Supralapsarianisme
Supralapsarianisme
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dalam doktrin keselamatan banyak sekali persoalan para teolog yang memperdebatkan
tentang pemilihan dan penetapan Allah akan keselamatan manusia dibumi ini. Dengan itu dalam
makalah kali ini akan dibahas salah satu topik yang hangat tentang pemilihan dan penetapan ini
dan ini termasuk anggapan yang dianut oleh Calvinisme. Anggapan ini adalah
Supralapsarianisme.
Supralapsarianisme (dari bahasa Latin: supra, "di atas", yang berarti "sebelum" + lapsus,
"jatuh"), atau Antelapsarianisme, kadang-kadang disebut "Calvinisme tinggi", yang berpendapat
bahwa Allah menetapkan sebagian orang untuk keselamatan dan sebagian untuk kebinasaan
sebelum manusia jatuh ke dalam dosa.1 Dari anggapan ini dapat kita lihat bahwa Allah
menetapkan sebagian orang untuk selamat dan sebagian untuk dibinasakan. Supralapsarianisme
(juga disebut antelapsarianisme, pra-lapsarian atau prelapsarian) adalah pandangan bahwa
keputusan pemilihan dan reprobasi Tuhan secara logis mendahului keputusan kejatuhan.
Dalam buku TULIP yang ditulis oleh G. J. Baan menjelaskan bahwa kaum
Supralapsarianisme adalah kaum yang mengajarkan urutan ketetapan Allah sebagai berikut:
predestinasi – penciptaan – kejatuhan. Mereka mengajarkan bahwa Allah pertama-tama
menetapkan predestinasi; untuk mewujudkan ketetapan ini, Ia memutuskan untuk menciptakan
dunia dan membiarkan kejatuhan terjadi secara umum. 2 Dalam hal ini kita bisa beranggapan
bahwa disini ada lebih banyak penekanan yang diberikan kepada pemilihan dan penolakan, dan
keadilan Allah ada didalamnya.
Dengan beberapa pendapat diatas maka dalam makalah ini akan dibahasa secara spesifik
tentang pemilihan Tuhan kepada manusia. Ketika membahas pemilihan dan panggilan Allah
sebagai penerapan penebusan Kristus, kita secara tidak langsung mengatakan bahwa dalam
ketetapan Allah, kedua hal itu secara logis menyusul setelah ketetapan untuk mengerjakan
1
Dr. Junior Natan Silalahi, Diktat Soteriologi, (Jakarta: STT HAMI, 2019) hal, 13
2
G. J. Baan, TULIP, (Surabaya: Momentum, 2014) hal, 53
1
penebusan. Sebagaimana telah dikatakan sebelumnya, supralapsarianisme menganjurkan
urutan ketetapan-ketetapan Allah sebagai berikut:
Dari kelima urutan ketetapan yang disusun oleh Supralapsarianisme ini beberapa teolog
menyatukan ketetapan (4) dan(5) . Kita jelas tidak menerima supralapsarianisme, karena tidak
mungkin Tuhan menetapkan untuk menyelamatkan orang-orang tertentu dan menolak orang-
orang lain sebelum Ia menetapkan untuk menciptakan manusia.
B. Rumusan Masalah
Dari pendahuluan diatas, maka kita akan menarik rumusan masalah, diantaranya adalah:
2
BAB II
Pembahasan
3
Henry Theissen, teologi sistematika, (Malang: Gandum Mas, 1992) hal, 153
3
dalam tujuan-Nya, tetapi semua ketetapan ini dimak- sudkan untuk kemuliaan Dia
yang mahasempuma (Bilangan l4:21; Yesaya 6:3).
6. Ada dua jenis ketetapan Allah: yang efektif dan yang permisif. Ada hal-hal yang
direncanakan Allah dan yang di- tetapkan-Nya harus terjadi secara efektif; dan ada hal-
hal lainnya yang sekadar diizinkan Allah untuk terjadi (Roma 8:28). Akan tetapi, dalam
hal ketetapan-ketetapan yang permisif itu pun, Allah mengarahkan semuanya bagi
kemuliaan nama-Nya (Matius 18:7; Kisah 2:23).
7. Akhirnya, ketetapan-ketetapan Allah meliputi segala sesuatu yang terjadi dan ada.
Ketetapan-ketetapan itu pun meliputi segala sesuatu di masa lampau, masa kini, dan masa
depan; ketetapan-ketetapan itu meliputi juga hal-hal yang diadakan-Nya secara efektif
dan hal-hal yang sekadar diizinkan-Nya (Yesaya 46:10- 11). "Dengan kata lain, dengan
kuasa dan kebijaksanaan yang tidak terbatas, sejak segenap kekekalan yang silam, Allah
telah memutuskan dan memilih serta menentukan jalannya semua peristiwa tanpa kecuali
bagi segenap kekekalan yang akan datang."
B. Ketetapan dalam dunia kebendaan dan fisik
Allah telah menetapkan untuk menciptakan alam semesta ini serta manusia (Kejadian 1:26;
Mazmur 33:6-11; Amsal 8:22-31; Yesaya 45:18). Allah telah menetapkan untuk menegakkan
bumi (Mazmur 119:90-91) serta mengatur musim-musim (Kejadian 8:22). Ia juga telah
menetapkan untuk tidak lagi menghancurkan penduduk bumi lewat air bah seperti yang pernah
dilakukan-Nya dulu (Kejadian 9:8-17). Selanjutnya, Allah telah menetapkan pembagian bangsa-
bangsa (Ulangan 32:8), menentukan musim-musim bagi setiap bangsa itu dan juga batas-
batas wilayah mereka (Kisah 17:26).4
Paulus menambahkan bahwa Allah melakukan hal ini "supaya mereka mencari Dia dan
mudah-mudahan menjamah dan menemukan Dia, walaupun Ia tidak jauh dari kita masing-
masing" (ayat 27). Allah juga telah menetapkan usia manusia (Ayub 14:5) serta cara seseorang
meninggalkan dunia ini (Yohanes 21:19; I Korintus 15:51-52; II Timotius 4:6-8). Semua
peristiwa lain yang terjadi dalam dunia kebendaan dan fisik juga telah ditetapkan oleh Allah
sebelumnya sehingga termasuk dalam rencana dan tujuan Allah (Mazmur 104:3-4, 14-23;
107:25, 29; Yesaya 14:26-27).
4
Ibid, hal 159
4
C. Ketetapan dalam dunia moral dan rohani
Pada saat kita mengaitkan ketetapan-ketetapan Allah dengan dunia moral dan rohani,
kita diperhadapkan dengan dua masalah dasar: adanya kejahatan di dalam dunia dan
kebebasan manusia. Dalam e-book yang ditulis oleh pak Hendry Kornelius yang berjudul
ketetapan Allah dan kebebasan manusia menyatakan bahwa “ketetapan Allah dan
kebebasan manusia, dua-duanya berjalan dengan seiringan, sebab Allah itu menetapkan
dengan begitu pasti, sehingga manusia itu dapat selamat.”5
Para pakar teologi berbeda pendapat mengenai urutan logis dari ketetapan-ketetapan Allah
dan tempat dari dosa dalam ketetapan Allah yang permisif. Beberapa orang mengatakan
bahwa urutan yang logis adalah sebagai berikut: Allah telah menetapkan6
Sekalipun Allah bukan pencipta dosa (Yakobus 1:13-14), dan Allah juga tidak
mengharuskan adanya dosa itu, namun berlandaskan pertimbangan- Nya yang bijaksana dan
kudus, Ia telah menetapkan untuk mengizinkan terjadinya kejatuhan dan dosa. Ketetapan ini
dibuat-Nya karena Ia mengetahui bagaimana sifat dosa itu, apa yang akan dilakukan oleh dosa
terhadap makhluk ciptaan-Nya, dan apa yang hams dilakukan-Nya untuk menyelamatkan
manusia. Allah bisa saja mencegah masuknya dosa. Jikalau Ia telah memutuskan untuk menjaga
5
Hendry Kornelius, ketetapan dan kebebasan manusia, (e-book)
6
Ibid, hal 160
7
Ibid, hal 161
5
agar kehendak malaikat dan manusia tidak menyeleweng, maka mereka itu akan tetap hidup
dalam kekudusan.8
Ketetapan ini tidak dapat dipisahkan dari ketetapan untuk mengizinkan dosa.
Tuhan bukan saja mengizinkan dosa, namun juga mengatasinya demi kebaikan. Beberapa hal
dapat dikemukakan untuk membuktikan kenyataan ini. Yusuf berkata kepada saudara-
saudaranya, "Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah
mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini,
yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar" (Kejadian 50:20). Pemazmur mengatakan,
"Tuhan menggagalkan rencana bangsa- bangsa; Ia meniadakan rancangan suku-suku bangsa;
tetapi rencana Tuhan tetap selama-lamanya, rancangan hati-Nya turun-temurun" (Mazmur
33:10-11) dan "Sesungguhnya panas hati manusia akan menjadi syukur bagi-Mu, dan sisa panas
hati itu akan Kau perikat pinggangkan" (Mazmur 76:11).9
Semua orang Kristen setuju bahwa Allah telah memutuskan untuk menyelamatkan
manusia, namun tidak semuanya sependapat tentang bagaimana caranya Allah melakukan hal
ini. Dalam kaitan ini kita harus terutama mengingat10
6
Dalam kemurahan-Nya Allah bukan sekadar menetapkan untuk menyelamatkan beberapa
orang, tetapi juga untuk memberi pahala kepada mereka yang melayani Dia (Yesaya 62:11;
Matius 6:4, 19-20; 10:41-42; I Korintus 3:8; 1 Timotius 5:18). Pada dasarnya, ketetapan ini
bersumber pada kasih karunia Allah. Manusia tidak dapat melakukan lebih daripada apa
yang ditugaskan kepadanya. Yesus mengatakan, "Demikian jugalah kamu. Apabila kamu
telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami
adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus
lakukan" (Lukas 17:10).11
Menurut kitab Amsal antara seseorang diselamatkan dan seseorang dibinasakan itu
sejajar dan memiliki tujuannya masing-masing. Allah bukan sekedar memberi ijin agar
manusia binasa, melainkan Allah menetapkan, bahkan didalam kitab Amsal dikatakan
dibuat. Seseorang yang binasa itu dibuat oleh Allah, dibuat itu artinya dari tidak ada
menjadi ada, maka dalam pandangan supralapsarianisme, dianggap sebagai perumusan
logika dalam urutan pemikiran Allah sebelum diriNya memikirkan untuk menciptakan
manusia, Allah terlebih dahulu telah merencanakan manusia yang akan dipilih dan akan
dibinasakan.12
Dengan kata lain, Allah berhak menuntut ketaatan mutlak dalam segala sesuatu dan pada
segala waktu, dan Allah samasekali tidak berkewajiban untuk memberi upah kepada seseorang
yang paling taat sekalipun. Namun di dalam kemurahan-Nya yang luar biasa Allah telah
menetapkan untuk memberi pahala kepada anak-anak- Nya yang melayani Dia dengan setia.
Beberapa orang menyebutkan kenyataan ini sebagai keadilan Allah yang mengupahi, sebagai
perbandingan terhadap keadilan Allah yang menghukum, namun pada dasarnya ketetapan untuk
memberi pahala ini bersumber pada kemurahan Allah dan bukan pada keadilan-Nya.
BAB III
Penutup
11
Ibid, hal 166
12
Hendry Kornelius, Double Predestination, (e-book)
7
A. Kesimpulan
1. Ketetapan untuk menyelamatkan orang-orang tertentu dan menolak orang-orang yang lain;
2. Ketetapan untuk menciptakan kedua macam orang itu;
3. Ketetapan untuk mengizinkan keduanya jatuh ke dalam dosa;
4. Ketetapan untuk menyediakan penebusan di dalam Kristus bagi orang-orang yang terpilih;
5. Ketetapan untuk mengutus Roh Kudus guna melaksanakan penebusan di dalam kehidupan
orang- orang yang terpilih.
Dari kelima urutan ketetapan yang disusun oleh Supralapsarianisme ini beberapa teolog
menyatukan ketetapan (4) dan (5). Kita jelas tidak menerima supralapsarianisme, karena tidak
mungkin Tuhan menetapkan untuk menyelamatkan orang-orang tertentu dan menolak orang-
orang lain sebelum Ia menetapkan untuk menciptakan manusia.
B. Daftar Pustaka
1. Silalahi Dr. Junior Natan, Diktat Soteriologi, (Jakarta: STT HAMI, 2019)
2. Baan G. J, TULIP, (Surabaya: Momentum, 2014)
8
3. Theissen Henry, teologi sistematika, (Malang: Gandum Mas, 1992)
4. Kornelius Hendry, ketetapan dan kebebasan manusia, (e-book)
5. Kornelius Hendry, Double Predestination, (e-book)