Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH MANAJEMEN KEUANGAN RS

“ANALISIS RASIO KEUANGAN”


Dosen Pengampu : Chairunnisa Minarni Alamsyah, SST., M.Keb

Disusun Oleh Kelompok 9 :

Anisa Nur Rahmawati (210110336)

Asri (210110350)

Semester 4

Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banten
Jl. Rawa Buntu No 10, BSD City, Serpong Tangerang
Selatan, Banten
2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 LATAR BELAKANG
Rasio Financial (Rasio Keuangan) merupakan alat Analisis Perusahaan untuk
menilai kinerja suatu perusahaan berdasarkan perbandingan data keuangan yang
terdapat pada laporan pos keuangan (neraca, laporan/laba rugi, laporan arus kas).
Rasio merupakan alat ukur yang digunakan perusahaan untuk menganalisis laporan
keuangan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau pertimbangan antara suatu
jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. Dengan menggunakan alat analisis berupa
rasio keuangan dapat menjelaskan dan memberikan gambaran kepada penganalisa
tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan dari suatu
periode ke periode berikutnya. Analisis rasio keuangan adalah analisis yang
menghubungkan perkiraan neraca dan laporan laba rugi terhadap satu dengan lainnya,
yang memberikan gambaran tentang sejarah perusahaan serta penilaian terhadap
keadaan suatu perusahaan tertentu.
Analisis rasio keuangan memungkinkan manajer keuangan meramalkan reaksi
para calon investor dan kreditur serta dapat ditempuh untuk memperoleh tambahan
dana. (Zaki Baridwan, 1997:17). Dalam mengadakan interpretasi dan analisis laporan
keuangan suatu perusahaan, seorang penganalisis memerlukan adanya ukuran atau
yardstick tertentu. Ukuran yang sering digunakan dalam analisis keuangan adalah
rasio. Pengertian rasio sebenarnya hanyalah alat yang dinyatakan dalam “aritmatical
terms” yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua macam data
keuangan. Macamnya rasio banyak sekali, karena dapat dibuat menurut kebutuhan
penganalisis.
Rasio keuangan dapat digunakan untuk menjawab setidaknya 4 pertanyaan :
bagaimana tingkat likuiditas perusahaan, apakah manajemen efektif dalam
menghasilkan laba operasi atas aktiva yang dimiliki perusahaan, bagaimana
perusahaan didanai, apakah pemegang saham biasa mendapat tingkat pengembalian
yang cukup. Perhitungan rasio financial sebaiknya didasarkan pada data laporan
keuangan yang telah diaudit (diperiksa). Laporan keuangan yang belum diaudit masih
diragukan kebenarannya, sehingga rasio-rasio yang dihitung juga kurang akurat.
Adalah sangat penting untuk diperhatikan bahwa pelaporan atau akuntansi yang
digunakan haruslah sama.

1. 2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut :
1. Apa pengertian analisis rasio keuangan?
2. Apa saja klasifikasi rasio keuangan?
3. Apa saja jenis-jenis rasio keuangan?
4. Bagaimana batasan analisis rasio keuangan?

1. 3 TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan penulisan ini
sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan pengertian analisis rasio keuangan.
2. Mendeskripsikan klasifikasi rasio keuangan.
3. Mendeskripsikan jenis-jenis rasio keuangan.
4. Mendeskripsikan batasan analisis rasio keuangan.
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1 PENGERTIAN ANALISIS RASIO KEUANGAN


Rasio Keuangan atau Financial Ratio adalah merupakan suatu alat analisis yang
digunakan oleh perusahaan untuk menilai kinerja keuangan berdasarkan data perbandingan
masing-masing pos yang terdapat di laporan keuangan seperti Laporan Neraca, Rugi/Laba,
dan Arus Kas dalam periode tertentu. Laporan Keuangan bertujuan untuk memberikan
gambaran informasi mengenai posisi keuangan dan kinerja perusahaan yang dapat dijadikan
pedoman dalam mengambil keputusan bisnis.
Menurut Harvarindo(2010), rasio adalah satu angka yang dibandingkan dengan angka
lain sebagai suatu hubungan. Jonathan Golin(2001) berpendapat bahwa rasio adalah suatu
angka digambarkan dalam suatu pola yang dibandingkan dengan pola lainnya serta
dinyatakan dalam persentase.
Sedangkan keuangan adalah sesuatu yang berhubungan dengan akuntansi seperti
pengelolaan keuangan dan laporan keuangan. Jadi rasio keuangan adalah indeks yang
menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka dengan
angka lainnya (James Carter Van Horne dikutip dari Kashmir (2008)).
Jadi, Analisis Rasio Keuangan adalah proses pengamatan indeks yang berhubungan
dengan akuntansi pada laporan keuangan seperti neraca, laporan laba rugi dan laporan arus
kas dengan tujuan untuk menilai kinerja keuangan suatu perusahaan. Analisis ini digunakan
untuk memberikan gambaran informasi mengenai posisi keuangan dan kinerja perusahaan
yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam mengambil keputusan bisnis.

2. 2 KLASIFIKASI RASIO KEUANGAN

Klasifikasi rasio keuangan terbagi menjadi 4 (empat) jenis rasio keuangan yang dapat
digunakan yaitu :
1. Rasio Liquiditas (Liquidity Ratio)
Rasio likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampuan perusahaan
membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan
menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Likuiditas tidak hanya berkenaan dengan
keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi juga berkaitan dengan kemampuannya
mengubah aktiva lancar tertentu menjadi uang kas.
Rasio likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampuan perusahaan
membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan
menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Likuiditas tidak hanya berkenaan dengan
keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi juga berkaitan dengan kemampuannya
mengubah aktiva lancar tertentu menjadi uang kas.
Contoh mudahnya, rasio likuiditas ditunjukkan oleh rasio kas terhadap kewajiban
lancarnya, misalnya pembayaran gaji karyawan, pembayaran tagihan listrik, pelunasan
biaya telepon, dan pembayaran iuran PDAM.
Rasio ini tidak hanya penting untuk membuat performa perusahaan terlihat bagus di
mata investor, namun juga dapat digunakan untuk menganalisis tren, membandingkan
dengan perusahaan kompetitor, dan mengukur kemajuan atau pencapaian target yang
telah ditetapkan. Rasio-rasio ini dapat dihitung melalui sumber informasi tentang modal
kerja yaitu pos-pos aktiva lancar dan hutang lancar. Dengan demikian rasio likuiditas
berpengaruh dengan kinerja keuangan perusahaan sehingga rasio ini memiliki hubungan
dengan harga saham perusahaan.
Jenis-jenis rasio likuiditas :
1) Rasio Lancar (Current Ratio)
Merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo dengan aktiva lancar
yang tersedia. Semakin besar perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancar,
semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya.
Apabila rasio lancar 1:1 atau 100% berarti bahwa aktiva lancar dapatmenutupi semua
utang lancar. Jadi dikatakan sehat jika rasionya berada di atas 1 atau diatas 100%.
Artinya aktiva lancar harus jauh di atas jumlah hutang lancar (Harahap, 2002).
Berikut rumus yang digunakan untuk menghitung Rasio Lancar (Current
Ratio):
Aktiva Lancar
Current Ratio = ×100 %
Hutang Lancar

2) Rasio Cepat (Quick Ratio)


Rasio cepat disebut juga Quick Ratio. Rasio ini digunakan untuk melihat
likuiditas perusahaan secara cepat dengan membandingkan kewajiban utang jangka
pendeknya dengan aktiva lancar. Penghitungan quick ratio dengan mengurangkan
aktiva lancar dengan persediaan. Semakin besar rasio ini semakin baik. Angka rasio
ini tidak harus 100% atau 1:1. Walaupun rasionya tidak mencapai 100% tapi
mendekati 100% juga sudah dikatakan sehat (Harahap, 2002).
Berikut rumus yang digunakan untuk menghitung Rasio Cepat (Quick Ratio) :
Aktiva Lancar−Persediaan
Quick Ratio = ×100 %
Hutang Lancar

3) Rasio Kas (Cash Ratio)


Aktiva perusahaan yang paling likuid adalah kas dan surat berharga. Rasio ini
merupakan rasio yang menunjukkan posisi kas yang dapat menutupi hutang lancar
dengan kata lain cash ratio ini membandingkan antara kas dan aktiva lancar yang bisa
segera menjadi uang kas dengan hutang lancar. Kas yang dimaksud adalah uang
perusahaan yang disimpan di kantor dan di bank dalam bentuk rekening. Sedangkan
harta setara kas (near cash) adalah harta lancar yang dengan mudah dan cepat dapat
diuangkan kembali. Semakin besar rasionya semakin baik Rasio ini membandingkan
cashflow dengan tagihan yang harus dibayar.
Berikut rumus yang digunakan untuk menghitung Rasio Kas (Cash Ratio) :
Kas
Cash Ratio = ×100 %
Hutang Lancar

Contoh Perhitungan
Diketahui neraca suatu perusahaan :
Aktiva Lancar Hutang Lancar

Kas Rp. 25.000.000 Hutang Dagang Rp. 135.000.000

Piutang Dagang Rp. 75.000.000 Hutang Wesel Rp. 16.000.000

Persediaan Rp. 200.000.000 Hutang Bunga Rp. 79.000.000

Hutang Pajak Rp. 25.000.000

Jawab :
Jumlah aktiva lancar = 25.000.000 + 75.000.000 + 200.000.000
= Rp. 300.000.000
Jumlah hutang lancar = 135.000.000 + 16.000.000 + 79.000.000 + 25.000.000
= Rp. 255.000.000
Persediaan = Rp. 200.000.000

1) Rasio Lancar (Current Ratio)


Aktiva Lancar
Current Ratio = ×100 %
Hutang Lancar

300.000.000
Current Ratio = ×100 % = 1,17 = 118% (dibulatkan)
255.000.000

Dari hasil perhitungan Current Ratio = 118 % atau 1,18, artinya setiap Rp.1
hutang lancar dijamin oleh Rp. 1,18 harta lancar dari perusahaan tersebut, atau
perbandingannya antara aktiva lancar dengan hutang lancar adalah 1,8 : 1.
Dari perbandingan tersebut menjelaskan bahwa perusahaan masih bisa
menutup hutang lancar dengan aktiva lancarnya, namun jika didasarkan pada prinsip
“hati-hati”, masih belum aman.
2) Rasio Cepat (Quick Ratio)
Aktiva Lancar−Persediaan
Quick Ratio = ×100 %
Hutang Lancar

300.000.000−200.000 .000
Quick Ratio = ×100 % = 0,39222 = 39,22%
255.000 .000
= 4%

Dari hasil perhitungan Quick Ratio = 39,2 % atau 3,9 (dibulatkan = 4) artinya
setiap Rp.1 hutang lancar dijamin oleh Rp. 4 harta lancar dari perusahaan tersebut,
atau perbandingannya antara aktiva lancar dengan hutang lancar adalah 4 : 1. Jika
terjadi perbedaan yang sangat besar antara quick ratio dengan current ratio, berarti
terjadi investasi yang besar pada persediaan.
3) Rasio Kas (Cash Ratio)
Kas
Cash Ratio = ×100 %
Hutang Lancar

25.000.000
Cash Ratio = ×100 % = 0,098 = 9,8%
255.000.000

Dari hasil perhitungan Cash Ratio = 9,8 % atau 0,9 (dibulatkan = 1) artinya setiap
Rp.1 hutang lancar dijamin oleh Rp. 1 kas dan setara kas dari perusahaan tersebut, atau
perbandingannya antara aktiva lancar dengan hutang lancar adalah 1 : 1. Rasio ini
menunjukkan porsi jumlah kas + setara kas dibandingkan dengan total aktiva lancar.
Semakin besar rasionya semakin baik.

2. Rasio Aktivitas (Activity Ratio)


Rasio Aktivitas adalah rasio yang menunjukkan keefektifan sebuah perusahaan dalam
menggunakan aktiva yang dimilikinya. Rasio ini digunakan untuk menilai seberapa
efisien perusahaan dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya yang dimiliki
perusahaan.
Rasio ini merupakan ukuran yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari, seperti penjualan, penagihan piutang, pengelolaan
persediaan, pengelolaan modal kerja, dan pengelolaan dari seluruh aktiva.
Tujuan dan manfaat rasio aktivitas dapat pula digunakan untuk menganalisa apakah
sumber daya yang dimiliki sudah dikerahkan secara optimal atau belum. Dan juga bisa
membandingkan hasil rasio aktivitas periode sekarang dengan tahun lalu sebagai tolak
ukurnya.
Jenis-Jenis Rasio Aktivitas :
1) Rasio Perputaran Piutang (Receivable Turnover)
Pada dasarnya perputaran piutang merupakan rasio yang menunjukkan relative
antara nilai penjualan kredit nilai rata rata piutang. Penjualan kredit merupakan nilai
penjualan dari barang dan atau jasa yang dikreditkan atau diangsur, atau dibayar
dengan tempo tertentu. Sedangkan piutang adalah tagihan perusahaan kepada pihak
lain dalam jangka waktu kurang dari pada satu tahun.
Piutang perlu dikelola dengan baik agar dapat menghindari kerugian piutang
tak tertagih. Piutang yang tak bisa tertagih nantinya akan mempengaruhi laba hingga
Return On Equity yang berpengaruh pada kepercayaan investor. Makin tinggi
hasilnya maka makin rendah modal kerja yang ditanamkan pada piutang.
Berikut rumus yang digunakan untuk menghitung Rasio Perputaran Piutang
(Receivable Turnover) :
Penjualan Bersih
Receivable Turnover =
Piutang

2) Rasio Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turnover)


Perputaran Aktiva Tetap adalah rasio antara penjualan dengan aktiva tetap
neto. Rasio ini menunjukkan bagaimana penjualan perusahaan dikaitkan dengan
penggunaan aktiva tetapnya, seperti gedung, kendaraan, mesin-mesin, dan
perlengkapan kantor. Semakin tinggi nilainya maka semakin efektif penggunaan
aktiva tetap tersebut.
Berikut rumus yang digunakan untuk menghitung Rasio Perputaran Aktiva
Tetap (Fixed Asset Turnover) :
Penjualan Bersih
Fixed Assets Turnover =
Total AktivaTetap

3) Rasio Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turnover)


Perputaran Total Aktiva adalah rasio keuangan yang merepresentasikan
kemampuan perusahaan untuk menciptakan penjualan dengan menggunakan seluruh
aktiva yang dimilikinya. Rasio ini juga memperlihatkan efektivitas perusahaan dalam
mengelola perputaran komponen atau elemen aktiva itu sendiri.
Semakin tinggi rasionya maka semakin baik pula kinerja perusahaan tersebut
dalam mengelola aktiva untuk aktivitas penjualan.
Mengetahui berapa aset yang dimiliki perusahaan penting karena termasuk
dalam investasi perusahaan. Besarnya aset yang dimiliki berguna untuk menghitung
Return of Investment (ROI).
Berikut rumus yang digunakan untuk menghitung Rasio Perputaran Total
Aktiva (Total Asset Turnover) :
Penjualan Bersih
Total Asset Turnover =
Total Aktiva

4) Rasio Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover)


Perputaran Modal Kerja merupakan rasio keuangan yang menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam mendayagunakan modal kerja untuk menciptakan
penjualan. Rasio ini merepresentasikan seberapa banyak modal kerja berputar dalam
satu tahun.
Modal kerja sendiri dapat diperoleh dengan aktiva lancar mengurangi hutang
lancar. Bila hasilnya rendah maka ada kelebihan modal kerja yang terjadi. Hal ini bisa
terjadi karena persediaan terlalu sedikit sementara kas terlalu besar.
Berikut rumus yang digunakan untuk menghitung Rasio Perputaran Modal
Kerja (Working Capital Turnover) :
Penjualan Bersih
Working Capital Turnover =
Modal Kerja

5) Rasio Perputaran Persediaan (Inventory Turnover)


Rasio perputaran persediaan digunakan untuk mengetahui kemampuan
perusahaan dalam memutar persediaan dalam suatu periode. Dari sinilah efisiensi
persediaan bisa nampak jelas.
Berikut rumus yang digunakan untuk menghitung Rasio Perputaran Persediaan
(Inventory Turnover) :
Harga Pokok Penjualan
Inventory Turnover =
Persediaan

Contoh Perhitungan
Diketahui neraca dan laporan laba rugi suatu perusahaan :
AKTIVA 2010 PASIVA 2010

Aktiva Lancar Hutang Lancar

Kas 520 Utang Bank 10% 1.100

Giro 200 Utang Dagang 400

Surat Berharga 320 Utang Lainnya 0

Piutang 720

Persediaan 620

2.68
Total Aktiva Lancar Total Hutang Lancar 1.500
0

Aktiva Tetap Hutang Jangka Panjang

Tanah 2.00 Utang Bank 10% 1.500


0
Mesin Utang Obligasi 800
Kendaraan 2.10
0
Akumulasi penyusutan
1.50
0

(500)

5.10
Total Aktiva Tetap Total Hutang Jangka Panjang 2.300
0

Aktiva Lainnya Ekuitas

Modal Setor 3.200


Total Aktiva Lainnya 220
Cadangan Laba 1.000

Total Ekuitas 4.200

Total Aktiva 8.00 Total Pasiva 8.000


0

KOMPONEN LABA RUGI 2010

Total Penjualan 11.100

Harga Pokok Penjualan 7.700

Laba Kotor 3.400

Biaya Operasi

Biaya Umum & Administrasi 400

Biaya Penjualan 360

Biaya Lainnya 60

Total Biaya Operasi 820

Laba Kotor Operasi 2.580

Penyusutan 500
Pendapatan Bersih Operasi 2.080

Pendapatan Lainnya 520

EBIT 2.600

Biaya Bunga

Bunga Bank 260

Bunga Obligasi 80

Total Biaya Bunga 340

EBT 2.260

Pajak 20% 452

EAIT 18.080

Jawab :
1) Rasio Perputaran Piutang (Receivable Turnover)
Penjualan Bersih
Receivable Turnover =
Piutang

11.100
RTO = =15,41=15,4
720

Jadi, RTO untuk PT Ardra Dot Biz dalam jangka waktu satu tahun adalah 15,4
kali. Nilai rasio 15,4 menunjukkan bahwa dana dalam piutang berputar 15,4 kali
dalam setahun. Artinya juga, nilai penjualan dalam satu tahun perusahaan ini
adalah 15,4 kali dari nilai piutangnya.
2) Rasio Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turnover)
Penjualan Bersih
Fixed Assets Turnover =
Total AktivaTetap
11.100
FATO = =2,176=2,2
5.100

Jadi, FATO perusahaan ini dalam jangka waktu satu tahun sebesar 2,2. Nilai
rasio 2,2 menunjukkan bahwa perusahaan ini mampu mendapatkan penjualan
yang nilainya 2,2 kali nilai aktiva tetapnya.
3) Rasio Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turnover)
Penjualan Bersih
Total Asset Turnover =
Total Aktiva
11.100
TATO = =1,387=1,4
8.000

Jadi, TATO perusahaan ini dalam jangka waktu satu tahun adalah 1,4. Nilai
rasio 1,4 menunjukkan bahwa perusahaan ini memperoleh penjualan yang nilainya
1,4 kali dari keseluruhan aktiva yang dimilikinya.
4) Rasio Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover)
Penjualan Bersih
Working Capital Turnover =
Modal Kerja
11.100
WCTO = =4,141=4,1
2.680

Jadi, WCTO untuk perusahaan ini selama satu tahun adalah 4,1. Nilai rasio 4,1
menginformasikan bahwa modal kerja perusahaan berputar 4,1 kali dalam
setahun. Ini juga berarti bahwa nilai penjualan bersih yang diperoleh adalah 4,1
kali dari modal kerjanya.
5) Rasio Perputaran Persediaan (Inventory Turnover)
Harga Pokok Penjualan
Inventory Turnover =
Persediaan
7.700
IT = =12,419=12,41
620

Jadi, IT untuk perusahaan ini selama satu tahun adalah 12,41. Itu artinya rasio
ini menunjukan 12,41 kali sediaan barang dagang diganti dalam satu tahun.

3. Rasio Solvabilitas (Leverage)


Rasio solvabilitas adalah rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam
melunasi semua kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, dengan
jaminan aktiva atau kekayaan yang dimiliki perusahaan hingga perusahaan tutup atau
dilikuidasi.
Salah satunya adalah rasio solvabilitas yang biasanya dipakai untuk mengukur apakah
keuangan perusahaan asuransi sehat atau tidak. Dengan begitu, nasabah produk asuransi
jangka panjang seperti produk asuransi jiwa bisa menilai perusahaan sebelum
memilihnya. Rasio solvabilitas atau leverage ratio atau solvency ratio membandingkan
beban utang perusahaan secara keseluruhan terhadap aset atau ekuitasnya.
Rasio ini memaparkan jumlah aset perusahaan yang dimiliki pemegang saham
dibandingkan dengan aset yang dimiliki kreditor (pemberi utang). Jika aset perusahaan
lebih banyak dimiliki pemegang saham, perusahaan tersebut kurang leverage. Jika
kreditur atau pemberi utang, biasanya bank, memiliki aset secara dominan, perusahaan
tersebut memiliki tingkat leverage yang tinggi.
Terdapat tiga jenis rasio solvabilitas (leverage), yaitu :
1) Debt to Equity Ratio (Rasio Utang Terhadap Ekuitas)
Rumus :
Debt to Equity Ratio (DER) =
Total Uang
×100 %
Ekuitas( Modal)

Rasio ini memaparkan porsi yang relatif antara ekuitas dan utang yang dipakai
untuk membiayai aset perusahaan. Debt to equity ratio atau DER membandingkan
total liabilitas dan ekuitas (equity).
Utang tidak boleh lebih besar dari modal supaya beban perusahaan tidak
bertambah. Tingkat rasio yang rendah berarti kondisi perusahaan semakin baik karena
porsi utang terhadap modal semakin kecil.
Rasio ini memperlihatkan bahwa dana pinjaman yang segera jatuh tempo akan
ditagih dibandingkan modal yang dimiliki. Penghitungan rasio bertujuan mengetahui
seberapa besar bagian dari modal, termasuk pengertian modal dan jenis-jenis modal
yang menjadi jaminan utang lancar. Semakin kecil rasio ini berarti kondisi perusahaan
semakin baik karena modal untuk menjamin hutang lancar masih cukup besar. Batas
terendah dari rasio ini adalah 100% atau 1:1.

2) Debt Ratio (Rasio Utang)


Rumus :
Rasio Utang =
Total Utang
× 100 %
Total Aset
Debt ratio atau rasio utang menilai seberapa besar perusahaan berpatokan
pada utang untuk membiayai asetnya. Rasio ini membandingkan total utang
(liabilities) dengan total aset yang dimiliki.
Aset perusahaan adalah sumber daya yang diperoleh dari transaksi atau
kegiatan lain di masa lalu sehingga menjadi milik perusahaan. Sementara ekuitas
merupakan hak residual atas aset perusahaan setelah pengurangan seluruh liabilitas
sesuai hakikat akuntansi.
Rasio ini juga memperlihatkan kemampuan perusahaan untuk bisa
mendapatkan pinjaman baru sebagai tambahan modal dengan jaminan aktiva tetap
yang dimiliki oleh perusahaan. Jika tingkat rasio ini semakin tinggi, maka jaminan
berupa aset yang ada dan uang yang diberikan oleh kreditor dalam jangka panjang
semakin terjamin.
Besaran presentasi rasio ini minimum 100% atau 1:1. Artinya, Rp1 utang
jangka panjang bisa dijamin Rp1 aktiva tetap yang dimiliki oleh perusahaan. Utang
yang dihitung dalam hal ini adalah semua utang perusahaan baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Kreditor biasanya lebih memilih debt ratio yang rendah
karena kondisi perusahaan aman sehingga berpeluang lebih tinggi tidak akan
bangkrut.

3) Times Interest Earned Ratio


Rumus :
Times Interest Earned Ratio =
Laba sebelum pajak dan bunga
× 100 %
Bebanbunga

Rasio ini disebut juga Interest Coverage Ratio yang mengukur kemampuan
perusahaan untuk melunasi beban bunga pada masa yang akan datang. Rasio ini
membandingkan laba sebelum pajak dan bunga terhadap biaya bunga yang sesuai
dengan prinsip-prinsip akuntansi.

4. Rasio Rentabilitas (Profitabilitas)


Rasio Profitabilitas adalah rasio yang bertujuan untuk mengukur tingkat kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktivitas atau kegiatan bisnisnya. Selain itu
rasio ini memberikan suatu informasi tentang ukuran tingkat efektivitas manajemen
perusahaan. Penggunaan rasio profitabilitas ini dapat dilakukan dengan menggunakan
perbandingan antara komponen pada laporan keuangan khususnya laporan posisi
keuangan komparatif dan laporan laba rugi komparatif. Tujuan dan manfaat dari rasio
profitabilitas antara lain :
a) Mengukur dan menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode.
b) Menilai perubahan laba perusahaan tahun sebelumnya dengan saat ini.
c) Mengukur seberapa besar jumlah laba bersih yang akan dihasilkan dari setiap
rupiah dana yang ada dalam total asset maupun total ekuitas.
d) Mengukur marjin laba kotor, laba operasional, dan laba bersih atas penjualan
bersih.

Jenis-jenis rasio profitabilitas yaitu :


1) Return On Assets (ROA)
Return On Assets atau hasil pengembalian atas aset yaitu rasio yang bertujuan
untuk menilai tingkat kontribusi asset dalam menghasilkan laba bersih. Pada rasio ini
dihitung dengan melakukan perbandingan pada laba bersih terhadap total asset.
Semakin besar tingkat hasil pengembalian atas aset maka semakin besar juga jumlah
laba bersih yang dihasilkan. Berikut merupakan rumus dari Return On Assets (ROA) :
Return On Assets (ROA) =
Laba Bersih
Total Aset

Dari Laporan Posisi Keuangan Komparatif dan Laba Rugi Komparatif PT.
Arimbi Putri, dapat digunakan untuk melakukan contoh perhitungan pada Return On
Assets (ROA) sebagai berikut (dalam ribuan rupiah) :
2017 2018

Laba bersih 72.000 82.000

Total aset 171.500 232.000

● Untuk tahun 2017 :

72.000
Return On Assets (ROA) = =0,4198=41,98 %
171.500
Artinya, PT. Arimbi Putri pada tahun 2017 menghasilkan setiap Rp. 1,- total
aset berkontribusi terhadap Rp. 0,41 laba bersih.
● Untuk tahun 2018

82.000
Return On Assets (ROA) = =0,3534=35,34 %
232.000
Artinya, PT. Arimbi Putri pada tahun 2018 menghasilkan setiap Rp. 1,- total
aset berkontribusi terhadap Rp. 0,35 laba bersih.
Interpretasi :
Dari hasil perhitungan Return On Assets PT. Arimbi Putri menunjukkan
bahwa pada Tahun 2017 menghasilkan 41,98% lebih baik dibandingkan dengan
Tahun 2018 yang menghasilkan 35,34% . Dengan demikian terjadi penurunan kinerja
manajemen pada PT. Arimbi Putri dalam menghasilkan laba bersih bagi perusahaan.
Namun, apabila rata rata industri sejenis lainnya memiliki Return On Asset sebesar
20% maka dapat disimpulkan bahwa PT. Arimbi Putri pada kedua periode dapat
mengelola asetnya secara produktif sehingga menghasilkan laba yang optimal dan
diatas rata-rata industri sejenis lainnya.

2) Return On Equity (ROE)


Return On Equity atau hasil pengembalian atas ekuitas berfungsi sebagai
penilaian tingkat kontribusi ekuitas dalam menciptakan laba bersih. Return On Equity
ini dihitung menggunakan laba bersih terhadap ekuitas. Semakin tinggi tingkat
pengembalian dari ekuitas maka semakin pula tinggi jumlah laba bersih yang
dihasilkan dari ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. Namun, apabila semakin
rendah nilai rasio Return On Equity maka semakin rendah jumlah laba bersih yang
dihasilkan dari ekuitas. Berikut merupakan rumus dari Return On Equity (ROE) :
Return On Equity (ROE) =
Laba Bersih
Total Equity

Dari Laporan Posisi Keuangan Komparatif dan Laba Rugi Komparatif PT.
Arimbi Putri, dapat digunakan untuk melakukan contoh perhitungan pada Return On
Equity (ROE) sebagai berikut (dalam ribuan rupiah) :
2017 2018

Laba bersih 72.000 82.000

Total equity 156.000 217.500


● Untuk tahun 2017

72.000
Return On Equity (ROE) = =0,4615=46,15 %
156.000
Artinya, PT. Arimbi Putri pada tahun 2017 menghasilkan setiap Rp. 1,-
ekuitas turut berkontribusi menciptakan Rp. 46,15 laba bersih.

● Untuk tahun 2018

82.000
Return On Equity (ROE) = =0,3770=37,70 %
217.500

Artinya, PT. Arimbi Putri pada tahun 2018 menghasilkan setiap Rp. 1,-
ekuitas turut berkontribusi menciptakan Rp. 37,70 laba bersih.
Interpretasi :
Dari hasil perhitungan Return On Equity PT. Arimbi Putri menunjukkan
bahwa pada Tahun 2017 tingkat ekuitas lebih baik jika dibandingkan dengan
pengembalian ekuitas di Tahun 2018. Dengan demikian, telah terjadi penurunan
kinerja manajemen dalam menghasilkan laba bagi perusahaan melalui ekuitas yang
dimiliki oleh perusahaan. Lain halnya apabila nilai rata-rata industri sejenis lainnya
menghasilkan Return On Equity sebesar 30%, maka dapat disimpulkan bahwa dalam
dua tahun periode pelaporan PT. Arimbi Putri mampu memaksimalkan ekuitas yang
dimilikinya dalam menghasilkan laba.

3) Gross Profit Margin (GPM)


Gross Profit Margin atau yang dikenal dengan Margin Laba Kotor adalah
rasio yang bertujuan untuk mengukur besaran persentase dari laba kotor atas
penjualan bersih perusahaan. Pada rasio ini mengindikasikan apabila semakin tinggi
tingkat margin laba kotor maka semakin tinggi pula laba kotor yang dihasilkan oleh
penjualan bersih. Namun sebaliknya, apabila semakin rendah tingkat margin laba
kotor maka semakin rendah pula laba kotor yang dihasilkan oleh penjualan bersih.
Berikut adalah rumus perhitungan Gross Profit Margin (GPM) :
Gross Profit Margin (GPM) =
Dari Laporan Laba Rugi Komparatif PT. Arimbi Putri, dapat digunakan untuk
melakukan contoh perhitungan pada Gross Profit Margin (GPM) sebagai berikut
(dalam ribuan rupiah) :

2017 2018

Laba kotor 110.000 112.000

Penjualan Bersih 135.000 142.000

● Untuk tahun 2017

110.000
Gross Profit Margin (GPM) = =0,815=¿ 81,5%
135.000
Artinya, PT. Arimbi Putri tahun 2017 memiliki laba kotor sebesar 81,5% dari
total penjualan bersih. Artinya, besar harga pokok penjualan sebesar 17,5% dari
total penjualan bersih. Setiap Rp. 1,- penjualan bersih memuat Rp. 0,175 harga
pokok penjualan dan turut berkontribusi dalam menciptakan Rp. 0,815 laba kotor.

● Untuk tahun 2018

112.000
Gross Profit Margin (GPM) = =0,789=¿ 78,9%
142.000

Artinya, PT. Arimbi Putri tahun 2018 memiliki laba kotor sebesar 78,9 dari
total penjualan bersih. Artinya, besar harga pokok penjualan sebesar 21,1% dari
total penjualan bersih. Setiap Rp. 1,- penjualan bersih memuat Rp. 0,211 harga
pokok penjualan dan turut berkontribusi dalam menciptakan Rp. 0,789 laba kotor.
Interpretasi :
Gross Profit Margin yang dihasilkan oleh PT. Arimbi Putri pada Tahun 2017
lebih besar dibandingkan dengan Tahun 2018. Dengan demikian, telah terjadi
penurunan kinerja manajemen dalam menghasilkan laba bagi perusahaan. Namun
sebaliknya, apabila PT. Arimbi Putri dibandingkan dengan rata-rata industri sejenis
lainnya yang memiliki tingkat gross profit margin sebesar 70% maka dapat dikatakan
bahwa kontribusi penjualan terhadap laba kotor di kedua tahun cukup baik karena
berada di atas rata-rata industri sejenis lainnya.
4) Operating Profit Margin (OPM)
Operating Profit Margin atau yang sering disebut dengan margin laba
operasional adalah rasio yang difungsikan sebagai pengukur besarnya persentase laba
operasional terhadap penjualan bersih. Semakin tinggi margin laba operasional maka
semakin tinggi pula laba operasional yang dihasilkan dari penjualan bersih, namun
sebaliknya apabila semakin rendah margin laba operasional maka semakin rendah
pula laba operasional yang dihasilkan dari penjualan bersih. Berikut rumus
perhitungan dari Operating Profit Margin (OPM) :
Operating Profit Margin (OPM) =
LabaOperasional
Penjualan Bersih

Dari Laporan Laba Rugi Komparatif PT. Arimbi Putri, dapat digunakan untuk
melakukan contoh perhitungan pada Operating Profit Margin (OPM) sebagai berikut
(dalam ribuan rupiah) :
2017 2018

Laba operasional 88.000 87.000

Penjualan Bersih 135.000 142.000

● Untuk tahun 2017

88.000
Operating Profit Margin (OPM) = =0,652=65,2 %
135.000
Artinya, PT. Arimbi Putri tahun 2017 memiliki laba operasional sebesar
65,2% dari total penjualan bersih. Atau dengan kata lain pada setiap Rp. 1,-
penjualan bersih maka akan berkontribusi menciptakan Rp. 0,652 laba
operasional.

● Untuk tahun 2018

87.000
Operating Profit Margin (OPM) = =0,613=61,3 %
142.000
Artinya, PT. Arimbi Putri tahun 2018 memiliki laba operasional sebesar
61,3% dari total penjualan bersih. Atau dengan kata lain pada setiap Rp. 1,-
penjualan bersih maka akan berkontribusi menciptakan Rp. 0,613 laba
operasional.
Interpretasi :
Operating Profit Margin yang dihasilkan oleh PT. Arimbi Putri pada Tahun
2017 memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan Tahun 2018. Maka
dengan demikian, telah terjadi penurunan kinerja manajemen dalam menghasilkan
laba dari penjualan bersih. Namun, apabila dibandingkan dengan rata-rata industri lain
sejenis yang memiliki tingkat operating profit margin sebesar 60%, maka kedua tahun
tersebut memiliki nilai diatas rata-rata rasio industri lain yang sejenis.

5) Net Profit Margin (NPM)


Net Profit Margin atau Margin laba bersih adalah rasio yang bertujuan untuk
mengukur tingginya persentase laba bersih atas penjualan bersih. Pada rasio ini
digunakan untuk menghitung laba bersih terhadap penjualan bersih. Semakin tinggi
tingkat Net Profit Margin maka semakin tinggi pula laba bersih yang dihasilkan dari
penjualan bersih. Namun, apabila semakin rendah net profit margin maka
mengindikasikan bahwa semakin rendah laba bersih yang dihasilkan dari penjualan
bersih. Berikut adalah rumus perhitungan Net Profit Margin (NPM) sebagai berikut
(dalam ribuan rupiah) :
Net Profit Margin (NPM) =
Laba Bersih
Penjualan Bersih

Dari Laporan Laba Rugi Komparatif PT. Arimbi Putri, dapat digunakan untuk
melakukan contoh perhitungan pada Net Profit Margin (NPM) sebagai berikut (dalam
ribuan rupiah) :
2017 2018

Laba bersih 72.000 82.000

Penjualan Bersih 135.000 142.000

● Untuk tahun 2017

72.000
Net Profit Margin (NPM) = =0,533=53,3 %
135.000
Artinya, PT. Arimbi Putri tahun 2017 memiliki laba bersih sebesar 53,3% dari
total penjualan bersih. Dengan kata lain pada setiap Rp. 1,- penjualan bersih maka
turut berkontribusi menciptakan Rp. 0,533 laba bersih.
● Untuk tahun 2018

82.000
Net Profit Margin (NPM) = =0,577=57,7 %
142.000
Artinya, PT. Arimbi Putri tahun 2017 memiliki laba bersih sebesar 57,7% dari
total penjualan bersih. Dengan kata lain pada setiap Rp. 1,- penjualan bersih maka
turut berkontribusi menciptakan Rp. 0,577 laba bersih.
Interpretasi :
Net Profit Margin pada Tahun 2018 lebih baik dibandingkan dengan Tahun
2017. Dengan demikian telah terjadi peningkatan kinerja manajemen dalam
menghasilkan laba bagi perusahaan melalui rasio net profit margin. Namun, jika
dibandingkan dengan rasio net profit margin pada industri sejenis lainnya yang
memiliki net profit margin sebesar 50%, maka kedua tahun dari Laporan Keuangan
PT. Arimbi Putri memiliki besaran diatas rata-rata industri sejenis lainnya. Maka
dapat disimpulkan bahwa perusahaan dapat melakukan efisiensi atas beban
operasional serta beban lain lain.

2. 3 JENIS-JENIS ANALISIS RASIO KEUANGAN


1. Pendekatan Runtut Waktu (Time Series Analysis) yaitu cara mengevaluasi dengan
jalan membandingkan rasio-rasio finansial perusahaan dari satu periode ke periode
lainnya. Dengan membandingkan antara rasio-rasio yang dicapai saat ini dengan
rasio-rasio dimasa lalu yang dapat memperlihatkan apakah perusahaan mengalami
kemajuan atau kemunduran. Perkembangan perusahaan terlihat pada kecenderungan
''(trend)'' dari tahun ke tahunnya, dan dengan melihat perkembangan ini perusahaan
akan dapat membuat rencana untuk masa depannya.
2. Pendekatan Lintas Seksi (Cross Sectional Approach) yaitu cara mengevaluasi
dengan jalan membandingkan rasio-rasio antara perusahaan yang satu dengan
perusahaan lainnya yang sejenis pada saat bersamaan. Dengan cara ini dapat diketahui
apakah perusahaan yang bersangkutan berada di atas, berada pada rata-rata, atau
berada dibawah rata-rata industri.

2. 4 BATASAN ANALISIS RASIO KEUANGAN


Berikut ini adalah batasan-batasan analisis rasio keuangan :
1. Rasio keuangan didasarkan atas data laporan akuntansi sehingga perlu
dipertimbangkan atas dasar apakah data tersebut dikembangkan.
2. Perbandingan dengan data-data atau standar industri tidak menjamin bahwa prestasi
perusahaan telah memuaskan dan beroperasi dengan baik.
3. Apabila terdapat penyimpangan antara rasio yang telah dicapai oleh perusahaan
dengan rasio rata-rata atau standar industri, maka perlu dipertanyakan lebih jauh
faktor yang menyebabkan penyimpangan tersebut. Karena tidak jarang sistem
akuntansi yang dipergunakan dalam industri tersebut berbeda antara satu perusahaan
dengan perusahaan yang lainnya.

● Aktiva dicatat atas dasar cost sementara penerima kas dan pengeluaran kas

didasarkan atas dasar rupiah saat ini yang jelas memiliki daya beli yang berbeda.
Dengan kata lain tidak memperhatikan konsep nilai waktu uang.

● Neraca perusahaan tidak dapat memberikan gambaran yang pasti tentang posisi

keuangan karena aktiva dicatat tidak dengan rupiah saat ini.

● Rugi atau laba yang dihasilkan dari penjualan aktiva dilaporkan dalam periode

penjualan meskipun besar kecilnya laba atau rugi tergantung pada cost historis,
dengan demikian income mengalami distorsi.
4. Pemilihan metode penilaian persediaan dapat memberikan dampak yang besar
terhadap tingkat profitabilitas perusahaan dalam periode inflasi.

● Dalam kondisi inflasi, metode last in first out (LIFO) dalam penilaian persediaan

akan menghasilkan laba yang dilaporkan oleh bagian akuntansi menjadi lebih
rendah demikian juga dengan beban pembayaran pajak jika dibandingkan dengan
metode first in first out (FIFO).

● Jika inflasi mengakibatkan kenaikan tingkat harga, maka nilai obligasi (long term

debt) akan menurun. Oleh karena itu pengaruh inflasi (penurunan daya beli) dan
perubahan harga sebaiknya dicantumkan dalam laporan akuntansi. Namun
demikian perlu diperhatikan bahwa pengaruh inflasi tidaklah sama untuk semua
aktiva perusahaan.

● Metode depresiasi yang berbeda juga akan berpengaruh terhadap laba yang

dilaporkan oleh departemen akuntansi. Perlu kehati-hatian dalam membandingkan


rasio suatu perusahaan dengan perusahaan lain, khususnya menyangkut metode
depresiasi.

● Suatu perusahaan yang kuat atau lemah di dalam industrinya belum tentu

perusahaan tersebut akan kuat atau lemah dalam industri yang lain.
BAB III
PENUTUP

3. 1 KESIMPULAN
Analisis Rasio Keuangan merupakan bagian analisis keuangan. Analisis Rasio
Keuangan adalah analisis yang dilakukan dengan menghubungkan berbagai perkiraan yang
terdapat pada laporan keuangan.
Adapun klasifikasi analisis laporan keuangan seperti Rasio Liquiditas (Liquidity
Ratio), Rasio Aktivitas (Activity Ratio), Rasio Solvabilitas (Leverage), dan Rasio
Rentabilitas (Profitabilitas). Jenis-jenis analisis rasio keuangan terdiri dari Pendekatan Runtut
Waktu (Time Series Analysis) dan Pendekatan Lintas Seksi (Cross Sectional Approach).
Dari jenis-jenis rasio tersebut kita dapat menggunakan Rasio keuangan untuk
mengevaluasi kondisi keuangan perusahaan dan kinerjanya. Analisis Keuangan juga
mempunyai beberapa keunggulan salah satunya adalah rasio sebagai pengganti yang
sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit. Rasio
mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain. Kelemahan Analisis Keuangan salah
satunya adalah perbedaan metode akuntansi akan menghasilkan perhitungan yang berbeda,
misalnya perbedaan metode penyusutan atau metode penilaian persediaan.

3. 2 SARAN
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini. Kami banyak berharap para pembaca untuk memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di
kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi kami khususnya juga para
pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Hanif, R. A. (2022). Analisa Laporan Keuangan. Pekanbaru.


Hidayat, W. W. (2018). Dasar Dasar Analisa Laporan Keuangan. Ponorogo: Uwais Inspirasi
Indonesia.
Leviyuliana. (n.d.). BAB 3.docx - BAB 3 3.1 Jelaskan apa yang dimaksud dengan cross
sectional approach dan time series approach. Pendekatan manakah yang paling
berguna untuk internal control? Retrieved from Course Hero:
https://www.coursehero.com/file/29830330/BAB-3docx/
Nayyira, D. K. (2017, December 2). Apa saja Batasan Analisis Rasio Keuangan atau
Financial Ratio? Retrieved from dictio: https://www.dictio.id/t/apa-saja-batasan-
analisis-rasio-keuangan-atau-financial-ratio/14233
Sari, M. K. (2020). Buku Pegangan Kuliah Mahasiswa (BPKM) Analisis Laporan Keuangan.
Semarang: Politeknik Negeri Semarang.

Anda mungkin juga menyukai