Anda di halaman 1dari 13

TUGAS PAPER MATA KULIAH HUKUM INTERNASIONAL

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Disusun Oleh:

AULIYA RAHMAN (22150035)


FITRI YANTI (22150067)
MUHAMAD HALIM (22150119)
MOHAMMAD ABDUL SALIM (22150041)
NABIL SIREGAR (22150195)
ZELICCA AULIA FITRI (22150003)

Dosen Pembimbing:
Jazman Nazar, S.H.,M.H.

KELAS B1

PRODI S1 HUKUM FAKULTAS ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT


2022/2023

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami ucapkan puji syukur kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan Paper tentang Kebiasaan Internasional.
Paper ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan paper ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan paper ini.
Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki paper ini.
Akhir kata kami berharap semoga Paper tentang kebiasaan Internasional
ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebiasaan internasional adalah kebiasaan bersama negara-negara di dunia


yang menjadi bukti praktik umum yang diterima sebagai hukum. Kebiasaan
internasional diakui sebagai salah satu sumber hukum internasional oleh
Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional. Pasal 92 Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa juga menyatakan bahwa kebiasaan internasional adalah salah
satu sumber hukum yang akan diterapkan oleh Mahkamah Internasional.
Kebiasaan internasional terdiri dari aturan-aturan hukum yang berasal dari
tindakan negara-negara yang konsisten yang muncul dari keyakinan bahwa
tindakan mereka itu diwajibkan oleh hukum. Maka dari itu, terdapat dua
unsur yang harus dipenuhi untuk membuktikan keberadaan suatu kebiasaan
internasional: Praktik atau kebiasaan negara-negara. Keyakinan dari
negara-negara bahwa kebiasaan tersebut dilakukan atas dasar kewajiban
hukum. Kepentingan kedua unsur ini telah ditegaskan oleh Mahkamah
Internasional dalam perkara Legality of the Threat or Use of Nuclear
Weapons.
Makna daripada kebiasaan internasional telah menjadi kecil dengan
bertambah banyaknya perjanjian-perjanjian yang membentuk hukum yang
mengatur hubungan mereka secara internasional. Hal tersebut disebabkan
oleh adanya peralihan sumber hukum internasional yang utama custom
menjadi yang utania convention atau treaties. Materi yang diatur dalam
hukum internasional semakin lama semakin banyak menyangkut soal-soal
ekonomis di samping masalah politis. Juga tendensi hukum internasional
dewasa ini lebih cenderung ke arah mencegah konflik bersenjata daripada
mengatur masalah konflik bersenjata itu sendiri. Hukum Internasional
yang kini hendak dikembangkan, adalah hukum yang dapat menjamin
kepentingan-kepentingan negara-negara di dunia, teristimewa negara-
negara yang sedang berkembang, bukan hanya hukum internasional yang
mengkondifikasikan kebiasaan-kebiasaan negara-negara maju tertentu, yang
hanya menguntungkan segelintir negara-negara adi kuasa saja, tetapi
mencakup kepentingan seluruh aspek hidup dan kehidupan umat manusia.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah.
1. Bagaimana kedudukan kebiasaan internasional sebagai sumber hukum
internasional ?
2. Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi peranan kebiasaan
internasional sebagai sumber hukum internasional?
3. Bagaimana hubungan kebiasaan internasional dengan perjanjian –
perjanjian internasional?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah.
1. Untuk mengetahui kedudukan kebiasaan internasional sebagai sumber
hukum internasional.
2. Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi peranan kebiasaan
internasional sebagai hukum internasional.
3. Untuk mengetahui hubungan kebiasaan internasional dengan perjanjian –
perjanjian internasional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kedudukan Kebiasaan Internasional Sebagai Sumber Hukum
Internasional
Mochtar Kusumaatmadja, dengan tegas mengatakan, urutan
penyebutan sumber-sumber hukum itu tidak menggambarkan urutan
pentingnya masing-masing sumber tersebut sebagai sumber hukum formal,
karena soal itu tidak diatur sama sekali oleh pasal 38 ayat (I) Statuta
Mahkamah. 3 ) Tetapi dengan ditegaskannya dalam pasal 38 ayat (1)
sub d, bahwa putusan pengadilan dan pendapat para ahli hukum
terkemuka dari pelbagai bangsa sebagai cara-cara subsider untuk
menemukan adanya peraturan hukum, secara a contrario dapat
disimpulkan bahwa, "sumber-sumber (formal) hukum internasional pada
pasal 38 ayat (I) a, b dan c, adalah merupakan sumber Primer".4) Oleh
karena itu (international conventions, international custom dan general
principles of law) sama - sama mempunyai kedudukan sederajat. Dengan
tidak adanya urutan penting dan tidaknya kedudukan ketiga sumber hukum
primer tersebut, sehingga tak dapat ditarik suatu garis prioritasnya, maka
Mahkamah internasional ataupun badan peradilan internasional lainnya,
tidak dibatasi kebesannya untuk menerapkan salah satu dari ketiganya
terhadap suatu kasus tertentu. Misalnya, Mahkamah dapat menerapkan
prinsip-prinsip hukum umum walaupun terhadap kasus itu sudah ada
pengaturannya dalam perjanjian internasional ataupun kebiasaan
internasional. Hal ini sudah barang tentu harus dengan pertimbangan mana
yang lebih menjamin rasa keadilan dan memenuhi kebutuhan hukum para
pihak yang bersengketa .1
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peranan Kebiasaan Internasional
Sebagai Hukum Internasional

1
Muchtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Islam (Bandung: PT.Alumni,2009),117
1. Adanya penggeseran sumber hukum internasional yang utama Custom
menjadi yang utama Conventions atau Treaties
Dalam bab terdahulu telah disinggung. bahwa pada mulanya
hukum internasional lebih banyak berpedoman kepada kebiasaan-
kebiasaan negara dan kepada pendapat para ahli hukum terkemuka di
dunia " ... the teachings of thl most highly qualified publics of the various
nations . ... ") Karena di masa - masa lampau custom memegang peranan
yang utama sebagai sumber hukum internasional. Akan tetapi akhir-akhir
ini dengan perkembangan dunia yang begitu pesat di pelbagai bidang.
maka terdapatlah peralihan sumber hukum internasional yang utama
custom menjadi yang utama conventions atau treaties. Sebab banyaknya
negara-negara yang baru merdeka yang umumnya "Non-European"
yang merasakan. bahwa hukum internasional conventional di masa-masa
yang lalu sangat bersifat "European Centris" dan kurang atau bahkan sama
sekali tidak memperhatikan atau memperhitungkan kepentingan -
kepentingan negara - negara yang kini menjadi negara merdeka yang
sedang berkembang.
2. Peranan Hukum Internasional Dalam Masalah Ekonomi
Internasional
Hal ini terutama disebabkan oleh karena negara-negara di dunia kini
semakin banyak terlibat dan menumpahkan perhatiannya kepada soal-
soal kesejahteraan umat manusia daripada masa-masa lalu. Dengan
munculnya multi-polarisme dalam bidang politik dan ekonomi, sementara
dalam bidang militer Amerika Serikat dan Uni Soviet masih terus
memegang supremasi. 2
Peningkatan anggaran militer negara-negara
maju merupakan salah satu sebab utama berkurangnya bantuan
ekonomi kepada negara-negara yang sedang berkembang. Negara-
negara berkembang penghasil minyak telah memanfaatkan minyaknya
untuk tujuan-tujuan politik seperti pada kasus embargo minyak Arab pada

2
J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional [Introduction to International Law], cet. 8,
diterjemahkan oleh Bambang Iriana Djajaatmadja, S.H, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm.75
masa yang lalu. Secara umum embargo tersebut mengenai sasarannya,
tetapi secara ekonomis memukul negara-negara berkembang yang
mengimpor minyak. Krisis pangan dunia yang menyangkut nasib dan
harkat hidup umat manusia nampaknya hampir lolos dari perhatian
negara-negara maju. Dengan demikian jelas bahwa di dalam soal-soal
yang menyangkut segi-segi sosial ekonomi ini perli norma-norma yang
baru. sesuai dan harus disepakati bersama dan sukar dicarikan
penyelesaiannya dalam hukum kebiasaan internasional di masa-masa
lampau.3
3. Tendensi Hukum Internasional Dewasa ini Dalam Masalah Konflik
Bersenjata
Dunia modern tidak saja membawa kita kepada kemajuan-
kemajuan teknologi yang menakjubkan akan tetapi juga pada bayangan
ketakutan akan semakin bertambah meningkatnya segala macam bentuk
kejahatan, seperti pembajakan di udara , terorisme, serta penggunaan
teknologi baru di bidang perlengkapan (senjata) perang. Negara-negara
anggota PBB mempunyai kewajiban untuk menahan diri dengan tidak
mengorganisir, menganjurkan , membantu, mengambil inisiatif atau
berperang dalam aksi-aksi terorisme sesuai dengan apa yang dianjurkan
oleh resolusi yang telah mereka cetuskan bersama melalui Sidang Umum
PBB.
C. Hubungan Kebiasaan Internasional dengan Perjanjian Internasional
Traktat atau selanjutnya disebut sebagai Perjanjian Internasional
merupakan salah satu sumber hukum internasional yang digunakan oleh
Mahkamah Internasional (International Court of Justice, selanjutnya
disebut ICJ) dalam mengadili perkara-perkaranya. Hal ini didasarkan pada
Pasal 38 ayat 1 Statuta ICJ (International Court of Justice Statute). Perjanjian
internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat
bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu.

3
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung: PT
Alumni, 2012), hlm.110.
Terminologi dalam menyebut perjanjian ini pun beragam. Lord McNair
dalam bukunya The Law of Treaties menyebutkan terminologi-
terminologi yang biasa digunakan pada praktiknya yaitu treaty,
convention, declaration, protocol, act, final act, dan general act. Ia juga
mengungkapkan beberapa terminologi lainnya seperti accord, additional
articles, agreement, arrangement, avenant, compromis atau special
agreement, exchange of notes, letrres reversales, modus vivendi, statute,
covenant, pact, dan concordat.4
Hukum perjanjian internasional yang pada mulanya tumbuh dan
berkembang dalam bentuk hukum kebiasaan internasional, sudah
diformulasikan ke dalam bentuk hukum tertulis yang berupa dua konvensi,
yaitu Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional yang
hanya mengatur perjanjian internasional antara negara saja, dan Konvensi
Wina 1986 tentang Hukum Perjanjian Internasional antara Organisasi
Internasional dan Negara dan antara Organisasi Internasional dan
Organisasi Internasional yang sesuai dengan namanya mengatur tentang
perjanjian internasional antara organisasi internasional dan negara
ataupun perjanjian internasional antara sesama organisasi internasional.
Kedua konvensi ini merupakan hasil pengembangan progresif hukum
internasional dan pengkodifikasiannya sebagaimana diamanatkan oleh
Pasal 13 ayat 1 butir a Piagam PBB (UN Charter): “The General Assembly
shall initiate studies and make recommendations for the purpose of: a.
Promoting international cooperation in the political field and encouraging
the progressive development of international law and its codification…….”.

4
J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional [Introduction to International Law], cet. 8,
diterjemahkan oleh Bambang Iriana Djajaatmadja, S.H, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 51
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perjanjian Internasional dan Hukum Kebiasaan Internasional
merupakan dua dari sumber hukum internasional lainnya yang diakui oleh
negara atau setidak-tidaknya oleh ICJ. Hubungan antara Perjanjian
Internasional yang diatur oleh VCLT 1969 dan CIL dapat digambarkan
melalui konstruksi dari Pasal 3(b), Pasal 4, Pasal 38, dan Pasal 43, serta
paragraf 8 preambul VCLT. Kasus North Sea Continental Shelf
menunjukkan bahwa suatu traktat dapat menjalani proses untuk menjadi
kebiasaan dengan memiliki kemampuan atau karakter yang mampu
menciptakan nroma (norm-creating) agar dapat memenuhi syarat untuk
dapat dijadikan sebagai suatu CIL. Kodifikasi CIL dilakukan untuk
menjabarkan CIL menjadi suatu perjanjian dalam bentuk tertulis, sedangkan
pengembangan progresif dilakukan untuk melahirkan aturan dan prinsip
prinsip hukum internasional dan menggambarkannya dalam perjanjian
internasional.
B. Saran
Beberapa masalah mengenai kebiasaan internasional seharusnya bisa
menjadi acuan negara - negara dalam melakukan perjanjian internasional
untuk memperhatikan kedudukan kebiasaan internasional. Serta hubungan
antara kebiasaan internasional dengan perjanjian internasional, yang di mana
kebiasaan internasional dan perjanjian internasional saling berhubungan serta
membutuhkan prinsip – prinsip hukum internasional.
DAFTAR PUSTAKA

Parthiana, I Wayan, (2008) “Kajian Akademis (Teoritis dan Praktis) atas Undang-
undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional berdasarkan
Hukum Perjanjian Internasional.” Jurnal Hukum Internasional, Vol. 5. No. 3.

Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R. Agoes. 2012. Pengantar Hukum


Internasional. Bandung: PT Alumni.

Starke, J.G. 2008.Pengantar Hukum Internasional [Introduction to International


Law]. Diterjemahkan oleh Bambang Iriana Djajaatmadja, S.H,. Jakarta: Sinar
Grafika.

Maxey, Edwin. (1906) “Treaties as Sources of International Law”, Virginia Law


Register, Vol. 11. No. 11. 863-866.
ANALISA

KEDUDUKAN KEBIASAAN INTERNASIONAL SEBAGAI SUMBER HUKUM

DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan kebiasaan


internasional sebagai sumber hukum dan hubungannya dengan perjanjian
internasional. Sebuah kebiasaan internasional menjadi hukum yang mengikat bagi negara-
negara lain. Ia harus memenuhi dua unsur yaitu harus terdapat suatu kebiasaan yang bersifat
umum dan kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum.
Dewasa ini istilah kebiasaan internasional menjadi suatu istilah yang
sangat penting bagi Hukum Internasional, bahkan sebagian besar Hukum Internasi
onal t e r d i r i   d a r i   k a i d a h   –   k a i d a h   k e b i a s a a n
P a d a   s a a t   i n i ,   d i k a r e n a k a n   k e b i a s a a n internasional itu sendiri
tidak dalam bentuk tertulis, maka beberapa dari kebiasaan internasional itu
sendiri sudah tertuang dalam beberapa perjanian Internasional. Sehingga
posisi kebiasaan inernasional yang pada awalnya memiliki peranan yang sangat
penting sekarang sudah tidak lebih penting dari Perjanjian
Internasional. Hal itu dikarenakan karena semakin banyak persoalan
diatur dengan Perjanjian Internasonal.
Namun, selama perkembangan masyarakat internasi
o n a l   y a n g identik selalu dinamis, dan selama hal tersebut belum
terjamah, maka kebiasan Internasional tetap berperan penting dalam
Hukum Internasional sebagai sumber  hukum yang dapat mengikuti
perkembangan masyarakat Internasional.
Jika berangkat dari istilah kebiasaan, maka akan terdapat 
r e l e v a n s i n y a dengan Adat – Istiadat. Mengapa demikian? Kita tahu
bahwa sebuah kebiasaan tidak akan tercipta tanpa adanya adat istiadat,
sehingga yang akan lebih dahulu muncul ke permukaan jika membicarakan
kebiasaan adalah adat istiadat. Menurut kamus bahasa Indonesia, adat
istiadat adalah t a t a k e l a k u a n yang kekal dan turun-temurun dari
generasi satu ke generasi lain sebagai warisan sehingga kuat integrasinya
denganpola perilaku masyarakat. 
Sedangkan kebiasaan ialah suatu pola yang dikerjakan secara berulang –
ulang untuk hal yang sama. Perlu dipahami bahwa adat istiadat itu belum
mempunyai kekuatan hukum, dan baru mempunyai kekuatan hukum jika terdapat
pelaksanaan dari adat istiadat tersebut dan dapat diterima secara umum.
Perjanjian Internasional dan Hukum Kebiasaan Internasional
merupakan dua dari sumber hukum internasional lainnya yang diakui oleh negara
atau setidak-tidaknya oleh ICJ. Hubungan antara Perjanjian Internasional
yang diatur oleh VCLT 1969 dan CIL dapat digambarkan melalui konstruksi dari
Pasal 3(b), Pasal 4, Pasal 38, dan Pasal 43, serta paragraf 8 preambul VCLT.
Kasus North Sea Continental Shelf menunjukkan bahwa suatu traktat dapat
menjalani proses untuk menjadi kebiasaan dengan memiliki kemampuan atau
karakter yang mampu menciptakan norma (norm-creating) agar dapat
memenuhi syarat untuk dapat dijadikan sebagai suatu CIL. Kodifikasi CIL
dilakukan untuk menjabarkan CIL menjadi suatu perjanjian dalam bentuk
tertulis, sedangkan pengembangan progresif dilakukan untuk melahirkan aturan
dan prinsip prinsip hukum internasional dan menggambarkannya dalam
perjanjian internasional.

Anda mungkin juga menyukai