Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ada beberapa sistem penunjang dalam kehidupan manusia, salah satunya
adalah sistem pernapasan. Sistem pernapasan adalah proses masuknya oksigen
ke dalam tubuh. Sistem ini sangat penting karena tanpa oksigen yang masuk
ke bagian tubuh manusia dari proses yang dihasilkan pada sistem sistem
pernafasan, maka aktivitas dalam tubuh makhluk hidup tidak dapat
berlangsung (Suryo, 2010).
Proses respirasi terdiri dari 5 organ yaitu rongga hidung, laring, trakea,
bronkus, dan paru-paru. Respirasi bertujuan untuk menghasilkan energi,
dimana energi hasil respirasi tersebut sangat diperlukan untuk aktivitas hidup.
Kegiatan pernapasan dan respirasi saling berhubungan karena pada proses
pernapasan dimasukkan udara dari luar (oksigen) yang kemudian oksigen
tersebut digunakan untuk proses respirasi guna memperoleh energi.
Selanjutnya, sisa respirasi berupa gas karbon dioksida dikeluarkan melalui
proses pernapasan (Syamsuri, dkk, 2007).
Gas karbon dioksida yang dikeluarkan melalui proses pernapasan pada
manusia bergantung pada beberapa faktor. Oleh karena itu, untuk mengetahui
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi laju respirasi dan mengukur
besarnya CO2 pada respirasi manusia dilakukanlah praktikum ini.

1.2 Tujuan
Adapun praktikum “Pengukuran Molekul CO2 Hasil Respirasi” ini memiliki
beberapa tujuan, yaitu :
1. Mengukur besarnya CO2 yang dihasilkan dalam proses respirasi pada
manusia;
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi laju respirasi pada manusia.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alat – Alat Pernapasan Manusia


Setiap kali kita bernapas akan terjadi peristiwa pemasukan oksigen dan
pengeluaran karbon dioksida. Udara masuk ke dalam paru-paru setelah
melalui alat pernapasan yang terdiri atas rongga hidung, laring (pangkal
tenggorokan), trakea (batang tenggorokan), bronkus (cabang tenggorokan),
dan pulmo (paru-paru) (Syamsuri, dkk, 2007).
Untuk lebih mengenal alat atau organ pernapasan manusia, berikut ini
dibuatlah pengertian dari macam-macam alat atau organ pernapasan manusia
sebagai berikut.
2.1.1 Hidung
Hidung merupakan tempat pertama yang dilalui udara dari luar. Di
dalam rongga hidung terdapat rambut-rambut dan selaput lendir yang
berguna untuk menyaring udara, menghangatkan udara yang masuk ke
paru-paru, dan mengatur kelembapan udara (Syamsuri, dkk, 2007).
2.1.2 Pangkal Tenggorokan (Laring)
Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang membentuk jakun.
Jakun tersusun atas tulang lidah, katup tulang rawan, perisai tulang
rawan, piala tulang rawan, dan gelang tulang rawan. Jika udara
menuju ke tenggorokan, anak tekak melipat ke bawah bertemu dengan
katup pangkal tenggorokan untuk membuka jalan ke tenggorokan
(Syamsuri, dkk, 2007).
2.1.3 Batang Tenggorokan (Trakea)
Batang tenggorokan terletak di daerah leher, di bagian depan
kerongkongan. Batang tenggorokan berbentuk pipa yang terdiri dari
gelang-gelang tulang rawan dengan panjang sekitar 10 cm. Jika kita
tiba-tiba batuk atau bersin, biasanya karena di saluran batang
tenggorokan ada lendir atau debu yang mengganggu jalannya
pernapasan (Syamsuri, dkk, 2007).

2
2.1.4 Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)
Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus
sebelah kiri dan bronkus sebelah kanan. Kedua bronkus menuju ke
paru-paru. Di dalam paru-paru, bronkus membentuk cabang-cabang
lagi, yang disebut bronkiolus. Bronkiolus bercabang-cabang lagi
membentuk pembuluh-pembuluh yang halus. Cabang-cabang yang
terhalus masuk ke dalam gelembung paru-paru (alveolus). Pada
dinding alveolus, oksigen berdifusi ke dalam darah, sedangkan karbon
dioksida dan air dilepaskan (Syamsuri, dkk, 2007).
2.1.5 Paru-paru
Paru-paru terletak di rongga dada tepat di atas sekat diafragma.
Paru-paru terdiri atas dua bagian. Paru-paru kanan memiliki 3
gelambir sehingga berukuran lebih besar daripada paru-paru kiri yang
memiliki 2 gelambir. Di bagian dalam paru-paru terdapat gelembung
halus yang merupakan perluasan permukaan paru-paru yang disebut
alveolus. Dinding alveolus mengandung kapiler darah. Oksigen yang
terdapat di dalam alveolus berdifusi menembus dinding alveolus, lalu
menembus dinding kapiler darah yang mengelilingi alveolus. Setelah
itu, oksigen masuk ke dalam pembuluh darah dan diikat oleh
hemoglobin yang terdapat di dalam sel darah sehingga terbentuk
oksihemoglobin (HbO2). Akhirnya, oksigen diedarkan oleh darah ke
seluruh tubuh (Syamsuri, dkk, 2007).
Setelah sampai ke dalam sel-sel tubuh, oksigen dilepaskan
sehingga oksihemoglobin kembali menjadi hemoglobin. Karbon
dioksida yang dihasilkan dari respirasi sel diangkut oleh plasma darah
melalui pembuluh darah menuju ke paru-paru. Sesampai di alveolus,
karbon dioksida menembus dinding pembuluh darah dan dinding
alveolus. Dari alveolus, karbon dioksida akan dikeluarkan melalui
saluran pernapasan saat kita mengeluarkan napas. Karbon dioksida
akan keluar melalui hidung. Jadi, pertukaran gas sebenarnya
berlangsung di alveolus (Syamsuri, dkk, 2007).

3
2.2 Proses Pernapasan
Bernapas adalah proses pengambilan gas-gas yang diperlukan tubuh, yakni
oksigen, serta proses pengeluaran gas-gas sisa pembakaran yang ada dalam
tubuh, yakni karbon dioksida. Pernapasan dibedakan menjadi pernapasan
dada (pernapasan tulang rusuk) dan pernapasan perut (pernapasan diafragma).
Pernapasan dada terjadi jika otot-otot antartulang rusuk bagian luar
berkontraksi, sehingga tulang rusuk terangkat ke atas. Akibatnya volume
rongga dada membesar, sehingga tekanan udara dalam rongga dada menurun,
paru-paru mengembang, tekanan udara dalam rongga paru-paru turun menjadi
jauh lebih rendah dari tekanan udara atmosfer, dan akhirnya udara luar masuk
ke dalam paru-paru (Syamsuri, dkk, 2007).
Ketika otot-otot antartulang rusuk bagian luar berelaksasi dan otot-otot
antartulang rusuk bagian dalam berkontraksi, tulang-tulang rusuk turun
kembali, rongga dada menyempit, tekanan udara dalam rongga dada naik,
paru-paru terdesak dan akhirnya mengecil, tekanan udara dalam paru-paru
naik lebih tinggi dari tekanan udara atmosfer, dan akibatnya udara keluar dari
paru-paru (Syamsuri, dkk, 2007).
Pernapasan perut terjadi jika otot diafragma berkontraksi, diafragma yang
semula cembung ke arah atas menjadi agak rata, sehingga rongga dada juga
membesar, akibatnya paru-paru juga akan mengembang ke arah perut dan
perut menggembung. Oleh karena itu, tekanan udara dalam paru-paru turun,
dan udara luar masuk. Ketika diafragma kembali ke keadaan semula, yakni
cembung ke arah rongga dada, rongga dada menyempit, tekanan naik, dan
udara dalam paru-paru keluar (Syamsuri, dkk, 2007).

2.3 Volume Udara Pernapasan


Volume udara pernapasan dapat bervariasi tergantung besar kecilnya paru-
paru, kekuatan bernapas, dan cara bernapas. Volume udara pernafasan dapat
digolongkan sebagai berikut (Saktiyono, 2007).
2.3.1 Volume pernapasan (Volume Tidal)

4
Volume tidal adalah volume udara yang masuk ke paru-paru dalam
sekali inspirasi, atau jumlah udara yang keluar dalam sekali ekspirasi.
Banyaknya udara pernapasan kurang lebih 500 cc (Saktiyono, 2007).
2.3.2 Volume Udara Komplementer
Volume udara komplementer adalah volume udara yang masih
dapat dimasukkan ke dalam paru-paru dengan cara inspirasi
maksimum, setelah inspirasi biasa. Banyaknya udara komplemen
kurang lebih 1.500 cc (Saktiyono, 2007).
2.3.3 Volume Udara Cadangan atau Udara Suplementer
Volume udara cadangan adalah volume udara yang masih dapat
diembuskan dari dalam paru-paru dengan ekspirasi maksimum setelah
melakukan ekspirasi biasa. Banyaknya udara cadangan di dalam paru-
paru kira-kira 1.500 cc (Saktiyono, 2007).
2.3.4 Volume Udara Residu (Udara Sisa)
Volume udara residu adalah volume udara yang tersisa di dalam
paru-paru setelah melakukan ekspirasi maksimum. Volume udara
residu di paru-paru sekitar 1.000 cc dan tidak dapat diembuskan lagi
(Saktiyono, 2007).
2.4 Faktor Laju Pernapasan Manusia
Pada umumnya setiap menit manusia melakukan pernapasan antara 15-18
kali (inspirasi-ekspirasi). Cepat atau lambatnya manusia bernapas dipengaruhi
oleh beberapa faktor, baik dari dalam maupun dari luar. Faktor-faktor laju
pernapasan manusia adalah sebagai berikut.
2.4.1 Umur
Makin bertambahnya umur seseorang, irama pernapasannya semakin
lambat. Hal ini berkaitan dengan makin berkurangnya kebutuhan
energi. Usia balita sampai remaja merupakan masa pertumbuhan fisik
yang sangat membutuhkan banyak energi, sehingga membutuhkan
banyak oksigen dan juga mengeluarkan lebih banyak karbon dioksida
(Syamsuri, dkk, 2007).

5
2.4.2 Jenis Kelamin
Irama pernapasan laki-laki biasanya lebih cepat daripada irama
pernapasan perempuan karena laki-laki umumnya beraktivitas lebih
banyak dan bekerja lebih keras daripada perempuan. Hal ini
mengakibatkan semakin tingginya kebutuhan energi, sehingga
membutuhkan banyak oksigen untuk meningkatkan laju metabolisme
tubuh (Syamsuri, dkk, 2007).
2.4.3 Suhu Tubuh
Manusia termasuk jenis makhluk hidup yang memiliki suhu tubuh
yang relatif konstan, yaitu sekitar 36-37°C. Suhu tubuh konstan karena
manusia mampu mengatur produksi panas tubuhnya dengan cara
meningkatkan laju metabolisme tubuh. Semakin rendah suhu, akan
semakin cepat pernapasan. Sebaliknya semakin tinggi suhu maka akan
semakin lambat pernapasan (Syamsuri, dkk, 2007).
2.4.4 Posisi Tubuh
Posisi tubuh menentukan banyaknya otot dan organ tubuh yang
bekerja. Hal ini berarti menentukan kebutuhan energi untuk
mendukungnya. Oleh karena itu, irama pernapasan pada posisi berdiri
lebih cepat daripada orang yang duduk atau orang yang berbaring
(Syamsuri, dkk, 2007).
2.4.5 Kegiatan atau Aktivitas Tubuh
Semakin banyak organ tubuh yang bekerja dan semakin berat kerja
organ tersebut maka semakin tinggi kebutuhan energi yang diperlukan,
sehingga laju metabolisme dan irama pernapasan semakin cepat
(Syamsuri, dkk, 2007).
2.4.6 Berat Badan
Penurunan kapasitas vital pada individu dengan berat badan berlebih
disebabkan karena menurunnya elastisitas dan kemampuan
mengembang dinding dada. Dinding dada yang tebal oleh lapisan lemak
pada keadaan yang lanjut akan sangat menghambat gerakan bernafas
dinding dada, bahkan dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas secara
intermiten. VO2 max adalah mempunyai arti sebagai volume oksigen

6
yang dapat tubuh gunakan saat bekerja sekeras mungkin. Individu
dengan berat badan berlebih dan lipatan lemak yang banyak tentu saja
mempunyai kecenderungan untuk mempunyai VO2 max yang lebih
rendah daripada individu dengan lipatan lemak sedikit, sehingga
kapasitas tubuh untuk menghasilkan energi dan bekerja menjadi
semakin terbatas (Pinzon, 1998).

2.5 Proses Pertukaran Oksigen (O2) dan Karbon Dioksida (CO2)


Pertukaran gas antara oksigen dan karbon dioksida terjadi melalui proses
difusi. Proses tersebut terjadi di alveolus dan di sel jaringan tubuh. Proses
difusi berlangsung sederhana, yaitu hanya dengan gerakan molekul-molekul
secara bebas melalui membran sel dari konsentrasi tinggi atau tekanan tinggi
ke konsentrasi rendah atau tekanan rendah (Aryulina, dkk, 2004).
Setelah terjadi inspirasi, oksigen yang ada di dalam alveolus dipindahkan
ke dalam kapiler darah di paru-paru untuk dibawa ke sel-sel tubuh yang
membutuhkan. Dari kapiler darah di jaringan, oksigen masuk ke dalam sel-sel
tubuh. Sementara itu, karbon dioksida yang merupakan sisa pembakaran di
dalam sel masuk ke dalam kapiler darah di jaringan untuk dibawa ke paru-
paru. Di kapiler paru-paru, karbon dioksida dimasukkan ke dalam alveolus
untuk dikeluarkan dalam ekspirasi (Syamsuri, dkk, 2007).
Pertukaran gas-gas yang terjadi di antara dinding alveolus dengan kapiler
darah disebut respirasi eksternal, dan yang terjadi antara kapiler dengan sel-
sel atau jaringan disebut respirasi internal. Respirasi internal akan dilanjutkan
dengan pemanfaatan oksigen untuk oksidasi biologi (pembakaran zat
makanan dengan bantuan oksigen) (Syamsuri, dkk, 2007).

7
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 3 Oktober 2019 pukul 09.20
WIB sampai 11.00 WIB bertempat di Laboratorium Bioteknologi, Fakultas
Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang dibutuhkan adalah Sedotan plastik, Kantung plastik ukuran 2,5
liter (25x40 cm), 3 gelas ukur volume 100 ml, Pipet tetes, dan Gelas
pengaduk.
Bahan yang dibutuhkan adalah Air, NaOH 0,01 N, dan Brom thimol blue.

3.3 Langkah Kerja


1. Diikat kantung plastik dan sedotan dengan erat sehingga tidak terjadi
kebocoran.
2. Disediakan gelas ukur 100 ml berisi 50 ml. Ditambahkan 8 tetes indikator
brom thimol blue, diaduk sampai merata. Ditambahkan beberapa tetes
NaOH sampai air berwarna biru. Dilakukan hal yang sama pada gelas ukur
yang lain. Diberikan tanda istirahat/aktivitas pada gelas ukur tersebut.
3. Dalam keadaan istirahat, dilakukan bernafas secara normal. Dihembuskan
nafas anda ke dalam kantung plastik, nafas jangan ditahan terlalu lama,
dilakukan bernafas secara normal. Jika dalam keadaan biasa dikeluarkan
hembusan nafas pada udara terbuka dan ditampung ke dalam kantung
plastik sampai kantung plastik penuh.
4. Dilipat pipa plastik bagian tengah agar tidak ada udara yang keluar dari
kantung plastik. Dimasukkan ujung pipa plastik kedalam gelas ukur
berlabel istirahat. Dikeluarkan udara dari kantung plastik sedikit demi
sedikit.

8
5. Diberi setetes larutan NaOH pada gelas ukur berlabel istirahat (berwarna
kuning) dan diaduk. Ditambahkan satu tetes lagi jika belum berwarna biru
dan diulangi sampai warna menjadi biru.
6. Diukur berapa ml NaOH yang dipakai dengan cara ditampung sejumlah
tetesan yang sama banyaknya didalam gelas ukur 10 ml.
7. Dilakukan berlari mengelilingi kampus sampai amda terengah-engah.
8. Dilakukan tahapan nomor 3-6. Perbedaannya, dimasukkan ujung sedotan
plastik dalam gelas ukur lainnya yang berlabel aktivitas.

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Sebelum Beraktivitas
Jenis Berat Volume Mol H2CO3
Nama Kelamin Badan Tetes NaOH NaOH
Reizza Laki-laki 50 kg 9 tetes 0,45 ml 6306275 x 10-12
Mila Perempuan 50 kg 24 tetes 1,2 ml 64 x 10-7
Hilmi Laki-laki 65 kg 47 tetes 2,35 ml 654375 x 10-11
Cahya Perempuan 65 kg 12 tetes 0,6 ml 6325 x 10-9

Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Sesudah Beraktivitas


Jenis Berat Volume Mol H2CO3
Nama Kelamin Badan Tetes NaOH NaOH
Reizza Laki-laki 50 kg 10 tetes 0,5 ml 63125 x 10-10
Mila Perempuan 50 kg 33 tetes 1,65 ml 645625 x 10-11
Hilmi Laki-laki 65 kg 10 tetes 0,5 ml 63125 x 10-10
Cahya Perempuan 65 kg 40 tetes 2 ml 65 x 10-7

4.2 Pembahasan
Menurut Saktiyono (2007), respirasi adalah pertukaran gas antara makhluk
hidup (organisme) dengan lingkungannya. Respirasi juga merupakan suatu
proses pemasukan oksigen dari udara dan proses pengeluaran karbon dioksida
dari dalam tubuh. Alat-alat respirasi atau pernapasan manusia terdiri dari hidung,
laring, trakea, bronkus dan paru-paru.
Dalam praktikum pengukuran CO2 hasil respirasi ini, pertama-tama saya
dan teman-teman sekelompok saya menyiapkan bahan dan alat untuk
pengukuran tersebut, seperti mengikat kantung plastik dengan sedotan,
menyediakan gelas ukur 100 ml yang berisi 50 ml air, dan meneteskan indikator
brom thimol blue dan NaOH hingga air berwarna biru. Setelah itu, ke-4
praktikan yang 2 diantaranya memiliki berat badan yang sama tersebut (Reiza,

10
Hilmi, Mila, dan Cahya) menghembuskan nafasnya ke kantung plastik
menggunakan sedotan sebelum beraktivitas. Setelah kantung plastik penuh
dengan hembusan nafas, sedotan dilipat agar tidak ada udara yang keluar dari
kantung tersebut, lalu ujung sedotan dimasukkan ke dalam gelas ukur yang
berisi campuran air, brom thimol blue, dan NaOH dan udara dari kantung plastik
dikeluarkan secara perlahan dengan menekan kantung plastik tersebut dengan
perlahan.
Setelah udara dikeluarkan dari kantung plastik, maka larutan akan berubah
warna menjadi berwarna kuning. Hal ini dapat terjadi karena CO2 bereaksi
dengan air sehingga bersifat asam dan warna dari larutan tersebut berubah
menjadi warna kuning.
Menurut Hurriyah, dkk (2017), CO2 akan membentuk H2CO3 ketika
bereaksi dengan H2O (air) . Hal inilah yang membuat larutan berubah warna
menjadi warna kuning, tetapi pada saat percobaan pengeluaran CO2 yang
dihasilkan oleh Reiza ke gelas ukur berisi larutan air dan brom thimol blue
tersebut warnanya tidak berubah sekuning larutan yang dihasilkan Cahya, Hilmi,
dan Mila. Hal ini mungkin dapat terjadi dengan beberapa kemungkinan.
Kemungkinan yang pertama yaitu ketika hembusan nafas Reiza ingin
dikeluarkan dari kantung plastik menuju ke gelas ukur, para praktikan mungkin
mengeluarkan hembusan nafas Reiza bukan didalam larutan yang berisi air dan
brom thimol blue melainkan diatas larutan air dan brom thimol blue.
Kemungkinan kedua yaitu, pada saat kantung plastik berisi hembusan nafas
Reiza tersebut sudah penuh, praktikan melipat sedotan dengan asal sehingga
hembusan nafas Reiza keluar pada udara terbuka. Kemungkinan yang terakhir
yaitu, ketika Reiza menghembuskan nafas ke dalam kantung plastik, Reiza
kurang menutup sedotan tersebut sehingga CO2 yang dihasilkannya keluar pada
udara yang terbuka.
Setelah larutan berubah warna menjadi warna kuning, larutan ditetesi lagi
dengan NaOH hingga larutan berubah warna menjadi warna biru. Larutan
berubah warna menjadi warna biru setelah ditetesi NaOH dikarenakan NaOH
bersifat basa dan jumlah NaOH yang ditetesi berjumlah banyak sehingga larutan
tersebut berubah sifat dari yang asam menjadi basa.

11
Setelah larutan berwarna biru, maka praktikan yang sudah menjalani
aktivitas menghembuskan nafas lagi pada kantung plastik dan melakukan
serangkaian praktikum yang dilakukan pada pengukuran CO2 sebelum
beraktivitas tadi.
Setelah itu, kami melakukan pengukuran CO2 menggunakan rumus seperti
berikut.
1. NaOH = H2CO3
VB . NB. B = VA. NA. A
𝑁
2. M = 𝑉

Hasil pengukuran dengan menggunakan rumus tersebut, saya dapati


sebagai berikut.
a. Reiza (Sebelum berkegiatan)
VB . NB. B = VA. NA. A
50,45 . 0,01 . 1 = 50 . NA . 2
0,5045
NA = = 5045 . 10-6
100
0,005045
M H2CO3 = = 6306275 . 10-12
800

b. Mila (Sebelum berkegiatan)


VB . NB. B = VA. NA. A
51,2 . 0,01 . 1 = 50 . NA . 2
0,512
NA = = 512 . 10-5
100
0,00512
M H2CO3 = = 64 . 10-7
800

c. Hilmi (Sebelum berkegiatan)


VB . NB. B = VA. NA. A
52,35 . 0,01 . 1 = 50 . NA . 2
0,5235
NA = = 5235 . 10-6
100
0,005235
M H2CO3 = = 654375 . 10-11
800

d. Cahya (Sebelum berkegiatan)


VB . NB. B = VA. NA. A
50,6 . 0,01 . 1 = 50 . NA . 2
0,506
NA = = 506 . 10-5
100

12
0,00506
M H2CO3 = = 6325 . 10-9
800

e. Reiza (Setelah Kegiatan)


VB . NB. B = VA. NA. A
50,5. 0,01 . 1 = 50 . NA . 2
0,505
NA = = 505 . 10-5
100
0,00505
M H2CO3 = = 63125 . 10-10
800

f. Mila (Setelah Kegiatan)


VB . NB. B = VA. NA. A
51,65 . 0,01 . 1 = 50 . NA . 2
0,5165
NA = = 5165 . 10-6
100
0,005165
M H2CO3 = = 645625 . 10-11
800

g. Hilmi (Setelah Kegiatan)


VB . NB. B = VA. NA. A
50,5 . 0,01 . 1 = 50 . NA . 2
0,505
NA = = 505 . 10-5
100
0,00505
M H2CO3 = = 63125 . 10-10
800

h. Cahya (Setelah Kegiatan)


VB . NB. B = VA. NA. A
52 . 0,01 . 1 = 50 . NA . 2
0,52
NA = = 52 . 10-4
100
0,0052
M H2CO3 = = 65 . 10-7
800

Laju respirasi manusia dapat meningkat dan menurun yang disebabkan oleh
berbagai faktor, seperti jenis kelamin, berat badan, berat atau tidaknya aktivitas
yang dilakukan, usia, suhu tubuh, dan posisi tubuh.
Perbedaan jenis kelamin berpengaruh terhadap mol CO2 yang dihasilkan
karena laki-laki biasanya beraktivitas lebih banyak daripada perempuan, tidak
hanya perbedaan jenis kelamin saja tetapi perbedaan berat badan dan perbedaan
berat atau tidaknya suatu aktivitas yang dilakukan juga berpengaruh terhadap
mol CO2 yang dihasilkan. Semakin besar berat badan seseorang, maka semakin

13
banyak kebutuhan O2 sehingga frekuensi pernafasan akan menjadi tinggi, dan
semakin berat suatu aktivitas yang dilakukan oleh tubuh seseorang maka orang
tersebut membutuhkan O2 yang banyak dan CO2 yang dikeluarkan pun lebih
banyak dari orang yang tidak memiliki aktivitas. Sebagai contoh mol CO 2 yang
dikeluarkan Cahya setelah beraktivitas lebih besar daripada mol CO2 yang
dikeluarkannya sebelum beraktivitas.
Usia, suhu tubuh, dan posisi tubuh seseorang juga merupakan faktor yang
mempengaruhi laju pernapasan manusia. Semakin bertambahnya usia dari
seseorang, maka laju pernafasan seseorang akan melambat. Hal ini dikarenakan
pada usia tua biasanya seseorang mengurangi aktivitas yang berat. Semakin
rendah suhu tubuh seseorang maka laju pernapasan seseorang juga akan semakin
lambat, dan juga orang yang berdiri frekuensi pernafasannya akan lebih cepat
daripada orang yang sedang duduk bersandar pada sofa. Hal ini dikarenakan
posisi tubuh itu menentukan organ tubuh manusia yang bekerja.

14
BAB V
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat saya ambil adalah besar CO2 yang dihasilkan
manusia dapat diukur dan hasil pengukuran tersebut dapat berbeda-beda
jumlahnya. CO2 yang dihasilkan dapat berbeda karena beberapa faktor, yaitu
usia dari seseorang, berat badan, jenis kelamin, suhu tubuh, dan posisi tubuh,
berat atau tidaknya aktivitas tubuh.

1.2 Saran
Praktikan harus memberi perhatian lebih saat melakukan praktikum agar
dapat mengerti proses pengukuran CO2 hasil respirasi dan juga praktikan
harus berhati-hati dalam melipat sedotan dari plastik yang berisi hembusan
napas dan mengeluarkan isi hembusan nafas ke dalam gelas ukur berisi brom
thimol blue agar molekul CO2 dapat diukur tanpa ada kesalahan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Aryulina, Diah, dkk. 2004. Biologi SMA Dan MA Untuk Kelas XI. Jakarta:
Erlangga.

Hurriyah, RA, dkk. 2007. Pengembangan Bromfenol Biru dan Bromtimol Biru
pada Label Pintar Sensor Kematangan Buah Naga Merah. 5(3): 407.

Pinzon, Rizaldy. 1998. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Kapasitas Vital
Paru-Paru Golongan Usia Muda. Buletin Penelitian Kesehatan. 26(1): 18.

Saktiyono. 2007. Seribupena Biologi SMA Kelas XI Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuh Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta:


B First.

Syamsuri, dkk. 2007. Biologi Jilid 2B Untuk SMA Kelas XI, Semester 2. Jakarta:
Erlangga.

16

Anda mungkin juga menyukai