Anda di halaman 1dari 4

REFLEKSI MAHASISWA

KERAGAMAN SISWA DAN PEMENUHAN TARGET KURIKULUM


Nicolas Akbar Pamungkas
Mahasiswa PPG Prajabatan Gelombang 2 Universitas Negeri Surabaya 2022
nicoakbar28@gmail.com

Abstrak
Salah satu indikator keberhasilan pendidikan inklusif adalah pelibatan semua siswa tanpa
terkecuali dalam satu seting pendidikan. Pelibatan tersebut tidak hanya dari aspek fisik,
namun juga dari aspek psikologis. Aksesibilitas fisik maupun psikologus menjadi tolok ukur
indeks pengembangan manusia Indonesia. Secara kuantitatif, praktek pendidikan inklusif di
Indonesia sudah dilakukan hampir di semua jenjang pendidikan. Namun, secara kualitatif
penerapannya masih jauh dari harapan. Implementasinya masih mencari-cari pola, teknik,
strategi, dan model yang sesuai dengan kondisi peserta didik berkebutuhan khusus. Hampir
setiap tahun Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia
mengadakan sosialisasi dan pelatihan implementasi pendidikan inklusif kepada guru-guru di
sekolah inklusif. Guru yang profesional, tidak hanya bertanggung jawab mencapai tujuan
pembelajaran (instructional effects) saja, namun juga tujuan pendamping (nurturant effects)
yang tak kalah penting dampaknya bagi kehidupan peserta didik di masa yang akan datang.
Dalam seting pendidikan inklusif, sistem pendidikan dituntut mengakomodir aksesibilitas
psikologis sebagai bentuk pemenuhan hak pendidikan dan pembelajaran yang layak bagi
peserta didik berkebutuhan khusus. Sejatinya, pembelajaran dilakukan berdasarkan pada
targesiswa bukan berdasarkan pada target pencapaian kurikulum, kecepatan yang sama,
teknik belajar yang sama, capaian pengetahuan dan perilaku yang sama, minat yang sama,
dan sebagainya. Oleh karena itu, dibutuhkan guru yang memiliki pengetahuan dan
keterampilan dalam membelajarkan semua siswa dengan memperhatikan karakteristik, gaya
belajar, dan kebutuhan siswa. Pembelajaran yang mengakomodir perbedaan siswa dengan
memperhatikan kesiapan, minat, dan preferensi belajar siswa, yang dikenal juga dengan
pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi mengharuskan guru untuk
menyesuaikan diri dengan karakteristik dan kebutuhan siswa. Artinya guru jika mengajar
harus menyesuaikan dengan profil belajar siswa bukan gaya mengajar guru. Ada cara
pandang yang berbeda dalam pembelajaran berdiferensiasi yaitu menyesuaikan pendekatan
belajar mengajar guru dengan karakteristik dan kebutuhan siswa. Semua siswa memiliki
kecepatan belajar yang berbeda-beda, oleh karena itu “one size does’not fit for all”. Apalagi
jika dalam kelas terdiri dari siswa berkebutuhan khusus dengan berbagai jenis disabilitasnya.
Semua ini membutuhkan kurikukum yang berdiferensiasi untuk semua siswa tanpa
terkecuali.
Kata Kunci : Diferensiasi , Pendidikan , Guru.

Pendahuluan

Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia hingga kini cenderung bersifat klasikal


massal. Artinya, program pendidikan dilaksanakan untuk melayani sebanyak-banyaknya
jumlah siswa. Model pembelajaran seperti itu mengikuti pola one-size-fits-all, satu ukuran
untuk semua. Sampai hari ini sistem pendidikan dan pembelajaran kita masih menekankan
pada siswa harus menyesuaikan dengan sistem pendidikan. Sistem ini jauh dari filosofi
education for all. Pembelajaran cenderung menekankan pada ketercapaian target kurikulum,
bukan kepada bagaimana dan dengan cara apa siswa mencapai target tersebut. Sejatinya,
pembelajaran di sekolah inklusif dilakukan dengan memperhatikan kesiapan belajar
(readiness), minat, dan profil belajar. Penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua siswa untuk belajar, memberikan layanan
yang diperlukan di sekolah reguler, memberikan dukungan bagi guru dan administrator
sekolah, mendorong persahabatan antara peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) dan
peserta didik biasa, melayani PDBK di sekolah yang sama dengan bukan berkebutuhan
khusus, dan memberikan suatu program pembelajaran berdiferensiasi (Rachmawati, dkk,
2016).
PDBK memiliki tantangan yang lebih besar ketika mereka berada di sekolah inklusif.
Berdasarkan hasil penelitian Marlina (2015) di sekolah inklusif, diperoleh data bahwa guru
cenderung menyamakan proses pembelajaran antara PDBK dengan siswa bukan
berkebutuhan khusus. Kelemahan dari model pembelajaran tersebut adalah pembelajaran
untuk PDBK tidak terakomodir dengan baik. Akibatnya, banyak PDBK yang sulit mengikuti
pembelajaran, tujuan pembelajaran yang terlalu tinggi/rendah, materi terlalu sulit/mudah,
media pembelajaran yang tidak sesuai dengan jenis difabilitas, dan evaluasi hasil belajar yang
tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki PDBK. Marlina (2017); De Boer, et, al (2011)
juga menyatakan kondisi tersebut menjadi lebih sulit dengan adanya sikap guru yang belum
kondusif terhadap kebutuhan pembelajaran PDBK, mulai dari persiapan pembelajaran sampai
pada evaluasi pembelajaran. Praktek pendidikan inklusif di Indonesia ± 40 tahun tertinggal
dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya. Banyak faktor yang menyebabkan
ketertinggalan tersebut, antara lain pengakuan terhadap hak azazi manusia masih kurang,
kurikulum pendidikan yang belum memadai, tingkat penerimaan warga sekolah yang masih
rendah, sikap, persepsi guru dan orangtua yang tidak kondusif, dan sebagainya.
Pembahasan

Keberhasilan pendidikan inklusif ditentukan oleh strategi pembelajaran yang


memadai, salah satunya adalah dengan pembelajaran berdiferensiasi. Yakni pendekatan
pembelajaran yang mengakomodasi kebutuhan akademik siswa yang berbeda dengan
mempertimbangkan kesiapan, minat, gaya belajar, dan lingkungan belajar. Disadari
sepenuhnya, bahwa setiap siswa itu unik, apalagi PDBK. Pendidikan inklusif akan menjadi
slogan semata jika perbedaan individu siswa tidak diakomodir dengan baik. One size doesn’t
fit for all. Sudah saatnya sistem pendidikan dan pembelajaran yang menyesuaikan dengan 11
kebutuhan dan karakteristik siswa, jangan sebaliknya siswa “dipaksa” mengikuti sistem
pendidikan yang ada. Sudah saatnya proses pembelajaran tidak lagi mengejar target
pencapaian kurikulum, dimana pembelajaran berlangsung secara mekanistik. Mengajar hanya
sekedar rutinitas, kehilangan roh. Banyak siswa yang terseok-seok mengejar
ketertinggalannya (slow learner), tertatih-tatih memahami materi bacaan (disleksia),
kurangnya bahan ajar bertuliskan Braille (tunanetra), dan lain sebagainya.
Diperlukan sebuah model pembelajaran yang mengacu pada kesiapan, minat, dan
profil belajar siswa. Inilah yang disebut dengan pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran
didasarkan pada hasil asesmen ketiga aspek tersebut. Kesiapan belajar, yaitu titik awal siswa
dalam belajar, berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari siswa. Minat belajar, yaitu
pengalaman siswa mempelajari informasi baru. Sedangkan profil belajar yaitu cara belajar
yang berbeda-beda pada siswa dalam memperoleh, memproses, dan mempelajari sesuatu.
Kesiapan, minat, dan profil belajar PDBK berbeda-beda sesuai dengan karakteristik dan jenis
kebutuhan khususnya. Pada PDBK di sekolah inklusif, program inilah yang tepat untuk
mengakomodasi kebutuhan khusus dan program pembelajaran mereka. Marlina, et al (2020)
melakukan penelitian di sekolah inklusif di Sumatera Barat, menyatakan bahwa banyak
ditemukan kesalahan konsep terhadap pembelajaran berdiferensasi.
Pembelajaran berdiferensiasi melibatkan empat (4) komponen, yaitu: isi, proses,
produk, dan lingkungan belajar. Diferensiasi isi, apa yang dipelajari. Isi pembelajaran
disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan belajar PDBK. Misalnya, ada materi bacaan
dengan berbagai tingkat keterbacaan (untuk slow learner), bahan ajar tersedia dalam soft file
bicara, menggunakan peer reading (untuk tunanetra). Diferensiasi proses, bagaimana siswa
mengolah informasi belajar. Misalnya, menggunakan tugas berjenjang (tiered task), waktu
yang fleksibel dalam menyelesaikan tugas (ADHD dan autis). Diferensiasi produk,
bagaimana siswa menunjukkan apa yang telah dipelajari. PDBK diperbolehkan
mengekspresikan hasil belajar sesuai modalitas dan karakteristik kebutuhan khususnya.
Misalnya, siswa unjuk kerja melalui tulisan (tunarungu), siswa unjuk kerja melalui lisan
(tunanetra). Diferensiasi lingkungan belajar, bagaimana cara siswa bekerja dan merasa dalam
pembelajaran. Misalnya, menyediakan tempat belajar yang tenang, tanpa gangguan, ada
tempat untuk siswa berkolaborasi; ada petunjuk belajar yang jelas sesuai jenis kebutuhan
khusus; guru memahami bahwa ada siswa yang butuh bergerak saat belajar (ADHD),
sementara yang lain duduk dengan tenang (autis).
Ada lima (5) cara dalam melakukan diferensiasi pembelajaran, guru dapat
memadupadankan beberapa cara sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik PDBK.
1. Diferensiasi dengan tingkatan. Mengakomodasi tingkat capaian belajar yang berbeda-beda.
Misalnya belajar tentang uang, ada sekelompok siswa yang belajar konsep penjumlahan
dan pengurangan, sekelompok siswa belajar penggunaan uang, sekelompok siswa belajar
kegiatan belanja.
2. Diferensiasi dengan minat. Menjadikan minat siswa sebagai pemantik motivasi belajar.
Misalnya belajar tentang grafik, maka nama-nama kategori dalam grafik dibuat
berdasarkan minat siswa.
3. Diferensiasi dengan respon. Mengakomodasi respon siswa sesuai dengan modalita
belajarnya. Misalnya, pembelajaran tentang respon dari sebuah gambar. Ada siswa
menjelaskan gambar secara lisan ke kaset, ada siswa yang menyalin gambar kembali, ada
siswa yang menggunakan komputer untuk memvariasikan gambar.
4. Diferensiasi dengan urutan dan struktur. Mengakomodasi materi pembelajaran menjadi
blok-blok. Tujuan pembelajaran disesuaikan dengan tingkatan berpikir PDBK. Ada yang
tinggi, sedang, dan rendah.
5. Diferensiasi dengan gaya mengajar. Gaya mengajar harus memfasilitasi pelibatan aktif
PDBK. Guru mengajar menyesuaikan dengan gaya belajar PDBK, bukan sebaliknya.

Banyak upaya yang diperlukan agar penyelenggaraan pendidikan inklusif


dapat mengakomodir kebutuhan belajar PDBK. Sebagaimana hasil penelitian (Marlina,
2019) yang menyatakan bahwa (1) modifikasi kurikulum disesuaikan dengan kondisi dan
karakteristik PDBK, (2) diperlukan modifikasi perangkat pembelajaran yang disesuaikan
dengan karakteristik dan kebutuhan PDBK, dan (3) diperlukan program pembelajaran
berdiferensiasi yang sesuai dengan potensi dan karakteristik PDBK. Oleh karena itu,
dibutuhkan prinsip-prinsip yang mendukung praktek pembelajaran berdiferensiasi, yaitu:
(a) fokus pada ide-ide penting dan keterampilan di setiap bidang konten, (b) responsif
terhadap perbedaan individu siswa, (c) pembelajaran dan penilaian yang terintegrasi, dan
(d) penyesuaian isi, proses, produk, dan lingkungan belajar yang berkelanjutan untuk
memenuhi tingkat pengetahuan awal, pemikiran kritis, dan ekspresi siswa secara individu
(Rock, Gregg, Ellis, & Gable, 2008).

Kesimpulan
Praktek penyelenggaraan pendidikan inklusif yang aksesibel bagi semua peserta didik
sudah menjadi keharusan. Dibutuhkan komitmen yang tinggi untuk melaksanakan
pendidikan yang bermutu (education for all). Pembelajaran yang mengakar pada
kebutuhan dan karakteristik peserta didik menjadi dasar bagi keberpihakan dan
keberhasilan peningkatan kualitas pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan melalui
pembelajaran berdiferensiasi, yang mengakomodir kesiapan, minat, dan profil belajar
siswa dengan memperhatikan isi, proses, produk, dan lingkungan belajar
.

Daftar Pustaka
Ismail, S. A. A., & Al Allaq, K. (2019). The nature of cooperative learning and differentiated
instruction practices in English classes. SAGE Open, 9(2), 2158244019856450.
Marlina, M. (2014). Keterampilan Sosial Anak Berkesulitan Belajar di Sekolah Dasar
Inklusif. Penelitian Pendidikan, 5(1).
Marlina, M. (2019). Panduan Pelaksanaan Model Pembelajaran Berdiferensiasi di Sekolah
Inklusif. Retrieved from http://repository.unp.ac.id/id/eprint/23547
Marlina, M., Efrina, E., & Kusumastuti, G. (2019). Pengembangan Model Pembelajaran
Berdiferensiasi sebagai Upaya Meningkatkan Keterampilan Sosial pada Anak
Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusif
Marlina, M., & Kusumastuti, G. (2019). Social Participation of Students with Special
Educational Needs in Inclusive Elementary Schools/Specialiųjų Ugdymosi Poreikių
Turinčių Mokinių Socialinis Dalyvavimas Inkliuzinėje Pradinio Ugdymo Mokykloje.
Specialusis Ugdymas/Special Education, 1(39), 109–132.
Tanjung, P. A., & Ashadi, A. (2019). Differentiated instruction
in accommodating individual differences of efl students.
Celtic: A Journal of Culture, English Language Teaching,
Literature and Linguistics, 6(2), 63–72.

Anda mungkin juga menyukai