Anda di halaman 1dari 51

Well Kick dan Pressure Control

Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,


TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

BAB V.
Well Kick dan Pressure
Control
Tujuan :

 Memahami Pengertian Tekanan Formasi


 Memahami Penyebab Terjadinya Well Kick
 Mengenali Tanda-Tanda Terjadinya Well Kick
 Memahami Kondisi Tekanan Sistem Pada Saat Well Kick Terjadi dan Pada Saat
Penanggulangannya
 Memahami Metoda-Metoda Yang Digunakan Dalam Penanggulangan Well Kick
 Metoda Driller
 Metoda Batch
 Metoda Concurent
 Metoda Volumetric
 Menentukan volume annular serta waktu pemompaan untuk mengeluarkan kick
 Menentukan harga parameter-parameter yang diperlukan Untuk Mengeluarkan
kick

5.1. Pendahuluan
Well kick adalah peristiwa masuknya fluida formasi ke dalam sumur. Apabila well
kick ini tidak segera ditanggulangi maka fluida formasi yang berada didalam sumur
tersebut akan keluar dari dalam sumur. Kejadian dimana pengeluaran fluida
formasi secara berlebihan dan tidak terkendalikan lagi disebut sembur liar (blow
out) yang akan sangat merugikan baik dari segi materi maupun dari segi
keselamatan jiwa pekerja di sekitar daerah sembur liar tersebut.

Page 59 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

5.2. Tekanan Formasi

5.2.1.Tekanan
Tekanan adalah suatu gejala alam yang terjadi pada setiap benda di permukaan
bumi ini. Tekanan dapat dinyatakan sebagai besarnya gaya yang bekerja dalam
setiap satuan luas. Secara empiris dapat dituliskan sbb :
F
P ................................................................................................................... (5-1)
A

dimana :
P = Tekanan, ML-1T-2
F = Gaya yang bekerja pada daerah luas ybs, MLT-2
A = Luas permukaan yang menerima gaya, L2

Di lapangan biasanya gaya memakai satuan pounds, luas dengan satuan inch2
(square inch) dan tekanan dalam pounds per square inch (psi).
Sedangkan tekanan hidrostatik adalah tekanan yang diakibatkan oleh beban fluida
yang ada diatasnya, secara empiris dapat dituliskan sebagai berikut (lihat Gambar
5.1) :
P =  x g x h ........................................................................................................ (5.2)
P= xh

dimana :
 = berat jenis, ML-3
g = percepatan gravitasi, LT-2
 = gradien tekanan hidrostatis, ML-2T-2
h = ketinggian, L

Gambar 5.1. Tekanan Hidrostatik9)

Page 60 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

5.2.2. Tekanan Overburden


Tekanan overburden adalah besarnya tekanan yang diakibatkan oleh berat seluruh
beban yang berada diatasnya pada kedalaman tertentu tiap satuan luas.

Pob =

Gradien tekanan overburden menyatakan tekanan overburden tiap satuan


kedalaman.
Pob
Gob  ........................................................................................................................ (5.a)
D

Secara praktis, penentuan gradien tekanan overburden ini selain dari analisa log
juga dapat ditentukan sbb (lihat Gambar 2):

Gambar 5.2. Penentuan Gradien Tekanan Overburden9)

 (li.i)
Gob  i 1
.0,433 ................................................................................................. (5.b)
Dn

Page 61 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

dimana :
Gob = gradien tekanan overburden (psi/ft)
Ii = ketebalan ke-i (feet)
i = berat jenis rata-rata ke-i (gr/cc)
Dn = kedalaman (feet)

Menurut Christman, gradien tekanan overburden dapat dinyatakan sebagai berikut:


0.433
Gob  ( w.Dwt  b.Db) ................................................................................. (5.4)
D

dimana :
D = kedalaman (feet)
Dwt = ketebalan cairan (feet)
Db = ketebalan batuan, D-Dw (feet)
w = berat jenis cairan (gr/cc)
b = berat jenis rata-rata batuan (gr/cc)

Besarnya gradien tekanan overburden normal biasanya dianggap sebesar 1 psi/ft


yang diambil dengan menganggap berat jenis batuan rata-rata sebesar 2,3 kali dari
berat jenis air. Jika besarnya gradien tekanan air adalah 0,433 psi/ft maka gradien
tekanan overburden sebesar 2,3 x 0,433psi/ft = 1,0 psi/ft.

5.2.3. Tekanan Formasi Normal


Tekanan formasi adalah besarnya tekanan yang diberikan cairan yang mengisi
rongga formasi. Secara hidrostatis, untuk keadaan normal sama dengan tekanan
kolom cairan yang ada dalam dasar formasi sampai ke permukaan.

Bila isi dari kolom yang terisi berbeda cairannya, maka besarnya tekanan
hidrostatiknya pun berbeda. Untuk kolom air tawar diberikan gradien tekanan
hidrostatik sebesar 0,433 psi/ft dan untuk kolom air asin gradien hidrostatiknya
sebesar 0,465 psi/ft.

Penentuan tekanan formasi bisa dilakukan dari analisa log atau dari data Drill Stem
Test (DST).

5.2.4. Tekanan Rekah


Tekanan Rekah adalah tekanan hidrostatik formasi maksimum yang dapat ditahan
tanpa menyebabkan terjadinya pecah. Besarnya gradien tekanan rekah dipengaruhi
oleh besarnya tekanan overburden, tekanan formasi dan kondisi kekuatan batuan.
Mengetahui gradien tekanan rekah sangat berguna ketika meneliti kekuatan dasar
selubung (casing). Bila gradien tekanan rekah tidak diketahui, maka akan muncul
kesukaran dalam pekerjaan penyemenan dan penyelubungan sumur.

Page 62 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Selain dari hasil log, gradien tekanan rekah dapat ditentukan dengan
menggunakan metode leak-off test. Prinsip metode ini adalah memberikan
tekanan sedikit-sedikit sedemikian rupa sampai terlihat tanda-tanda mulai pecah
yang ditunjukkan dengan kenaikan tekanan terus menerus kemudian tiba-tiba
turun. Penentuan gradien tekanan rekah ini juga bisa didapat dari perhitungan,
antara lain :

Hubbert and Willis, yang menganggap tekanan overburden berpengaruh efektif


terhadap tekanan rekah.
Pf 1  Pob 2 P 
    ..................................................................................................... (5.5)
D 3 D D

dimana :
Pf = tekanan rekah (psi)
Pob = tekanan overburden (psi)
P = tekanan formasi (psi)
D = kedalaman (feet)

bila dianggap gradien tekanan overburden (Pob/D) adalah 1 psi/ft, maka


persamaan (5.5) menjadi :
Pf 1 P
 (1  2 ) ............................................................................................................ (5.6)
D 3 Df

Mathews and Kelley, memberikan persamaan :


P  Pob  P 
Fr   (Ki ) ............................................................................................. (5.7)
D  D 

dimana,
Fr = gradien tekanan rekah (psi/ft)
Ki = Matrix Stress Coefficient (Gambar 3)

Page 63 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Gambar 5.3. Matrix Stress Coefficient (Ki)3

Kedua persamaan di atas menganggap gradien tekanan overburden tetap untuk


setiap kedalaman. Pada kenyataannya gradien tekanan overburden tidak memiliki
nilai yang konstan. Oleh karena itu, timbul persamaan-persamaan lain yang lebih
memperhitungkan masalah kondisi batuan.
Pennerbaker, menuliskan persamaan :
P  Pob  P 
Fr   (K ) ............................................................................................. (5.8)
D  D 

tekanan mendatar
dimana K  = perbandingan tekanan efektif
tekanan tegak
(lihat Gambar 5.4)

Eaton's, menulis persamaan :


P  Pob  P   
Fr    ............................................................................................ (5.9)
D  D  1   

dimana,
µ = poisson's ratio (lihat Gambar 5.5)

Page 64 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Gambar 5.4. Perbandingan Tekanan Efektif3)


`

Gambar 5.5. Poisson's Ratio3)

Page 65 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Selanjutnya dari persamaan Eaton's ini dibuat suatu nomograph untuk


menentukan gradien tekanan rekah.

Harga faktor-faktor perbandingan yang menunjukkan kekuatan batuan di atas


bermacam-macam, maka W. L. Brister mendapatkan harga rata-ratanya (Ka) sbb :
 Pob   Pob 
Ka = 3.9    2.88 jika   0.94  .............................................................. ( 5.10)
 D   D 
 Pob   Pob 
Ka = 3.2   2.224 jika   0.94  ............................................................ (5.11)
 D   D 

atau dengan menggunakan grafik pada Gambar 5.6, didapatkan rumus akhir :
P  Pob  P 
Fr    (Ka) ............................................................................................. (5.12)
D  D 

Bila perhitungan dilakukan untuk kondisi offshore, harga-harga di atas perlu


dikoreksi. Hal ini dapat diterangkan oleh Zamora's sbb :
f ( D  Dw)  8,5 ( Dw)
Fc  ...................................................................................... ( 5.13)
D

dimana :
Fc = gradien tekanan rekah yang telah dikoreksi
Dw = Ketinggian air laut

Gambar 5.6. Perbandingan Tekanan Rata-Rata3)

Page 66 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

5.2.5. Tekanan Formasi Abnormal


Tekanan formasi abnormal adalah tekanan formasi yang lebih besar dari yang
diperhitungkan pada gradien hidrostatik. Hal ini disebabkan karena kompaksi
batuan oleh sedimen yang ada diatasnya sedemikian rupa sehingga air yang keluar
dari lempeng tidak langsung dapat menghilang dan tetap berada dalam batuan
semula.

Sumber penyebab secara geologi antara lain : adanya out-crop dari lapisan pasir
pada ketinggian yang lebih tinggi dari sumur, struktur reservoirnya, berhubungan
dengan formasi bertekanan tinggi di bawahnya, aktivitas tektonik (ada intrusi
granit atau garam).

Selain itu, sumber penyebab tekanan abnormal dapat terjadi sebagai akibat
kompaksi batuan. Tekanan overburden akan membuat terkompresinya volume pori
batuan dan akan menekan cairan yang ada di dalamnya sehingga mengalir menuju
daerah yang lebih porous dan permeabel. Apabila cairan di dalam batuan fluida tak
dapat mengalir ( misalnya karena tersekat oleh batuan yang tidak permeabel),
maka fluida akan lebih terkompaksi dan mempunyai tekanan yang tinggi (lebih
besar dari gradien hidrostatiknya). Untuk lebih jelasnya lihat gambar 5.7.

Pob = S + Pf
atau
P = Pob – S ....................................................................................................................... (5.14).

dimana :
Pf = tekanan formasi (psi)
S = tekanan kekuatan batuan (psi)
Pob = tekanan overburden (psi)

Bila tekanan overburden (Pob) membesar sementara kekuatan batuan (S) sudah
tidak bisa membesar lagi maka yang menerima tekanan overburden adalah cairan
(P) sehingga mempunyai tekanan simpanan yang besar sekali :

P
 ............................................................................................................................ (5.15).
Pob

pada kondisi A akan terjadi tekanan abnormal.

Page 67 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Gambar 5.7. Tekanan Formasi Abnormal 3)

5.2.6. Tekanan Formasi Subnormal


Tekanan formasi subnormal ialah tekanan formasi yang berada di bawah tekanan
hidrostatik normal. Penyebabnya bisa akibat proses geologi, naik turunnya formasi,
atau karena hal-hal lain. Sebagai contoh dapat dilihat pada Gambar 5.8. Pada
bagian A dan C terjadi tekanan abnormal dan pada B terjadi tekanan subnormal.

Gambar 5.8. Tekanan Formasi Subnormal3)


`

Page 68 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

5.3. Sebab-sebab Terjadinya Well-kick


Suatu well-kick atau semburan liar dapat terjadi karena beberapa hal sbb :

5.3.1. Berat Jenis Lumpur Yang Tidak Memadai


Karena berat jenis lumpur yang tidak memadai maka besarnya tekanan hidrostatik
yang diberikan lumpur kepada formasi lebih kecil dari tekanan formasi itu sendiri
sehingga sudah barang tentu cairan formasi akan mendesak lumpur dalam sumur
tersebut.

5.3.2. Kurangnya Tinggi Lumpur


Akibat keluarnya pipa bor ketika penggantian bit, tinggi lumpur yang berada
dalam sumur berkurang. Hal ini akan memperkecil tekanan hidrostatik yang
diberikan lumpur kepada formasi sehingga cairan formasi juga akan mendesak
lumpur dalam sumur tersebut.

5.3.3. Kehilangan Sirkulasi


Akibat kehilangan sirkulasi (lost circulation) maka berakibat berkurangnya volume
lumpur juga dan akhirnya mengurangi tekanan hidrostatik lumpur itu sendiri maka
cairan formasi akan mendesak lumpur dalam sumur juga.

5.3.4 Kandungan Gas Dalam Lumpur


Ketika akan memasuki daerah abnormal atau pada daerah formasi tertentu akan
dijumpai formasi yang banyak mengandung gelembung-gelembung gas. Gas ini
akan menurunkan berat jenis lumpur rata-rata sehingga akan menurunkan tekanan
hidrostatik lumpur. Hal ini mengakibatkan cairan formasi akan masuk ke sumur.

5.3.5. Akibat Aksi Penghisap


Pada saat penarikan pipa dari dasar sumur akan terjadi efek dari daya hisap pipa
pada lumpur sehingga secara relatif mengurangi tekanan hidrostatik lumpur dan
akhirnya akan menyebabkan masuknya cairan formasi ke sumur.

5.4. Tanda-tanda Terjadinya Well-kick


Seperti telah disebutkan terdahulu bahwa well-kick adalah peristiwa masuknya
fluida formasi kedalam sumur pemboran yang disebabkan karena tekanan

Page 69 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

hidrostatik lumpur pemboran tidak bisa menanggulangi lagi tekanan cairan


formasi.

Oleh karena itu, perlu diketahui tanda-tanda yang menunjukkan adanya well-kick
sehingga bisa dilakukan penanggulangan sedini mungkin.

Tanda-tanda terjadi well-kick dalam operasi pemboran bisa diketahui dari


beberapa parameter yang satu sama lain saling mendukung, antara lain :
1. Laju Penembusan Tiba-Tiba Naik.
Dengan mengecilnya tekanan diferensial di dasar sumur (DP = Plumpur - Pformasi,
lihat Gambar 5.9) maka laju penembusan akan relatif semakin besar (lihat
Gambar 5.10) karena tekanan formasi akan membantu proses pemecahan
batuan dan tekanan lumpur sebaliknya.

Gambar 5.9. Tekanan Diferensial 5)

Page 70 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Gambar 5.10. Laju Penembusan Vs Tekanan Differensial 5)

2. Volume Lumpur Di Tangki Lumpur Naik


Fluida formasi yang masuk ke dalam sumur akan terangkat kepermukaan dan
bercampur dengan lumpur sehingga akan menambah jumlah total volume
lumpur yang terukur pada tangki lumpur.

3. Di Flow-line, Laju Alir dan Temperatur Naik serta Berat Jenis Lumpur Turun.
Pada saat laju alir dari pompa konstan dan fluida formasi masuk kedalam
sumur maka akan menambah volume pada anulus sedangkan luasnya sendiri
tetap. Akibatnya, laju alir di anulus begitu pula yang di flow- line relatif lebih
cepat dari laju alir kalau tidak ada cairan formasi yang masuk kedalam sumur.

Ketika pemboran akan memasuki daerah abnormal, gradien temperatur


ditunjukkan pada Gambar 5.11.

Page 71 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Gambar 5.11. Kedalaman Vs Temperatur 5)

Begitu pula berat jenis lumpur yang terukur di flow-line akan relatif lebih kecil.
Pada saat akan masuk daerah abnormal, biasanya pahat menembus dulu
daerah shale yang banyak mengandung gelembung-gelembung gas. Apabila
gas bercampur dengan lumpur pemboran, maka akan menurunkan berat jenis
lumpur. Penurunan berat jenis ini dapat pula dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
m
mc  ........................................................................................................... (5.16)
 1

dimana :
ρmc = Berat jenis lumpur setelah tercampur gas.
α = Perbandingan antara volume lumpur dan gas di permukaan.

4. Tekanan Pompa untuk Sirkulasi Turun dengan Kecepatan Pompa Naik


Pada saat lumpur di anulus tercampur fluida formasi yang menyebabkan
turunnya berat jenis lumpur di anulus, maka kesetimbangan antara tekanan
hidrostatik dalam pipa dengan tekanan hidrostatik annulus terganggu dimana
tekanan hidrostatis di annulus lebih kecil daripada tekanan hidrostatis dalam
pipa bor. Hal ini menyebabkan tekanan hidrostatis lumpur dalam pipa bor
seolah-olah ikut membantu mendorong lumpur di annulus sehingga tekanan
pompa yang diperlukan relatif turun dan lumpur di dalam pipa relatif lebih
cepat dari kondisi sebelumnya.

Page 72 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

5. Berat Pahat Bor Turun Dan Putaran Naik


Ketika pahat bor menembus formasi relatif lebih cepat karena tekanan
differensial yang turun, maka berat pahat bor (Weight on bit) relatif cepat
untuk mengecil. Selain itu, putaran pun akan relatif lebih cepat karena laju
penembusan yang naik tersebut.

6. Hadirnya Gelembung-gelembung Gas Pada Lumpur


Proses kejadian ini terjadi pada saat akan memasuki daerah abnormal dimana
sebelumnya pahat bor menembus lapisan shale yang banyak mengandung
gelembung-gelembung gas pada pori-pori yang impermeabel.

7. Berat Jenis Shale relatif Turun


Pada kondisi normal, berat jenis shale akan semakin meningkat jika kedalaman
semakin bertambah karena semakin terkompaksi. Tetapi ketika akan memasuki
daerah abnormal, pahat bor memasuki daerah shale impermeabel dan
berporositas tinggi yang terisi gelembung-gelembung gas sehingga berat
jenis relatif turun dari sebelumnya, seperti terlihat pada Gambar 5.12.

Gambar 5.12. Kedalaman Vs Berat Jenis Shale 5)

8. d-Eksponen relatif turun


Metoda d-Eksponen ini adalah salah satu cara untuk melihat kondisi
pemboran walaupun besarnya putaran, laju penembusan dan berat pahat bor
berubah-ubah besarnya selama operasi pemboran berlangsung.

Page 73 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Dari prinsip ini diharapkan dapat dihitung sebuah parameter penunjuk adanya
suatu perubahan jenis formasi. Prinsip dasar dalam metode ini adalah :

 W 2
R  a N  ............................................................................................................. (5.17)
 dpa 

akhirnya dikembangkan menjadi suatu persamaan d-Eksponent sebagai berikut :

 R 
log  
 60 N  ..........................................................................................................
d (5.18)
 12 w 
log  6 
10 dpa 

dimana :
R = laju penembusan (feet/hour)
N = putaran (RPM)
W = berat pahat bor (lbs)
dpa = diameter pahat (in)

Karena pada saat pemboran berlangsung berat jenis lumpur berubah, apalagi
ketika masuk daerah abnormal, maka harga ”d” harus dikoreksi terhadap
perubahan berat jenis lumpur sebagai berikut :
 
d cs  d  mn 
  ma 

dimana :
dcs = d-Eksponent yang sudah dikoreksi
mn = berat jenis lumpur normal (ppg)
ma = berat jenis lumpur nyata (ppg)

Lihat Gambar (5.13) dan (5.14)

Page 74 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Gambar 5.13. Kedalaman Vs "dcs"5,6)

Gambar 5.14. Kedalaman Vs Berbagai Parameter 5)

Tanda-tanda yang diberikan di atas adalah saat sedang dilangsungkan pemboran,


sedangkan bila sedang penyambungan pipa, pompa dihentikan (round-trip), maka
tanda-tandanya adalah sebagai berikut :

Page 75 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

1. Aliran tetap ada walaupun pompa dihentikan


Setelah pompa berhenti tetap terlihat ada aliran di lubang bor. Ini
menunjukkan adanya aliran fluida formasi yang masuk kedalam sumur karena
pada kondisi normal hal ini tidak boleh terjadi
2. Volume lumpur di tangki lumpur bertambah
Kondisi dan karakteristiknya sama seperti pada tanda selama pemboran
berlangsung. Umumnya terlihat setelah penyambungan selesai dan dimulai
lagi pemboran.
3. Tekanan pompa untuk sirkulasi makin turun dengan bertambahnya pipa
Tekanan pompa untuk sirkulasi turun karena kolom lumpur di annulus yang
telah tercampur kick lebih ringan dari pada kolom lumpur yang ada di dalam
pipa bor. Semakin bertambah pipa yang disambung, tekanan pompa untuk
sirkulasi semakin turun.
4. Berat jenis lumpur di flow-line turun
Kondisinya sama persis seperti ketika berlangsung pemboran.

Dari tanda-tanda yang telah diketahui di atas, yang satu sama lain saling
mendukung, maka dapat disimpulkan terjadi kick.

Page 76 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Contoh Soal

1. Casing Setting Depth Selection

Pelajarilah Tabel Berikut ini :

Fracture
Depth ROP WOB Densitas
RPM Gradien
(ft) (ft/hr) (1000 lbs) (ppg)
(ppg)
5000 110.1 25 120 9 13
6000 93.2 25 120 9 13.5
6500 90.9 30 100 9 13.8
7000 84.0 30 90 9 14.5
7200 73.3 30 90 9 14.8
7400 40.7 20 110 9 14.9
7600 48.0 20 120 9 15.3
7800 50.6 20 130 9 15.6
8000 54.2 19 150 10.3 15.7
8200 55.8 18 140 10.7 15.9
8400 57.9 20 140 11.3 16.4
8600 65.4 20 120 11.9 16.5
9000 57.1 21 120 12.8 16.7
9500 48.0 21 100 14 16.9
10000 24.8 20 100 12 16.5
10500 27.1 22 100 10.2 16
11000 17.3 22 100 10 15.7

Pertanyaan:
1. Buatlah pada kertas grafik kartesian, hubungan antara d-exsponen
correction terhadap kedalaman
2. Tariklah garis d-exsponen normal pada kertas grafik (a) dan buatlah
rumus persamaan sebagai fungsi kedalaman
3. Buatlah garis-garis overlay untuk setiap kenaikan EMW sebesar 1 ppg (9,
10, 11, dst) terhadap kedalaman pada kertas grafik (a)
4. Buatlah grafik EMW dan Fracture Gradien terhadap kedalaman
5. Tentukanlah posisi intermediate casing shoe dan densitas lumpur
terberat pada pemboran di bawah intermediate casing

Page 77 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

5.5. Kondisi Tekanan Pada Sistem Saat Terjadinya Well Kick dan
Saat Penanggulangannya.

5.5.1. Tekanan Operasi Normal


Ketika operasi pemboran berjalan dengan normal tanpa ada gangguan apapun,
maka pasti tekanan hidrostatik lumpur pemboran masih bisa mengimbangi
tekanan formasi sehingga tidak ada fluida formasi yang mendesak memasuki
sumur pemboran. Akan tetapi perbedaan tekanan (differential pressure) harus
dijaga sekecil mungkin agar tidak terjadi kehilangan sirkulasi (lost circulation)
akibat masuknya lumpur kedalam pori formasi. Kondisi seperti inilah yang selalu
diinginkan.

Kondisi tekanan ketika operasi pemboran berjalan normal adalah sbb:


Besarnya tekanan lumpur yang keluar dari anulus sangat kecil mendekati nol
(untuk selanjutnya dianggap nol) supaya lumpur tersebut tidak tersembur ke atas
tetapi yang diinginkan berupa pengaliran secara gravitasi dari flow-line ke shale
sheaker, degaser dan alat-alat lainnya sampai jatuh ke tangki lumpur.

Karena selama operasi pemboran lumpur mengalami kehilangan tekanan (pressure


lost) mulai dari pompa sampai kembali di flow-line akibat lumpur bergesekan
dengan pipa-pipa dan viskositas lumpur itu sendiri, sedangkan bila pada keadaan
statik tekanan dalam pipa dan anulus pipa di permukaan sama yaitu nol, maka
ketika sirkulasi terjadi pompa harus memberikan tekanan kepada lumpur sebesar
tekanan yang hilang sepanjang jalan yang dilalui lumpur. Lihat Gambar 5.15
Besarnya tekanan tersebut dapat dihitung sbb:

Gambar 5.15. Pressure Loss 5)

Page 78 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Ploss =Psc+Pdp+Pdc+Pbt+Pdca+Pdpa

dimana :
Ploss = Besarnya kehilangan tekanan (psi)
Psc = Kehilangan tekanan di alat permukaan (psi)
Pdp = Kehilangan tekanan di dalam pipa (psi)
Pdc = Kehilangan tekanan di dalam collar (psi)
Pbt = Kehilangan tekanan di pahat (psi)
Pca = Kehilangan tekanan di luar collar (psi)
Pdpa = Kehilangan tekanan di luar pipa (psi)

Secara diagram kelakuan tekanan selama operasi pemboran normal, bisa dilihat
pada Gambar 5.16.

Gambar 5.16. Kelakuan Tekanan Selama Pemboran Normal9)

1. Tekanan yang diberikan pompa untuk menanggulangi besarnya tekanan


yang hilang selama perjalanan lumpur.
2. Tekanan didalam pipa, yaitu tekanan pompa dikurangi tekanan yang hilang
ditambah tekanan hidrostatik tiap kedalaman tertentu.
3. Tekanan yang hilang di pahat.
4. Tekanan di anulus, yaitu tekanan yang diberikan pahat dikurangi tekanan
yang hilang dan dikurangi tekanan hidrostatik tiap kedalaman tertentu.
5. Tekanan statik lumpur.
6. Tekanan statik formasi

Kondisi tekanan selama operasi pemboran berjalan dengan normal ketika gradien
tekanan lumpur dinamik di anulus lebih besar sedikit dari gradien tekanan lumpur
statik dan lebih besar dari gradien tekanan formasi.

Page 79 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Dalam kondisi seperti ini dijamin tidak akan ada fluida formasi yang masuk ke
dalam lubang bor yang disebut Well- kick.

5.5.2. Tekanan Operasi Ketika Ada Kick


Hadirnya kick pada sumur pemboran menunjukkan bahwa gradien tekanan formasi
lebih besar dari gradien tekanan dinamik lumpur yang jelas lebih besar pula dari
tekanan hidrostatik lumpur. Kelakuan tekanannya dapat dilihat pada Gambar 5.17.
Gradien tekanan statik formasi (6) lebih besar daripada gradien tekanan dinamik
lumpur maupun gradien tekanan statik lumpur sehingga menyebabkan fluida
formasi mendesak masuk kelubang sumur.

Kejadian ini bisa terjadi karena gradien lumpur (4) & (5) itu mengecil yang
disebabkan oleh beberapa hal seperti yang telah ditunjukkan pada bab
sebelumnya atau gradien formasi itu sendiri yang membesar karena mendekati
daerah abnormal/masuk daerah abnormal.

Gambar 5.17. Diagram Kelakuan Tekanan Ketika Ada Kick9)

5.5.3. Tekanan Operasi Penanggulangan


Sebelum melihat tekanan operasi penanggulangan, terlebih dahulu akan dilihat
bagaimana akibatnya apabila hadir kick dalam sumur tetapi sumur tersebut tetap
terbuka atau tertutup (lihat Gambar 5.18). Pada kondisi normal, tekanan formasi
cukup terpenuhi oleh tekanan hidrostatik lumpur sehingga tekanan di permukaan
berharga nol.

Page 80 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Gambar 5.18. Sumur Dibuka Terus Ketika Ada Kick9)

Pada kondisi kick, tekanan formasi dipenuhi oleh tekanan hidrostatik lumpur dan
hidrostatik kick sehingga permukaan menerima tekanan sebesar CP:
CP = Pr - Pm – Pk ....................................................................................................... (5.19)

Pada kondisi blow out, tekanan formasi hanya ditanggulangi oleh tekanan
hidrostatik kick saja maka di permukaan menerima tekanan sebesar CP.

Karena harga gradien tekanan hidrostatik kick biasanya sangat kecil dibandingkan
harga gradien tekanan hidrostatik lumpur maka harga CP pada blow out jauh lebih
besar. Jika kick tersebut adalah gas, maka harga CP akan mendekati harga tekanan
formasi.

Karena hal tersebut, maka tidak diperkenankan untuk membiarkan sumur terbuka
ketika ada kick dalam sumur.

Pada saat hadir kick dalam sumur kemudian sumur ditutup terus, maka kelakuan
tekanan akan bergerak mengikuti laju pengangkatan kick ke permukaan. Hal ini
disebabkan karena sumur dalam keadaan tertutup maka tekanan kick mempunyai
harga yang tetap sebesar tekanan formasi (hukum Boyle : bila volume tetap maka
tekanan akan tetap). Kick tersebut naik ke permukaan perlahan-lahan akibat
mempunyai berat jenis relatif lebih ringan daripada lumpur, lebih-lebih kalau kick
berupa gas pergerakannya akan lebih cepat lagi, sehingga kondisinya seperti yang
ditunjukkan oleh Gambar 5.19.

Pada kondisi kick di bawah, akibat adanya kick di anulus maka besarnya tekanan
casing CP adalah :
CP =Pr - Pm – Pk ......................................................................................................... (5.21)
=Pr - 0,052. ρm . (D-D1) - 0,052 . ρk .D1 ........................................................ (5.22)

Page 81 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

maka tekanan di permukaan pipa DP adalah :


DP = Pr –Pm .................................................................................................................. (5.23)
= Pr - 0,052 . ρm. D. ................................................................................................. (5.24)

Pada kondisi kick di tengah-tengah, besarnya tekanan casing CP adalah:


CP = Pr - Pm - Pk
= Pr - 0,052. ρm .D2 - 0,052. ρk.D1 .................................................................. (5.25)

Gambar 5.19. Sumur Ditutup Terus Ketika Ada Kick9)

besarnya tekanan dasar sumur tidak sama dengan tekanan formasi lagi, akan tetapi
sebesar BP :
BP = Pr + Pm .................................................................................................................. (5.26)
=Pr + 0,052 . ρm .(D - D1 - D2) ........................................................................ (5.27)

maka tekanan dipermukaan pipa DP adalah :


DP = BP-Pm .................................................................................................................... (5.28)
= Pr + 0,052 . ρm . (D - D1 - D2) - 0,052 . ρm .D
= Pr - 0,052 . ρm . (D1+D2) ................................................................................. (5.29)

Pada kondisi kick dipermukaan, besarnya tekanan casing CP adalah:


CP = Pr – Pk ..................................................................................................................... (5.30)
= Pr - 0,052 . ρk . D1 .............................................................................................. (5.31)

Besarnya tekanan dasar sumur :


BP = Pr + Pm ................................................................................................................... (5.32)
= Pr + 0,052 . ρm . (D-D1) ..................................................................................... (5.33)

Sehingga tekanan dipermukaan pipa DP adalah :

Page 82 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

DP = BP – Pm .................................................................................................... (5.34)
= Pr + 0,052 . ρm . (D-D1) - 0,052 . ρm . D
= Pr - 0,052 . ρm . D1 ................................................................................. (5.35)

Ternyata harga CP semakin lama (semakin bergerak keatas) mempunyai harga


yang semakin besar. Akibatnya dari CP yang terlalu besar bisa mengakibatkan kaki
casing pecah. BP yang terlalu besar akan mengakibatkan perekahan pada formasi
(fracture), dimana kedua kejadian itu tidak kita inginkan.

5.6 . Metode Penanggulangan


Dalam bab ini hanya akan dibahas perhitungan pada berbagai metoda yang telah
diterangkan pada sub-bab sebelumnya, juga untuk memperjelas perbedaannya
dari satu metoda dengan metoda lainnya baik dari perbedaan parameter yang
harus dihitung maupun hasil akhir dari kondisi pada berbagai metoda tersebut.

5.6.1. Metoda Driller

Gambar 5.20. Kondisi Sumur Selama Operasi Pengeluaran


Kick Berlangsung 9)

Page 83 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Gambar 5.21. Kondisi Tekanan Pada Putaran Kedua dari


Metoda Driller9)

Gambar 5.22. Kondisi Tekanan Pada Penanggulangan Dengan


Metoda Driller9)

Page 84 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

a. Penentuan Parameter
SICP (Shut in Casing Pressure)
Penentuannya langsung dibaca dalam alat pengukur tekanan di permukaan
casing.

SIDPP (Shut in Drill-pipe Pressure)


Bila pipa bor tidak memakai klep balik (back valve Pressure) SIDPP dapat
dibaca langsung pada alat pengukur tekanan di stand pipe. jika memakai alat
tersebut bisa menggunakan prinsip sirkulasi pelan atau bila penaikan tekanan
tersebut lambat bisa memakai grafik.
Pf (Tekanan Formasi)
Pf = SIDPP+0,052.ρml.D ...................................................................................... (5.36)
k (berat jenis kick)
(SICP - SIDDP)
ρk = ρml -
0.052 . h k
mb (berat jenis lumpur baru)
SIDDP
mb = ml +  T min
0.052 . D
Y
T=
11.7( dh - dp)

untuk praktisnya harga dapat langsung didapat dari Tabel 5.1 dan
untuk Tmin bisa langsung ditambah sebesar 0,3 ppg, tapi terlalu kasar
sehingga dapat digunakan Tabel 5.2.

Page 85 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Tabel 5.1. Penambahan Berat jenis Lumpur Yang Diperlukan


Untuk Lumpur Baru

Tabel 5.2. Trip Margin Minimum Yang Diberikan

Page 86 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

ICP (Initial Circulating Pressure)


ICP = SIDPP + Ploss ………………………………………………………………………………. (5.37)

Harga Ploss bisa dicari langsung dengan cara pemompaan pelan seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya atau dihitung dengan memakai rumus :
Ploss  Psc  Pdp  Pdc  Pbit  Pdca  Pdpa (5.38)
* aliran dalam pipa :
 (PV) V . L Y.L   1 .6 . V (3 n  1) 
n
K, . L
Ploss       dp 4  300 . dp
2 P loss .
 90000 . D P 225 . dp  
L.T
Ploss  .......................................................................................................... (5.39)
300 . Dp

* aliran di anulus :
(PV) . V L Y.L
P loss  2

60000 . (dh - dp) 200 . (dh . dp)
n
 2,4 . V (2n  1)  K,. L
Ploss    .
 dh - dp 3n  300 . (dh - dp)
L.T
Ploss  ................................................................................................. (5.40)
300 . (dh - dp)

* aliran di pahat :
m vn
2

Ploss  ................................................................................................................... (5.41)


1120
0.32 .Q
Vn  .................................................................................................................... (5.42)
An
FCP (Final Circulating Pressure)
 mb
Fcp  Ploss(lama) .
 ml
mb
Fcp  ICP  SIDPP . ........................................................................................... ( 5.43)
ml

b. Perhitungan kondisi yang diperoleh PSurf (Tekanan maksimum casing)


A = SIDPP - Pk + 0,052 . ρml . X
A  A2 0.052 . ml . Pb . hk . Z surf . Tsurf 
1/ 2

Psurf     ........................................... (5.44)


2 4 Tb . Zb 

Vks (Volume pertambahan di tangki maksimum)

Page 87 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

 A   A 0.052 .  ml . Pb . hk . Z surf . Tsurf 


1/ 2
2
Ca         
 2  4 Tb . Zb 
Vks  .................. ( 5.45)
0.052 .  ml

ts (waktu total penanggulangan)


ts = tk+tl+tp+ta
ta = tk = Va/vs
tp = Vp/vs
ts = waktu total penanggulangan (menit)
tk = waktu untuk mengeluarkan kick dengan pendesakan lumpur lama (menit)
tl = waktu untuk membuat lumpur baru (menit)
tp = waktu perjalanan lumpur dari bit ke permukaan melalui annulus (menit)
Va = volume total annulus (bbl)
Vp = volume total pipa bor (bbl)
Vs = laju sirkulasi pompa (gpm)

untuk praktisnya bisa juga menggunakan grafik, yang ditunjukkan oleh Gambar
(5.23).

Gambar 23. Grafik Penentuan Waktu Penanggulangan Kick10)

Page 88 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

5.6.2. Metoda Batch

Gambar 5.24. Kondisi Sumur Selama Sirkulasi Penanggulangan


Dengan Metoda Batch9)

Page 89 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Gambar 5.25. Kondisi Tekanan Pada Penanggulangan Dengan


Metoda Batch9)

a. Penentuan parameter
SICP (Shut in Casing Pressure)
Penentuannya langsung dibaca dalam alat pengukur tekanan dipermukaan
casing.

SIDPP (Shut in Drill-pipe Pressure)


Bila pipa bor tidak memakai klep balik (back valve pressure) SIDPP dapat
dibaca langsung pada alat pengukur tekanan di stand pipe. Jika memakai alat
tersebut, maka bisa menggunakan prinsip sirkulasi lambat atau penaikan
tekanan tersebut lambat bisa memakai grafik.

Pf (Tekanan Formasi)
Pf = SIDPP+0,052 . ρml. D ...................................................................................... (5.46)

ρk (Berat jenis Kick)


SICP  SIDPP 
 k   ml  ................................................................................ (5.47)
0.052 . hk
ρmb (Berat jenis lumpur baru)
SIDPP
 mb   ml   Tmin ................................................................................. (5.48)
0.052 . D
Y
T .................................................................................................. (5.49)
11.7 d h  d p 

Page 90 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

SIDDP
untuk harga 0.052 . D secara praktisnya dapat langsung didapat dari Tabel
(5.1) dan untu Tmin bisa langsung ditambah sebesar 0,3 ppg, tapi harga ini
terlalu kasar dan bisa memakai Tabel (5.2).
ICP (Initial Circulating Pressure)
ICP = SIDPP + Ploss …………………………………………………………………………. (5.50)

Harga Ploss bisa dicari langsung dengan cara pemompaan pelan seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya atau dihitung dengan memakai rumus :
loss=Psc+Pdc+Pdp+Pb+Pdca+Pdpa ………………………………………………….. (5.51)
* aliran dalam pipa :

Ploss 
PV V . L  YL
2
90000 . d p 225 . dp
n
1,6 .V  3n  1  L
Ploss   .  K ' .
 d p  4  300 . d p
L .T
Ploss  .......................................................................................................... (5.52)
300 . d p
* aliran di anulus :

Ploss 
PV V . L 
YL
60000 d h  d p 
2
200 .d h  d p 
n
 

2 , 4 .V  2n  1   K ' .L
Ploss   . 
 d h  d p   3  200 . d h  d p 
 
L .T
Ploss  ............................................................................................. (5.53)
300 . d h  d q 
* aliran di pahat :
 m .Vn2
P loss  ........................................................................................................... (5.54)
1120
0.32 . Q
Vn  .............................................................................................................. (5.55)
AN

FCP (Final Circulating Pressure)


 mb
FCP  Ploss(lama) .
 ml
 mb
FCP  ICP  SIDPP . .................................................................................. (5.56)
 ml
b. Perhitungan kondisi yang diperoleh
Psurf (Tekanan maksimum casing)
A  0,052 .  mb   mb . D1  Pk  Pr  0.052 .  mb D  0,052 .  mb . X ....... (5.57)

Page 91 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

A  A 2 0.052 .  mb . P b . hk . Z surf .Tsurf 


1/ 2

Psurf     .................................. (5.58)


2  4 Tb . Z b 
Vks (Volume pertambahan di tangki maksimum)
  A   A 2 0.052 .  mb . P b . hk . Z surf . Tsurf  1 / 2 
Ca        

 2 
  4 Tb . Z b  
Vks  .............. ( 5.59)
0.052 .  mb

ts (waktu total penanggulangan)


ts = tl+tp+ta
tp = Vp/vs.
ta = tk =Va/vs

untuk praktisnya bisa juga menggunakan grafik, yang ditunjukkan oleh


Gambar 5.23
P (penurunan tekanan pompa)
ICP  FCP 
Pp  . t i ........................................................................................... (5.60)
tp

Page 92 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

5.6.3. Metoda Concurrent

Gambar 5.26. Kondisi Sumur Penanggulangan Dengan Metoda


Concurrent9)

Page 93 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Gambar 5.27. Kondisi Tekanan Pada Penanggulangan Dengan


Metoda Concurent9)

a. Penentuan parameter
SICP (Shut in Casing Pressure)
Penentuannya langsung dibaca dalam alat pengukur tekanan dipermukaan
casing.

SIDPP (Shut in Drill-pipe Pressure)


Bila pipa bor tidak memakai klep balik (back valve pressure) SIDPP dapat
dibaca langsung pada alat pengukur tekanan di stand-pipe, jika memakai alat
tersebut bisa menggunakan prinsip sirkulasi lambat atau penaikan tekanan
tersebut lambat bisa memakai grafik.
Pf (Tekanan formasi)
Pf  SIDPP  0,052 .  ml . D ................................................................................ (5.61)
SICP  SIDPP 
 k   ml  ................................................................................ (5.62)
0.052 . hk
 mb (berat jenis lumpur baru)
SIDPP
 mb   ml   Tmin ................................................................................. (5.63)
0.052 . D
Y
T ................................................................................................... (5.64)
11.7 d h  d p 

Page 94 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

SIDDP
untuk harga 0.052 . D .secara praktisnya dapat langsung di dapat dari Tabel
(5.1) dan untuk Tmin bisa langsung ditambah sebesar 0,3 ppg, tapi harga ini
terlalu kasar dan bisa memakai Tabel (5.2).
 mr (Berat jenis lumpur transisi rata-rata)
n

 mi
 mr  i 1
............................................................................................................ (5.65)
n
ICP(Initial Circulating Pressure)
ICP = SIDPP + Ploss (5.66)
harga Ploss bisa dicari langsung dengan cara pemompaan pelan seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya atau dihitung dengan memakai rumus :
Ploss=Psc+Pdc+Pdp+Pb+Pdca+Pdpa ……………………………………………… ( 5.67)
* aliran dalam pipa :

Ploss 
PV V . L  Y .L
2
90000 d p 225 . d p
n
1,6 .V  3n  1  K .L
Ploss   . 
 d p  4  300 . d p
L .T
Ploss  ............................................................................................................ (5.68)
300 . d p
* aliran di anulus :

Ploss 
PV V . L 
Y .L
60000 d h  d p 
2
200 . d h  d p 
n
 2,4 .V  2n  1  K .L
Ploss   . 
 d h  d p  3  300 . d h  d p 
L .T
Ploss  ........................................................................................... (5.69)
300 . d h  d p 
* aliran di pahat :
 m .Vn 2
Ploss  .......................................................................................................... (5.70)
1120
0,32 . Q
Vn  ............................................................................................................... (5.71)
An
FCP (Final Circulating Pressure)
 mb
FCP  Plosslama .
 ml
 mb
FCP  ICP  SIDPP . ................................................................................ (5.72)
 ml

Page 95 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

b. Perhitungan kondisi yang diperoleh


Psurf (Tekanan maksimum casing)
A  0,052.mb  ml . D1  0,052.mb  mr . Dr  Pk  Pr  0,052. mb . D  0,052. mb . X

A  A 2 0.052 .  mb . P b . hk . Z surf .Tsurf 


1/ 2

Psurf     ................................... (5.73)


2  4 Tb . Z b 

Vks (Volume pertambahan di tangki maksimum)


  A   A 2 0.052 .  mb . P b . hk . Z surf . Tsurf  1 / 2 
Ca        

 2 
  4 T b . Z b  
Vks  .............. (5.74)
0.052 .  mb

ts (Waktu total Penanggulangan)


ts = tr + tp + ta.
tp = Vp/vs
ta = Va/vs
 mb   ml 
tr  t x . .................................................................................................. (5.75)
Vdm

untuk praktisnya bisa juga menggunakan grafik, yang di tunjukkan oleh


Gambar 5.23.
Pp
(Penurunan tekanan pompa)

Pp 
ICP  FCP  V .......................................................................................... (5.76)
 mb   ml
dm

Page 96 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

5.6.4. Metoda Volumetric

Gambar 5.28. Kondisi Sumur Selama Sirkulasi Penanggulangan


Dengan Metoda Volumetrik9)

Page 97 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Gambar 5.29. Kondisi Tekanan Selama Sirkulasi Penanggulangan


Dengan Metoda Volumetrik9)

a. Penentuan parameter
SICP (Shut in Casing Pressure)
SICP adalah tekanan awal penutupan di permukaan casing segera setelah
sirkulasi terhenti. Penentuannya langsung dibaca dalam alat pengukur tekanan
dipermukaan casing tersebut.

Vk (Volume kick)
Volume kick adalah volume fluida formasi yang masuk kedalam sumur
sehingga besarnya sama dengan volume yang berlebih di tangki lumpur.
Penentuannya langsung setelah penutupan sumur dibaca dari data alat yang
dipakai di di tangki lumpur tersebut.

hk (Tinggi Kick)
Tinggi kick tidak lain adalah besarnya volume kick dibagi dengan luas sumur
(lubang) yang ditempati oleh kick tersebut.
Vk
hk 
Ca ( 5.77)
Pf (Tekanan formasi)
 V 
Pf  SICP  0,052 .  ml .  D  b   Pk ......................................................... (5.78)
 Ca 

Page 98 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

bila kick adalah gas dan berat jenisnya dapat diabaikan, persamaan (5.78)
menjadi :
 V 
Pf  SICP  0,052 .  ml .  D  b  .................................................................. (5.79)
 Ca 
ρmb (berat jenis lumpur baru)
SICP  Pk V
 mb   ml    ml . b  Tmin
0.052 . D D .Ca
SICP  .V
 mb   ml   ml b  Tmin ................................................................ (5.80)
0.052 . D D . C a
Y
T
11,7 . Dh  D p 
 mp
(berat jenis lumpur penambah)
 mb . D   ml . D  hk 
 mp  .............................................................................. (5.81)
hk
 mb
FCP  Ploss . .................................................................................................... (5.82)
 ml
m (koefisien arah grafik tekanan-volume)
 ml
m  0,052 .
Ca(5.83)
pada saat kick naik dari bawah keatas, harga (m) :
 ml
m  0,052 . ...................................................................................................... (5.84)
Ca
Pada saat pengeluaran kick yang disertai pemasukan lumpur penambah, (m)
adalah :
0,052 .  mp
m ..................................................................................................... (5.85)
Ca
ICP (Initial Circulating Pressure)
Bila langkah sirkulasi ini dimulai dengan lumpur lama, maka besarnya ICP:
ICP = Ploss. (5.86)
sedangkan bila sirkulasi ini langsung menggunakan lumpur baru maka harga
ICP adalah sama dengan FCP.

Penentuan harga Ploss sama seperti metoda terdahulu yaitu bisa langsung
dengan cara pemompaan pelan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya atau
dihitung dengan memakai rumus :
Ploss=Psc+Pdp+Pdc+Pb+Pdca+Pdpa ............................................................. ( 5.87)
* aliran dalam pipa :

Ploss 
PV V . L  Y .L
2
90000 d p 225 . d p

Page 99 of 258
Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

n
1,6 .V  3n  1  K '. L
Ploss   . 
 d p  4  300 . d p
L .T
Ploss  ........................................................................................................ (5.88)
300 . d p
* aliran di anulus :

Ploss 
PV V . L 
Y .L
60000 d h  d p 
2
200 . d h  d p 
n
 2,4 .V  2n  1  K .L
Ploss   . 
 d h  d p  3  300 . d h  d p 
L .T
Ploss  ............................................................................................. (5.89)
300 . d h  d p 
* aliran di pahat :
 m .Vn 2
Ploss  ........................................................................................................... (5.90)
1120
0,32 . Q
Vn  .............................................................................................................. (5.91)
An
FCP (Final Circulating Pressure)
 mb
FCP  Ploss (lama) . ............................................................................................ (5.92)
 ml

b. Perhitungan kondisi yang diperoleh


Psurf (Tekanan maksimum casing)
Vb
A  SICP  0,052  ml .  0,052 .  ml . X ………………………………………….. (5.93)
Ca
A  A 2 0.052 .  ml . P b . hk . Z surf .Tsurf 
1/ 2

Psurf     ..................................... (5.94)


2  4 Tb . Z b 
Vks (Volume pertambahan di tangki maksimum)
  A   A 2 0.052 .  ml . P b . hk . Z surf . Tsurf  1 / 2 
     
 2   4  
  Tb . Z b  
Vks  Ca .............. (5.95)
0.052 .  ml
ts (waktu total penanggulangan)
ts = tk + tlp + tp + ta (5.96)
0,052 .  ml . D
TK  .................................................................................................. (5.97)
Vsicp
tlp=Vh/vs
tp =Vp/vs.
ta =Va/vs

Page 100 of 258


Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

ΔPp (penurunan tekanan pompa)


bila menggunakan lumpur lama terlebih dahulu :
ICP  FCP 
P  . t i .............................................................................................. (5.98)
tp

bila langsung dengan lumpur baru, maka tidak terjadi penurunan tekanan
pompa sebab awal dari pemompaan telah sebesar FCP.

Demikian perhitungan-perhitungan yang diperlukan untuk menanggulangi


well-kick dengan menggunakan berbagai metoda. Sebagai penjelasan dari bab
ini akan diperlihatkan contoh masalah yang diselesaikan dengan bermacam-
macam metoda yang dipakai sehingga dapat dibandingkan satu metoda
dengan metoda yang lainnya serta baik buruknya metoda-metoda tersebut.

5.7. Analisa Well Control

5.7.1 Menentukan Volume Annular serta waktu Pemompaan


untuk mengeluarkan Kick

Pada bagian ini digunakan metoda Well Control Wait and Weight dari GOINS,
bersama-sama dengan algoritma dari CHENEVERT, BOURGOYNE dan YOUNG
untuk menghitung panjang kick, kick severity dan komposisi kick.
Persamaan-persamaan berikut ini digunakan dalam perhitungan :
KMW = [(SIDPP . 19,23)/TVD] + OMW ...................................................................... ( 5.99)
FCP = (KMW/OMW) . Ps ................................................................................................ (5.100)
ICP = SIDPP + Ps .............................................................................................................. (5.101)
Pbh = SIDPP + (OMW. 0,052 . TVD ) + 15 ............................................................... (5.102)
 
 2  OMW  Pdp / 0,052 . D1 ..................................................................................... (5.103)
 
b  SIDPP . Adp . Aap  / D  0,052 .  2 . D1  ........................................................... (5.104)
C  0,052 .  2 . G1 . Aap . Pbh ............................................................................................ (5.105)


Pmax  0,50 . b 2  4 . C 0, 5

 b ....................................................................................... (5.106)
ρk = OMW – [(SCP – SIDPP)/(0,052 . hk) .................................................................... (5.107)

dimana :
KMW = densitas lumpur baru yang diperlukan untuk mematikan sumur (ppg)
FCP = tekanan sirkulasi drillpipe akhir (psi)
ICP = tekanan sirkulasi drillpipe awal (psi)
Ps = tekanan pompa pada slow pump rate (psi)
Pbh = tekanan dasar lubang (psi)
2 = densitas lumpur ekivalen pada kedalaman yang dikehendaki (ppg)

Page 101 of 258


Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

G = jumlah penambahan pada kolam lumpur (bbl)


Aap = kapasitas annular di luar drill pipe (bbl/ft)
Adp = kapasitas total dalam drill string, (bbl/ft)
ρk = densitas kick (ppg)
SIDPP = shut in drill pipe pressure (psi)
OMW = densitas lumpur awal (ppg)
SCP = shut in casing pressure (psi)
D1 = kedalaman vertikal yang diinginkan (ft)

Input data yang diperlukan yaitu :


a. Shut in drill pipe pressure
b. Shut in casing pressure
c. Total lumpur saat ini
d. Densitas lumpur saat ini
e. Slow Pump Rate
f. Tekanan pompa saat slow pump rate
b. g.Displacement pompa
c. h.Kedalaman vertikal total
i. Diameter lubang
d. j. Panjang total open hole
e. k.Geometri sumur, yang terdiri dari :
1. Data drill pipe Heavy Weight Drill Pipe
2. Panjang total casing sampai permukaan
3. Diameter dalam dan panjang annular total casing linier terdalam pertama
4. Diameter dalam dan panjang annular total casing linier terdalam kedua
5. Diameter dalam dan panjang annular total casing linier terdalam ketiga

Output yang diperoleh :


a. Densitas lumpur pembunuh (kill mud weight)
b. Tekanan sirkulasi awal
c. Tekanan sirkulasi akhir
d. Stroke pompa dari permukaan ke bit
e. Waktu untuk sirkulasi lumpur pembunuh ke bit
f. Stroke total untuk satu sirkulasi penuh
g. Waktu untuk satu sirkulasi penuh
h. Perkiraan tekanan permukaan maksimum
i. Perkiraan tekanan pada casing shoe terdalam maksimum
j. Tambahan pada kolam lumpur ketika kick sampai di permukaan (hitungan)
k. Densitas kick ketika kick sampai di permukaan (hitungan)
l. Densitas kick hitungan
m. Panjang kick
n. Jenis (komposisi) kick
o. Schedule tekanan pompa untuk mengeluarkan kick.

Page 102 of 258


Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

5.8. Contoh Soal


1. Kedalaman sumur = 15000 ft
Ukuran lubang = 7.875 in
Ukuran Casing = 9,5 inch, 13000 ft
Ukuran drill pipe = 4,5 inch OD, 3,82 inch ID
(annulus drillpipe = 0,042 bbl/ft
Ukuran drill collar = 6 inch, 500 ft
(kapasitas pipa = 0.01422 bbl/ft dan kapasitas annulus =0.035 bbl/ft)
Temperatur dasar sumur = 250 oF, Zb = 1,4
Temperatur permukaan = 120 of, Zs = 1,1
SIDPP = 500 psi
SICP = 1000 psi, kecepatan naik = 700 psi/jam
Diameter lumpur = 15 ppg
Kenaikan pit level = 20 bbl
Rate sirkulasi normal = 6 bpm (60 spm)
Rate sirkulasi killing = 3 bpm (30 spm) dengan
pressure loss = 750 psi
Rate kenaikan densitas = 0,8 ppg/jam
SG barite = 4,3

2. Sewaktu pemboran dilakukan pada kedalaman 10.000 ft terlihat tanda-tanda


terjadinya kick, sumur yang berukuran 8 1/2" tersebut ditutup dan tekanan
pada drill pipe dan annulus dicatat sebagai berikut:
SIDPP = 300 psi
SICP = 500 psi

Data-data lain yang diketahui adalah :


Volume pit level naik menjadi = 15 bbl
Tekanan sirkulasi pada kecepatan normal = 2.000 psi pada 60 spm
Tekanan sirkulasi pada 30 spm = 500 psi
Lumpur yang digunakan = 75 pcf
Kapasitas rangkaian = 173 bbl
Kapasitas annulus = 479,6 bbl

* Dengan menggunakan metode "Wait and Weight" tentukanlah :


a. Maximum allowable casing pressure
b. Tekanan formasi
c. Kill mud weight, jika SF = 200 psi
d. Tekanan standpipe pada saat sirkulasi dengan lumpur baru
e. Final circulating pressure
f. Waktu yang dibutuhkan lumpur baru sampai ke bit
g. Waktu keseluruhan yang dibutuhkan untuk menanggulangi kick dan
jumlah stroke yang dibituhkan

Page 103 of 258


Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

* Dengan menggunakan metode "Driller" tentukanlah :


a. SIDPP dan SICP pada saat akhir sirkulasi pertama
b. Standpipe pressure ketika lumpur lama mengisi drillpipe

3. Data :
Well depth = 10.000 ft
Hole size = 7 7/8 "
Drill pipe size = 4 1/2 " OD; 3,82" ID
Drill colar = 650 ft, 6 1/4 " OD; 2 3/4" ID
9 5/8 surface casing set at 3.000 ft
Fracture gradient at Bottom of surface casing set = 0,75 psi/ft
Overburden gradient = 0,87 psi/ft
Mud weight = 9,6 ppg

Well kicks while drilling at 10.000 ft in the folowing pressure are recorded :
SIDPP = 400 psi
SICP = 700 psi
Pit level increase = 15 bbl

Pres-record information:
Kill rate = 3 bpm
Circulating pressure at kill rate = 500 psi

Determine :
1. Determine the density and pressure gradient of the fluid that entered
wellbore
2. Determine the pump pressure when start killing
3. Outline your procedure for displacing formation fluid without (before)
increasing mud weight
4. Determine formation pressure
5. Determine mud weight required to balance formation pressure
6. Determine final circulating pressure
7. Determine pipe pressure reduction while killing
8. Determine internal volume of drill pipe
9. Determine pressure reduction per-minute while killing
10. Make table : drill pipe pressure vs piping time

4. Data :
Lubang Pemboran:
Depth = 10.000 ft
Bit = 7 7/8"
DP = 4 1/2 "OD
Kapasitas = 0,0796 ft3/ft
DC = 650 ft ; 6 1/4" OD
Kapasitas = 0,0412 ft3/ft

Page 104 of 258


Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Surface casing = 9 5/8 sampai 3.000 ft


Lumpur Densitas = 9,6 ppg
PV = 15 cp
YP = 20 lb per 100 ft2
SIDPP = 600 psia
SICP = 700 psia

Pertambahan level lumpur 10 bbl


Laju lumpur pemboran = 5 bpm, tekanan = 700 psia
Laju lumpur slow pump = 2,5 bpm, tekanan = 450 psia

Dalam rangka penanggulangan tentukanlah :


1. Gradien fluida kick (psi/ft)
2. Densitas lumpur seharusnya (ppg)
3. Tabel tekanan vs waktu, sampai lumpur baru ada di bit

Page 105 of 258


Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

DAFTAR PUSTAKA

1. nn., "Principles of Drilling Fluid Control", Twelfth Edition, Petroleum


Extension Service The University of Texas of Austin, Texas,
1969.

2. Gatlin C., "Petroleum Engineering: Drilling and Well Completions", Prentice


Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jersey, 1960.

3. nn., "Drilling", SPE Reprint Series no. 6a., SPE of AIME, Dallas-Texas, 1973.

4. Bourgoyne A.T. et.al., "Applied Drilling Engineering", First Printing Society


of Petroleum Engineers, Richardson TX, 1986.

5. Moore P.L., "Drilling Practices Manual", Penn Well Publishing Company,


Tulsa-Oklahoma, 1974.

6. Moore P.L., "Drilling Practices Manual", Penn Well Publishing Company,


Second Edition, Tulsa-Oklahoma, 1986.

7. McCray A.W., Cole F.W., "Oil Well Drilling Technology", The University of
Oklahoma Press,1979.

8. Booth J.E., Provost C.E., "Drilling Abnormal Pressure", Courtesy of Mobil Oil
Corporation.

9. Rubiandini, Rudi, "Perhitungan Berbagai Metoda Pressure Control Dalam


Penanggulangan Well Kick", Kolokium, Jurusan Teknik
Perminyakan Institut Teknologi Bandung, 1984.

10. Gains, "Blow Out Prevention", halaman 41.

11. Simpson, M.A.Sr." The Drilling Expert System : A Microcomputer Approach


to Drilling Engineering Problem Solving", Lousiana: Drill-
Right Inc, 1985

Page 106 of 258


Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

DAFTAR PARAMETER DAN SATUAN

P = Tekanan, ML-1T-2
F = Gaya yang bekerja pada daerah luas ybs, MLT-2
A = Luas permukaan yang menerima gaya,
L2 = berat jenis, ML-3
g = percepatan gravitasi, LT-2
= gradien tekanan hidrostatis, ML-2T-2
h = ketinggian,
LGob = gradien tekanan overburden, psi/ft
Ii = ketebalan ke-i, feet
i = berat jenis rata-rata ke-i, gr/cc
Dn = kedalaman, feet
D = kedalaman, feet
Dwt = ketebalan cairan, feet
Db = ketebalan batuan (D-Dw), feet
w = berat jenis cairan, gr/cc
b = berat jenis rata-rata batuan, gr/cc
Pfr = tekanan rekah, psi
Pob = tekanan overburden, psi
Pf = tekanan formasi, psi
S = tekanan kekuatan batuan, psi
R = Laju penembusan, ft/hour
N = Putaran,
RPMW = Berat pahat bor. lbs
dpa = Daiameter pahat, in
dcs = d-Eksponent yang sudah dikoreksi
mn = berat jenis lumpur normal, ppg
ma = berat jenis lumpur nyata, ppg
d = d-exponent
Ploss = Besarnya kehilangan tekanan, psi
Psc = Kehilangan tekanan di alat permukaan, psi
Pdp = Kehilangan tekanan di dalam pipa, psi
Pdc = Kehilangan tekanan di dalam collar, psi
Pbt = Kehilangan tekanan di pahat, psi
Pca = Kehilangan tekanan di luar collar, psi
Pdpa = Kehilangan tekanan di luar pipa, psi
CP = casing pressure, psi
Pm = tekanan hidrostatik lumpur, psi
Pk = tekanan hidrostatik kick, psi
Pr = tekanan reservoir, psi
DP = drillpipe pressure, psi
= berat jenis masing-masing ke-i pada segemen lumpur transisi, ppg
= densitas lumpur baru, ppg

Page 107 of 258


Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

= densitas kick, ppg


SICP = shut in casing pressure, psi
SIDPP = shut in drill pipe pressure, psi
Tmin = trip margin minimum, ppg
Vpit = volume mud pit, ft3
Y = yield point, lb/100 ft2
Ca = kapasitas annulus, ft3/ft
dh = diameter lubang, in
dp = diameter pipa, in
PV = plastic viscosity, cp
L = panjang, feet
T = trip margin, ppg
Vn = volume nozzle, in3
A = luas nozzle, in3
An = luas nozzle, in2
Q = laju pemompaan
Fcp = final circulating pressure, psi
Icp = initial circulating pressure, psi
Psurf = tekanan di permukaan, psi
Pb = tekanan base, psi
Vb = volume base, ft3
Tb = temperatur base,
RZb = faktor kompresibiltas gas
ts = total waktu penanggulangan, menit
tk = waktu untuk mengeluarkan kick, menit
tl = waktu pembuatan lumpur baru, menit
tp = waktu perjalanan lumpur dari permukaan ke bit, menit
ta = waktu perjalanan lumpur dari bit ke permukaan, menit
Va = volume total pipa, bbl
Vp = volume total pipa, bbl
Vs = laju sirkulasi pompa, gpm
= penurunan tekanan pompa, psi
= densitas lumpur transisi rata-rata, ppg
Vdm = rate kenaikan densitas, ppg/jam
= densitas lumpur penambah, ppg
X = kedalaman yang menerima tekanan maksimum, feet
Dl = ketinggian lumpur lama, feet
t1 = waktu pemompaan, menit
n = banyaknya tingkat kenaikan lumpur transisi
tx = interval waktu penambahan berat jenis, menitrmp
= berat jenis lumpur penambah, ppg
KMW = densitas lumpur baru yang diperlukan untuk mematikan sumur, ppg
FCP = tekanan sirkulasi drillpipe akhir, psi
ICP = tekanan sirkulasi drillpipe awal, psi
Ps = tekanan pompa pada slow pump rate, psi

Page 108 of 258


Well Kick dan Pressure Control
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Pbh = tekanan dasar lubang, psi


= densitas lumpur ekivalen pada kedalaman yang dikehendaki, ppg
G = jumlah penambahan pada kolam lumpur, bbl
Aap = kapasitas annular di luar drill pipe, ft/bbl
Adp = kapasitas total dalam drill string, bbl
Kp = densitas kick, ppg
SIDPP = shut in drill pipe pressure, psi
OMW = densitas lumpur awal, ppg
SCP = shut in casing pressure, psi
D1 = kedalaman vertikal yang diinginkan, ft

Page 109 of 258

Anda mungkin juga menyukai