Asri (210110350)
Semester 4
1. 1 LATAR BELAKANG
Rasio Financial (Rasio Keuangan) merupakan alat Analisis Perusahaan untuk
menilai kinerja suatu perusahaan berdasarkan perbandingan data keuangan yang
terdapat pada laporan pos keuangan (neraca, laporan/laba rugi, laporan arus kas).
Rasio merupakan alat ukur yang digunakan perusahaan untuk menganalisis laporan
keuangan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau pertimbangan antara suatu
jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. Dengan menggunakan alat analisis berupa
rasio keuangan dapat menjelaskan dan memberikan gambaran kepada penganalisa
tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan dari suatu
periode ke periode berikutnya. Analisis rasio keuangan adalah analisis yang
menghubungkan perkiraan neraca dan laporan laba rugi terhadap satu dengan lainnya,
yang memberikan gambaran tentang sejarah perusahaan serta penilaian terhadap
keadaan suatu perusahaan tertentu.
Analisis rasio keuangan memungkinkan manajer keuangan meramalkan reaksi
para calon investor dan kreditur serta dapat ditempuh untuk memperoleh tambahan
dana. (Zaki Baridwan, 1997:17). Dalam mengadakan interpretasi dan analisis laporan
keuangan suatu perusahaan, seorang penganalisis memerlukan adanya ukuran atau
yardstick tertentu. Ukuran yang sering digunakan dalam analisis keuangan adalah
rasio. Pengertian rasio sebenarnya hanyalah alat yang dinyatakan dalam “aritmatical
terms” yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua macam data
keuangan. Macamnya rasio banyak sekali, karena dapat dibuat menurut kebutuhan
penganalisis.
Rasio keuangan dapat digunakan untuk menjawab setidaknya 4 pertanyaan :
bagaimana tingkat likuiditas perusahaan, apakah manajemen efektif dalam
menghasilkan laba operasi atas aktiva yang dimiliki perusahaan, bagaimana
perusahaan didanai, apakah pemegang saham biasa mendapat tingkat pengembalian
yang cukup. Perhitungan rasio financial sebaiknya didasarkan pada data laporan
keuangan yang telah diaudit (diperiksa). Laporan keuangan yang belum diaudit masih
diragukan kebenarannya, sehingga rasio-rasio yang dihitung juga kurang akurat.
Adalah sangat penting untuk diperhatikan bahwa pelaporan atau akuntansi yang
digunakan haruslah sama.
1. 2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut :
1. Apa pengertian analisis rasio keuangan?
2. Apa saja klasifikasi rasio keuangan?
3. Apa saja jenis-jenis rasio keuangan?
4. Bagaimana batasan analisis rasio keuangan?
1. 3 TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan penulisan ini
sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan pengertian analisis rasio keuangan.
2. Mendeskripsikan klasifikasi rasio keuangan.
3. Mendeskripsikan jenis-jenis rasio keuangan.
4. Mendeskripsikan batasan analisis rasio keuangan.
BAB II
PEMBAHASAN
Klasifikasi rasio keuangan terbagi menjadi 4 (empat) jenis rasio keuangan yang dapat
digunakan yaitu :
1. Rasio Liquiditas (Liquidity Ratio)
Rasio likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampuan perusahaan
membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan
menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Likuiditas tidak hanya berkenaan dengan
keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi juga berkaitan dengan kemampuannya
mengubah aktiva lancar tertentu menjadi uang kas.
Rasio likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampuan perusahaan
membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan
menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Likuiditas tidak hanya berkenaan dengan
keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi juga berkaitan dengan kemampuannya
mengubah aktiva lancar tertentu menjadi uang kas.
Contoh mudahnya, rasio likuiditas ditunjukkan oleh rasio kas terhadap kewajiban
lancarnya, misalnya pembayaran gaji karyawan, pembayaran tagihan listrik, pelunasan
biaya telepon, dan pembayaran iuran PDAM.
Rasio ini tidak hanya penting untuk membuat performa perusahaan terlihat bagus di
mata investor, namun juga dapat digunakan untuk menganalisis tren, membandingkan
dengan perusahaan kompetitor, dan mengukur kemajuan atau pencapaian target yang
telah ditetapkan. Rasio-rasio ini dapat dihitung melalui sumber informasi tentang modal
kerja yaitu pos-pos aktiva lancar dan hutang lancar. Dengan demikian rasio likuiditas
berpengaruh dengan kinerja keuangan perusahaan sehingga rasio ini memiliki hubungan
dengan harga saham perusahaan.
Jenis-jenis rasio likuiditas :
1) Rasio Lancar (Current Ratio)
Merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo dengan aktiva lancar
yang tersedia. Semakin besar perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancar,
semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya.
Apabila rasio lancar 1:1 atau 100% berarti bahwa aktiva lancar dapatmenutupi semua
utang lancar. Jadi dikatakan sehat jika rasionya berada di atas 1 atau diatas 100%.
Artinya aktiva lancar harus jauh di atas jumlah hutang lancar (Harahap, 2002).
Berikut rumus yang digunakan untuk menghitung Rasio Lancar (Current
Ratio):
Aktiva Lancar
Current Ratio = ×100 %
Hutang Lancar
Contoh Perhitungan
Diketahui neraca suatu perusahaan :
Aktiva Lancar Hutang Lancar
Jawab :
Jumlah aktiva lancar = 25.000.000 + 75.000.000 + 200.000.000
= Rp. 300.000.000
Jumlah hutang lancar = 135.000.000 + 16.000.000 + 79.000.000 + 25.000.000
= Rp. 255.000.000
Persediaan = Rp. 200.000.000
300.000.000
Current Ratio = ×100 % = 1,17 = 118% (dibulatkan)
255.000.000
Dari hasil perhitungan Current Ratio = 118 % atau 1,18, artinya setiap Rp.1
hutang lancar dijamin oleh Rp. 1,18 harta lancar dari perusahaan tersebut, atau
perbandingannya antara aktiva lancar dengan hutang lancar adalah 1,8 : 1.
Dari perbandingan tersebut menjelaskan bahwa perusahaan masih bisa
menutup hutang lancar dengan aktiva lancarnya, namun jika didasarkan pada prinsip
“hati-hati”, masih belum aman.
2) Rasio Cepat (Quick Ratio)
Aktiva Lancar−Persediaan
Quick Ratio = ×100 %
Hutang Lancar
300.000.000−200.000 .000
Quick Ratio = ×100 % = 0,39222 = 39,22%
255.000 .000
= 4%
Dari hasil perhitungan Quick Ratio = 39,2 % atau 3,9 (dibulatkan = 4) artinya
setiap Rp.1 hutang lancar dijamin oleh Rp. 4 harta lancar dari perusahaan tersebut,
atau perbandingannya antara aktiva lancar dengan hutang lancar adalah 4 : 1. Jika
terjadi perbedaan yang sangat besar antara quick ratio dengan current ratio, berarti
terjadi investasi yang besar pada persediaan.
3) Rasio Kas (Cash Ratio)
Kas
Cash Ratio = ×100 %
Hutang Lancar
25.000.000
Cash Ratio = ×100 % = 0,098 = 9,8%
255.000.000
Dari hasil perhitungan Cash Ratio = 9,8 % atau 0,9 (dibulatkan = 1) artinya setiap
Rp.1 hutang lancar dijamin oleh Rp. 1 kas dan setara kas dari perusahaan tersebut, atau
perbandingannya antara aktiva lancar dengan hutang lancar adalah 1 : 1. Rasio ini
menunjukkan porsi jumlah kas + setara kas dibandingkan dengan total aktiva lancar.
Semakin besar rasionya semakin baik.
Contoh Perhitungan
Diketahui neraca dan laporan laba rugi suatu perusahaan :
AKTIVA 2010 PASIVA 2010
Piutang 720
Persediaan 620
2.68
Total Aktiva Lancar Total Hutang Lancar 1.500
0
(500)
5.10
Total Aktiva Tetap Total Hutang Jangka Panjang 2.300
0
Biaya Operasi
Biaya Lainnya 60
Penyusutan 500
Pendapatan Bersih Operasi 2.080
EBIT 2.600
Biaya Bunga
Bunga Obligasi 80
EBT 2.260
EAIT 18.080
Jawab :
1) Rasio Perputaran Piutang (Receivable Turnover)
Penjualan Bersih
Receivable Turnover =
Piutang
11.100
RTO = =15,41=15,4
720
Jadi, RTO untuk PT Ardra Dot Biz dalam jangka waktu satu tahun adalah 15,4
kali. Nilai rasio 15,4 menunjukkan bahwa dana dalam piutang berputar 15,4 kali
dalam setahun. Artinya juga, nilai penjualan dalam satu tahun perusahaan ini
adalah 15,4 kali dari nilai piutangnya.
2) Rasio Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turnover)
Penjualan Bersih
Fixed Assets Turnover =
Total AktivaTetap
11.100
FATO = =2,176=2,2
5.100
Jadi, FATO perusahaan ini dalam jangka waktu satu tahun sebesar 2,2. Nilai
rasio 2,2 menunjukkan bahwa perusahaan ini mampu mendapatkan penjualan
yang nilainya 2,2 kali nilai aktiva tetapnya.
3) Rasio Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turnover)
Penjualan Bersih
Total Asset Turnover =
Total Aktiva
11.100
TATO = =1,387=1,4
8.000
Jadi, TATO perusahaan ini dalam jangka waktu satu tahun adalah 1,4. Nilai
rasio 1,4 menunjukkan bahwa perusahaan ini memperoleh penjualan yang nilainya
1,4 kali dari keseluruhan aktiva yang dimilikinya.
4) Rasio Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover)
Penjualan Bersih
Working Capital Turnover =
Modal Kerja
11.100
WCTO = =4,141=4,1
2.680
Jadi, WCTO untuk perusahaan ini selama satu tahun adalah 4,1. Nilai rasio 4,1
menginformasikan bahwa modal kerja perusahaan berputar 4,1 kali dalam
setahun. Ini juga berarti bahwa nilai penjualan bersih yang diperoleh adalah 4,1
kali dari modal kerjanya.
5) Rasio Perputaran Persediaan (Inventory Turnover)
Harga Pokok Penjualan
Inventory Turnover =
Persediaan
7.700
IT = =12,419=12,41
620
Jadi, IT untuk perusahaan ini selama satu tahun adalah 12,41. Itu artinya rasio
ini menunjukan 12,41 kali sediaan barang dagang diganti dalam satu tahun.
Rasio ini memaparkan porsi yang relatif antara ekuitas dan utang yang dipakai
untuk membiayai aset perusahaan. Debt to equity ratio atau DER membandingkan
total liabilitas dan ekuitas (equity).
Utang tidak boleh lebih besar dari modal supaya beban perusahaan tidak
bertambah. Tingkat rasio yang rendah berarti kondisi perusahaan semakin baik karena
porsi utang terhadap modal semakin kecil.
Rasio ini memperlihatkan bahwa dana pinjaman yang segera jatuh tempo akan
ditagih dibandingkan modal yang dimiliki. Penghitungan rasio bertujuan mengetahui
seberapa besar bagian dari modal, termasuk pengertian modal dan jenis-jenis modal
yang menjadi jaminan utang lancar. Semakin kecil rasio ini berarti kondisi perusahaan
semakin baik karena modal untuk menjamin hutang lancar masih cukup besar. Batas
terendah dari rasio ini adalah 100% atau 1:1.
Rasio ini disebut juga Interest Coverage Ratio yang mengukur kemampuan
perusahaan untuk melunasi beban bunga pada masa yang akan datang. Rasio ini
membandingkan laba sebelum pajak dan bunga terhadap biaya bunga yang sesuai
dengan prinsip-prinsip akuntansi.
Dari Laporan Posisi Keuangan Komparatif dan Laba Rugi Komparatif PT.
Arimbi Putri, dapat digunakan untuk melakukan contoh perhitungan pada Return On
Assets (ROA) sebagai berikut (dalam ribuan rupiah) :
2017 2018
72.000
Return On Assets (ROA) = =0,4198=41,98 %
171.500
Artinya, PT. Arimbi Putri pada tahun 2017 menghasilkan setiap Rp. 1,- total
aset berkontribusi terhadap Rp. 0,41 laba bersih.
● Untuk tahun 2018
82.000
Return On Assets (ROA) = =0,3534=35,34 %
232.000
Artinya, PT. Arimbi Putri pada tahun 2018 menghasilkan setiap Rp. 1,- total
aset berkontribusi terhadap Rp. 0,35 laba bersih.
Interpretasi :
Dari hasil perhitungan Return On Assets PT. Arimbi Putri menunjukkan
bahwa pada Tahun 2017 menghasilkan 41,98% lebih baik dibandingkan dengan
Tahun 2018 yang menghasilkan 35,34% . Dengan demikian terjadi penurunan kinerja
manajemen pada PT. Arimbi Putri dalam menghasilkan laba bersih bagi perusahaan.
Namun, apabila rata rata industri sejenis lainnya memiliki Return On Asset sebesar
20% maka dapat disimpulkan bahwa PT. Arimbi Putri pada kedua periode dapat
mengelola asetnya secara produktif sehingga menghasilkan laba yang optimal dan
diatas rata-rata industri sejenis lainnya.
Dari Laporan Posisi Keuangan Komparatif dan Laba Rugi Komparatif PT.
Arimbi Putri, dapat digunakan untuk melakukan contoh perhitungan pada Return On
Equity (ROE) sebagai berikut (dalam ribuan rupiah) :
2017 2018
72.000
Return On Equity (ROE) = =0,4615=46,15 %
156.000
Artinya, PT. Arimbi Putri pada tahun 2017 menghasilkan setiap Rp. 1,-
ekuitas turut berkontribusi menciptakan Rp. 46,15 laba bersih.
82.000
Return On Equity (ROE) = =0,3770=37,70 %
217.500
Artinya, PT. Arimbi Putri pada tahun 2018 menghasilkan setiap Rp. 1,-
ekuitas turut berkontribusi menciptakan Rp. 37,70 laba bersih.
Interpretasi :
Dari hasil perhitungan Return On Equity PT. Arimbi Putri menunjukkan
bahwa pada Tahun 2017 tingkat ekuitas lebih baik jika dibandingkan dengan
pengembalian ekuitas di Tahun 2018. Dengan demikian, telah terjadi penurunan
kinerja manajemen dalam menghasilkan laba bagi perusahaan melalui ekuitas yang
dimiliki oleh perusahaan. Lain halnya apabila nilai rata-rata industri sejenis lainnya
menghasilkan Return On Equity sebesar 30%, maka dapat disimpulkan bahwa dalam
dua tahun periode pelaporan PT. Arimbi Putri mampu memaksimalkan ekuitas yang
dimilikinya dalam menghasilkan laba.
2017 2018
110.000
Gross Profit Margin (GPM) = =0,815=¿ 81,5%
135.000
Artinya, PT. Arimbi Putri tahun 2017 memiliki laba kotor sebesar 81,5% dari
total penjualan bersih. Artinya, besar harga pokok penjualan sebesar 17,5% dari
total penjualan bersih. Setiap Rp. 1,- penjualan bersih memuat Rp. 0,175 harga
pokok penjualan dan turut berkontribusi dalam menciptakan Rp. 0,815 laba kotor.
112.000
Gross Profit Margin (GPM) = =0,789=¿ 78,9%
142.000
Artinya, PT. Arimbi Putri tahun 2018 memiliki laba kotor sebesar 78,9 dari
total penjualan bersih. Artinya, besar harga pokok penjualan sebesar 21,1% dari
total penjualan bersih. Setiap Rp. 1,- penjualan bersih memuat Rp. 0,211 harga
pokok penjualan dan turut berkontribusi dalam menciptakan Rp. 0,789 laba kotor.
Interpretasi :
Gross Profit Margin yang dihasilkan oleh PT. Arimbi Putri pada Tahun 2017
lebih besar dibandingkan dengan Tahun 2018. Dengan demikian, telah terjadi
penurunan kinerja manajemen dalam menghasilkan laba bagi perusahaan. Namun
sebaliknya, apabila PT. Arimbi Putri dibandingkan dengan rata-rata industri sejenis
lainnya yang memiliki tingkat gross profit margin sebesar 70% maka dapat dikatakan
bahwa kontribusi penjualan terhadap laba kotor di kedua tahun cukup baik karena
berada di atas rata-rata industri sejenis lainnya.
4) Operating Profit Margin (OPM)
Operating Profit Margin atau yang sering disebut dengan margin laba
operasional adalah rasio yang difungsikan sebagai pengukur besarnya persentase laba
operasional terhadap penjualan bersih. Semakin tinggi margin laba operasional maka
semakin tinggi pula laba operasional yang dihasilkan dari penjualan bersih, namun
sebaliknya apabila semakin rendah margin laba operasional maka semakin rendah
pula laba operasional yang dihasilkan dari penjualan bersih. Berikut rumus
perhitungan dari Operating Profit Margin (OPM) :
Operating Profit Margin (OPM) =
LabaOperasional
Penjualan Bersih
Dari Laporan Laba Rugi Komparatif PT. Arimbi Putri, dapat digunakan untuk
melakukan contoh perhitungan pada Operating Profit Margin (OPM) sebagai berikut
(dalam ribuan rupiah) :
2017 2018
88.000
Operating Profit Margin (OPM) = =0,652=65,2 %
135.000
Artinya, PT. Arimbi Putri tahun 2017 memiliki laba operasional sebesar
65,2% dari total penjualan bersih. Atau dengan kata lain pada setiap Rp. 1,-
penjualan bersih maka akan berkontribusi menciptakan Rp. 0,652 laba
operasional.
87.000
Operating Profit Margin (OPM) = =0,613=61,3 %
142.000
Artinya, PT. Arimbi Putri tahun 2018 memiliki laba operasional sebesar
61,3% dari total penjualan bersih. Atau dengan kata lain pada setiap Rp. 1,-
penjualan bersih maka akan berkontribusi menciptakan Rp. 0,613 laba
operasional.
Interpretasi :
Operating Profit Margin yang dihasilkan oleh PT. Arimbi Putri pada Tahun
2017 memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan Tahun 2018. Maka
dengan demikian, telah terjadi penurunan kinerja manajemen dalam menghasilkan
laba dari penjualan bersih. Namun, apabila dibandingkan dengan rata-rata industri lain
sejenis yang memiliki tingkat operating profit margin sebesar 60%, maka kedua tahun
tersebut memiliki nilai diatas rata-rata rasio industri lain yang sejenis.
Dari Laporan Laba Rugi Komparatif PT. Arimbi Putri, dapat digunakan untuk
melakukan contoh perhitungan pada Net Profit Margin (NPM) sebagai berikut (dalam
ribuan rupiah) :
2017 2018
72.000
Net Profit Margin (NPM) = =0,533=53,3 %
135.000
Artinya, PT. Arimbi Putri tahun 2017 memiliki laba bersih sebesar 53,3% dari
total penjualan bersih. Dengan kata lain pada setiap Rp. 1,- penjualan bersih maka
turut berkontribusi menciptakan Rp. 0,533 laba bersih.
● Untuk tahun 2018
82.000
Net Profit Margin (NPM) = =0,577=57,7 %
142.000
Artinya, PT. Arimbi Putri tahun 2017 memiliki laba bersih sebesar 57,7% dari
total penjualan bersih. Dengan kata lain pada setiap Rp. 1,- penjualan bersih maka
turut berkontribusi menciptakan Rp. 0,577 laba bersih.
Interpretasi :
Net Profit Margin pada Tahun 2018 lebih baik dibandingkan dengan Tahun
2017. Dengan demikian telah terjadi peningkatan kinerja manajemen dalam
menghasilkan laba bagi perusahaan melalui rasio net profit margin. Namun, jika
dibandingkan dengan rasio net profit margin pada industri sejenis lainnya yang
memiliki net profit margin sebesar 50%, maka kedua tahun dari Laporan Keuangan
PT. Arimbi Putri memiliki besaran diatas rata-rata industri sejenis lainnya. Maka
dapat disimpulkan bahwa perusahaan dapat melakukan efisiensi atas beban
operasional serta beban lain lain.
● Aktiva dicatat atas dasar cost sementara penerima kas dan pengeluaran kas
didasarkan atas dasar rupiah saat ini yang jelas memiliki daya beli yang berbeda.
Dengan kata lain tidak memperhatikan konsep nilai waktu uang.
● Neraca perusahaan tidak dapat memberikan gambaran yang pasti tentang posisi
● Rugi atau laba yang dihasilkan dari penjualan aktiva dilaporkan dalam periode
penjualan meskipun besar kecilnya laba atau rugi tergantung pada cost historis,
dengan demikian income mengalami distorsi.
4. Pemilihan metode penilaian persediaan dapat memberikan dampak yang besar
terhadap tingkat profitabilitas perusahaan dalam periode inflasi.
● Dalam kondisi inflasi, metode last in first out (LIFO) dalam penilaian persediaan
akan menghasilkan laba yang dilaporkan oleh bagian akuntansi menjadi lebih
rendah demikian juga dengan beban pembayaran pajak jika dibandingkan dengan
metode first in first out (FIFO).
● Jika inflasi mengakibatkan kenaikan tingkat harga, maka nilai obligasi (long term
debt) akan menurun. Oleh karena itu pengaruh inflasi (penurunan daya beli) dan
perubahan harga sebaiknya dicantumkan dalam laporan akuntansi. Namun
demikian perlu diperhatikan bahwa pengaruh inflasi tidaklah sama untuk semua
aktiva perusahaan.
● Metode depresiasi yang berbeda juga akan berpengaruh terhadap laba yang
● Suatu perusahaan yang kuat atau lemah di dalam industrinya belum tentu
perusahaan tersebut akan kuat atau lemah dalam industri yang lain.
BAB III
PENUTUP
3. 1 KESIMPULAN
Analisis Rasio Keuangan merupakan bagian analisis keuangan. Analisis Rasio
Keuangan adalah analisis yang dilakukan dengan menghubungkan berbagai perkiraan yang
terdapat pada laporan keuangan.
Adapun klasifikasi analisis laporan keuangan seperti Rasio Liquiditas (Liquidity
Ratio), Rasio Aktivitas (Activity Ratio), Rasio Solvabilitas (Leverage), dan Rasio
Rentabilitas (Profitabilitas). Jenis-jenis analisis rasio keuangan terdiri dari Pendekatan Runtut
Waktu (Time Series Analysis) dan Pendekatan Lintas Seksi (Cross Sectional Approach).
Dari jenis-jenis rasio tersebut kita dapat menggunakan Rasio keuangan untuk
mengevaluasi kondisi keuangan perusahaan dan kinerjanya. Analisis Keuangan juga
mempunyai beberapa keunggulan salah satunya adalah rasio sebagai pengganti yang
sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit. Rasio
mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain. Kelemahan Analisis Keuangan salah
satunya adalah perbedaan metode akuntansi akan menghasilkan perhitungan yang berbeda,
misalnya perbedaan metode penyusutan atau metode penilaian persediaan.
3. 2 SARAN
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini. Kami banyak berharap para pembaca untuk memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di
kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi kami khususnya juga para
pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA