Anda di halaman 1dari 15

Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan

Kabupaten/Kota
MATERI INTI 1
EPIDEMIOLOGI

TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Instruksional Umum
Setelah menyelesaikan materi ini, peserta akan dapat menjelaskan tentang epidemiologi
kusta

Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mengikuti materi ini peserta akan dapat:
1. Mengetahui epidemiologi kusta
2. Menjelaskan distribusi penyakit kusta
3. Menjelaskan faktor-faktor yang menentukan terjadinya penyakit kusta
4. Menjelaskan upaya pengendalian atau pemutusan mata rantai
penularan penyakit kusta.

Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah
yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas
sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional.
Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara-negara yang sedang berkembang
sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara itu dalam memberikan pelayanan yang
memadai dalam bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, sosial ekonomi dari
masyarakat.
Pada tahun 1991 World Health Assembly telah mengeluarkan suatu resolusi yaitu
eliminasi kusta tahun 2000, sehingga penyakit kusta tidak lagi menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Indonesia sudah mencapai eliminasi kusta pada tahun 2000, namun demikian
berdasarkan data yang dilaporkan, jumlah penderita baru, proporsi cacat tingkat 2 dan anak
sampai saat ini belum menunjukkan adanya penurunan yang bermakna.
Kondisi ini juga terjadi di negara-negara lain di Dunia, sehingga pada tahun 2009
ILEP/WHO mengeluarkan “ Penguatan Strategi Global untuk terus menurunkan beban
akibat Penyakit Kusta (2011-2015)”.
Sejak tahun 2011, strategi ini sudah diadopsi dalam menentukan kebijakan Nasional
pengendalian penyakit kusta di Indonesia.

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT KUSTA

1
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota
Epidemiologi penyakit kusta adalah ilmu yang mempelajari distribusi, frekuensi dan
faktor-faktor yang menentukan kejadian penyakit yang berhubungan dengan masalah
kesehatan pada masyarakat dan aplikasinya dengan pengendalian masalah tersebut.

Timbulnya penyakit merupakan suatu interaksi antara berbagai faktor penyebab


penyakit yaitu : Pejamu (host), agent (kuman) dan lingkungan. Melalui suatu proses yang
dikenal sebagai Rantai infeksi yang terdiri dari 6 komponen yaitu (1) penyebab (2) Sumber
penularan (3) Cara keluar dari sumber penularan (4) Cara penularan (5) Cara masuk ke
Host (6) Host.

Dengan mengetahui proses terjadinya infeksi atau rantai penularan penyakit


maka intervensi yang sesuai dapat dilakukan untuk memutuskan mata rantai penularan
tersebut.

a. Distribusi Penyakit Kusta


1) Distribusi penyakit kusta menurut geografi
Distribusi angka penemuan kasus baru kusta di Indonesia terlihat pada gambar
1.1

2
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota

3
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota

Sementara itu di regional Asia Tenggara distribusi kasus kusta bervariasi berdasarkan
penemuan kasus baru dan prevalensi seperti terlihat dalam tabel dibawah ini:

4
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota
2) Distribusi menurut waktu
Seperti terlihat pada tabel di bawah, terdapat 16 negara yang melaporkan lebih
dari 1000 kasus baru selama tahun 2012. Enam belas negara ini mempunyai kontribusi
95% dari seluruh kasus baru di dunia.

Dari tabel ini terlihat bahwa secara global terjadi penurunan penemuan kasus
baru, akan tetapi beberapa negara seperti India, Nepal, dan Filipina menunjukkan
peningkatan deteksi kasus baru.

5
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota

6
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota

7
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota

8
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota

9
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota

10
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota

3) Distribusi menurut orang


a) Etnik atau suku
Kejadian penyakit kusta menunjukkan adanya perbedaan distribusi dapat dilihat
karena faktor geografi. Namun jika diamati dalam satu negara atau wilayah yang
sama kondisi lingkungannya ternyata perbedaan distribusi dapat terjadi karena
faktor etnik.

Di Myanmar kejadian kusta lepromatosa lebih sering terjadi pada etnik Burma
dibandingkan dengan etnik India. Situasi di Malaysia juga mengindikasikan hal
yang sama, kejadian kusta lepromatosa lebih banyak pada etnik China
dibandingkan etnik melayu dan India.

b) Faktor sosial ekonomi


Sudah diketahui bahwa faktor sosial ekonomi berperan penting dalam kejadian
kusta. Hal ini terbukti pada negara-negara di Eropa. Dengan adanya peningkatan
sosial ekomomi, maka kejadian kusta sangat cepat menurun bahkan hilang. Kasus
kusta pada pendatang di negara tersebut ternyata tidak menularkan kepada orang
yang sosial ekonominya tinggi.

c) Distribusi menurut umur


Berdasarkan statistik, distribusi penyakit kusta menurut umur dilaporkan
berdasarkan penemuan kasus baru karena saat timbulnya penyakit sangat sulit
diketahui. Pada penyakit kronik seperti kusta, informasi berdasarkan data
penemuan kasus baru dan data umur pada saat timbulnya penyakit mungkin tidak
menggambarkan resiko spesifik umur. Kusta diketahui terjadi pada semua usia
berkisar antara bayi sampai usia lanjut (3 minggu sampai lebih dari 70 tahun).
Namun yang terbanyak adalah pada umur muda dan produktif.

d) Distribusi menurut jenis kelamin


Kusta dapat mengenai laki-laki dan perempuan. Berdasarkan laporan, sebagian
besar negara didunia kecuali di beberapa negara di Afrika menunjukkan bahwa
laki-laki lebih banyak dari pada wanita.
Relatif rendahnya kejadian kusta pada perempuan kemungkinan karena faktor
lingkungan atau faktor sosial budaya. Pada kebudayaan tertentu akses perempuan
ke pusat pelayanan kesehatan sangat terbatas.

11
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota

b. Faktor-Faktor Yang Menentukan Terjadinya Sakit Kusta

1) Penyebab
Penyebab penyakit kusta yaitu Mycobacterium Leprae dimana untuk pertama
kali ditemukan oleh G.H.Armauer Hansen pada tahun 1873.

M.Leprae hidup dalam sel dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf
(Schwan Cell)dan sel dari sistem retikulo endotelial.
Waktu pembelahan sangat lama, yaitu 2 – 3 minggu. Di luar tubuh manusia (dalam
kondisi tropis) kuman kusta dari sekret nasal dapat bertahan sampai 9 hari.
Pertumbuhan optimal in vivo kuman kusta pada tikus adalah 27-30°C.

2) Sumber Penularan
Hanya manusia satu-satunya sampai saat ini yang dianggap sebagai sumber
penularan walaupun kuman kusta dapat hidup pada armadillo, simpanse dan pada
telapak kaki tikus yang tidak mempunyai kelenjar thymus (Athymic nude mouse).

3) Cara keluar dari Pejamu (Host)


Mukosa hidung telah lama dikenal sebagai sumber dari kuman. Suatu kerokan
hidung dari penderita tipe lepromatous yang tidak diobati menunjukkan jumlah kuman
sebesar 104 - 107. Dan telah terbukti bahwa saluran napas bagian atas dari penderita tipe
lepromatous merupakan sumber kuman yang terpenting di dalam lingkungan.

12
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota

4) Cara Penularan
Kuman kusta mempunyai masa inkubasi rata-rata 2 – 5 tahun, akan tetapi dapat
juga bertahun-tahun. Penularan terjadi apabila M. Leprae yang utuh (hidup) keluar dari
tubuh penderita dan masuk ke dalam tubuh orang lain.

Secara teoritis penularan ini dapat terjadi dengan cara kontak yang lama dengan
penderita. Penderita yang sudah minum obat sesuai regimen WHO tidak menjadi
sumber penularan kepada orang lain.

5) Cara masuk kedalam pejamu


Tempat masuk kuman kusta ke dalam tubuh pejamu sampai saat ini belum
dapat dipastikan. Diperkirakan cara masuknya adalah melalui saluran pernapasan
bagian atas dan melalui kontak kulit yang tidak utuh.

6) Pejamu (Tuan rumah = Host)


Hanya sedikit orang yang akan terjangkit kusta setelah kontak dengan penderita,
hal ini disebabkan karena adanya imunitas. M. Leprae termasuk kuman yang obligat
intraseluler, dan sistem kekebalan yang paling efektif adalah kekebalan seluler. Faktor
fisiologik seperti pubertas, menopause, kehamilan serta faktor infeksi dan malnutrisi
dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta.

Sebagian besar (95 %) manusia kebal terhadap kusta, hanya sebagian kecil yang
dapat ditulari (5%). Dari 5 % yang tertular tersebut sekitar 70 % dapat sembuh sendiri
dan hanya 30 % yang menjadi sakit.

Contoh:
Dari 100 orang yang terpapar; 95 orang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri
tanpa obat, 2 orang menjadi sakit dimana hal ini belum memperhitungkan pengaruh
pengobatan.

Seseorang dalam lingkungan tertentu akan termasuk dalam salah satu dari 3 kelompok
berikut ini, yaitu :
a) Pejamu yang mempunyai kekebalan tubuh tinggi merupakan kelompok terbesar
yang telah atau akan menjadi resisten terhadap kuman kusta.
b) Pejamu yang mempunyai kekebalan rendah terhadap kuman kusta, bila
menderita penyakit kusta biasanya tipe PB.
c) Pejamu yang tidak mempunyai kekebalan terhadap kuman kusta yang
merupakan kelompok kecil, bila menderita kusta biasanya tipe MB.

c. Upaya Pengendalian Atau Pemutusan Mata Rantai Penularan

13
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota

Penentuan kebijakan dan metoda pengendalian penyakit kusta sangat ditentukan


oleh pengetahuan epidemiologi kusta dan perkembangan ilmu dan teknologi di bidang
kesehatan.

Upaya pemutusan mata rantai penularan penyakit kusta dapat dilakukan melalui :

a. Pengobatan MDT pada penderita kusta


b. Kemoprofilaksis

Dalam upaya mengurangi jumlah kasus baru dengan mengurangi penularan kusta,
ada bukti ilmiah bahwa Single Dose Rifampicin (SDR)/Rifampicin dosis tunggal yang
diberikan kepada kontak dekat dari kasus indeks telah terbukti secara efektif mengurangi
risiko kusta. Di sisi lain sampai saat ini belum ada metode lain yang lebih efektif untuk
pencegahan penyakit ini (seperti vaksinasi). Untuk menekan angka kejadian kusta salah
satunya adalah dengan metode kemoprofilaksis untuk mencegah penularan pada orang
sehat. Kemoprofilaksis Rifampicin Dosis Tunggal sebagai salah satu kegiatan
penanggulangan kusta yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11
tahun 2019 yang ditujukan untuk pencegahan kusta.

Untuk mencapai eliminasi kusta, kementerian kesehatan berupaya melakukan


akselerasi melalui berbagai inovasi antara lain dengan kemoprofilaksis rifampicin dosis
tunggal. Hasil kemoprofilaksis di beberapa wilayah seperti kabupaten Bima, Asmat dan
Maluku Tenggara Barat menunjukkan terjadinya penurunan kasus baru kusta sejak
kegiatan ini dilakukan

Berikut ini adalah bagan dimana kita dapat melakukan intervensi terhadap
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sakit kusta dalam rangka memutuskan mata
rantai penularan.

Cara Pemutusan Mata Rantai Penularan Penyakit Kusta

14
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota

- Vaksinasi
- Kemoprofilaksis
(Masih dalam
Pengobatan
pengembangan)
MDT
Menjadi sakit dan tubuh
mereka menjadi tempat
perkembangan
Mycobacterium leprae

Penderita
Tuan
Kusta
rumah/Host:
menjadi
yang
sumber
kekebalannya
penularan
kurang

Cara Cara
masuk ke keluar: dari
host: dari saluran
saluran nafas
nafas
Cara penulaan
utama: Melalui
percikan droplet

Alur 1. 1 Cara Pemutusan Mata Rantai Penularan Penyakit Kusta

15

Anda mungkin juga menyukai