................................................. 12
Lampiran ...................................................................................................................... 13
ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah sistem pada hewan ini
dengan baik.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan dengan bekerjasama yang
baik,sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampai
banyak-banyak terimakasih untuk pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini. Dan tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata
kuliah sistem pada hewan Ibu Ita Ainun Jariyah, S.Pd., M.Pd. yang telah memberikan
tugas praktikum ini kepada kami, sehingga menjadikan kami lebih memahami mengenai
laju respirasi pada hewan.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
terhadap pembaca.
Penulis
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Adapun tujuan dilakukannya praktikum laju respirasi hewan ini adalah untuk
memahami metode pengukuran laju respirasi hewan melalui penghitungan konsumsi
oksigen dan mengetahui perbedaan laju respirasi pada berbagai spesies hewan dan
hubungannya dengan perbedaan temperature lingkungan.
1.3 Tujuan
2
BAB II
DASAR TEORI
Keterangan:
3
BAB III
Metode Penelitian
2) Timbangan
3) Kantung plastik
4) Beaker glass
5) Thermometer
6) Jarum suntik
7) Kapas
8) Vaselin
9) Eosin
10) KOH 4 %
Jenis hewan yang digunakan pada penelitian kali ini adalah serangga
4
3.3.2. Variabel Terikat:
Variabel yang diukur meliputi berat badan hewan yang diteliti yaitu
serangga (Jangkrik), suhu ruangan yaitu normal (25°C), skala
manometer awal dan skala manometer Akhir, Besar perubahan
skala dan laju respirasi.
Kami melakukan penelitian ini untuk menentukan laju respirasi. Ada beberapa
faktor yang digunakan dalam penelitian ini, faktor pertama yaitu menentukan
berat badan hewan yang akan diteliti yaitu serangga (Jangkrik), faktor yang
kedua yaitu suhu penyimpanan serangga yang akan diteliti. Dengan demikian,
didalam penelitian ini kita menghitung laju respirasinya :
a. Skala manometer Awal dan Akhir
1) Menimbang hewan coba terlebih dahulu dengan neraca digital dan catat
beratnya
2) Menyusun respirometer sebagai mana mestinya dengan menginjeksikan
eosin pada pipa respirometer dan usahakan tidak ada gelembung udara
3) Masukkan kapas yang telah dibasahi 5-10 tetes KOH 4% pada dasar
tabung respirometer dan kemudian masukkan kapas kering di atasnya
4) Masukkan hewan coba ke dalam tabung tersebut secara hati-hati
5
6) Letakkan perangkat percobaan pada posisi yang ideal dan tandai posisi
eosin awal pada pipa skala respirometer. Biarkan selama 10 menit lalu
hitung perubahan skala yang ditunjukkan oleh eosin pada manometer. Jika
dalam 10 menit belum terjadi perubahan posisi eosin, lanjutkan sampai
2030 menit
7) Untuk memvariasikan faktor suhu, letakkan tabung percobaan di dalam
gelas berisi air es atau air panas (opsional, hanya jika waktu cukup untuk
melakukan perlakuan suhu berbeda ini)
8) Laju respirasi dapat dihitung dengan rumus sbb:
Satuan waktu total = lama waktu yang digunakan untuk mengamati (10-20
menit, tergantung lama pengamatan yang anda lakukan)
Catat data dan sajikan dalam grafik hubungan laju respirasi per
masingmasing spesies terhadap suhu yang bervariasi (suhu perlakuan).
Interpretasikan data secara ringkas.
6
BAB IV
Hasil dan Pembahasan
0,005
0,004
0,003
0,002
0,001
0
Dingin Normal Panas
Suhu ( oC)
0,50C 250C 480C
7
Berdasarkan data diatas, pengukuran laju respirasi serangga yaitu jangkrik
dibedakan 3 suhu yang berbeda. Suhu dingin sebesar 0,5 0C dan suhu normal sebesar
250C sedangkan suhu panas sebesar 480C. Suhu dingin menunjukkan hasil laju
respirasi sebesar 0,0042 sedangkan suhu normal menunjukkan hasil laju respirasi
sebesar 0,0013 dan suhu panas menunjukkan hasil laju respirasi sebesar 0,00506.
Dari hasil tersebut dapat diketahui suhu dapat mempengaruhi perbedaan laju
respirasi. Perhitungan laju respirasi diperoleh dengan menghitung perubahan skala
manometer awal ke akhir dibagi dengan berat badan jangkrik dan waktu yang
digunakan selama 10 detik.
b. Pembahasan
Hasil pengamatan pada praktikum laju respirasi serangga (jangkrik) pada suhu
lingkungan yang berbeda diperoleh, hasil kecepatan respirasi pada suhu lingkungan
dingin yaitu 0,50C dengan laju respirasinya 0,0042 ml/g/menit, suhu normal
menggunakan suhu ruangan sebesar 250C dengan laju respirasinya 0,0013 ml/g/menit
sedangkan pada suhu panas sebesar 480C dengan laju respirasinya 0,00506 ml/g/menit.
Berdasarkan data tersebut maka, kecepatan laju respirasi lebih lambat pada lingkungan
bersuhu normal dan kecepatan lebih cepat pada lingkungan yang bersuhu panas.
Sehingga hasil praktikum yang diperoleh kelompok kami kurang tepat karena tidak
sesuai dengan teori. Jika sesuai dengan teori seharusnya semakin tinggi suhu lingkungan
akan semakin tinggi juga laju respirasinya sebaliknya jika semakin rendah suhu
lingkungan akan semakin rendah juga laju respirasinya. Selain itu, terdapat beberapa
kesalahan dalam melakukan praktikum seperti kurangnya pemberian vaselin, Kristal
KOH atau bahkan karena kesalahan dalam melakukan langkah-langkah praktikum.
Perbedaan suhu akan sangat mempengaruhi laju respirasi, jika sesuai dengan teori
seharusnya urutan laju respirasinya dari terendah hingga tertinggi sehingga urutan suhu
lingkungan dari suhu dingin sebesar 0,50C, suhu normal sebesar 250C, dan suhu panas
sebesar 480C. Jika dibuat grafik akan membentuk garis lurus miring dari kiri bawah ke
kanan atas. Hal ini dapat disimpulkan hasilnya yaitu pengaruh suhu, berat, dan ukuran
tubuh jangkrik dapat mempengaruhi laju respirasi dimana umumnya laju respirasi akan
meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 100C namun tergantung pada
masingmasing hewan. Jika dikaitkan dengan berat badan, semakin berat tubuh jangkrik
8
maka semakin banyak pula energi yang dibutuhkan. Ketika asupan energi dalam tubuh
semakin banyak maka oksigen (O2) yang dibutuhkan akan semakin banyak juga. Hal ini
karena adanya keterkaitan antara energi yang dikeluarkan dengan oksigen yang
digunakan. Jika energi yang dibutuhkan semakin banyak maka oksigen dan zat makanan
yang masuk ke dalam tubuh hewan juga banyak, dan laju respirasi secara otomatis juga
akan meningkat. Dengan demikian, Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi
diantaranya berat tubuh, ukuran tubuh, kadar O2, aktivitas, dan suhu lingkungan.
Grafik Hubungan Laju Respirasi Hewan dan Suhu Yang Benar
Laju
0,006 Respirasi
0,005
0,004
0,003
0,002
0,001
c. 0,50C
Dingin
250C
Normal
480C
Panas Suhu (oC)
4.3 Diskusi
Jawaban:
Eosin merupakan cairan berwarna merah yang biasanya dipakai untuk
eksperimen biologi. Eosin dapat digunakan untuk mengetahui kecepatan laju O 2
atau sebagai indikator O2 yang dihirup serangga pada respirometer. Fungsi eosin
adalah sebagai indikator oksigen yang dihirup oleh jangkrik pada respirometer.
9
Saat jangkrik menghirup oksigen maka terjadi penurunan tekanan gas dalam
respirometer sehingga eosin bergerak masuk ke arah respirometer.
a) Berat tubuh: Semakin berat tubuh jangkrik, maka semakin banyak oksigen yang
dibutuhkan dan semakin cepat proses respirasinya.
b) Ukuran tubuh: Semakin besar ukuran tubuh jangkrik maka keperluan oksigen
makin banyak.
c) Kadar O2: bila kadar oksigen jangkrik rendah maka frekuensi respirasinya akan
meningkat sebagai kompensasi untuk meningkatkan pengambilan oksigen.
d) Aktivitas: Semakin tinggi aktivitas jangkrik, maka semakin banyak kebutuhan
energinya, sehingga pernafasannya akan semakin cepat.
e) Suhu: Semakin tinggi suhu, maka akan semakin tinggi laju respirasi jangkrik.
10
BAB V
KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terjadi perbedaan laju
respirasi pada spesies hewan dalam hal ini yaitu jangkrik dengan hasil suhu panas
mencapai 48 °C dengan laju respirasi 0,005, suhu dingin dengan suhu 0,005 °C mencapai
laju respirasi 0,0042 dan dengan suhu normal yaitu 25 °C mencapai laju respirasi 0,0013.
11
Daftar pustaka
Anonym, 1999. Canadian Council of Ministers of the Environment. 1999. Canadian water quality
guidelines for the protection of aquatic life: Salinity (marine). In: Canadian
environmental quality guidelines, 1999, Canadian Council of Ministers of the
Environment, Winnipeg.
Bruijs M.C.M, Kelleher B., Van Der Velde G., de Vaate A.B., 2001. Oxygen consumption, temperature
and salinity tolerance of the invasive amphipod
12
Lampiran
13